Anda di halaman 1dari 17

setelah pemajanan.

Massa jaringan paru yang disebut granulomas merupakan

gumpalan basil yang masih hidup. Granulomas diubah menjadi massa jaringan

jaringan fibrosa, bagian sentral dari massa fibrosa ini disebut tuberkel ghon dan

menajdi nekrotik membentuk massa seperti keju. Massa ini dapat mengalami

klasifikasi, membentuk skar kolagenosa. Bakteri menjadi dorman, tanpa

perkembangan penyakit aktif.

Setelah pemajanan dan infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit aktif

karena gangguan atau respon yang inadekuat dari respon system imun. Penyakit

dapat juga aktif dengan infeksi ulang dan aktivasi bakteri dorman. Dalam kasus

ini, tuberkel ghon memecah melepaskan bahan seperti keju dalam bronki.

Bakteri kemudian menjadi tersebar di udara, mengakibatkan penyebaran

penyakit lebih jauh. Tuberkel yang menyerah menyembuh membentuk jaringan

parut. Paru yang terinfeksi menjadi lebih membengkak, menyebabkan terjadinya

bronkopneumonia lebih lanjut.

1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan Hubungan antara hiv dan

tb

Jawab :

Hubungan antara TBC dan HIV yaitu Tuberkulosis dan HIV memiliki efek

yang berhubungan pada sistem kekebalan tubuh karena mampu menurunkan

kekebalan tubuh. mycobacterium tuberculosis mempunyai komponen penting

yaitu Lipoarabinomannan (LAM) yang memiliki kemampuan luas menghambat

pengaruh imunoregulator. LAM berperan langsung dalam pengendalian


pengaruh sistem imun sehingga mycobacterium tuberculosis tetap mampu

mempertahankan kelangsungan hidupnya. mycobacterium tuberculosis ini akan

menekan proliferasi limfosi T, menghambat aktivitas makrofag dan menetralisasi

pengaruh toksik radikal bebas. LAM menginduksi transkripsi mRNA sitokin

sehingga dapat memicu munculnya manifestasi klinis tuberculosis seperti

demam, penurunan berat badan. Mekanisme yang menyebabkan terjadinya TB

pada pasien HIV adalah diawali dengan adanya infeksi HIV dan kerusakan sel

CD4 membawa penurunan pada sel imun, jika sistem imun menurun maka

mycobakterium tubercolosis dengan cepat dapat berkembangbiak dan dapat

reaktivasi TB yang dorman( istirahat) ( Mulyadi dan Fitrika, 2017 ; Dipiro,2009 ;

Kallenius, dkk 2012 ).

2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan gejala klinis hiv dan tb

Jawab :

Infeksi HIV terbagi menjadi beberapa fase yaitu :

Fase awal atau inkubasi terjadi 2 – 4 minggu pertama setelah terinfeksi tidak ada

gejala yang terjadi .

Fase akut yang di tandai dengan gejala demam, sakit kepala, limfa denopati,

malaise, diare, dan ruam makulopapur.beberapa orang mengalami gejala yang

lebih akut seperti meningitis dan pneumonitis. Karakteristik dari fase ini adalah

viral load tinggi, berlangsung selama 28 hari sampai beberapa minggu. Setelah

terinfeksi HIV gejala yang muncul yaitu demam, banyak berkeringat pada malam

hari, kehilangan berat badan kurang dari 10%, diare, lesi pada mukosa dan
penyakit infeksi kulit berulang. Gejala – gejala ini merupakan tanda awal

munculnya infeksi oportunistik ( Yuliyanasari, 2016; Intansari dan Dewi, 2017)

Menurut Jurnal Hubungan Tuberkulosis Dengan HIV/ AIDS

Berdasarkan derajat keparahan dan penyulit yang timbul gambaran klinik TB

paru dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu : ( Fitrika dan Mulyadi, 2011 ;

Darliana, 2011).

a) Gejala respiratorik : batuk, sesak napas, nyeri dada.

b) Gejala Sistemik : demam, gejala sistemik lain ialah keringat malam,

anoreksia, berat badan menurun serta malaise.

Berdasarkan derajat keparahan dan gambaran klinik TB paru dapat dibagi

menjadi dua golongan yaitu :

a) Gejala Resoiratorik : batuk, sesak napas, nyeri dada

b) Gejala Sistemik : demam, keringat tanpa sebab di malam hari, anoreksia,

berat badan menurun , penurunan nafsu makan.

3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan pengolongan obat hiv dan

tb

Jawab :

Penggolongan ARV : ( Menurut Depkes, 2006)

Ada tiga golongan utama ARV yaitu

A. Penghambat masuknya virus : enfuvirtid

B. Penghambat reverse transcriptase enzyme

a) Analog nukleosida/nukleotida (NRTI/NtRTI)

 analog nukleosida
 analog thymin: zidovudin (ZDV/AZT) dan stavudin (d4T)

 analog cytosin : lamivudin (3TC) dan zalcitabin (ddC)

 analog adenin : didanosine (ddI)

 analog guanin : abacavir(ABC)

 analog nukleotida analog adenosin monofosfat: tenofovir

b) Nonnukleosida (NNRTI) yaitu

 nevirapin (NVP)

 efavirenz (EFV)

C. Penghambat enzim protease (PI) ritonavir (RTV)

 saquinavir (SQV)

 indinavir (IDV) dan nelfinavir (NFV)

Penggolongan obat TB : ( Heidrich, dkk 2014 ; Depkes, 2005)

 Isoniazid

 Rifampisin

 Pyrazinamid

 Etambutol

 Streptomisin

4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mekanisme kerja obat hiv

dan tb

Jawab :

Mekanisme Kerja Obat ARV

 (Penghambat Transkriptase-balik)
Zidovudin, Zalsitabin dan Lamivudin adalah analog nukleosid dan bekerja setelah

fosforilasi sebagai inhibitor selektif transkriptase-balik dari virus HIV. DNA-

polimerase manusia kurang lebih 100x kurang sensitif. Nevirapin adalah

penghambat transkriptase-balik dan memblokir sentrum katalitis enzim dan

aktivitas DNA-polimerase. HIV-2 dan DNA-polimerase eukariota tidak dihambat.

 (Penghambat Protease)

Indinavir, Ritonavir, Nelfinavir dan Sakuinavir adalah inhibitor HIV-protease yang

spesifik. Protease ( suatu aspartilprotease) penting untuk produksi virus HIV

yang baru. Dari prekurso poliprotein dipecahkan sejumlah protein seperti

transkriptase-balik dan integrase. Blokade spesifik ini menyebabkan

terbentuknya partikel yang tidak terinfeksi dengan ciri- ciri yang tidak matang.

Mekanisme kerja obat TB : ( Depkes, 2005)

 Isoniazida

Bersifat bakterisid dapat membunuh 90% populasi kuman dalam beberapa hari

pertama pengobatan. Mekanismenya berdasarkan terganggunya sintesa mycoll

acid, yang diperlukan untuk membangun dinding bakteri.

 Rifampisin

Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi dormant yang tidak dapat

dibunuh oleh isoniazid. Mekanisme kerja berdasarkan perintangan spesifik dari

suatu enzim bakteri Ribose Nukleotida Acid (RNA)-polimerase sehingga sintesis

RNA terganggu.

 Pirazinamid
Bersifat bakterisid dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan

suasana asam . Mekanisme kerja berdasarkan pengubahannya menjadi asam

pyrazinamidase yang berasal dari basil tuberkulosa.

 Etambutol

Bersifat bakteriostatik dengan menekan pertumbuhan kuman TB yang telah

resisten terhadap Isoniazid dan streptomisin. Mekanisme kerja penghambatan

sintesa RNA pada kuman yang sedang membelah juga menghindarkan

terbentuknya mycolic acid pada dinding sel.

 Streptomisin

Bersifat bakterisid dapat membunuh kuman yang sedang membelah. Mekanisme

kerja penghambatan sintesa protein kuman dengan jalan pengikatan pada RNA

ribosomal.

5. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan efek samping hiv dan tb

Jawab :

Efek samping obat Tuberkolosis : ( heidrich, dkk 2014)

a) Isoniazid

Efek samping :

 Kerusakan hati karena keracunan metabolik

 Neuropati perifer dan sentral ( antagonis terhadap vitamin B6 , pemberian

vitamin B6 )

 Reaksi alergi

 Gangguan hematopoesis (leukopenia)


b) Rifampisin

Efek samping :

 Gangguan fungsi hati

 Keluhan gastrointestinal

 Gangguan fungsi ginjal

 Reaksi alergi

 Efek teratogen pada percobaan hewan

c) Pirazinamid

Efek samping :

 Keluhan gastrointestinal

 Gangguan SSP (vertigo, kegelisahan )

 Hiperglikemia

 Hiperurisemia

 Reaksi alergi, reaksi fotoalergi

 Gangguan fungsi hati

d) Etambutol

Efek samping :

 Neurotoksik ( perusakan saraf mata )

 Keluhan gastrointestinal

 Hiperurisemia

 Gangguan fungsi hati

Efek samping obat HIV :


a) Zidovudin (ZDV, AZT)

Efek samping: mual/muntah, sakit kepala, kembung, anemia, neutropenia,

mialgia,miopati, artralgia, peningkatan transaminase.

b) Didanosin (ddI )

Efek samping : diare, neuropati perifer, pankreatitis, enzim transaminase dan

neuropati perifer.

c) Stavudin (d4T)

Efek samping : neuropati perifer, peningkatan enzim transaminase, laktat

asidosis, gejala saluran cerna, dan lipoatrophy.

d) Lamivudin (3TC)

e) Abacavir

Efek samping: mual, muntah, diare, nyeri perut, dan reaksi hipersensitivitas (5%)

Perhatikan tanda-tanda alergi: demam, mual atau lelah, dengan atau tanpa

ruam. Jangan pernah diulangi jika terjadi alergi karena bisa timbul shok

anafilaksis. Informasikan secara rinci mengenai kemungkinan dan tanda alergi

dan lakukan monitoring ketat terhadap reaksi hipersensitivitas.

f) Nelfinavir

Efek samping : diare sering timbul setelah dosis awal, dalam bentuk intermiten

dan biasanya tidak disertai dengan keluhan yang lain. Diare tersebut

memberikan respon yang baik terhadap loperamide, bisa dicoba dengan kalsium

karbonate.

g) Tenofovir DF (Viread)

Efek samping: Fanconis syndrome dengan disertai renal toksisitas.


Obat ini dapat digunakan untuk hepatitis B. Kurangi dosis ketika digunakan

dengan tenofovir.

h) Efavirenz

Efek samping: susunan saraf pusat (SSP): mimpi buruk , susah konsentrasi,

pusing,insomnia, ruam. Gejala SSP biasanya terjadi,tapi akan membaik dalam 7-

14 hari.

i) Nevirapine

Efek samping: ruam yang berat, demam, gangguan saluran cerna, peningkatan

transaminase

Perhatian : Pemberian 200 mg dosis tunggal untuk 2 minggu pertama

mengurangikemungkinan alergi; periksa fungsi hati tiap 2 minggu untuk 2 bulan

pertama,selanjutnya tiap bulan untuk 3 bulan berikutnya.

j) Saquinavir

k) Enfuvirtide (T-20)

Efek samping: Reaksi pada tempat suntikan, diare, nausea, sakit kepala, reaksi

hypersensitivitas (jangan diberikan lagi bila ada gejala hipersensitivitas.)

6. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan interpretasi data penderita

hiv dan tb sesuai skenario

Jawab :

Interpretasi data klinik

Hasil pemeriksaan laboratorium pada pasien yaitu :


No Pemeriksaan Rujukan Hasil
1 CD+4 500-1300
400 sel/mm3
sel/mm3
2 BTA Sewaktu hari -1 Negatif 1+
3 BTA Pagi hari Negatif 2+
4 BTA Sewaktu hari -2 Negatif -

a. TBC

BTA merupakan parameter diagnosa TBC, pemeriksaan BTA ini diambil 3

sputum pada waktu yang berbeda apabila salah satu dari pemeriksaan sputum

pagi tersebut negatif maka pasien positif TBC (Kemenkes , 2011).

Kesimpulan :

Dari data klinis dalam skenario dapat dilihat pemeriksaan sputum BTA

sewaktu hari pertama, pagi hari dan sewaktu hari kedua, dimana hasil

pemeriksaan dari pasien adanya infeksi bakteri dengan ditandai positif 1 dan

positif 2, dimana dikatakan dalam pustaka apabila ada dua ditemukan posistif

maka pasien dinyatakan terkena TB (BTA positif).

b. HIV

Nilai rujukann CD4+ 500-1300 sel/mm3. CD4+ berfungsi untuk mengatasi

infeksi karena bisa merespon antigen asing serta memicu pembentukan

antibodi. Apabila CD4 menurun maka resiko terjadinya infeksi meningkat

(Kemenkes, 2011).

Kesimpulan :

Dari data klinis dalam skenario dapat dilihat dari pemeriksaan CD4 terjadi

penurunan dengan hasil pesien 400 sel/mm3 sedangkan nilai rujukan 500 -
1300 sel/mm3 yang menandakan adanya penurunan sistem kekebalan tubuh

dan adanya infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV).

Untuk hasil pemeriksaan radiografi dada, terdapat bercak pada paru- paru

bagian atas yang menunjukan positif TB.

Hasil diagnosa dokter juga menunjukan A15 sebagai kode penyakit TB dan B20

sebagai kode penyakit HIV

Selain itu juga bisa di lihat dari gelaja yang dialami pasien, menunjukan bahwa

terinfeksi HIV dan TB.

7. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan terapi farmakologi dan

penatalaksaan pada pasien hiv dan tb terkait skenario

Jawab :

Penatalaksanaan pasien TBC dan HIV dengan CD4 ˃ 350 sel/mm 3 dimulai

dengan terapi TB nya sampai selesai. Ditunda pemberian ARV sambil monitoring

CD4. Kemudian evaluasi kembali pada saat minggu ke 8 pengobatan TB dan

setelah pengobatan TB nya selesai. Berdasarkan hasil pemeriksaan nilai CD4

yaitu 400 sel/mm3. Jadi untuk pemberian terapi ARV setelah 8 minggu

penggunaan terapi TBC, baru dilakukan terapi ARV dan dilanjutkan kembali

pengobatan TBC. Dan disini nanti akan dimonitoring untuk terjadinya interaksi

obat antara ARV dan AOT.

Pengobatan TB ada 2 tahap yaitu : tahap awal dan tahap lanjutan

 Tahap Awal :

Pengobatan diberikan setiap hari. Pengobatan pada tahap ini secara

efektif menurunkan jumlah bakteri yang ada dalam tubuh dan


meminimalisir resistensi obat. Pengobatan tahap awal pada semua pasien

baru harus diberikan selama 2 bulan. Pengobatan selama secara teratur

selama 2 minggu sudah sangat menurunkan penularan.

 Tahap Lanjutan

Pengobatan tahap lanjutan untuk membunuh sisa bakteri yang masih ada

didalam tubuh dan mencegah terjadinya kekambuhan.

Tahap awal/ intensif adalah 2HRZE : Lama pengobatan 2 bulan diminum

setiap hari

Tahap lanjutan adalah 4H3R3 : Lama pengobatan 4 bulan masing-masing

diberikan 3 kali seminggu.

Kenapa dipilih obat kategori 1 karena pasien TB baru dan kategori 1 obat

yang dapat diberikan untuk TB Paru BTA positif dan Rontgen Positif

.Anjuran Pemilihan Obat ARV Lini Pertama Paduan yang ditetapkan oleh

pemerintah untuk lini pertama adalah: ( Kemenkes, 2011)

2 NRTI + 1 NNRTI

Mulailah terapi antiretroviral dengan salah satu dari paduan di bawah ini:

AZT + 3TC + NVP (Zidovudine + Lamivudine

+ Nevirapine) ATAU

AZT + 3TC + EFV (Zidovudine + Lamivudine

+ Efavirenz) ATAU

TDF + 3TC (atau FTC) + (Tenofovir + Lamivudine

NVP (atau Emtricitabine) + ATAU

Nevirapine)
TDF + 3TC (atau FTC) + (Tenofovir + Lamivudine

EFV (atau Emtricitabine) +

Efavirenz)

Populasi target Pilihan Yang Catatan

Direkomendasikan

Ko-infeksi HIV/TB AZT atau TDF + 3TC (FTC) Mulai terapi ARV segera

+ EFV setelah terapi TB dapat

ditoleransi (antara 2 minggu

hingga 8 minggu) Gunakan

NVP atau triple NRTI bila

EFV tidak dapat digunakan

8. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan hal-hal yang harus

dimonitoring pada pasien hiv dan tb

Jawab :

Menurut

Monitoring Terapi Untuk mendapatkan keberhasilan terapi antiretroviral harus

diikuti dengan kegiatan monitoring terapi. Monitoring terapi dilakukan secara

periodik setelah mulai pemberian terapi antiretroviral. Monitoring terapi yang

dilakukan meliputi :

1) Monitoring Kepatuhan
Monitoring kepatuhan dilakukan untuk melihat sampai sejauh mana pasien patuh

menjalani terapi. Monitoring kepatuhan terapi dapat dilakukan dengan :

a) Menghitung jumlah obat yang tersisa pada saat pasien mengambil obat

kembali.

b) Melakukan wawancara kepada pasien atau keluarganya, berapa kali dalam

sebulan pasien tidak minum obat. Sebagai contoh jika diperlukan tingkat

kepatuhan sebesar 95 % dan pasien harus minum obat rata-rata sebanyak

60 kali dalam sebulan maka pasien diharapkan tidak lebih dari 3 kali lupa

minum obat.

c) Membuat kartu monitoring penggunaan obat.

d) Memberi perhatian kepada kelompok wanita hamil yang harus menjalani

terapi antiretroviral karena pada umumnya tingkat kepatuhan rendah. Hal ini

disebabkan karena adanya sensasi mual & muntah pada saat kehamilan dan

menjadi lebih berat karena efek samping obat pada umumnya dapat

menimbulkan mual dan muntah.

e) Golongan lain yang perlu mendapat perhatian untuk meningkatkan kepatuhan

dalam pengobatan antiretroviral adalah penderita infeksi HIV/ AIDS pada

anakanak. Usaha untuk meningkatkan kepatuhan pada penderita anak

adalah dengan cara sebagai berikut :

 Menyediakan obat yang siap diminum dalam serbuk dosis terbagi

untuk satu kali pemakaian.

 Memodifikasi bentuk sediaan sehingga lebih enak diminum.


 Memberikan edukasi kepada orang tua untuk selalu teratur

memberikan obat kepada anaknya.

2) Monitoring Keberhasilan Terapi Monitoring ini dilakukan untuk melihat apakah

rejimen obat antiretroviral yang diberikan memberikan respon pada

penekanan jumlah virus dan dapat menaikkan fungsi kekebalan tubuh. Jika

rejimen yang dipilih tidak memberikan respon pada penekanan jumlah virus

perlu dipertimbangkan untuk mengganti dengan rejimen yang lain.

3) Monitoring Efek Samping Obat Monitoring efek samping obat dilakukan

untuk memantau apakah timbul efek samping pada penggunaan obat

antiretroviral, baik efek samping yang bersifat simtomatik maupun gejala

toksisitas yang mungkin terjadi. Efek samping yang terjadi perlu diatasi

dengan pemberian obat-obatan atau penghentian/ penggantian terapi jika

timbul toksisitas yang membahayakan. Pelaporan efek samping obat yang

tidak diduga menggunakan formulir Monitoring Efek Samping Obat ( MESO ).

Dokumen kejadian efek samping obat perlu direkap dan diinformasikan

secara periodik kepada anggota tim yang lain sebagai bahan pertimbangan

dalam memberikan terapi. Monitoring dapat dilakukan dengan menjadwalkan

kunjungan ke klinik secara periodik untuk menghindari efek samping yang

dapat membahayakan. Keberhasilan terapi dapat ditingkatkan dengan cara-

cara berikut :

a) Pemberian informasi dan edukasi yang jelas kepada pasien sebelum

memulai terapi
b) Meyakinkan pasien bahwa pengobatan dengan antiretroviral dapat

memberikan manfaat.

c) Melakukan analisis terhadap faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya

kepatuhan pasien dalam pengobatan. Beberapa faktor yang sering

menyebabkan pasien tidak teratur minum obat adalah :

 Jumlah obat yang banyak

 Kejenuhan pasien karena harus terus menerus minum obat

 Menurunnya daya ingat pasien (pelupa)

 Depresi

 Ketidakmampuan pasien mengenali terapi

 Rendahnya edukasi kepada pasien

 Efek samping obat

d) Mempermudah pasien mendapatkan akses untuk memperoleh informasi

obat.

e) Penemuan baru di bidang teknologi farmasi untuk memudahkan pasien

minum obat ( menyederhanakan penggunaan obat ) f

f) Menyediakan sarana untuk memudahkan minum obat, seperti pil dispenser


DAFTAR PUSTAKA

Dipiro, J. T., Wells B.G., Schwinghammer T.L. and Dipiro C. V., 2009, Pharmacotherapy
Handbook, Ninth Edit., McGraw-Hill Education Compantes, Inggris.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia 2005. “Pedoman Interpretasi Data Klinik”


Binfar Dinkes RI: Jakarta.

Mulyadi, Fitrika Y, 2011, ‘Hubungan Tuberkulosis dengan HIV/AIDS’, jurnal PSIK-FK


Unsiyah, Vol 2, No 2.

Darliana, 2011 “ Manajemen Pasien Tuberkulosis Paru”, jurnal PSIK-FK Unsiyah, Vol 2,
No 2.

Anda mungkin juga menyukai