Anda di halaman 1dari 14

BAB V G E O M O R F O L O G I

5.1. Pendahuluan

Geomorfologi adalah bagian yang tidak terpisahkan dari


geologi,dimana ilmu ini mempelajari bentang alam (landscape);
bagaimana bentang alam itu terbentuk secara konstruksional (yang
diakibatkan oleh gaya endogen : aktivitas tektonik/struktur geologi),
dan bagaimana bentang alam tersebut dipengaruhi oleh pengaruh luar
berupa gaya eksogen seperti iklim, sungai dan lainnya yang bersifat
destruksional, dan menghasilkan bentuk-bentuk alam darat tertentu
(landform). Pengaruh struktur (perlipatan, pensesaran, pengangkatan,
intrusi, ketidakselarasan, termasuk di dalamnya jenis-jenis batuan)
yang bersifat konstruksional, dan proses yang bersifat destruksional
(pelapukan, longsoran kerja air, angin, gelombang, pelarutan, dll),
sudah diakui oleh para ahli geologi dan geomorfologi sebagai dua
buah parameter yang sangat penting dalam pembentukan rupa bumi.
Selain itu batuan sebagai bagian dari struktur dan tahapan proses
geologi merupakan faktor yang cukup penting.
Selama pertengahan awal abad ini, hampir semua kegiatan riset
geomorfologi terutama ditujukan sebagai alat interpretasi geologi
saja, dengan menganalisa bentang alam dan bentuk-bentuk alam
yang mengarah pada kecurigaan pada unsur-unsur struktur geologi
tertentu atau jenis-jenis batuan, seperti pembelokan atau kelurusan
sungai, bukit-bukit dan bentuk-bentuk alam lainnya. Tetapi dalam 4
dekade terakhir, riset geomorfologi sudah mulai diarahkan pada studi
tentang proses-proses geomorfologi, walaupun kegiatan interpretasi
masih tetap dipakai dan diperlukan. Selain itu pembangunan fisik

GEOLOGI LAPANGAN Angkatan II


58 Geomorfologi

memerlukan informasi mengenai geomorfologi yang menyangkut


antara lain :
a. Geometri bentuk muka bumi
b. Proses-proses geomorfologi yang sedang berjalan beserta
besaran-besarannya, dan antisipasi terhadap perubahan bentuk
muka bumi di waktu yang akan datang; prubahan bentuk muka
bumi dalam skala detail dapat mempengaruhi pembangunan.
Dengan berkembangnya teknologi penginderaan jauh, seperti
foto udara, citra landsat, SPOT, radar dan lainnya, maka geomorfologi
semakin menarik untuk diteliti, baik karena lebih mudahkan
interpretasi geologi maupun lebih jelas dan aktualnya data mengenai
proses-proses yang sedang terjadi di permukaan bumi yang diamati.
Pengamatan terhadap gejala struktur, batuan serta prosesnya, adalah
sangat penting dalam menganalisa bentang alam, baik dengan cara
menganalisa melalui peta topografi, foto udara dan citra, maupun di
laboratoirum terhadap alat bantu yang berupa peta topografi, foto
udara, citra satelit, citra radar akan membuat pembuatan peta
geomorfologi menjadi cepat dan menarik. Pembuatan peta
geomorfologi tidak dapat lepas dari skala peta yangf digunakan.
Pembuatan satuan geomorfologi selain berdasarkan bentuk, proses
maupun tahapan sangat tergantung pada skala peta yang digunakan.
Makin besar skala peta, makin banyak satuan yang dapat dibuat.

5.2. Pemetaan Geomorfologi

Peta geomorfologi pada hakekatnya memberi informasi secara


visual mengenai bentuk, geometri serta proses-proses yang telah
maupun sedang terjadi, baik proses endogenik maupun eksogenik.

GEOLOGI LAPANGAN Angkatan II


Geomorfologi 59

Ada sedikit perbedaan penekanan antara informasi geomorfologi


untuk sains dan informasi geomorfologi untuk terapan.
a. Untuk tujuan sains maka peta geomorfologi diharap mampu
memberi informasi mengenai geometri dan bentuk muka bumi
seperti tinggi, luas, kemiringan lereng, kerapatan sungai, dan
sebagainya.
b. Sedangkan untuk tujuan terapan peta geomorfologi akan lebih
banyak memberi informasi mengenai proses geomorfologi yang
sedang berjalan dan besaran dari proses seperti :
▪ Jenis proses (pelapukan, erosi, sedimenasi, longsoran,
pelarutan, dsb)
▪ Besaran dari proses tersebut (berapa luas, berapa dalam,
berapa intensitasnya, dan sebagainya.

Pada umumnya hal-hal tersebut dinyatakan secara terukur. Peta


geomorfologi yang disajikan harus menunjang hal-hal tersebut di atas,
demikian pula klasifikasi yang digunakan. Gambaran peta diutamakan
yang menunjang kondisi parametris (yang dapat diukur) serta proses-
proses eksogen yang berjalan pada masa kini dan yang akan datang.

5.2.1. Skala Peta dan Peta Geomorfologi

Skala peta merupakan rujukan utama untuk pembuatan peta


geomorfologi. Pembuatan satuan peta secara deskriptif ataupun
klasifikasi yang dibuat berdasarkan pengukuran ketelitiannya sangat
tergantung pada skala peta yang digunakan.
Di Indonesia, peta topografi yang umum tersedia adalah dengan
skala 1:1.000.000, 1:500.000, 1:250.000, 1:100.000, 1:50.000 dan
beberapa daerah (terutama Jawa) telah terpetakan dengan skala
1:25.000 untuk kepentingan-kepentingan khusus. Sering dibuat peta

GEOLOGI LAPANGAN Angkatan II


60 Geomorfologi

berskala besar dengan pembesaran dari peta yang sudah ada, atau
dibuat sendiri untuk keperluan teknis, antara lain peta 1:10.000,
1:5.000, dan skala – skala yang lebih besar lagi. Untuk penelitian,
sesuai dengan RUTR, dianjurkan menggunakan peta 1:250.000,
1:100.000 untuk regional upraisal, 1:50.000 - 1:25.000 untuk survey
dan 1:10.000 dan yang lebih besar untuk investigasi. Untuk
mudahnya penggunaan peta-peta tersebut dapat kita lihat pada tabel
5.1.

Tabel 5.1 Skala peta, sifat dan tahap pemetaan, serta proses dan unsur
dominan

Sifat Tahap Proses dan unsur geologi


Skala
pemetaan pemetaan yang dominan
<1:250.000 Klimat,Geoteknik,Geofisik
<1:250.000 Global Regional
Tektonik,
1:100.000 Regional Formasi (batuan utama)
Struktur jenis batuan/
1:50.000 Lokal Survey satuan batuan
Batuan, struktur, pengulang dan
1:25.000 Lokal bentuk/relief, proses eksogen
Batuan, proses eksogen, sebagai
1:10.000 Detail Investigasi unsur utama, bentuk akibat proses
>1:10.000 Sangat detail Proses eksogen, dan hasil proses

Dari skala peta yang digunakan akhirnya dapat kita buat


satuan peta geomorfologi, sebagai contoh pada tabel 5.2.

5.3. Interpretasi Untuk Geomorfologi

Pembuatan peta geomorfologi akan dipermudah dengan


adanya data sekunder, berupa peta topografi, peta geologi, foto
udara, citra atelit, citra radar, serta pengamatan langsung di
lapangan.

GEOLOGI LAPANGAN Angkatan II


Geomorfologi 61

Interpretasi terhadap data sekunder akan membantu kita untuk


menetapkan satuan dan batas satuan geomorfologinya. Beberapa
jenis interpretasi akan diuraikan seperti berikut.

Tabel 5.2 Contoh skala peta dan satuan geomorfologi

Skala Contoh satuan geomorfologi


Zona fisiografi : geoantiklin Jawa, Pegunungan Rocky, Zone
1:250.000 patahan Semangko
Sub fisiografi : Komplek Dieng, Perbukitan kapur selatan, Plateau
1:100.000 Rongga
Perbukitan karst Gn. Sewu, perbukitan lipatan karangsambung,
1:50.000 Delta Citarum, Dataran Tingi Bandung, dan lain-lain.

Lembah antiklin Welaran, Hogback Brujul – Waturondo, Bukit


1:25.000 sinklin Paras, Kawah Upas, dan lain-lain.
Lensa gamping Jatibungkus, Sumbat lava Gn. Merapi, longsoran
1:10.000 Cikorea
Aliran lumpur di …., rayapan di km….. Erosi alur di …. dan
>1:10.000 sebagainya

5.3.1. Interpretasi Peta Topografi

Dalam interpretasi geologi dari peta topografi, maka


penggunaan skala yang digunakan akan sangat membantu. Di
Indonesia, peta topografi yang tersedia umumnya mempunyai skala
1:25.000 atau 1:50.000 (atau lebih kecil). Acapkali skala yang lebih
besar, seperti skala 1:25.000, atau 1:12.500 merupakan pembesaran
dari skala 1:50.000, dengan demikian, relief bumi yang seharusnya
muncul pada skala 1:25.000 atau lebih besar, akan tidak muncul, dan
sama saja dengan peta skala 1:50.000. Dengan demikian, sasaran
atau objek interpretasi akan berlainan dari setiap skala peta yang
digunakan.

GEOLOGI LAPANGAN Angkatan II


62 Geomorfologi

Tabel 5.3. Hubungan antara skala peta dan pengenalan terhadap


sasaran/ objek geomorfologi
Skala
1 : 2.500 1 : 10.000
Objek Geomorfologi < 1:
s/d s/d
30.000
1 : 10.000 1 : 30.000
Regional/ lanskap/ bentang
Baik -
alam (contoh: jajaran
Buruk Baik Sangat
pegunungan, perbukitan
lipatan, dan lainnya)
Baik
Lokal/ bentuk alam darat Baik -
Baik - Sedang –
(contoh: korok, gorong Sangat
Sedang Buruk
apsir, cuesta dan lainnya) Baik
Detail/ proses geomorfik
Sangat Sangat
(contoh: longsoran kecil, Buruk
Baik Buruk
erosi parit dan lainnya)

Walau demikian, interpretasi pada peta topografi tetap ditujukan


untuk menginterpretasikan batuan, struktur dan proses yang mungkin
terjadi pada daerah di peta tersebut, baik analisa secara kualitatif
maupun secara kuantitatif.
Dalam interpretasi peta topografi, prosedur umum yang biasa
dilakukan dan cukup efektif adalah :
1. Menarik semua pola kontur yang menunjukkan adanya lineament/
kelurusan.
2. Mempertegas (dengan mewarnai) sungai-sungai yang mengalir pada
peta.
3. Mengelompokkan pola kerapatan kontur sejenis.

Pada cara 1, penarikan bisa dengan garis panjang, bisa juga


terpatah-patah dalam bentuk garis-garis lurus pendek. Kadangkala,
setelah pengerjaan penarikan garis-garis pendek selesai, dalam peta
akan terlihat adanya zona atau trend dengan arah yang hampir sama
dengan garis-garis pendek ini.

GEOLOGI LAPANGAN Angkatan II


Geomorfologi 63

Pada cara 2, akan sangat penting untuk melihat pola aliran


sungai (di satu peta mungkin terdapat lebih dari satu pola aliran
sungai). Pola aliran sungai bisa mencerminkan keadaan struktur yang
mempengaruhi daerah ini.
Pada cara 3, pengelompokan kerapatan kontur dapat
dilakukan secara kualitatif yaitu dengan melihat secara visual
terhadap kerapatan yang ada, atau secara kuantitatif dengan
menghitung persen lereng dari seluruh peta. Persen lereng adalah
persentase perbandingan antara beda tinggi suatu lereng terhadap
panjang lerengnya itu sendiri.
Banyak pengelompokan kelas lereng yang telah dilakukan,
misalnya oleh Mabbery (1972) untuk keperluan lingkungan Binan,
Desaunettes (1977) untuk pengembangan pertanian, ITC (1986) yang
bersifat lebih umum dan melihat proses-proses yang biasa
terjadi pada kelas lereng tertentu (tabel 5.4)

Tabel 5.4 Hubungan antara persentase sudut lereng dan beda tinggi
dalam klasifikasi relief (van Zuidam, 1983).

Sudut BEDA
KLASIFIKASI RELIEF Lereng TINGGI (M)
(%)
Datar atau Hampir datar 0-2 <5
Bergelombang / Miring landai 3-7 5 - 50
Bergelombang / Miring 8 - 13 25 - 75
Berbukit bergelombang / Miring 14 - 20 50 - 200
Berbukit tersayat tajam / Terjal 21 - 55 200 - 500
Pegunungan tersayat tajam/Sangat 56 - 140 500 - 1000
terjal
Pegunungan / Sangat curam > 140 > 1000

GEOLOGI LAPANGAN Angkatan II


64 Geomorfologi

Tabel 5.5 Klasifikasi ITC, 1986

Satuan Warna/ Simbol


Struktural Ungu
Vulkanik Merah
Denudasional Coklat
Marine Hijau
Fluvial Biru tua
Glasial Biru muda
Kras Oranye
Eolian Kuning

5.3.2. Interpretasi Batuan

Dalam interpretasi batuan dari peta topografi, hal terpenting


yang perlu diamati adalah pola kontur dan aliran sungai.
▪ Pola kontur rapat menunjukkan batuan keras, dan pola kontur
jarang menunjukkan batuan lunak atau lepas.
▪ Pola kontur yang menutup (melingkar) di antara pola kontur
lainnya menunjukkan lebih keras dari batuan di sekitarnya.
▪ Aliran sungai yang membelok tiba-tiba dapat diakibatkan oleh
adanya batuan keras
▪ Kerapatan sungai yang besar, menunjukkan bahwa sungai-
sungai itu berada pada batuan yang lebih mudah tererosi
(lunak).
▪ Kerapatan sungai adalah perbandingan antara total panjang
sungai-sungai yang berada pada cekungan pengaliran
terhadap luas cekungan pengaliran sungai-sungai itu sendiri).

GEOLOGI LAPANGAN Angkatan II


Geomorfologi 65

Tabel 5.6 Kelas lereng dengan sifat-sifat proses dan kondisi


alamiah yang kemungkinan terjadi dan usulan warna untuk
peta relief secara umum (disadur dan disederhanakan dari
Van Zuidam, 1985)

Kelas Sifat-sifat peoses dan kondisi


Warna
Lereng alamiah
00 - 20 Datar hingga hampir datar, tidak ada
Hijau
(0–2%) proses denudasi yang berarti
Agak miring, gerakan tanah kecepatan
20 - 40 Hijau
rendah, erosi lembar dan erosi alur (sheet
(2–7%) and rill erosion). Rawan erosi. Muda
40 - 80 Miring, sama dengan diatas, tetapi dengan
Kuning
( 7 – 15 % ) besaran yang lebih tinggi
80 - 160 Agak curam, banyak terjadi gerakan tanah
( 15 – 30 % dan erosi, terutama longsoran yang Jingga
) bersifat mendatar
160 - 350
Curam, proses denudasional intensif, erosi Merah
( 30 – 70 %
dan gerakan tanah sering terjadi Muda
)
Sangat curam, batuan umumnya mulai
350 - 550
tersingkap, proses denudasional sangat
(70 – 140% Merah
intensif, sudah mulai menghasilkan bahan
) rombakan
Curam sekali, batuan tersingkap, proses
> 550 denudasional sangat kuat dan rawan
Ungu
( > 140 % ) jatuhan batu, tanaman jarang tumbuh
(terbatas)

5.3.3. Interpretasi Struktur Geologi

Dalam interpretasi struktur geologi dari peta topografi, hal


terpenting adalah pengamatan terhadap pola kontur yang
menunjukkan adanya kelurusan atau pembelokan secara tiba-tiba,
baik pada pola bukit maupun arah aliran sungai, bentuk-bentuk
topografi yang khas, serta pola aliran sungai.
 Sesar, umumnya ditunjukkan oleh adanya pola kontur rapat yang
menerus lurus, kelurusan sungai dan perbukitan, ataupun pergeseran,

GEOLOGI LAPANGAN Angkatan II


66 Geomorfologi

dan pembelokan perbukitan atau sungai, dan pola aliran sungai paralel
atau rektangular.
 Perlipatan, umumnya ditunjukkan oleh pola aliran sungai trellis atau
paralel, dan adanya bentuk-bentuk dip-slope yaitu suatu kontur yang
rapat di bagian depan dan merenggang makin ke arah belakang.
 Jika setiap bentuk dip-slope ini diinterpretasikan untuk seluruh peta,
maka sumbu-sumbu lipatan akan dapat diinterpretasikan kemudian.
Pola dip-slope seperti ini mempunyai beberapa istilah yang mengacu
pada kemiringan perlapisannya.
 Kekar, umumnya dicirikan oleh pola aliran sungai rektangular, dan
kelurusan-kelurusan sungai dan bukit.
 Intrusi umumnya dicirikan oleh pola kontur melingkar dan rapat,
sungai-sungai mengalir dari arah puncak dalam pola radial atau angular.
 Lapisan mendatar, dicirikan oleh adanya areal dengan pola kontur
yang jarang dan dibatasi oleh pola kontur yang rapat.
 Ketidakselarasan bersudut, dicirikan oleh pola kontur rapat dan
mempunyai kelurusan-kelurusan seperti pada pola perlipatan yang
dibatasi secara tiba-tiba oleh pola kontur jarang yang mempunyai
elevasi sama atau lebih tinggi.
 Daerah melange, umumnya dicirikan oleh pola-pola kontur yang
melingkar berupa bukit-bukit dalam penyebaran yang relatif luas,
terdapat beberapa pergeseran bentuk-bentuk topografi kemungkinan
juga terdapat beberapa kelurusan dengan pola aliran sungai rektangular
atau concorted.
 Daerah slump, umumnya dicirikan oleh banyaknya pola dip-slope dan
penyebarannya yang tidak menunjukkan pola pelurusan tetapi lebih
berkesan “acak-acakan”. Pola kontur rapat juga tidak menunjukkan
kelurusan yang menerus, tetapi berkesan terpatah-patah.
 Gunungapi, dicirikan umumnya oleh bentuk kerucut atau pola aliran
radial, serta kawah pada puncaknya untuk gunungapi muda; sementara

GEOLOGI LAPANGAN Angkatan II


Geomorfologi 67

untuk gunungapi tua dan sudah tidak aktif dicirikan oleh pola aliran
angular serta pola kontur melingkar rapat atau memanjang yang
menunjukkan adanya jenjang volkanik atau korok-korok.
 Karst, dicirikan oleh pola kontur melingkar yang khas dalam
penyebaran yang luas, beberapa aliran sungai seakan-akan terputus,
terdapat pola-pola kontur yang menyerupai bintang segi banyak, serta
pola aliran sungai multibasinal. Pola karst ini agak mirip dengan pola
perbukitan seribu yang biasanya terjadi pada kaki gunungapi. Walaupun
dengan pola kontur yang melingkar dengan penyebaran cukup luas
tetapi umumnya letaknya berjauhan antara satu pola melingkar dengan
lainnya dan tidak didapat pola kontur seperti bintang segi banyak.

5.4. Interpretasi Foto Udara/Citra Inderaja

Pada prinsipnya interpretasi foto udara atau citra mempunyai


prosedur yang sama dengan yang dilakukan pada peta topografi, yaitu
menarik setiap liniament yang ada, identifikasi sungai-sungai,
mengelompokkan suatu daerah yang mempunyai karakter foto/citra
yang sama.
Stone, yang pertama mempelajari interpretasi foto secara
sistematik dan metodologi memperkenalkan empat aturan prosedur
umum interpretasi, yaitu :
1. Harus bertahap
2. Harus mulai dari yang umum, kemudian baru kepada yang bersifat
khusus.
3. Harus mulai dari hal-hal yang mudah diketahui, baru pada hal-hal
yang tidak diketahui atau sulit diinterpretasikan.
4. Foto harus dianalisa berdasarkan kualitas foto itu sendiri.

GEOLOGI LAPANGAN Angkatan II


68 Geomorfologi

Stone pada aturan-1 memperkenalkan 8 tahap interpretasi foto


secara umum, tetapi ITC memperkenalkan 5 tahap interpretasi
geomorfologi, yaitu :
1. Identifikasi aliran-aliran sungai, termasuk di dalamnya pola aliran
sungai, arah aliran, bekas-bekas aliran sungai danau dan lainnya. Pola
aliran sungai merupakan dasar bagi orientasi umum dan studi detail
terhadap litologi, struktur geologi, bentuk alam darat, jenis tanah,
jenis vegetasi dan situasi hidrologi.
2. Identifikasi relief dan morfologi, termasuk didalamnya ketinggian,
garis pemisah air, kecuraman, panjang lereng, lekuk lereng, bentuk
lereng, dll.
3. Analisa vegetasi dan tata guna lahan, secara tidak langsung
berguna untuk mengklasifikasikan terrain dari litologi, dengan melihat
jenis vegetasi ada atau tidak adanya tumbuhan, kerapatan tumbuhan,
pola dan lainnya.
4. Analisa litologi dan struktur geologi, yaitu dengan memanfaatkan
informasi yang telah didapat pada tahap 1, 2, dab 3 serta interpretasi
dip-slopes, kelurusan, intrusi, basal volkanik dan lain-lain.
5. Analisa dan identifikasi detail dan satuan pemetaan
geomorfologi, berdasarkan pada bentuk alam darat litologi, struktur,
dan proses.

Perbedaan foto udara/citra dari peta topografi tentu terletak


pada kualitas dan kejelasan “feature” alam yang diamati. Kelurusan
akan tampak lebih jelas dan lebih detail bahkan pada daerah yang
kelihatan “mulus” pada peta topografi. Begitu pula sungai, tampak
jelas, mana yang berair mana yang bukan lembah kering. Selain itu
pola kontur pada peta topografi akan tampak lebih bervariasi dan
lebih detail pada foto udara atau citra, yang selain akan berupa variasi
litologi juga berupa tutupan vegetasi, lingkungan binaan manusia, dll.

GEOLOGI LAPANGAN Angkatan II


Geomorfologi 69

Dalam interpretasi foto udara dan atau citra (dalam bentuk


cetakan/ paper print) dalam hal yang paling penting adalah
mengamati karakter-karakter fotografi yang muncul pada hasil
cetakan yaitu warna (pada citra warna), rona/tone (pada citra
pankromatik), pola, tekstur, bentuk, ukuran, bayangan dan situasi
geografi.
 Warna adalah warna yang tercetak pada citra, yang umumnya
berupa warna palsu (false color composite); misalnya daerah
hutan yang seharusnya berwarna hijau pada citra warna akan
tampak berwarna merah atau lainnya (tergantung pada band
gelombang yang dipilih).
 Rona adalah nuansa hitam-ke-putih pada foto atau citra
pankromatik (hitam-putih). Cetakan foto/citra yang berbeda
kemungkinan dapat juga memberikan warna atau rona yang
berbeda walau pada obyek yang sama. Tetapi umumnya beberapa
fenomena akan ditunjukkan oleh warna atau rona yang berbeda
misalnya hutan berona abu-abu gelap, air berona hitam, alang-
alang berona abu-abu, endapan pasir lepas tanpa vegetasi berona
putih, batulempung berona abu-abu gelap, batugamping berona
putih sampai abu-abu terang.
 Pola adalah susunan ruang beberapa obyek alam dalam urutan
dan susunan tertentu misalnya pola belang-belang, selang-seling
antara punggungan pasir di pantai dengan rawa belakang, pola
perkebunan karet yang lurus dan teratur, pola aliran sungai, pola
lingkungan binaan manusia dan sebagainya.
 Tekstur, adalah kekasaran suatu obyek pada hasil cetakan.
Misalnya pada daerah padang rumput akan tampak halus
dibandingkan dengan hutan heterogen atau daerah batulempung

GEOLOGI LAPANGAN Angkatan II


70 Geomorfologi

akan tampak lebih halus dibandingkan dengan daerah endapan


vulkanik, walaupun mungkin mempunyai rona yang sama.
 Bentuk adalah ekspresi topografi yang teramati dalam bentuk dua
dimensi, misalnya kerucut gunungapi, kubah, punggungan,
meander, dsb.
 Ukuran adalah dimensi volume objek yang diamati dalam tiga
dimensional. Secara praktis dapat diperkirakan dengan
membandingkan antara objek yang telah dikenal; atau dengan
membandingkan terhadap peta topografi daerah yang sama (jika
tersedia).
 Bayangan adalah bagian yang gelap dari objek karena arah
datang sinar terhalangi oleh obyek lain. Bayangan kadangkala
menjadi faktor yang membuat sulit interpretasi (misalnya tertutup
bayangan awan) tetapi bayangan, terutama bayangan obyek itu
sendiri, justru sangat berguna untuk menolong kita mendapatkan
gambaran tiga dimensional, walau tanpa stereoskop. Dalam
geologi, bayangan ini cukup penting, terutama pada saat kita
bekerja di daerah perlipatan yang memerlukan kesan perlapisan
melalui interpretasi “dip-slopes” .Dengan adanya bayangan, kesan
perlapisan akan tampak menonjol.
 Situasi geografi adalah tempat dan posisi daerah pada peta yang
bergunan untuk mengetahui orientasi mata angin.
Untuk mempermudah pembuatan peta Geomorfologi, disertakan
simbol-simbol yang umum dipakai dalam pembuatan peta tersebut.

GEOLOGI LAPANGAN Angkatan II

Anda mungkin juga menyukai