Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Racun adalah zat atau senyawa yang masuk ke dalam tubuh dengan berbagai cara
yang menghambat respons pada sistem biologis dan dapat menyebabkan gangguan
kesehatan, penyakit, bahkan kematian. Keracunan sering dihubungkan dengan
pangan atau bahan kimia. Pada kenyataannya bukan hanya pangan atau bahan kimia
saja yang dapat menyebabkan keracunan. Di sekeliling kita ada racun alam yang
terdapat pada beberapa tumbuhan dan hewan. Salah satunya adalah gigitan ular
berbisa maupun akibat gas beracun. Mengingat masih sering terjadi keracunan
maka untuk dapat menambah pengetahuan, kami menyampaikan materi mengenai
keracunan tersebut.

Sebagian besar pajanan terhadap gas beracun terjadi dirumah. Keracunan dapat
terjadi akibat pencampuran produk pembersih rumah tangga yang tidak semestinya
atau rusaknya alat rumah tangga yang melepaskan karbon monoksida. Pembakaran
kayu, bensin, oli, batu bara, atau minyak tanah juga menghasilkan karbon
monoksida. Gas karbon monoksida tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa, dan
tidak menimbulkan iritasi, yang membuatnya amat berbahaya. Penncegahan dan
penyuluhan pasien dibahas di akhir bab ini.

Menelan zat racun atau racun dapat terjadi di berbagai lingkungan dan pada
kelompok usia yang berbeda-beda. Keracunan di rumah biasannya terjadi jika anak
menelan pembersih alat rumah tangga atau obat-obatan. Penyimpanan yang tidak
semestinya bahan-bahan ini dapat menjadi penyebab kecelakaan tersebut.
Tanaman, pestisida, dan produk cat juga merupakan zat beracun yang potensial di
rumah tangga. Karena gangguan mental atau penglihatan, buta huruf, atau masalah
bahasa, lansia dapat menelan obat-obatan dengan jumlah yang salah. Selain itu,
keracunan dapat terjadi di lingkungan perawatan kesehatan saat obat-obatan
diberikan tidak sebagaimana mestinya.

1
Hal yang sama, keracunan juga dapat terjadi di lingkungan perawatan kesehatan
jika obat-obatan yang normalnya hanya diberikan melalui rute subkutan atau
intramuscular diberikan lewat, atau jika obat-obatan yang salah disuntikan.
Keracunan karena suntikan juga dapat terjadi di lingkup penyalahgunaan seperti
jika [ecandu heroin tidak sengaja menyuntiki pemutih atau heroin yang terlalu
banyak.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana patofisiologi keracunan yang diakibatkan oleh zat kimia,
gigitan ular dan serangga serta karena gas?
1.2.2 Apakah tanda dan gejala dari keracunan tersebut?
1.2.3 Bagaimana cara pertolongan pertama dan perawatan lanjutan pada pasien
dengan keracunan?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Mempelajari patofisiologi akibat keracunan.
1.3.2 Menjelaskan tanda dan gejala keracunan.
1.3.3 Mengetahui cara pertolongan pertama dan perawatan lanjutan pada pasien
dengan Keracunan.

2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Pengertian Keracunan


Racun adalah zat atau senyawa yang masuk ke dalam tubuh dengan berbagai cara
yang menghambat respon pada sistem biologis dan dapat menyebabkan gangguan
kesehatan, penyakit, bahkan kematian.
Keracunan sering dihubungkan dengan pangan atau bahan kimia. Pada
kenyataannya bukan hanya pangan atau bahan kimia saja yang dapat menyebabkan
keracunan. Di sekeliling kita ada racun alam yang terdapat pada beberapa tumbuhan
dan hewan. Beberapa contoh keracunan antara lain keracunan obat dan zat kimia,
gigitan ular dan serangga, dan keracunan gas.

2.2 Anatomi Fisiologi


2.2.1 Sistem Pencernaan

2.2.1.1 Organ yang berperan dalam sistem pencernaan adalah :


a) Mulut
Proses pencernaan dimulai sejak makanan masuk ke dalam
mulut. Di dalam mulut terdapat alat-alat yang membantu
dalam proses pencernaan, yaitu gigi, lidah, dan kelenjar
ludah (air liur).
b) Kerongkongan
Kerongkongan (esofagus) merupakan saluran penghubung
antara rongga mulut dengan lambung.Kerongkongan

3
berfungsi sebagai jalan bagi makanan yang telah dikunyah
dari mulut menuju lambung.
c) Lambung (ventrikulus) merupakan kantung besar yang
terletak di sebelah kiri
rongga perut sebagai tempat terjadinya sejumlah proses
pencernaan. Lambung terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian
atas (kardiak), bagian tengah yang membulat (fundus), dan
bagian bawah (pilorus). Kardiak berdekatan dengan hati
dan berhubungan dengan kerongkongan.Pilorus
berhubungan langsung dengan usus dua belas jari.Di
bagian ujung kardiak dan pilorus terdapat klep atau
sfingter yang mengatur masuk dan keluarnya makanan ke
dan dari lambung.Struktur lambung dapat dilihat pada
gambar berikut ini.
d) Usus Halus
Usus halus (intestinum) merupakan tempat penyerapan sari
makanan dan tempat terjadinya proses pencernaan yang
paling panjang.
Pada usus dua belas jari bermuara saluran getah pankreas
dan saluran empedu. Pankreas menghasilkan getah
pankreas yang mengandung enzim-enzim sebagai berikut :
- Amilopsin (amilase pankreas)
Yaitu enzim yang mengubah zat tepung (amilum)
menjadi gula lebih sederhana (maltosa).
- Steapsin (lipase pankreas)
Yaitu enzim yang mengubah lemak menjadi asam lemak
dan gliserol.
- Tripsinogen
Jika belum aktif, maka akan diaktifkan menjadi tripsin,
yaitu enzim yang mengubah protein dan pepton menjadi
dipeptida dan asam amino yang siap diserap oleh usus
halus.
e) Usus Besar

4
Makanan yang tidak dicerna di usus halus, misalnya
selulosa, bersama dengan lendir akan menuju ke usus besar
menjadi feses. Di dalam usus besar terdapat bakteri
Escherichia coli.
f) Anus
Merupakan lubang tempat pembuangan feses dari
tubuh.Sebelum dibuang lewat anus, feses ditampung
terlebih dahulu pada bagian rectum.
2.2.1.2 Fungsi Sistem Pencernaan
Pencernaan berlangsung secara mekanik dan kimia, dan meliputi
proses berikut:
a) Ingesti adalah masuknya makanan ke dalam mulut.
b) Pemotongan dan penggilingan makanan dilakukan secara
mekanik oleh gigi. Makanan kemudian bercampur dengan
saliva sebelum ditelan(menelan).
c) Peristalsis adalah gelombang kontraksi otot polos
involunter yang menggerakkan makanan tertelan melalui
saluran pencernaan.
d) Digesti adalah hidrolisis kimia (penguraian) molekul besar
menjadi molekul kecil sehingga absorpsi dapat
berlangsung.
e) Absorpsi adalah penggerakan produk akhir penccernaan
dari lumen saluran pencernaan ke dalam sirkulasi darah
dan limfatik sehingga dapat digunakan oleh tubuh.
f) Egesti (defekasi) adalah proses eliminasi zat-zat sisa yang
tidak tercerna, juga bakteri, dalam bentuk feses dari saluran
pencernaan
2.2.2 Sistem Pernafasan

5
Paru-paru adalah struktur elastis sperti spons. Paru-paru berada dalam
rongga torak, yang terkandung dalam susunan tulang-tulang iga dan
letaknya di sisi kiri dan kanan mediastinum (struktur blok padat yang
berada di belakang tulang dada. Paru-paru menutupi jantung, arteri dan
vena besar, esophagus dan trakea). Paru-paru juga di lapisi oleh pleura
yaitu parietal pleura (dinding thorax) dan visceral pleura (membrane
serous). Di antara rongga pleura ini terdapat rongga potensial yang
disebut rongga pleura yang didalamnya terdapat cairan surfaktan sekitar
10-20 cc cairan yang berfungsi untukmenurunkan gaya gesek
permukaan selama pergerakan kedua pleura saat respirasi. Tekanan
rongga pleura dalam keadaan normal ini memiliki tekanan -2,5 mmHg.
Paru-paru divaskularisasi dari dua sumber, yaitu:
2.2.2.1 Arteri bronchial yang membawa zat-zat makanan pada bagian
conduction portion, bagian paru yang tidak terlibat dalam
pertukaran gas. Darah kembali melalui vena-vena bronchial.
2.2.2.2 Arteri dan vena pulmonal yang bertanggungjawab pada
vaskularisasi bagian paru yang terlibat dalam pertukaran gas
yaitu alveolus.
Mekanisme Pernapasan
- Inspirasi
Inspirasi terjadi karena adanya kontraksi otot dan mengeluarkan
energi maka inspirasi merupakan proses aktif. Agar udara dapat
mengalir masuk ke paru-paru, tekanan di dalam paruharus lebih
rendah dari tekanan atmosfer.Tekanan yang rendah ini ditimbulkan
oleh kontraksi otot-otot pernapasan yaitu diafragma dan
m.intercosta.kontraksi ini menimbulkan pengembangan paru,
meningkatnya volume intrapulmoner. Peningkatan volume
intrapulmoner menyebabkan tekanan intrapulmoner (tekanan di
dalam alveoli) dan jalan nafas pada paru menjadi lebih kecil dari
tekanan atmosfer sekitar 2 mmHg atau sekitar ¼ dari 1% tekanan
atmosfer, disebabkan tekanan negative ini udara dari luar tubuh
dapat bergerak masuk ke dalam paru-paru sampai tekanan
intrapulmonal seimbang kembali dengan tekanan atmosfer.

6
- Ekspirasi
Ekspirasi merupakan proses yang pasif, dimana di hasilkan akibat
relaksasinya otot-otot yang berkontraksi selama inspirasi. Ekspirasi
yang kuat dapat terjadi karena kontraksi yang kuat/aktif dari
m.intercostalis interna dan m. abdominalis.Kontraksi m.
abdominalis mengkompresi abdomen dan mendorong isi abdomen
mendesak diafragma ke atas.
2.2.3 Sistem Hematologi
Darah adalah suatu suspensi partikel dalam suatu larutan kolid cair yang
mengandung elektrolit dan merupakan suatu medium pertukaran antar
sel yang terfikasi dalam tubuh dan lingkungan luar.
Fungsi Darah :
2.2.3.1 Sebagai alat pengangkut yaitu :
a) Mengambil O2 di paru-paru untuk diedarkan keseluruh
jaringan.
b) Mengangkat CO2 dari jaringan untuk dikeluarkan melalui
paru-paru.
c) Mengambil zat makanan dari usus halus untuk diedarkan
keseluruh jaringan atau alat tubuh.
d) Mengangkat dan mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna
bagi tubuh melalui kulit dan ginjal.
2.2.3.2 Sebagai pertahanan tubuh.
2.2.3.3 Menyebarkan panas keseluruh tubuh.
Komponen Darah
a) Plasma
- Sebagai medium untuk mengangkut baerbagai bahan dalam
tubuh.
- Menyerap dan mendistribusikan banyak panas yang dihasilkan
oleh metabolisme di dalanm jaringan.
- Tempat larutnya sejumlah besar zat organic dan an organik
b) Sel Darah
- Sel Darah Merah ( RBC)
Sel darah merah atau eritrosit adalah sel yang tidak berinti yang
berumur ± 120 hari dengan proses pematangan sel darah merah

7
1 minggu dan tidak mempunyai organel. dan ribosom.Normal
SDM :5.000.000.000 sel/ml darah. Hemoglobin adalah suatu
pigmeb(yaitu secara alamiah berwarna. Karena kandunagan
besinya , hemoglobin tampak kemerahan apabila berikatan
dengan O2 dan kebiruan apbila mengalami deoksigenasi.
Molekul hemoglobin terdiri dari 2 bagian :
Bagian Globin,suatu protein yang terbentu dari empat
rantai polipeptida yang sangat berlipat-lipat
Gugus nitrogenosa nonprotein mengandung besi yang
dikenal sebagai gugus hem(heme) ,yang masing-masing
terikat ke satu poipeptida.
- Sel darah putih ( RBW )
Mempunyai nukeus dan tidak mempunyai hemoglobin dan
merupakn unit yang mobiler dlam sistem pertahanan tubuh
(imunitas) yang mengacu pada kemampuan tubuh untuk
menghancurkan benda asing yang masuk ke dalam tubuh.
Fungsi leukosit
Memakan invasi oleh patogen melalui prosesfagositosis
Mengidentifikasi dan menghancurkan selsek kanker yang
muncul dalam tubuh
Berperan sebagai petugas pembersih sampah tubuh dari
debris yang berasal dari sel yang cidera atau mati.
- Trombosit ( platelet )
Trombosit dalah fragmen sel sel yang berasal dari
megakariosit besar di sumsum tulang.trombosit berperan
penting dalam hemostasis,penghentian peredaran dari
pembuluh yang cidera.
Nilai normal dari tombosit adalah 150 .000-400.000.mm3
Fungsi dari tombosit adalah :
 Memelihara perdarahan agar tetap utuh setelah
mikrotrauma yang terjadi sehari – hari pada endotel
 Mengawali epnyumbatan pembuluh darah yang
terkena trauma
 Menjaga stabilitas fibrin

8
2.3 Jenis- jenis Keracunan
2.3.1 Keracunan pada sistem pencernaan
2.3.1.1 Keracunan bahan kimia
a) Etiologi
- Baygon
Baygon termasuk ke dalam Insektisida golongan
karbamat, akibat insektisida biasanya terjadi karena
kecelakaan dan percobaan bunuh diri.
- Amphetamin
Amphetamine adalah sejenis obat-obatan yang biasanya
berbentuk pil, kapsul dan serbuk yang dapat memberikan
rangsangan bagi perasaaan manusia. Salah satu jenis
amphetamine, adalah methamphetamine. Tingkah laku
yang kasar dan tak terduga, merupakan hal biasa bagi
pemakai kronis. Jika kamu menggunakan amphetamine,
maka amphetamine ini akan merangsang tubuh
melampaui batas maksimum dari kekuatan fisik yang ada.
- Morpin
Morfin adalah hasil olahan dari opium/candu mentah.
Morfin merupakan alkaloida utama dari opium (
C17H19NO3 ) . Morfin rasanya pahit, berbentuk tepung
halus berwarna putih atau dalam bentuk cairan berwarna.
Pemakaiannya dengan cara dihisap dan disuntikkan.
b) Manifestasi Klinis
- Sianosis
- Takipnoe, dyspnea
- Nadi lemah
- Takikardi
- Aritmia jantung
- Iritasi mulut, rasa terbakar pada selaput mukosa mulut
dan esofagus, mual dan muntah
- Malaise
c) Patofisiologi

9
Insektisida ini bekerja dengan menghambat dan
menginaktivasikan enzim asetilkolinesterase. Enzim ini
secara normal menghancurkan asetilkolin yang dilepaskan
oleh susunan saraf pusat, gangglion autonom, ujung-ujung
saraf parasimpatis, dan ujung-ujung saraf motorik.
Hambatan asetilkolinesterase menyebabkan tertumpuknya
sejumlah besar asetilkolin pada tempat-tempat tersebut.

Asetilkholin itu bersifat mengeksitasi dari neuron – neuron


yang ada di post sinaps, sedangkan asetilkolinesterasenya
diinaktifkan, sehingga tidak terjadi adanya katalisis dari
asam asetil dan kholin. Terjadi akumulasi dari asetilkolin di
sistem saraf tepi, sistem saraf pusatm neomuscular junction
dan sel darah merah, Akibatnya akan menimbulkan
hipereksitasi secara terus menerus dari reseptor muskarinik
dan nikotinik.

Didalam kasus kita ini menyangkut keracunan baygon, perlu


diketahui dulu bahwa didalam baygon itu terkandung 2 racun
utama yaitu Propoxur dan transfluthrin. Propoxur adalah
senyawa karbamat yang merupakan senyawa Seperti
organofosfat tetapi efek hambatan cholin esterase bersivat
reversibel dan tidak mempunyai efek sentral karena tidak
dapat menembus blood brain barrier. Gejala klinis sama
dengan keracunan organofosfat tetapi lebih ringan dan
waktunya lebih singkat. Penatalaksanaannya juga sama
seperti pada keracunan organofosfat.

Dampak terbanyak dari kasus ini adalah pada sistem saraf


pusat yang akan mengakibatkan penurunan tingkat
kesadaran dan depresi pernapasan. Fungsi kardiovaskuler
mungkin juga terganggu, sebagian karena efek toksik
langsung pada miokard dan pembuluh darah perifer, dan
sebagian lagi karena depresi pusat kardiovaskular di otak.

10
Hipotensi yang terjadi mungkin berat dan bila berlangsung
lama dapat menyebabkan kerusakan ginjal, hipotermia
terjadi bila ada depresi mekanisme pengaturan suhu tubuh.
Gambaran khas syok mungkin tidak tampak karena adanya
depresi sistem saraf pusat dan hipotermia, Hipotermia yang
terjadi akan memperberat syok, asidemia, dan hipoksia
d) Patoflow (Terlampir)
e) Penatalaksanaan
- Antidote
Pada pasien yang sadar :
bilas lambung
Injeksi sulfas atropin 2 mg (8 ampul) Intra muscular
30 menit kemudian berikan 0,5 mg SA (2 ampul)
IM, diulang tiap 30 menit sampai terjadi
artropinisasi.
Setelah atropinisasi tercapai, diberikan 0,25 mg SA
(1 ampul) IM tiap 4 jam selama 24 jam .
Pada pasien yang tidak sadar
injeksi sulfus Atropin 4 mg intra vena (16 ampul)
30 menit kemudian berikan SA 2 mg (8 ampul) IM,
diulangi setiap 30 menit sampai klien sadar.
Setelah klien sadar, berikan SA 0,5 mg (2 ampul)
IM sampai tercapai atropinisasi, ditandai dengan
midriasis, fotofobia, mulut kering, takikardi,
palpitasi, dan tensi terukur.
Setelah atropinisasi tercapai, berikan SA 0,25 mg (1
ampul) IM tiap 4 jam selama 24 jam.
- Penanganan Syok
Jika ada gangguan sirkulasi segera tangani kemungkinan
syok yang tepat, dengan memasang IV line, mungkin ini
berhubungan dengan kerja kardio depresan dari obat yang
ditelan, pengumpulan aliran vena di ekstremitas bawah,
atau penurunan sirkulasi volume darah, sampai dengan
meningkatnya permeabilitas kapiler. Kaji TTV,

11
kardiovaskuler dengan mengukur nadi, tekanan darah,
tekanan vena sentral dan suhu. Stabilkan fungsi
kardioaskuler dan pantau EKG.
f) Tes Diagnostik
- Pemeriksaan khusus, misalnya pengukuran kadar AChE
dalam sel darah merah dan plasma, penting untuk
memastikan diagnosis keracunan akut maupun kronik.
- Keracunan kronik : bila kadar AChE menurun sampai
25 – 50 %, setiap individu yang berhubungan dengan
insektisida ini harus segera disingkirkan dan baru
diizinkan bekerja kembali bila kadar AChE telah
meningkat > 75 % N.
2.3.1.2 Keracunan makanan
Keracunan makanan adalah masuknya zat toxic (racun) dari
bahan yang kita makan ke dalam tubuh karena ikut tertelan
bersama makanan.

Ciri-ciri makanan beracun yaitu sebagai berikut:


a) Warna lebih terang disebabkan penggunaan pewarna
b) Lihat dan sentuh makanan tersebut, jika terlalu lembut dan
gurih bisa saja menggunakan penyedap rasa yang
berlebihan
c) Saat membeli ikan atau daging coba cek apakah
menggunakan formalin atau tidak. Jangan terkecoh, jika
ikan tidak dikerungi lalat maka kemungkinan besar ikan
menggunakan formalin
Manifestasi secara umum pada keracunan makanan, yaitu:
a) Sakit mendadak, bisa berupa kram perut, umumnya terjadi
beberapa saat setelah mengonsumsi makanan yang
mengandung racun, atau dalam waktu 12-72 jam. Keadaan
ini merupakan salah satu usaha tubuh menolak racun yang
masuk ke perut.

12
b) Muntah dan diare, Merupakan akibat umum dari keracunan
makanan, dimana tubuh melakukan usaha untuk
membersihkan diri dari racun yang masuk.
c) Gejala berkembang cepat karena dosis besar
d) Anamnese menunjukkan ke arah keracunan, terutama
kasus percobaan bunuh diri, pembunuhan atau kecelakaan
e) Keracunan kronis dicurigai bila digunakannya obat dalam
waktu lama atau lingkungan pekerjaan yang berhubungan
dengan zat kimia.

Jenis-jenis keracunan makanan:

Jengkol (Pethelolobium labatum) merupakan bahan makanan


seperti yang mengandung vitamin B1. Menurut berbagai
penelitian menunjukkan bahwa jengkol juga kaya akan
karbohidrat, protein, vitamin A, vitamin B, Vitamin C, fosfor,
kalsium, alkaloid, minyak atsiri, steroid, glikosida, tanin, dan
saponin. Khusus untuk vitamin C terdapat kandungan 80 mg
pada 100 gram biji jengkol, sedangkan angka kecukupan gizi
yang dianjurkan per hari adalah 75 mg untuk wanita dewasa dan
90 mg untuk pria dewasa. Cara pengolahannya bermacam-
macam, bisa dibuat emping (emping jengkol), dimakan
mentahnya sebagai lalap, dan lain-lain. Jengkol mempunyai bau
yang khas yang tidak sedap, tetapi banyak orang yang
menyukainya. Kejengkolan dapat terjadi setelah memakan
jengkol dalam jumlah yang banyak, baik yang dimasak maupun
mentahnya. Bahkan yang berupa emping sekalipun yang telah
digoreng dapat menimbulkan kejengkolan karena dalam biji

13
mengandung zat yang dinamakan asam jengkol (hamud jengkol).
Asam jengkol terjadi di dalam biji jengkol disebabakan pengaruh
kondensi Formaldehyde dan Cysteine. Asam jengkol sukar larut
dalam air dingin dalam 30o C kadar larut 1:2000 di dalam air
mendidih 1:200. Perlu juga diperhatikan bagi orang yang
mempunyai indikasi penyakit ginjal atau fungsi ginjalnya kurang
baik agar waspada terhadap peristiwa kejengkolan, karena dapat
berakibat fatal. Kejengkolan sebenarnya belum dapat dipastikan.
Apakah penyebabnya karena keadaan perorangan, atau karena
sifat dari asam jemgkol yang sukar larut dalam air dingin
sehingga mengakibatkan tersumbatnya (terganggunya fungsi
ginjal)

1) Manifestasi Klinis kejengkolan


a. Rasa nyeri (kolik) di daerah pinggang atau daerah pusar
(ari - ari) dan kadang disertai kejang – kejang
b. Mual, muntah
c. Output urine sedikit, adakalanya urine berwarna merah
bercampur putih seperti air pencuci beras (dalam urine
terdapat sel - sel darah merah dan sel darah putih)
d. Perut kembung dan susah BAB)
e. Nafas dan Urine berbau jengkol
2) Patofisiologi
Keluhan pada umumnya timbul dalam waktu 5-12 jam setelah
mengosumsi jengkol. Keluhan yang tercepat adalah 2 jam dan
yang terlambat adalah 36 jam sesudah konsumsi biji jengkol.
Hal itu terjadi karena kandungan asam jengkolat
didalamnya.Asam jengkolat merupakan salah satu komponen
yang terdapat pada biji jengkol, kandungannya bervariasi
tergantung pada varietas dan umur biji jengkol.Asam
jengkolat dapat mengakibatkan gangguan kesehatan,
penyebabnya adalah terbentuknya kristal asam jengkolat yang
akan dapat menyumbat traktus urinalis. Jika kristal yang
terbentuk semakin banyak, lama-kelamaan dapat

14
menimbulkan gangguan pada saat BAK. Bahkan, jika
terbentuk infeksi, akan menimbulkan gangguan yang lebih
parah. Dalam jumlah tertentu, asam jengkolat dapat
membentuk kristal. Kristal tersebut dapat menyumbat dan
bahkan menimbulkan luka pada saluran perkemihan, sehingga
urine yang keluar sedikit dan kadang-kadang menimbulkan
pendarahan.
3) Patoflow (Terlampir)
4) Penatalaksanaan
a. Beri klien air putih yang banyak supaya kadar asam
jengkolat lebih encer, sehingga lebih mudah dibuang
melalui urin.
b. Bila gejala penyakit berat (oliguria, hematuria, anuria dan
tidak dapat minum) penderita perlu dirawat dan diberi
infus natrium bikarbonat dalam larutan glukosa 5%.
Dosis untuk dewasa dan anak 2-5 mEq/kg berat badan
natrium bikarbonat diberikan secara infus selama 4-8 jam.
c. Antibiotika hanya diberikan apabila ada infeksi sekunder.

Singkong merupakan tanaman umbi-umbian yang tumbuh


diseluruh indonesia. Dibebrapa daerah dipulau jawa singkong
bahkan merupakan makanan untama penduduk.
Singkong merupakan bahan makanan yang mengandung kalori
seperti beras. Perbedaannya adalah singkong mengandung protein
1 % sedangkan beras mengandung protein 7,5 %.

15
1. Etiologi
Penyebab keracunan singkong ialah asam sianida yang
terkandung didalamnya.
2. Patofisiologi
Asam sianida (HCN) ialah suatu racun kuat yang
menyebabkan asfiksia. Asam ini akan mengganggu oksidasi
(pengankutan O2) ke jaringan dengan jalan mengikat enzim
sitokrom oksidase. Oleh karena adanya ikatan ini, O2 tidak
dapat digunakan oleh jaringan sehingga organ yang sensitif
terhadap kekurangan O2 akan sangat menderita terutama
jaringan otak. Akibatnya akan terlihat pada permukaan suatu
tingkat stimulasi dari pada susunan saraf pusat yang disusul
oleh tingkat depresi dan akhirnya timbul kejang oleh hypoxia
dan kematian oleh kegagalan pernafasan. kadang-kadang
dapat timbul detak jantung yang ireguler. Dosis letal
(mematikan) dari HCN adalah 60-90 mg. Waktu kerja HCN
akan semakin cepat jika HNC ditelan pada saat lambung
kosong dimana kadar asam lambung sangat tinggi.
HCN ialah suatu racun yang bekerja sangat cepat, kematian
dapat ditimbulkan dalam beberapa menit apabila HCN murni
ditelan dalam keadaan lambung kosong dalam kadar asam
yang tinggin, maka kerja racun ini sangat cepat sekali. HCN
dalam bentuk cair dapat diserap oleh kulit dan mukosa, tetapi
garam sianida hanya berbahaya jika dimakan. Dosis letak dari
pada HCN ialah 60-90 mg. Sebenarnya tubuh mempunyai
daya proteksi terhadap HCN ini dengan cara detoksikasi HCN
menjadi oin tiosinat yang relatif kurang toksik. Detoksikasi ini
berlangsung dengan perantaraan enzim rodanase
(transulfurase). Enzim ini terdapat didalam jaringan, terutama
hati. Tubuh sebenarnya mempunyai kemampuan
mendetoksikasi HCN tetapi sistem enzim rodanase ini bekerja
sangat lambat sehingga keracunan masih dapat timbul. kerja
enzim ini dapat dipercepat dengan mamasukkan sulfur ke
dalam tubuh. Secara klinis hal inilah yang dipakai sebagai

16
dasar menyuntikkan natrium tiosulfat pada pengobatan
keracunan oleh singkong.
Hidrogen sianida masuk kedalam tubuh dengan
cepatdidistribusikan keseluruh tubuh oleh darah. Tingkat
sianida dalam berbagai jaringan manusia pada kasus
keracunan HCN yang telah dilaporkan, bahwa pada lambung
: 0,03, pada darah : 0,5 , pada hati : 0,03 , ginjal : 0,11, otak
0,07 , urin 0,2 ( MG/100 g). Secara pisiologi tubuh hidrogen
sianida menginaktifasi enzim sitokrom oksidase dalam
mitokondria sel dengan mengikat Fe3+Fe2 yang terkandung
dalam enzim. Hal ini dapat menyebabkan penurunan dalam
permanfaataan oksigendalam jaringan. Sehingga organ yang
sensitif dalam kondisi kurangnya O2 akan sangat menderita
terutama jaringan otak. Sehingga dapat menimbulkan asfiksia,
hiposia dan kejang.
Selain itu sianida menyebabkan peningkatan glukosa darah
dan kadar asam laktat serta penurunan ATP yang menunjukan
pergeseran dari aerob untuk metabolisme anaerob. Hidro
sianida akan mengurangi ketersedian energi kesemua sel,
tetapi efeknya akan semakin cepat muncul pada sistem
pernafasan pada jantung.
3. Gejala Klinis
Biasanya gejala akan timbul beberapa jam setelah makan
singkong. Gejalan keracunan singkong ini antara lain:
a. Gangguan saluran pencernaan seperti mual, muntah dan
diare.
b. Sesak nafas , takikardi, cyanosis dan hipotensi
c. Perasaan pusing, lemah,kesadaran menurun ( apatis-
koma)
d. Renjatan atau kejang
e. Syok
4. Penatalaksanaan
Sebelum dibawa kerumah sakit pasien dapat diberikan
pertolongan pertama oleh penolong atau keluarga pasien

17
dengan memberikan arang aktif, namun dalam pemberian
arang aktif ini harus berhati-hati dan sesuai dengan dosis yang
tercantum dalam kemasannya. Rangsang muntah dapat
dilakukan jika arang aktif tidak tersedia dan perjalanan
kerumah sakit membutuhkan waktu lebih dari 20 menit.
Pengobatan harus dilakukan secepatnya.
Penatalaksanaannya antara lain :
a. Stabilisasi pasien melalui penatalaksanaan jalan nafas,
fungsi pernafasan dan sirkulasi
b. Bila makanan diperkirakan masih ada dilambung (kurang
dari 4 jam setelah
makan singkong), dilakukan pencucian
lambung atau membuat penderita
muntah.
c. Natrium thiosulfat 30% (antidotum) sebanyak 10-30 ml
secara intravena perlahan.
Sebelumnya dapat diberikan amil nitrit secara inhalasi.
d. Bila timbul cyanosis dapat diberikan oksigen.
e. Beri 10 cc Na Nitrit 5% iv dalam 3 menit.
f. Beri 50 cc Na thiosulfat 25% iv dalam 10 menit
g. Bila gejala sangat berat, bawa kerumah sakit.
5. Pencegahan Keracunan
Kenali jenis singkong dengan cara jika pada singkong terdapat
bercak biru sebaiknya tidak dikonsumsi, kemungkinan
kandungan HCNnya tinggi dan tidak banyak berkurang
walaupun sudah dicuci dan dimasak.
2.3.2 Keracunan pada sirkulasi
2.3.2.1 Gigitan ular dan serangga
a) Beberapa ular berbisadapat dikenali melalui ukuran,
bentuk, warna, kebiasaan dan suara yang dikeluarkan
saatmerasa terancam. Beberapa ciri ular berbisa adalah
bentuk kepala segitiga, ukuran gigitaring kecil, dan pada
luka bekas gigitan terdapat bekas taring.

18
Gigitan ular
Terdapat 3 famili ular yang berbisa, yaitu:
- Elapidae : memiliki taring pendek dan tegak permanen.
Beberapa contoh anggota famili ini adalah ular cabai
(Maticora intestinalis).

- Hidrophidae : yang termasuk famili ini adalah ular tali


(Dendrelaphis pictus).

- Viperidae : Viperidae memiliki taring panjang yang


secara normal dapat dilipat ke bagian rahang atas.
Ada dua subfamili pada Viperidae, yaitu Viperinae
danCrotalinae. Crotalinae memiliki organ untuk
mendeteksi mangsa berdarah panas (pit organ), yang
terletak di antara lubang hidung dan mata. Beberapa
contoh Viperidae adalah ular bandotan (Vipera
russelli), ular tanah (Calloselasma rhodostoma), dan
ular bangkai laut (Trimeresurus albolabris).

19
2.3.2.2 Bisa ular mengandung toksin dan enzim yang berasal dari air
liur. Bisa tersebut bersifat:
a) Eurotoksin: berakibat pada saraf perifer atau sentral.
Berakibat fatal karena paralise otot-otot lurik. Manifestasi
klinis: kelumpuhan otot pernafasan, kardiovaskuler yang
terganggu, derajat kesadaran menurun sampai dengan
koma.
b) Haemotoksin: bersifat hemolitik dengan zat antara
fosfolipase dan enzim lainnya atau menyebabkan koagulasi
dengan mengaktifkan protrombin. Perdarahan itu sendiri
sebagai akibat lisisnya sel darah merah karena toksin.
Manifestasi klinis: luka bekas gigitan yang terus berdarah,
haematom pada tiap suntikan IM, hematuria, hemoptisis,
hematemesis, gagal ginjal.
c) Myotoksin: mengakibatkan rhabdomiolisis yang sering
berhubungan dengan mhaemotoksin. Myoglobulinuria
yang menyebabkan kerusakan ginjal dan hiperkalemia
akibat kerusakan sel-sel otot.
d) Kardiotoksin: merusak serat-serat otot jantung yang
menimbulkan kerusakan otot jantung.
e) Cytotoksin: dengan melepaskan histamin dan zat
vasoaktifamin lainnya berakibat terganggunya
kardiovaskuler.
f) Enzim-enzim: termasuk hyaluronidase sebagai zat aktif
pada penyebaran bisa.
2.3.2.3 Gigitan Serangga
Insect bites adalah gigitan atau sengatan serangga. Insect bites
adalah gigitan yang diakibatkan karena serangga yang
menyengat atau menggigit seseorang.Beberapa contoh masalah
serius yang diakibatkan oleh gigitan atau serangan seranggadi
antaranya:
a) Reaksi alergi berat (anaphylaxis)

20
Reaksi ini tergolong tidak biasa, namun dapat mengancam
kehidupan dan membutuhkan pertolongan darurat. Tanda-
tanda atau gejalanya adalah:
- Terkejut (shock), dimana ini bisa terjadi bila sistem
peredaran darah
- tidak mendapatkan masukan darah yang cukup untuk
organ-organ penting (vital)
- Batuk, desahan, sesak nafas, merasa sakit di dalam mulut
atau kerongkongan/tenggorokan
- Bengkak di bibir, lidah, telinga, kelopak mata, telapak
tangan, tapak kaki, dan selaput lendir (angioedema)
- Pusing dan kacau
- Mual, diare, dan nyeri pada perut
- Rasa gatal dengan bintik-bintik merah dan bengkak
b) Reaksi racun oleh gigitan atau serangan tunggal dari
serangga.
Serangga atau laba-laba yang menyebabkan hal tersebut
misalnya:
- Laba-laba janda (widow) yang berwarna hitam

- Laba-laba pertapa (recluse) yang berwarna coklat

- Laba-laba gembel (hobo)

21
- Kalajengking

c) Reaksi racun dari serangan labah, tawon, atau semut api


Seekor lebah dengan alat penyengatnya di belakang lalu mati
setelah menyengat. Lebah madu afrika, yang dinamakan
lebah-lebah pembunuh, mereka lebih agresif dari pada lebah
madu kebanyakan dan sering menyerang bersama-sama
dengan jumlah yang banyak.
- Tawon, penyengat dan si jaket kuning (yellow jackets),
dapat menyengat berkali-kali. Si jaket kuning dapat
menyebabkan sangat banyak reaksi alergi
- Serangan semut api kepada seseorang dengan gigitan
dari rahangnya, kemudian memutar kepalanya dan
menyengat dari perutnya dengan alur memutar dan
berkali-kali
- Reaksi kulit yang lebar pada bagian gigitan atau
serangan.
- infeksi kulit pada bagian gigitan atau serangan
- Penyakit serum (darah)
Sebuah reaksi pada pengobatan (antiserum) digunakan
untuk mengobati gigitan atau serangan serangga.
Penyakit serum menyebabkan rasa gatal dengan bintik-

22
bintik merah dan bengkak serta diiringi gejala flu tujuh
sampai empat belas hari setelah penggunaan anti serum
- Infeksi virus
Infeksi nyamuk dapat menyebarkan virus West Nile
kepada seseorang, menyebabkan inflamasi pada otak
(encephalitis).
- Infeksi parasit
Infeksi nyamuk dapat menyebabkan menyebarnya
malaria.

2.4 Manifestasi Klinis


Secara umum, akan timbul gejala lokal dan gejala sistemik pada semua gigitan ular
2.4.1 Efek local: digigit oleh beberapa ular viper atau beberapa kobra
menimbulkan rasa sakit dan perlunakan di daerah gigitan. Luka dapat
membengkak hebat dan dapat berdarah dan melepuh. Beberapa bisa ular
kobra juga dapat mematikan jaringan sekitar sisi gigitan luka.
2.4.2 Perdarahan, gigitan oleh famili viperidae atau beberapa elapid Australia
dapat menyebabkan perdarahan organ internal, seperti otak atau organ-
organ abdomen. Korban dapat berdarah dari luka gigitan atau berdarah
spontan dari mulut atau luka yang lama. Perdarahan yang tak terkontrol
dapat menyebabkan syok atau bahkan kematian.
2.4.3 Efek sistem saraf, bisa ular elapid dan ular laut dapat berefek langsung
pada sistem saraf. Bisa ular kobra dan mamba dapat beraksi terutama
secara cepat menghentikan otot-otot pernafasan, berakibat kematian
sebelum mendapat perawatan. Awalnya, korban dapat menderita
masalah visual, kesulitan bicara dan bernafas, dan kesemutan.
2.4.4 Kematian otot, bisa dari russell’s viper (Daboia russelli), ular laut, dan
beberapa elapid Australia dapat secara langsung menyebabkan kematian
otot di beberapa area tubuh. Debris dari sel otot yang mati dapat
menyumbat ginjal, yang mencoba menyaring protein. Hal ini dapat
menyebabkan gagal ginjal.
2.4.5 Mata, semburan bisa ular kobra dan ringhal dapat secara tepat mengenai
mata korban, menghasilkan sakit dan kerusakan, bahkan kebutaan
sementara pada mata.

23
Sedangkan gejala dari gigitan serangga bermacam-macam dan
tergantung dari berbagai macam faktor yang mempengaruhi.
Kebanyakan gigitan serangga menyebabakan kemerahan, bengkak,
nyeri, dan gatal-gatal di sekitar area yang terkena gigitan atau sengatan
serangga tersebut. Kulit yang terkena gigitan bisa rusak dan terinfeksi
jika daerah yang terkena gigitan tersebut terluka. Jika luka tersebut tidak
dirawat, maka akan mengakibatkan peradangan akut.Rasa gatal dengan
bintik-bintik merah dan bengkak, desahan, sesak napas, pingsandan
hampir meninggal dalam 30 menit adalah gejala dari reaksi yang disebut
anafilaksis. Ini juga diakibatkan karena alergi pada gigitan serangga.
Gigitan serangga juga mengakibatkan bengkak pada tenggorokan dan
kematian karena gangguan udara.Sengatan dari serangga jenis
penyengat besar atau ratusan sengatan lebah jarangsekali ditemukan
hingga mengakibatkan sakit pada otot dan gagal ginjal.

2.5 Patofisiologi
2.5.1 Patofisiologi gigitan ular
Mangsa gigitan ular jenis Elapidae, biasanya akan mengalami pendarahan
kesan daripada luka yang berlaku pada saluran darah dan pencairan darah
merah yang mana darah sukar untuk membeku. Pendarahan akan merebak
sertamerta dan biasanya akan berterusan selama beberapa hari. Pendarahan
pada gusi, muntah darah, ludah atau batuk berdarah dan air kencing
berdarah adalah kesan nyata bagi keracunan bisa ular jenis Elapidae.
Walaupun tragedi kematian adalah jarang, kehilangan darah yang banyak
akan mengancam nyawa mangsa. Ular ini dapat menyebabkan terjadinya
flaccid paralysis. Ini biasanya berbahaya bila terjadi paralysis pada
pernafasan. Biasanya tanda – tanda yang pertama kali di jumpai adalah pada
saraf cranial seperti ptosis, opthalmophlegia, progresif. Bila tidak mendapat
anti venom akan terjadi kelemahan anggota tubuh dan paralisis pernafasan.
Biasaya full paralysis akan memakan waktu lebih kurang 12 jam, pada
beberapa kasus biasanya menjadi lebih cepat, 3 jam setelah gigitan.
Beberapa Spesies ular dapat menyebabkan terjadinya koagulopathy. Tanda
– tanda klinis yang dapat ditemui adalah keluarnya darah terus menerus dari

24
tempat gigitan, venipunctur dari gusi, dan bila berkembang akan
menimbulkan hematuria, haematomisis, melena dan batuk darah.
2.5.2 Patofisiologi gigitan serangga
Sebuah gigitan atau sengatan dapat menyuntikkan bisa (racun) yang disebut
Pteromone. Pteromone ini tersusun dari protein dan substansi lain atau
bahan kimia yang mungkin memicu reaksi alergi kepada penderita. Gigitan
serangga juga mengakibatkan kemerahan, bengkak, dan rasa gatal di lokasi
yang tersengat yang akan hilang dalam beberapa jam. Gigitan atau sengatan
dari lebah, tawon, penyengat, si jaket kuning, dan semut api dapat
menyebabkan reaksi yang cukup serius pada orang yang alergi terhadap
mereka. Lebah, tawon dan semut api berbeda-beda dalam menyengat.
Apabila gigitan terjadi pada area mulut atau kerongkongan, pteromone yang
dikeluarkan oleh serangga akan menyebabkan menyempitnya saluran
pernafasan sehingga dapat mengakibatkan susah bernapas yang akan
berlanjut pada syok anafilaksis, dan bisa berakhir pada kematian.

2.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Gigitan Ular:
2.6.1 Antidote
Mengistirahatkan korban, melepaskan benda yang mengikat seperti cincin,
memberikan kehangatan, membersihkan luka, menutup luka dengan
balutan steril, dan imobilisasi bagian tubuh dibawah tinggi jantung. Es atau
torniket tidak digunakan.
2.6.2 Penanganan syok
2.6.2.1 Selalu mengasumsikan bahwa semua gigitan ular dapat
mengancam kehidupan.
2.6.2.2 Bila melakukan triage kasus gigitan ular maka selalu dimasukkan
kedalam katagori emergency.
2.6.2.3 Pasang IV line pada semua kasus.
2.6.2.4 Berhati – hati ketika memilih lokasi pemasangan IV line atau
pengambilan sample darah pada kasus koagulopahty, yang
betujuan untuk mencegah pendarahan. Khususnya pada pembuluh
darah subclavia, jugular, femur.

25
2.6.2.5 Hindari melakukan penyuntikan intra muscular jika
memungkinkan terjadinya coagulopathy.
2.6.2.6 Lakukan pemeriksaan whole blood clotting time (WBCT).
2.6.2.7 Jika terjadi gangguan pada pernafasan akibat paralysis, persiapkan
untuk intubasi dan pemasangan ventilator eksternal.
2.6.2.8 Jika terjadi shock, tangani dengan pemberian cairan.
2.6.3 Bidai
Cara melalukan pembalutan pada gigitan ular:
2.6.3.1 Pasang balut “pressure bandage” lebar dari bagian bawah ke arah
atas termasuk pada bagian gigitan secepat mungkin dari kejadian
gigitan.
2.6.3.2 Jangan lepaskan celana atau pakaian di tempat gigitan krn
pergerakan pada tempat gigitan memperbesar peluang meluasnya
racun ke peredaran darah.
2.6.3.3 Balutan harus seketat seperti pada kejadain terkilir. Korban harus
menghindari gerakan yang tidak diperlukan.
2.6.3.4 Perluas balutan selebar mungkin
2.6.3.5 Setelah pembalutan pertama, lakukan pembidaian dengan
meletakkan bidai yang panjangnya menutupi dua sendi dari tungkai
yang terkena gigitan.
2.6.3.6 Rekatkan dengan pembalutan dengan stabil. Jangan biarkan korban
berjalan.

Penatalaksanan gigitan serangga:

26
Segera lepas serangga dari tempat gigitannya, dengan menggunakan minyak
pelumas Setelah terlepas (kepala dan tubuh serangga) luka dibersihkan dengan
sabun dan diolesi calamine (berfungsi untuk mengurangi gatal) atau krim
antihistamin seperti diphenhidramin (Benadryl). Bila tersengat lebah, ambil
sengatnya dengan jarum halus, bersihkan dan oleskan krim antihistamin atau
kompres es bagian yang tersengat.

2.7 Tes Diagnostik


2.7.1 Pemeriksaan laboratorium dasar, pemeriksaaan kimia darah, hitung sel
darah lengkap, penentuan golongan darah dan uji silang, waktu protrombin,
waktu tromboplastin parsial, hitung trombosit, urinalisis, penentuan kadar
gula darah, BUN dan elektrolit.
2.7.2 Untuk gigitan yang hebat, lakukan pemeriksaan fibrinogen, fragilitas sel
darah merah, waktu pembekuan dan waktu retraksi bekuan.

2.8 Keracunan Gas


2.8.1 Karbon monoksida
Karbon dan Oksigen dapat bergabung membentuk senyawa karbon
monoksida (CO) sebagai hasil pembakaran yang tidak sempurna dan
karbon dioksida (CO2) sebagai hasil pembakaran sempurna. Karbon
monoksida merupakan senyawa yang tidak berbau, tidak berasal dan pada
suhu udara normal berbentuk gas yang tidak berwarna. Tidak seperti
senyawa CO mempunyai potensi bersifat racun yang berbahaya karena
mampu membentuk ikatan yang kuat dengan pigmen darah yaitu
hemoglobin.Sumber utama karbon monoksida pada kasus kematian adalah
kebakaran, knalpot mobil, pemanasan tidak sempurna, dan pembakaran
yang tidak sempurna dari produk-produk terbakar, seperti bongkahan
arang.
2.8.2 Manifestasi klinis
2.8.2.1 Awal gejalanya yaitu :sakit kepala, mual, muntah, lelah, lesi pada
kulit, berkeringat banyak, pyrexia, pernapasan meningkat, mental
dullness dan konfusion, gangguan penglihatan, konvulsi,
hipotensi, myocardinal, dan ischamea.
2.8.2.2 Kemungkinan terjadi kematian akibat sukar bernafas sangat tinggi

27
Kematian terhadap kasus keracunan karbon monoksida
disebabkan oleh kurangnya oksigen pada tingkat selular (cellular
hypoxia).
2.8.2.3 Sel darah merah tidak hanya mengikat oksigen melainkan juga gas
lain. Kemampuan atau daya ikat ini berbeda untuk satu gas dengan
gas lain. Sel darah merah mempunyai ikatan yang lebih kuat
terhadap karbon monoksida dari pada oksigen. Sehingga jika
terdapat CO dan O2, sel darah merah akan cenderung berikatan
dengan CO. Bila terhirup, karbon monoksida akan terbentuk
dengan hemoglobin (Hb) dalam darah dan akan terbentuk karboksi
haemoglobin sehingga oksigen tidak dapat terbawa. Ini
disebabkan karbon monoksida dapat mengikat 250 kali lebih cepat
dari oksigen.
2.8.2.4 Mengganggu aktivitas selular lainnya yaitu dengan mengganggu
fungsi organ yang menggunakan sejumlah besar oksigen seperti
otak dan jantung.
2.8.2.5 Gejala klinis saturasi darah oleh karbon monoksida adalah sebagai
berikut:
a) Konsentrasi CO dalam darah kurang dari 20%, tidak ada
gejala.
b) Konsentrasi CO dalam darah 20%, gejala nafas menjadi sesak.
c) Konsentrasi CO dalam darah 30%, gejala sakit kepala, lesu,
mual, nadi dan pernapasan meningkat sedikit.
d) Konsentrasi CO dalam darah 30% hingga 40%, gejala sakit
kepala berat, kebingungan, hilang daya ingat, lemah, hilang
daya koordinasi gerakan.
e) Konsentrasi CO dalam darah 40% sampai 50%, gejala
kebingungan makin meningkat dan setengah sadar.
f) Konsentrasi CO dalam darah 60% hingga 70%, gejala tidak
sadar, kehilangan daya mengkontrol feses dan urin.
g) Konsentrasi CO dalam darah 70% hingga 80%, gejala koma,
nadi menjadi tidak teratur, kematian karena kegagalan
pernapasan

28
2.8.3 Patofisiologi
Gas CO masuk ke paru-paru inhalasi, mengalir ke alveo-li, terus masuk ke
aliran darah Gas CO dengan segera mengikat hemoglobin di tempat yang
sama dengan tempat oksigen mengikat hemoglobin, untuk membentuk
karboksi hemoglobin (COHb) . Ikatan COHb bersifat dapat
pulih/reversible.
Mekanisme kerja gas CO di dalam darah:
2.8.3.1 CO bersaing dengan oksigen untuk mengikat hemoglobin. Kekuatan
ikatannya 200-300 kali lebih kuat dibandingkan oksigen .
Akibatnya, oksigen terdesak dan lepas dari hemoglobin sehingga
pasokan oksigen oleh darah ke jaringan tubuh berkurang, timbul
hipoksia jaringan.
2.8.3.2 COHb mencampuri interaksi protein heme, menyebabkan kurva
penguraian HbO2. Akibatnya terjadi pengurangan pelepasan
oksigen dari darah ke jaringan tubuh. Proses terpenting dari
keracunan gas CO terhadap sel adalah rusaknya metabolisme rantai
pernafasan mitokonria, menghambat komplek enzim sitokrom
oksidase a3 sehingga oksidasi mitokondria untuk menghasilkan
Adenosine Tri Posfat (ATP) berkurang. Ekskresi gas CO terutama
melalui respirasi, dimetabolisme menjadi karbon dioksida (CO2),
tidak lebih dari 1%.
2.8.4 Penatalaksanaan
2.8.4.1 Antidote
a) Bawa pasien ke udara segar dengan segera, buka semua pintu
dan jendela.
b) Longgarkan semua pakaian ketat.
c) Mulai resusitasi kardiopulmonal jika diperlukan.
d) Cegah menggigil, bungkus pasien dalam selimut.
e) Pertahankan pasien setenang mungkin.
f) Jangan berikan alkohol dalam bentuk apapun
2.8.4.2 Penanganan Syok
Tindakan Pada dasarnya tindakan pertama yang harus dilakukan
adalah melakukan ABC (airway, Breathing and Circulation) bukan

29
mencari penyebab Keracunan. Disini dimaksudkan adalah hal
utama yang harus dilakukan adalah stabilisasi pasien, lakukan
prioritas masalah dan lakukan tindakan yang sesuai. Contoh
apabila diduga mengalami Keracunan dengan gejala sesak segera
bebaskan jalan nafas.
Stabilisasi
Lakukan stabilisasi dengan mengutamakan masalah utama yang
ada.
Langkah stabilisasi adalah sebagai berikut:
a) Perhatikan dan tangani jalan nafas
b) Perhatikan perdarahan dan kontrol perdarahan jika ada.
c) Segera cegah dan tangani syok dengan pemberian produk
darah jika perlu.
d) Cari dan perhatikan adanya cidera yang berkaitan dengan
proses penyakit lain
e) Kaji, tetapkan, tangani status asam basa dan elektrolit.
f) Perhatikan status jantung (denyut nadi, suara, aliran dll)
lakukan pemeriksaan singkat, dengan penekanan pada
wilayah-wilayah yang mungkin memberi petunjuk ke arah
diagnosis toksikologi,meliputi :
Tanda-tanda vital
Evaluasi yang teliti terhadap tanda-tanda vital yang meliputi
tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu dan tingkat kesadaran.
- Mata
Mata merupakan sumber informasi yang penting untuk
toksikologis, karena beberapa kasus toksikologis
menyebabkanperubahan pada mata. Tetapi dalam
menentukan prognosis Keracunan gejala ini tidak bisa
dijadikan pegangan.
- Mulut
Mulut mungkin menunjukkan tanda-tanda terbakar yang
disebabkan oleh unsur korosif atau mungkin
menunjukkan bekas tertentu yang menjadi cirikas dari
suatu bahan toksik.

30
- Kulit
Kulit sering menunjukkan adanya kemerahan atau keluar
keringat yang berlebihan.
- Abdomen
Perubahan bising usus biasanya menyertai perubahan
tingkat kesadaran. Pada kesadaran tingkat III biasanya
bising usus negatif, dan pada tingkat IV selalu negatif,
sehingga pemeriksaan ini bisa dipakai untuk
mencocokkan tingkat kesadaran, misalnya pada orang
yang bersimulasi.
- Sistem saraf
Seizure fokal atau deficit motorik menunjukkan adanya
lesi struktural daripada toksik atau ensefalopati metabolic
2.8.4.3 Oksigen Hiperbarik
Terapi oksigen hiperbarik menggunakan ruang bertekanan untuk
meningkatkan jumlah oksigen dalam darah. Tekanan udara di
dalam ruang oksigen hiperbarik adalah sekitar dua setengah kali
lebih besar dari tekanan normal di atmosfer. Hal ini membantu
darah membawa oksigen lebih banyak ke organ dan jaringan tubuh
Anda.
Terapi hiperbarik dapat membantu mempercepat penyembuhan
luka, terutama luka terinfeksi. Terapi ini dapat digunakan untuk
mengobati:
- Emboli udara atau gas
- Infeksi tulang (osteomielitis) yang belum membaik dengan
perawatan lain
- Luka bakar
- Keracunan karbon monoksida
- Beberapa jenis infeksi otak atau sinus
- Penyakit dekompresi (misalnya, cedera menyelam)
- Gangrene gas
- Infeksi jaringan lunak nekrosis

31
- Menyediakan cukup oksigen ke paru-paru selama prosedur
pembersihan paru-paru pada pasien dengan kondisi medis
tertentu
- Cedera radiasi (misalnya, kerusakan akibat terapi radiasi
untuk kanker)
- Cangkok kulit
- Luka yang belum sembuh dengan perawatan lain (misalnya,
ulkus kaki pada penderita diabetes)

2.8.5 Tes Diagnostik


2.8.5.1 Elektrokardiografi
2.8.5.2 Radiologi
Banyak substansi adalah radioopak, dan cara ini juga untuk
menunjukkan adanya aspirasi dan edema pulmonal.
2.8.5.3 Analisa GasDarah, elektrolit dan pemeriksaan laboratorium lain
Keracunan akut dapat mengakibatkan ketidakseimbangan kadar
elektrolit, termasuk natrium, kalium, klorida, magnesium dan
kalsium. Tanda-tanda oksigenasi yang tidak adequat juga sering
muncul, seperti sianosis, takikardia, hipoventilasi, dan perubahan
status mental.
2.8.5.4 Tes fungsi ginjal
Beberapa toksik mempunyai efek nefrotoksik secara lengsung.
2.8.5.5 Skrin toksikologi
Cara ini membantu dalam mendiagnosis pasien yang Keracunan.
Skrin negatif tidak berarti bahwa pasien tidak Keracunan, tapi
mungkin racun yang ingin dilihat tidak ada. Adalah penting untuk
mengetahui toksin apa saja yang bisa diskrin secara rutin di dalam
laboratorium, sehingga pemeriksaannya bisa efektif

32
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

A. PENGKAJIAN
1. Primary Survery
a) Airway and cervival control
b) Breathing and ventilation
c) Circulation and hemorrhage control
d) Disability
e) Exposure and Environment
a. Pengkajian secara tepat tentang ABC
1) Pernyataan pasien tentang kepatenan jalan nafas.
a. Jalan nafas paten ketika bersih saat bicara dan tidak ada suara
nafas yang mengganggu
b. Jika jalan nafas tidak paten pertimbangkan kebersihan daerah
mulut dan menempatkan alat bantu nafas.
2) Apakah pernafasan efektif
a. Pernapasan efektif ketika warna kulit dalam batas normal dan
capillary refill kurang dari 3 detik.
b. Jika pernapasan tidak efektif pertimbangkan pemberian
oksigendan penempatan alat bantu.
3) Apakah pasien merasakan nyeri atau tidak nyaman pada tulang
belakang
a. Immobilisasi leher yang nyeri atai tidak nyaman dengan collar
spine jika injuri kurang dri 48 jam.
b. Tempatkan leher pada C-collar yang keras dan immobilisasi
daerah tulang belakang dengan mengangkat pasien dengan
stretcher.
4) Apakah sirkulasi pasien effective
a. Sirkulasi efektife ketika nadi radialis baik dan kulit hangat serta
kering.
b. Jika sirkulasi tidak efectitive pertimbangkan penempatan
pasien pada posisi recumbent, membuat jalan masuk di dalam
intravena untuk pemberian bolus cairan 200 ml.
5) Apakah ada tanda bahaya pada pasien
a. Gunakan GCS dan AVPU untuk mengevaluasi kerusakan daya
ingat akibat trauma pada pasien.
b. Pada GCS nilai didapat dari membuka mata, verbal dan
motoric.
c. AVPU

A : untuk membantu pernyataan daya ingat pasien, kesadaran


respon terhadap suara dan berorientasi pada orang, waktu
dan tempat.

33
V : Untuk pernyataan verbal pasien terhadap respon suara
tetapi, tidak berorientasi penug pada orang, waktu dan
tempat.

P : untuk pernyataan nyeri pada pasien yang tidak respon


pada suara tetapi respon terhadap rangsangan nyeri.

U : untuk yang tidak responsive terhadap rangsangan nyeri.

Penilaian keadaan penderita dan prioritas terapi dilakukan berdasarka


jenis perlakuan, stabilitas tanda tanda vitaldan mekanisme ruda paksa,
berdasar kan penilaian :

A : Airway jalan nafas terkontrol servikal

B : Breathing dan ventilasi

C : Circulation dengan control perdarahan

D : Exposure/ environment control : Buka baju penderita tetapi cegah


hipotermia.

Yang penting pada frase pra-RS adalah ABC, dilakukan resusitasi dimna
perlu, kemudian fiksasi penderitalalu transportasi.

1. Airway dengan control servikal


Yang pertama yang harus dinilai adalah kelancaran airway. Ini
meliputi pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas yang dapat
disebabkan benda asing, fraktur wajah, fraktur mandibula atau
maksila, fraktur laring atau trakea. Usaha untuk membebaskan jalan
nafas harus melindungi vertebra servikal karena kemungkinan
patahnya yulag servikal harus selalu diperhitungkan. Dalam hal ini
dapat dilakukan Chin lift atau jaw thrust. Selama memeriksa dan
memperbaiki jalan nafas, harus diperhatikan bahwa tidak boleh
dilakukan ekstensi, fleksi atau rotasi dari leher.
Kemungkinan diduga patahnya tulang servikal diduga apabila :
a. Trauma dengan penurunan kesadaran
b. Adanya luka karena trauma di atas klavikula
c. Setiap multitrauma ( trauma pada region 2 atau lebih)
d. Juga harus waspada terhadap kemungkinan patah tulang
belakang bila biomekanika trauma mendukung.

Dalam keadaan curiga fraktur servikal, harus haru dipakai alai


immobilisasi. Bila alat immobilisasi ini harus di buka untuk
sementara, maka kepala harus dipakai sampai kemungkinan fraktur
servikal dapatdisingkirkan. Bila ada gangguan jalan nafas, maka
sesuai BHD.

34
2. Breathing
Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik.
Pertukaran gas yang terjadi padasaat bernafas mutlak untuk
pertukaran oksigen dan mengeluarkan CO dari tubuh. Ventilasi yang
baik meliputi: fungsi yang baik dari paru, dinding dada dan
difragma. Setiap komponen ini harus dievaluasi secara cepat.
Dada penderita harus dibuka untuk melihat pernapasan yang baik.
Auskultasi dilakukan untuk memastikan masuknya udara kedalam
paru. Perkusi dilakukan untuk menilai adanya udara atau darah
dalam rongga pleura. Inspeksi dan palpasi dapat memperlihatkan
kelainan dinding dada yang mungkin mengganggu vnetilasi.
Perlakuan yang baik mengakibatkan gangguan ventilasi yang berat
adalah pneumotoraks, flail chest dengan kontusio paru, open
pneumotoraks dan hemotoraks-masif.
3. Circulation dengan control perdarahan
a. Volum darah dan jurang jantung (cardiac output)
Perdarahan merupakan sebab utama kematian pasca bedah yang
mungkin dapat diatasi dengan terapi yang cepat dan tepat di
rumah sakit. Suatu keadaan hipotensi harus disebabkan oleh
hipovolemik, sampai terbukti sebaliknya. Dugaan demikian
maka diperlukan penilaian yang cepat dari status hemodinamik
penderita.
Ada 3 observasi yang dalam hitungan detik dapat
memberikaninformasi mengenai keadaan hemodinamik yakni
kesadaran, warna kulit dan nadi.
1) Tingkat kesadaran
Bila volume darah menurun, perfusi darah ke otak dapat
berkurang, yang akan mengakibatkan penurunan kesadaran (
walaupun demikian kehilangan darah yang dalam jumlah
banyak belum tentu mengakibatkan gangguan kesadaran).
2) Warna kulit
Warna kulit dapat membantu diagnosis hipovolemia.
Penderita trauma yang kulitnya kemerahan, trauma pada
wajah dan ektremitas, jarang yang dalam keadaan
hipovolemia.sebaliknya wajah pucat keabu abuan dan kulit
ekremitas yang pucat, merupakan tanda tanda hipovolemia.
Bila memang disebabkan hipovolemia maka ini menandakan
kehilangan darah minimal 30% dari volume darah.
3) Nadi
Nadi yang besar seperti arteri femoralis atau arteri karotis
harus diperiksa bilateral, untuk kekuatan nadi, kecepatan dan
irama. Pada syok nadi akan kecil dan cepat. Nadi yang tidak
cepat, kuat dan teratur biasanya merupakan tanda normo-

35
volomia. Nadi yang cepat dan kecil merupakan tanda
hipovolemia, namun harus diingat sebab lain yang dapat
menyebabkannya. Nadi yang tidak teratur biasanya
merupakan tanda tanda gangguan jantung. Tidak
ditemukannya pulsasi dari nadi arteri sentral.
b. Control perdarahan
Perdarahan hebat dikelola pada survey primer. Perdarahaan
eksternal dengan penekanan langsung pada luka jangan di jahit
terlebih dahulu. Spalk udara dapat digunakan untuk mengontrol
perdarahan. Spalk jenis ini harus ditembus cahaya untuk dapat
dilakukannya pengawasan perdarahan. Tornoquet jangan
dipakai karena merusak jaringan dan menyebabkan distal dari
tourniquet. Pemakaian dari hemostal memerlukan waktu dan
dapat merusak jaringan sekitar saraf seperti syaraf dan pembuluh
darah. Perdarahan dalam rongga toraks, abdomen, sekitar fraktur
atau sebagai akibat dari luka tembus, dapat menyebabkan
perdarahan besar yang tidak terlihat.
4. Disability
Menjelang akhir survey primer dievaluasi keadaan neurologis ecara
cepat yaitu tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil.
GCS adalah system scoring yang sederhana dan dapat meramalkan
kesudahan (outcome) penderita. Penurunan kesadaran dapat
disebabkan perlukaan pada otak sendiri. Penurunan kesadaran dapat
menuntut dilakukannya pemeriksaan terhadap keadaan perfusi,
ventilasi dan oksigen.
Alcohol dan obat obatan dapat mengganggu tingkat kesadaran
penderita. Walaupun sudah demikian bila disingkirkan kemngkinan
hipoksia tau hipovolemia sebagai sebab penurunan kesadaran, maka
trauma kapitis dapat dianggap sebagai penyebabnya sampai terbukti
sebaliknya.
5. Exposure/ kontrol lingkungan
Exposure dilakukan di rumah sakit, terapi dimna perlu dapat
membuka pakaian, misalnya membuka baju untk melakukan
pemeriksaan toraks fisik. Di rumah sakit penderita harus dibuka
seluruh pakaiannya untuk evaluasi.

2. Secondary survey
a. Focus assessment
b. Head to toe assessment
Survey sekunder dilakukan setelah survey primer selesai, resusitasi dilakukan
dari penderita stabil.
Survey sekunder adalah pemeriksaan head to toe dan pemeriksaan tanda tanda
vital. Survey sekunder hanya dilakukan apabila penderita sudah stabil.

36
B. Diagnose Keperawatan
1. Airway
a. Bersihan jalan nafas
b. Tidak efektifnya jalan nafas
c. Resiko respirasi
2. Breathing
a. Resiko pola nafas tidak efektif
b. Gangguan pertukaran gas
3. Circulation
a. Kurang volume cairan
b. Gangguan perfusi jaringan

C. Perencanaan
1. Airway
Airway harus dijaga dengan baik pada penderita tidak sadar. Jaw trust atau chin lift
dapat dipakai pada beberapa kasus, pada penderita yang masih sadar dapat dipakai
naso-pharyngeal airway. Bila penderita tidak sadar dan tidak ada reflek bertahan
dapat dipakai oroparingeal airwayta yang airway terganggu. Control jalan nafas
pada penderita yang airway terganggu karena factor mekanik atau ada gangguan
ventilasi akibat gangguan kesadaran, dicapai dengan intubasi endo-tracheal baik
oral maupun nasal. Proedur ini harus dilakukan dengan control terhadap servikal.
Surgical airway dapat dilakukan bila intubasi endotracheal tidak mungkin karena
kontraindikasi atau karena masalah mekanis.
2. Breathing
Adanya tenson pneuomotoraks mengganggu ventilasi dan bila dicurigai, harus
segera dilakukan kompresi ( tusuk dengan jarum besar, disusul WSD) setiap
penderita trauma diberikan oksigen. Bila tanpa intubasi, sebaiknya oksigen
diberikan dengan fas mask.
3. Circulation
Bila ada gangguan sirkulasiharus segera dipasang 2 jalur IV line. Kateter IV yang
dipakai harus berukuran besar. Pada awalnya sebaiknya menggunakan vena pada
lengan. Penderita diinfus cepat dengan 1,5-2 liter cairan kristaloid, atau ringer
laktat. Bila tidak ada respon dengn pemberian cairan kristaloid, berikan darah
segolongan. Pemberian vasopressor steroid atau Bic Nat tida diperkenankan.
4. Kateter Urin dan Lambung
Pemakaian kateter urin dan lambung harus dipertimbangkan.
a. Kateter Urin
Produksi urin merupakan indicator peka untuk menilai kedaan hemodinamik
penderita.
b. Kateter lambung
Kateter lambung dipakai untuk mengurangi distensi dan mencegah muntah. Isi
lambungyang pekat akan mengakibatkan NGT tidak berfungsi. Darah dalam

37
lambung dapat disebabkan darah tertelan, pemasangan NGT yang traumatic
atau perlukaan lambung. Bila lamina fibrosa patah atau diduga patah, kateter
lambung harus dipasang melalui mulut ntuk mencegah masuknya NGT dalam
rongga torak.
5. Monitoring
Monitoring hasil resusitasi didasarkan pada laju napas, nadi, tekanan nadi, tekanan
darah, suhu tubuh dan kesadaran penderita:
a. Laju nafas dipakai untuk menilai airway dan breathing, ETT dapat berubah
posisipada saat penderita berubah posisi.
b. Pulse oxymetry sangat berguna. Plse oxymetri mengukur secara kolorigrafi
kadar saturated O2 bukan PaO2.
c. Pada penilaian tekanan darah harus didasari bahwa tekanan darah ini merupakan
indicator yang kurang baik untuk menilai perfusi jaringan.
d. Monitoring EKG dianjurkan pada semua penderita truma.
Tindakan resusitasi ddilakukan pada saat masalahnya dikenali, bukan setelah
survey primer dilakukan.

D. Pelaksaan
1. Komprehensive
2. Humanistic and holistic

E. Evaluasi
1. Proses
2. Hasil

38
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Keracunan adalah masuknya zat racun kedalam tubuh baik melalui saluran
pencernaan, saluran pernafasan, atau melalui kulit atau mukosa yang menimbulkan
gejala klinis

3.2 Saran
3.2.1 Bagi petugas kesehatan hendaknya mengetahui jenis-jenis anti dotum
dan penanganan racun berdasarkan jenis racunnya sehingga bisa
memberikan pertolongan yang cepat dan benar.
3.2.2 Bagi petugas kesehatan hendaknya melakukan penilaian terhadap tanda
vital seperti jalan nafas / pernafasan, sirkulasi dan penurunan kesadaran,
sehingga penanganan tindakan risusitasu ABC (Airway, Breathing,
Circulatory) tidak terlambat dimulai.

39
Daftar Pustaka

Gallo, Hudak. 2010. Keperawatan Kritis pendekatan Holistik Volume 2. Jakarta: EGC
Hardisman.2014.Gawat Darurat Medis Praktis. Padang : Gosyen Publishing
Krisanty, Paula.2009.Asuhan keperawatan Gawat Darurat.Jakarta.Trans Info Media

40

Anda mungkin juga menyukai