Disusun oleh :
KELOMPOK 1
1. ABDUL MUNIF NIM. 131511123002
2. BAIQ RISKA INDAH NILASARI NIM. 131511123004
3. FARADILA AMALIA NIM. 131511123006
4. KARTIKA NURAINI NIM. 131511123008
5. MUKHAMAD NURSALIM NIM. 131511123010
6. IGNATIUS PURWO MARGONO SUMITRO NIM. 131511123012
7. RENDRA PRAMUDYA ATMOKO NIM. 131511123014
HALAMAN JUDUL…………………………………………………………. i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………... v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang………………………………………………………... 1
B. Rumusan Masalah…………………………………………………….. 1
C. Tujuan………………………………………………………………… 1
D. Manfaat………………………………………………………………. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian…………………………………………………………….. 2
B. Etiologi……………………………………………………………….. 2
C. Manifestasi Klinis…………………………………………………….. 3
D. Patofisiologi…………………………………………………………... 4
E. Web of Caution (WOC)………………………………………………. 6
F. Prognosis……………………………………………………………… 8
G. Komplikasi……………………………………………………………. 8
H. Pencegahan…………………………………………………………… 8
I. Pemeriksaan diagnostik………………………………………………... 9
J. Penatalaksanaan……………………………………………………….. 10
K. Asuhan Keperawatan…………………………………………………. 11
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan…………………………………………………………… 32
B. Saran………………………………………………………………….. 32
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………... 33
Lampiran……………………………………………………………………... 34
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Serangan jantung dalam pengertian umum merupakan istilah populer
untuk sindroma koroner akut (SKA). Berdasarkan gambaran
elektrokardiografi (EKG), sindroma koroner akut dibagi menjadi 2 subset
yaitu SKA dengan elevasi segmen ST (STEMI) dan tanpa elevasi segmen ST
(NSTEMI). Substet SKA tanpa elevasi segmen ST dibagi lagi dalam 2 bentuk,
yaitu angina pektoris tidak stabil dan infark miokard akut tanpa elevasi
segmen ST.
Angina pektoris adalah suatu sindroma klinis yang ditandai dengan
episode atau paroksisma nyeri atau perasaan tertekan di dada depan atau sakit
dada yang khas yaitu seperti ditekan, atau terasa berat di dada yang seringkali
menjalar ke lengan sebelah kiri yang timbul pada waktu aktifitas dan segera
hilang bila aktifitas berhenti.
Di Amerika Serikat setiap tahun 1 (satu) juta pasien dirawat di rumah
sakit karena angina pektoris tak stabil; dimana 6 sampai 8 persen kemudian
mendapat serangan infark jantung yang tak fatal atau meninggal dalam satu
tahun setelah diagnosis ditegakkan.
Angina pektoris tak stabil (unstable angina pectoris, selanjutnya
disebut UAP) dan infark miokard infark akut tanpa elevasi ST (non ST
elevation myocardial infarction, selanjutnya disebut NSTEMI) diketahui
merupakan suatu kesinambungan dengan kemiripan patofisiologi dan
gambaran klinis sehingga pada prinsipnya penatalaksanaan keduanya tidak
berbeda.
Diperkirakan 5,3 juta kunjungan per tahun adalah keluhan dengan
nyeri dada, yang menjadi salah satu gejala yang paling sering didapatkan pada
pasien yang datang ke IGD (Arifin,Gunawan, 2004)
1 TUJUAN
1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan terhadap pasien
dengan UAP dan NSTEMI.
2 Tujuan Khusus
1 Mahasiswa mampu menyebutkan kembali pengertian UAP dan
NSTEMI
2 Mahasiswa mampu menyebutkan kembali etiologi UAP dan NSTEMI
3 Mahasiswa mampu menjelaskan kembali patofisiologi UAP dan
NSTEMI
4 Mahasiswa mampu menyebutkan kembali manifestasi klinis UAP dan
NSTEMI
5 Mahasiswa mampu menyebutkan kembali Pemeriksaan Penunjang
UAP dan NSTEMI
6 Mahasiswa mampu menyebutkan kembali Penatalaksanaan UAP dan
NSTEMI
7 Menjelaskan kembali Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan UAP
dan NSTEMI
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. ANATOMI FISIOLOGI JANTUNG
2.2. Epidemiologi
Mortalitas in hospital infark miocard akut dengan elevasi segmen ST
dibanding tanpa elevasi adalah 7% vs 5%, tetapi pada follow up jangka
panjang (4 tahun) angka kematian pasien infark tanpa elevasi segmen ST
lebih tinggi 2 kali lipat dibanding dengan elevasi segmen ST.
(Dharma,2009)
2.3.2. Etiologi
Menurut Sudoyo, Aru W. (2009) penyebab angina pektoris tak
stabil adalah sebagai berikut:
1) Ruptur Plak
Ruptur plak aterosklerotik menyebabkan terjadinya oklusi
subtotal atau total dari pembuluh darah koroner yang
sebelumnya mempunyai penyempitan minimal.
2) Trombosis dan Agregasi Trombosit
Terjadinya trombosis setelah plak terganggu disebabkan karena
interaksi yang terjadi antara lemak, sel otot polos, makrofag dan
kolagen.
3) Vasospasme
Adanya disfungsi endotel dan bahan vasoaktif yang diproduksi
oleh platelet berperan dalam perubahan tonus pembuluh darah
dan menyebabkan spasme.
4) Erosi pada Plak tanpa Ruptur
Terjadinya penyempitan juga dapat disebabkan karena adanya
proliferasi dan migrasi dari otot polos sebagai reaksi terhadap
kerusakan endotel.
2.3.4. Patofisiologi
Menurut Corwin (2009) mekanisme timbulnya angina pektoris
tidak stabil didasarkan pada ketidakadekuatan suplai oksigen ke sel-
sel miokardium yang diakibatkan karena kekakuan arteri dan
penyempitan lumen arteri koroner (arteriosklerosis koroner).
Tidak diketahui secara pasti apa penyebab arteriosklerosis,
namun jelas bahwa tidak ada faktor tunggal yang bertanggungjawab
atas perkembangan arteriosklerosiss. Arteriosklerosis merupakan
penyakit arteri koroner yang paling sering ditemukan. Sewaktu
beban kerja suatu jaringan meningkat, maka kebutuhan oksigen
meningkat. Apabila kebutuhan meningkat pada jantung yang sehat
maka arteri koroner berdilatasi dan mengalirkan lebih banyak darah
dan oksigen ke otot jantung. Namun, apabila artei koroner
mengalami kekakuan atau menyempit akibat arteriosklerosis dan
tidak dapat berdilatasi sebagai respon terhadap peningkatan
kebutuhan akan oksigen, maka terjadi iskemik (kekurangan suplai
darah) miokardium.
Adanya endotel yang cedera mengakibatkan hilangnya produksi
NO (Nitrat Oksida) yang berfungsi untuk menghambat berbagai zat
yang reaktif. Dengan tidak adanya fungsi ini otot polos berkontraksi
dan timbul spasme koroner yang memperberat penyempitan lumen
karena suplai oksigen ke miokart berkurang. Penyempitan atau blok
ini belum menimbulkan gejala yang begitu nampak bila belum
mencapai 75%. Bila penyempitan lebih dari 75% serta dipicu dengan
aktifitas berlebihan maka supaly darah ke koroner akan berkurang.
Sel-sel miokardium menggunakan glikogen anaerob untuk
memenuhi kebutuhan energi mereka. Metabolisme ini menghasilkan
asam laktat yang menurunkan pH miokardium dan menimbulkan
nyeri. Apabila kebutuhan energi sel-sel jantung berkurang maka
suplai oksigen menjadi adekuat dan sel-sel otot kembali fosforilasi
oksidatif untuk membentuk energi.
Angina pektoris adalah nyeri habat yang berasal dari jantung
yang terjadi sebagai respon terhadap suplai oksisigen yang tidak
adekuat ke sel-sel jantung. Nyeri angina dapat menyebar ke lengan
kiri, ke punggung, ke rahang dan daerah abdomen.
Pada saat beban kerja suatu jaringan meningkat kebutuhan
oksigen juga meningkat. Apabila kebutuhan oksigen meningkat pada
jantung yang sehat, maka areti-arteri koroner akan berdilatasi dan
mengalirkan lebih banyak oksigen kepada jaringan. Akan tetpai jika
terjadi kekakuan dan penyempitan pemnbuluh darah seperti pada
penderita arterosklerosis dan tidak mampu berespon untuk
berdilatasi terhadap peningkatan kebutuhan oksigen. Terjadilah
iskemi miokard yang mana sel-sel miokard mulai menggunakan
glikolisis anaerob untuk memenuhi kebutuhan energi. Proses ini
sangat tidak efisien dan menyebabkan terbentuknya asam laktat.
Asam laktat kemudian menurunkan pH miokardium dan
menyebabkan nyeri pada angina pektoris. Apabila kebetuhan energi
sel-sel jantung berkurang (istirahat atau dengan pemberian obat)
suplai oksigen menjadi kembali adekuat dan sel-sel otot kembali
melakukan fosforilasi oksidatif membentuk energi melalui proses
aerob dan proses ini tidak menimbulkan asam laktat sehingga nyeri
angina mereda dan dengan demikian dapat disimpulkan nyeri angina
adalah nyeri yang ber;angsung singkat.
NSTEMI dapat disebabkan oleh penurunan suplai oksigen
dan/atau peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat
oleh obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena trombosis akut atau
proses vasokonstriksi koroner. Trombosis akut pada arteri koroner
diawali dengan adanya ruptur plak yang tidak stabil. Plak yang tidak
stabil ini biasanya mempunyai inti lipid yang besar, densitas otot
polos yang rendah, fibrous cap yang tipis dan konsentrasi faktor
jaringan yang tinggi. Inti lemak yang cenderung ruptur mempunyai
konsentrasi ester kolesterol dengan proporsi asam lemak tak jenuh
yang tinggi. Pada lokasi ruptur plak dapat dijumpai sel makrofag dan
limfosit T yang menunjukkan adanya proses inflamasi. Sel-sel ini
akan mengeluarkan sitokin pro inflamasi seperti TNF α dan IL-6.
Selanjutnya IL-6 akan merangsang pengeluaran HSCRP di hati.
Nikotin mengganggu sistem saraf simpatis dengan akibat
meningkatnya kebutuhan oksigen miokard. Selain menyebabkan
ketagihan merokok, nikotin juga merangsang pelepasan adrenalin,
meningkatkan frekuensi denyut jantung, tekanan darah, kebutuhan
oksigen jantung, serta menyebabkan gangguan irama jantung.
Nikotin juga mengganggu kerja saraf, otak, dan banyak bagian tubuh
lainnya. Nikotin mengaktifkan trombosit dengan akibat timbulnya
adhesi trombosit (penggumpalan) ke dinding pembuluh darah.
(Kompas Media Nusantara)
Metabolisme
anaerob ↑: pH
sel ↓,asam
laktat ↑
CK/CKMB dan
ST depresi dan
MK: Troponin T
atau
PENURUNAN normsl
Inversi gel T
CURAH
2) Pemeriksaan Laboratorium
Kreatinin kinase-MB (CK-MB) atau troponin I/T merupakan
marka nekrosis miosit jantung dan menjadi marka untuk diagnosis
infark miokard. Troponin I/T sebagai marka nekrosis jantung
mempunyai sensitivitas dan spesifisitas lebih tinggi dari CK-MB. Peningkatan
marka jantung hanya menunjukkan adanya nekrosis miosit, namun
tidak dapat dipakai untuk menentukan penyebab nekrosis miosit tersebut
(penyebab koroner/nonkoroner). Troponin I/T juga dapat
meningkat oleh sebab kelainan kardiak non koroner seperti
takiaritmia, trauma kardiak, gagal jantung,hipertrofi ventrikel kiri,
miokarditis/perikarditis. Keadaan nonkardiak yang dapat
meningkatkan kadar troponin I/T adalah sepsis, luka bakar,
gagal napas,penyakit neurologik akut, emboli paru, hipertensi
pulmoner, kemoterapi,dan insufisiensi ginjal. Pada dasarnya troponin
T dan troponin I memberikan informasi yang seimbang terhadap
terjadinya nekrosis miosit, kecuali pada keadaan disfungsi ginjal. Pada
keadaan ini, troponin I mempunyai spesifisitas yang lebih tinggi dari troponin
T.Dalam keadaan nekrosis miokard, pemeriksaan CK-MB atau troponinI/T
menunjukkan kadar yang normal dalam 4-6 jam setelah awitan
SKA,pemeriksaan hendaknya diulang 8-12 jam setelah awitan angina.
Jika awitan SKA tidak dapat ditentukan dengan jelas, maka
pemeriksaan hendaknya diulang 6-12 jam setelah pemeriksaan
pertama. Kadar CK-MB yang meningkat dapat dijumpai pada
seseorang dengan kerusakan otot skeletal(menyebabkan spesifisitas
lebih rendah) dengan waktu paruh yang singkat (48 jam). Mengingat
waktu paruh yang singkat, CK-MB lebih terpilih untuk mendiagnosis
ekstensi infark (infark berulang) maupun infark periprosedural.
Pemeriksaan troponin I/T adalah standard baku emas dalam diagnosis
NSTEMI, di mana peningkatan kadar marka jantung tersebutakan
terjadi dalam waktu 2 hingga 4 jam. Penggunaan troponin I/T untuk
diagnosis NSTEMI harus digabungkan dengan kriteria lain yaitu
keluhanangina dan perubahan EKG. Diagnosis NSTEMI ditegakkan
jika marka jantung meningkat sedikit melampaui nilai normal atas
(upper limit of normal , ULN). Dalam menentukan kapan marka
jantung hendak diulang seyogyanya mempertimbangkan
ketidakpastian dalam menentukan awitan angina.
Tes yang negatif pada satu kali pemeriksaan awal tidak dapat
dipakai untuk menyingkirkan diagnosis infark miokard akut. Kadar
troponin pada pasien infark miokard akut meningkat di dalam darah
perifer 3 – 4 jam setelah awitan infark dan menetap sampai 2 minggu.
Peningkatan ringan kadar troponin biasanya menghilang dalam 2
hingga 3hari, namun bila terjadi nekrosis luas, peningkatan ini dapat
menetap hingga 2 minggu. Mengingat troponin I/T tidak terdeteksi dalam
darah orang sehat, nilai ambang peningkatan marka jantung ini ditetapkan
sedikit di atas nilai normal yang ditetapkan oleh laboratorium
setempat. Perlu diingat bahwa selain akibat STEMI dan NSTEMI,
peningkatan kadar troponin juga dapat terjadi akibat (Takiaritmia,
bradiaritmia berat, Miokarditis, Dissecting aneurysm, Emboli paru)
2.3.7. Penatalaksanaan
(1) Tindakan Umum
a. Tirah baring
b. Suplemen oksigen harus diberikan segera bagi mereka dengan
sturasi O2 arteri ,95% atau yang mengalami distres respirasi,
oksigen dapat diberikan pada semua pasien dalam 6 jam pertama
tanpa mempertimbangkan saturasi O2 arteri
c. Aspirin sublingual 160-320 mg segera pada semua pasien
d. Penghambat reseptor ADP (Adhenosin diphosphate)
e. Nitrogliserin (NTG) spray/tablet sublingual untuk nyeri dada.jika
belum membaik setiap lima menit di ulang sebanak tiga kali.
f. Morfin sulfat 1-5 mg iv, dapat diulang setiap 10-30 menit bagi
pasien yang tak responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual.
(2) Terapi Medikamentosa
(1) Obat Anti Iskemia
a) Nitrat
b) Penyekat beta
c) Antagonis kalsium
(2) Obat Anti Agregasi Trombosit
a) Aspirin
b) Tiklopidin
c) Klopidrogrel
d) Inhibitor glikoprotein IIb/IIIa
(3) Obat Antitrombin
a) Unfractionated Heparin
b) Low Molecular Weight Heparin (LMWH)
c) Direct Thrombin Inhibitors
(4) Tindakan Revaskularisasi Pembuluh Darah
Tindakan revaskularisasi perlu dipertimbangkan pada pasien
dengan iskemia berat dan refrakter dengan terapi medikamentosa.
(6) NIC
Airway Management
a) Buka jalan napas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust
bila perlu.
b) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi.
c) Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan napas
buatan.
d) Pasang mayo bila perlu.
e) Lakukan fisioterapi dada jika perlu.
f) Keluarkan sekret dengan batuk atau suction.
g) Auskultasi suara napas, catat adanya suara tambahan.
h) Lakukan suction pada mayo.
i) Berikan bronkodilator bila perlu
j) Berikan pelembab udara.
k) Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
l) Monitor respirasi dan status O2.
Respiratory Monitoring
(1) Monitor rata-rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi.
(2) Catat pergerakan dada, amati kesimetrisan, penggunaan
otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan
intercostal.
(3) Monitor suara napas, seperti dengkur.
(4) Monitor pola napas: bradipena, takipenia, kussmaul,
hiperventilasi, cheyne stokes, biot.
(5) Catat lokasi trakea
(6) Monitor kelelahan otot diafragma (gerakan paradoksis).
(7) Auskultasi suara napas, catat area penurunan/tidak adanya
ventilasi dan suara tambahan.
(8) Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi
crakles dan ronkhi pada jalan napas utama.
(9) Auskultasi suara paru setelah tindakan untuk mengetahui
hasilnya.
2) Diagnosa Keperawatan: Nyeri akut b.d iskemia jaringan sekunder
terhadap sumbatan arteri ditandai dengan: penurunan curah
jantung.
(1) Definisi
Pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan
yang aktual atau potensial atau digambarkan dalam hal
kerusakan sedemikian rupa (International Association for
the study of Pain): awitan yang tiba-tiba atau lambat dari
intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat
diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung kurang dari 6
(enam) bulan.
(2) Batasan Karakteristik
a. Perubahan selera makan
b. Perubahan tekanan darah
c. Perubahan frekuensi jantung
d. Laporan isyarat
e. Diaforesis
f. Perilaku distraksi (misalnya berjalan mondar-mandir
mencari orang lain dan/atau aktivitas lain, aktivitas yang
berulang)
g. Mengekspresikan perilaku (misalnya gelisah, merengek,
menangis).
h. Masker wajah (misalnya mata kurang bercahaya, tampak
kacau, gerakan mata berpencar atau tetap pada satu fokus
meringis).
i. Sikap melindungi area nyeri.
j. Fokus menyempit (misalnya gangguan persepsi nyeri,
hambatan proses berfikir, penurunan interaksi dengan
orang dan lingkungan).
k. Indikasi nyeri yang dapat diamati.
l. Perubahan posisi untuk menghindari nyeri.
m. Sikap tubuh melindungi
n. Dilatasi pupil
o. Melaporkan nyeri secara verbal.
p. Gangguan tidur
(3) Faktor yang Berhubungan
Agen cidera (misalnya biologis, zat kimia, fisik, psikologis)
(4) NOC
a. Pain Level,
b. Pain control,
c. Comfort level
Kriteria Hasil:
a. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri,
mampu menggunakan teknik nonfarmakologi untuk
mengurangi nyeri, mencari bantuan).
b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan
menggunakan manajemen nyeri.
c. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi
dan tanda nyeri).
d. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.
(5) NIC
a. Pain Management
a) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas dan faktor presipitasi.
b) Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
c) Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
mengetahui pengalaman nyeri pasien.
d) Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri.
e) Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau.
f) Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain
tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau.
g) Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
menemukan dukungan.
h) Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan.
i) Kurangi faktor presipitasi nyeri.
j) Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non
farmakkologi dan inter personal).
k) Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
intervensi.
l) Ajarkan tentang teknik non farmakologi.
m) Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
n) Evaluasi keefektifan kontrol nyeri.
o) Tingkatkan istirahat.
p) Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak berhasiil.
q) Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri.
b. Analgesic Administration
a) Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan derajat
nyeri sebelum pemberian obat.
b) Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis dan
frekuensi.
c) Cek riwayat alergi.
d) Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari
analgesik ketika pemberian lebih dari satu.
e) Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan
beratnya nyeri.
f) Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian dan dosis
optimal.
g) Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan
nyeri secara teratur.
h) Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali.
i) Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri
hebat.
j) Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala.
3) Diagnosa Keperawatan: Penurunan curah jantung b.d perubahan
faktor-faktor listrik, penurunan karakteristik miokard.
(1) Definisi
Ketidakadekuatan darah yang dipompa oleh jantung untuk
memenuhi kebutuhan metabolik tubuh.
(2) Batasan Karakteristik
a. Perubahan Frekuensi/Irama Jantung
a) Aritmia
b) Bradikardi, Takikardi
c) Perubahan EKG
d) Palpitasi
b. Perubahan Preload
a) Penurunan tekanan vena central (central venous
pressure, CVP).
b) Penurunan tekanan arteri paru (pulmonary artery wedge
pressure, PAWP).
c) Edema, Keletihan
d) Peningkatan CVP
e) Peningkatan PAWP
f) Distensi vena jugular
g) Murmur
h) Peningkatan berat badan
c. Perubahan afterload
a) Kulit Lembab
b) Penurunan nadi perifer.
c) Penurunan resistensi vascular paru (pulmunary vascular
resistence, PVR)
d) Penurunan resistansi vaskular sistemik (sistemic
vascular resistence, SVR).
e) Dispnea
f) Peningkatan PVR
g) Peningkatan SVR
h) Oliguria
i) Pengisian kapiler memanjang
j) Perubahan warna kulit
k) Variasi pada pembacaan tekanan darah
d. Perubahan Kontraktilitas
a) Batuk, Crackle
b) Penurunan indeks jantung
c) Penurunan fraksi ejeksi
d) Ortopnea
e) Dispnea paroksismal nokturnal
f) Penurunan LVSW (left ventricular stroke work index)
g) Penurunan stroke volume index (SVI)
h) Bunyi S3, Bunyi S4
e. Perilaku/Emosi
a) Ansietas, Gelisah
(3) Faktor yang Berhubungan
a. Perubahan afterload
b. Perubahan kontraktilitas
c. Perubahan frekuensi jantung
d. Perubahan preload
e. Perubahan irama
f. Perubahan volume sekuncup
(4) NOC
a. Cardiac Pump effectiveness
b. Circulation Status
c. Vital Sign Status
Kriteria Hasil:
a. Tanda Vital dalam rentang normal (Tekanan darah, Nadi,
respirasi)
b. Dapat mentoleransi aktivitas fisik, tidak ada kelelahan
c. Tidak ada edema paru, perifer dan tidak ada asites.
d. Tidak ada penurunan kesadaran.
(5) NIC
a. Cardiac Care
a) Evaluasi adanya nyeri dada (intensitas, lokasi, durasi)
b) Catat adanya disritmia jantung
c) Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac
output.
d) Monitor status kardiovaskuler
e) Monitor status pernapasan yang menandakan gagal
jantung.
f) Monitor abdomen sebagai indicator penurunan perfusi
g) Monitor balance cairan.
h) Monitor adanya perubahan tekanan darah.
i) Monitor respon pasien terhadap efek pengobatan
antiaritmia.
j) Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari
kelelahan.
k) Monitor toleransi aktivitas pasien.
l) Monitor adanya dispneu, fatigue, takipneu dan
ortopneu.
m) Anjurkan untuk menurunkan stres.
b. Vital Sign Monitoring
a) Monitor TD, nadi, suhu dan RR.
b) Catat adanya fluktuasi tekanan darah.
c) Monitor vital sign saat pasien berbaring, duduk atau
berdiri.
d) Auskultasi tekanan darah pada kedua lengan dan
bandingkan.
e) Monitor tekanan darah, nadi, respiratory rate sebelum,
selama dan setelah aktivitas.
f) Monitor kualitas dari nadi.
g) Monitor adanya pulsus paradoksus.
h) Monitor adanya pulsus alterans.
i) Monitor jumlah dan irama jantung.
j) Monitor bunyi jantung.
k) Monitor frekuensi dan irama pernapasan.
l) Monitor suara paru.
m) Monitor pola pernapasan abnormal.
n) Monitor suhu, warna dan kelembaban kulit.
o) Monitor sianosis perifer.
p) Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
q) Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign.
r)
4) Diagnosa Keperawatan: Intoleransi aktivitas b.d
ketidakseimbangan antara suplay oksigen miokard dan
kebutuhan, adanya iskemia/nekrosis jaringan miokard.
(1) Definisi
Ketidakcukupan energi psikologis atau fisiologis untuk
melanjutkan atau menyelesaikan aktifitas kehidupan sehari-
hari yang harus atau yang ingin dilakukan.
(2) Batasan Karakteristik
a. Respon tekanan darah abnormal terhadap aktivitas
b. Perubahan EKG yang mencerminkan aritmia
c. Perubahan EKG yang mencerminkan iskemia
d. Ketidaknyamanan setelah beraktivitas
e. Dispnea setelah beraktivitas
f. Menyatakan merasa letih
g. Menyatakan merasa lemah
(3) Faktor yang Berhubungan
a. Tirah Baring atau imobilisasi
b. Kelemahan umum
c. Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
d. Imobilitas
e. Gaya hidup monoton
(4) NOC
a. Energy conservation
b. Activity tolerance
c. Self Care: ADLs
Kriteria Hasil:
a. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai
peningkatan tekanan darah, nadi dan RR
b. Mampu melakukan aktivitas sehari-hari (ADLs) secara
mandiri
c. Tanda-tanda vital normal
d. Energy psikomotor
e. Level kelemahan
f. Mampu berpindah: dengan atau tanpa bantuan alat
g. Status kardiopulmonari adekuat
h. Sirkulasi status baik
i. Status respirasi: pertukaran gas dan ventilasi adekuat.
(5) NIC
Activity Therapy
a. Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalam
merencanakan program terapi yang tepat.
b. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu
dilakukan.
c. Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai
dengan kemampuan fisik, psikologi dan sosial
d. Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber
yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan
e. Bantu untuk mendapatkan alat bantuan aktivitas seperti
kursi roda, krek
f. Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai
g. Bantu klien untuk membuat jadwal latihan di waktu luang
h. Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan
dalam beraktivitas
i. Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan
penguatan
j. Monitor respon fisik, emosi, sosial dan spiritual
BAB 3
PENUTUP
1 KESIMPULAN
Angina pektoris adalah suatu sindroma kronis dimana klien mendapat
serangan sakit dada yang khas yaitu seperti ditekan, atau terasa berat di dada
yang seringkali menjalar ke lengan sebelah kiri yang timbul pada waktu
aktifitas dan segera hilang bila aktifitas berhenti. (Anwar, Bahri, 2009).
Menurut Sudoyo, dkk (2009) Non ST elevation myocardial infarction
(NSTEMI) adalah unstable angina yang disebabkan oleh penurunan suplai
oksigen dan atau peningkatan kebutuhan oksigen miocard yang diperberat
oleh obstruksi koroner.
Penatalaksanaan UAP selain medikamentosa adalah Pasien perlu
perawatan di rumah sakit, sebaiknya di unit intensif koroner, pasien perlu
diistirahatkan (bed rest), diberi penenang dan oksigen. Pemberian morfin atau
petidin perlu pada pasien yang masih merasakan sakit dada walaupun sudah
mendapatkan nitrogliserin.
Selanjutnya penatalaksanaan NSTEMI selain pengobatan pasien harus
istirahat di tempat tidur dengan pemantauan EKG untuk deviasi segmen ST
dan irama jantung.
2 SARAN
Untuk mahasiswa Jurusan Keperawatan tentu harus benar-benar
memahami konsep UAP dan NSTEMI dengan sebaik-baiknya untuk dapat
memberikan pelayanan Asuhan Keperawatan yang bermutu kepada pasien
dengan UAP dan NSTEMI.
DAFTAR PUSTAKA