Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Pernikahan merupakan sunnah dari Rasulullah SAW, namun tidak semua perempuan itu
boleh dinikahi oleh seorang laki-laki, karena dalam hukum syara’ telah ditetapkan bahwa ada
beberapa golongan yang diharamkan untuk dinikahi.
Masalah pernikahan adalah suatu permasalahan yang membayangi kehidupan kita. Perhatian
Islam yang demikian terhadap pernikahan terlihat dari hukum-hukum yang membahas
pernikahan secara rinci agar keturunan ummat terjaga.
Meskipun hak pernikahan bagi seorang muslim halal dilaksanakan menurut agama, tetapi
harus di ingat juga bahwa ada juga beberapa golongan wanita yang haram dinikahi dan
perempuan itu di benci oleh Allah SWT. Maka dengan begitu kita sebagai ummat muslim
harus bisa menjaga hubungan yang baik dalam hidup berumah tangga agar tercapai keluarga
yang Sakinah, Mawaddah dan Warahmah. Dalam makalh ini kami akan membahas tentang
wanita-wanita yang haram dinikahi, yaitu wanita senasab, sesusuan, pertalian pernikahan dan
larangan menikahi wanita sementara.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1Kenapa dilarangan menikahi wanita sebab pertalian senasab?


1.2.2Kenapa dilarang menikahi sebab sesusuan?
1.2.3Kenapa dilarang menikahi wanita sebab pertalian pernikahan?
1.2.4Kenapa dilarang menikahi wanita hanya sementara?

1.3 Tujuan

Agar kita mengetahui apa saja yang menyebabkan wanita-wanita dilarang untuk dinikahi dan
kenapa wanita itu dilarang di nikahi hanya sementara.

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Dasar Hukum wanita-wanita yang Haram di Nikahi

AL-Qur’an sangat ketat dan jelas merinci siapa-siapa yang tidak boleh dinikahi ,akan tetapi
berdasarkan beberapa ayat AL-Qur’an, orang-orang yang tidak boleh dinikahi setidaknya
disebabkan oleh beberapa sebab. Fukgaha mengklasifikasi sebab-sebab pengharaman orang tidak
boleh dinikahi kedalam dua sebab , yaitu; sebab yang bersifat abadi atau selamanya (al-
muharramat al-muabbadah), dan sebab yang bersifat sementara (al-muharramat al-muaqqatah ). 1

2.2 Larangan Kawin karena Pertalian Nasab

Larangan kawin tersebut didasarkan pada firman Allah dalam surah An-Nisa’ ayat 23:

ِّ ‫َاَلتُ ُك ْم َو َبنَاتُ ْاْلَخِّ َوبَنَاتُ ْاْل ُ ْخ‬


‫ت‬ َ ‫ت َعلَ ْي ُك ْم أ ُ َّم َهات ُ ُك ْم َو َبنَات ُ ُك ْم َوأَخ ََوات ُ ُك ْم َو َع َّماتُ ُك ْم َوخ‬
ْ ‫ُح ِّر َم‬

Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu , anak-anakmu yang perempuan, saudara-


saudaramu yang perempuan , saudara-saudara bapakmu yang perempuan, saudara-saudara ibumu
yang perempuan, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki dan anak-anak
perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan …2

Berdasarkan ayat yang diatas, wanita-wanita yang haram dinikahi untuk selamanya (halangan
abadi) karena pertalian nasab adalah:

1. Ibu: Yang diamaksud ialahperempuan yang ada hubungan darah dalam garis keturunan
garis keatas yaitu ibu, nenek (baik dari pihak ayah ataupun ibu dan seterusnya keatas).
2. Anaka perempuan: Yang dimaksud ialah wanita yang mempunyai hubungan darah dalam
garis lurus kebawah, yakni anak perempuan, cucu perempuan, baik dari anak laki-laki
maupun dari anak perempuan dan seterusnya kebawah.
3. Saudara perempuan, baik seayah seibu, seayah saja, atau seibu saja .
4. Bibi: Yaitu saudara perempuan ayah atau ibu, baik saudara sekandung ayah atau seibu
dan seterusnya keatas.
5. Kemenakan (keponakan) perempuan: Yaitu anak perempuan saudara laki-laki atau
saudara perempuan dan seterusnya kebawah.

1
Rusdaya Basri, Fiqh Munakahat, (Parepare: CV.Kaaffah Learning Center, 2019), hlm.110.

2
Rahman Ghzaly, Fiqh Munakahat,(Jakarta: Prenada Media, 2003), hlm.104.

2
2.3 Larangan Kawin (Wanita yang haram dinikahi) Karena Hubungan Sesusuan

Larangan kawin karena hubungan sesusuan berdasarkan pada lanjutan surat An-Nisa’
ayat 23 di atas :
(Diharamkan atas kamu mengawini) ibu-ibumu yang menyusukan kamu, dan saudara-
saudara perempuan sepersusuan…
Menurut riwayat Abu Daud, An-Nisa’I dan Ibnu Mjah dari Aisyah, Keharaman karena
sesusuan ini diterangkan dalam hadits yang berbunyi:
Diharamkan karena ada hubungan sesusuan apa yang diharamkan karena ada hubungan
nasab.
Jika diperinci ubungan sesusun yang diharamkan adalah:

1. Ibu susuan: yaitu ibu yang menyusui, maksudnya seorang wanita yang pernah
menyusui seorang anak dipandang sebagai ibu bagi anak yang disusui itu, sehingga
haram melakukan perkawinan.
2. Nenek sesusuan: yaitu ibu dari yang pernah menyusui atau ibu dari suami yang
menyusui itu, suami dari ibu yang menyusui itudipandang seperti ayah bagi anak
susuan sehingga haram melakukan perkawinan.
3. Bibi sesusuan: yakni saudara perempuan ibu susuan atau saudara perempuan suami
ibu susuan dan seterusnya ke atas.
4. Kemenakan susuan perempuan, yakni anak perempuan dari saudara ibu susuan.
5. Saudara susuan perempuan, baik saudara ayah kandung maupun seibu saja.

Sebagai tambahan penjelasan sekitar susuan ini dapat dikemukakan beberapa hal:

a. Yang dimaksud dengan susuan yang mengakibatkan keharaman perkawinan ialah


susuan yang diberikan pada anak yang memang masih memperoleh makanan dan air
susu.
b. Mengenai berapa kali seorang bayi menyusui pada seorang ibu yang menimbulkan
keharaman perkawinan seperti keharaman hubungan nasab sebagaimana tersebut
dalam hadits diatas, melihat dalil yang kuat ialah yang tidak dibatasi jumlahnya, asal
seorang bayi telah menyusu dan kenyang pada seorang itu menyebabkan keharaman
perkawinan. Demikian pendapat Hanafi dan Maliki. Menurut pendapat Syafi’I, ibnu
Hamdan Imam Ahmad menurut sebagian riwayat, membatasi sekurang-kurangnya
5(lima) kali susuan dan mengenyangkan. Adapun pendapat Tsaur Abu Ubaid, Daud
Ibnu Ali Az-Zhahiriy dan Ibnu Muzakkir, sedikitnya tiga kali susuan yang
mengeyangkan.

3
2.4. WANITA YANG HARAM DINIKAHI KARENA HUBUNGAN MUSHAHARAH
(PERTALIAN KERABAT SEMENDA).

Keharaman ini disebutkan dalam lanjutan ayat 23 surah An.Nisa’: Dan (diharamkan) ibu-ibu
istrimu,anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi
jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan) maka tidak berdosa
kamu mengawininya, dan istri-istri anak kandungmu...

Jika diperinci adalah sebagai berikut :

Mertua perempuan,nenek perempuan istri dan seterusnya ke atas, baik garis ibu atau ayah.

Anak tiri, dengan syarat kalau telah terjadi hubungan kelamin antara suami dengan ibu anak
tersebut.

Menantu, yakni istri anak, istri cucu, dan seterusnya ke bawah.

Ibu tiri, yakni bekas istri ayah, untuk ini tidak diisyaratkan harus adanya hubungan seksual antara
ibu dengan ayah.

Iman syafi’i berpendapat bahwa larangan perkawinan karena mushaharah hanya disebabkan
karena semata-mata akad saja, tidak bisa karena perzinaan, dengan alasan tidak layak hubungan
mushaharah. Sebaliknya Iman Abu Hanafiah berpendapat bahwa larangan perkawinan karena
mushaharah, disamping disebabkan akada yang sah, bisa juga disebabkan karena perzinaan.
Perselisihan pendapat ini karena berbeda dalam menafsirkan firman Allah yang berbunyi :
jangalah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayah-ayahmu..

Kata “manakaha” ada yang menafsirkan “wanita yang dikawini ayah secara akad yang
sah” (Syafi’i). Sedangkan Iman Hanafi menafsirkan “wanita yang disetubuhi oleh ayah, baik
dengan perkawinan atau perzinaan”.

Istri ayah (ibu tiri) haram dikawini dengan sepakat para ulama atas dasar semata-mata
akad walaupun tidak berserubuhi attau belum namanya adalah “ istri ayah” (zaujatul ab).

Ibu istri (mertua) digolongan didalamnya nenek dari ibu dan ibu dari ayah istri hingga
keatas, karena mereka digolongkan dalam “ummahatu nisa’i (ibu-ibu stri).

Anak istri (anak tiri) dengan syarat keharamannya itu karena telah menyetubuhi ibunya
artinya, kalau seorang pria dan seorang wanita baru terikat dengan hanya semata-mata akad (
belum terjadi persetubuhan) meka mengawini anaknya tidak haram (boleh).

Sebagian ulama berpendapat, ini berlaku pula secara timmbal balik buat istri(mertua),
artinya, haram pula mengawini mertua kalau sudah menyetubuhi anaknya kalau belum terjadi
persetubuhan dengan anaknya, maka mengawini ibu istri (mertua) hukumnya tidak haram,
Sedangkan yang lain (jumhur) berpendapat, syarat persetubuhan itu hanya berlaku bagi anak tiri

4
saja, tidak bagi mertua. Mereka berselisih pendapat dalam memahami nash ayat 23 surat An-
Nisa’: diharamkan kepadamu mengawini ibu-ibu istri kamu dan anak-anak tirimu yang dalam
lindunganmu dimana kamu menyetubuhi mereka..

Jumhur ulama melihat pesyaratan persetubuhan itu hanya berlaku untuk anak tiri saja,
tidak untuk iu istri (mertua), karena sifat itu hanya kembali kepada maushuf yang terdekat saja.
Sebaliknya, yang lainnya menilai, syarat persetubuhanitu berlaku kepada dua maushuf (yang
disifatkan), yaitu anak tiri dan ibu istri.

2.5 WANITA HARAM YANG DINIKAHI KARENA SUMPAH LI’AN

Seorang suami yang menuduh istinya berbuat zina tanpa mendatangkan empat orang
saksi. Maka suami diharuskan bersumah 4 kali dan yang kelima kali dilanjutkan dengan
menyatakan bersedia menerimalaknat Allah apabila ditindakannya itu dusta. Istri yang mendapat
tuduhan itu bebas dari hukuman zina kalau mau bersumpah seperti sumpah suami diatas 4 kali
dan kelima kalinya diteruskan bersedia mendapat laknat apabila tuduhan suami itu benar.
Sumpah demikian disebut sumpah li’an. Apabila terjadi sumpah li’an antara suami dan istri maka
putuslah hubungan perkawinan keduanya untuk selama-lamanya. Keharaman ini didasarkan
pada firman Allah dalam surah An-Nur ayat 6-9: “Dan orang-orang yang menuduh istrinya,
(berzina) padahal mereka tidak mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka
persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah, sesungguhnya dia adalah
termasuk orang-orang yang benar. Dan (sumpah) yang kelima ahwa laknat Allah atasnya jika ia
termasuk orang-orang yang dusta. Istrinya dihindarkan dari hukuman oleh sumpahnya empat kali
atas nama Allah sesungguhnya suaminya itu benar-benar termasuk orang-orang yang dusta. Dan
sumpah yang kelima, bahwa laknat Allah atasnya jika suaminya itu termasuk orang-orang yang
benar.3

2.6 WANITA YANG HARAM DINIKAH TIDAK UNTUK SELAMANYA (LARANGAN


YANG BERSIFAT SEMENTARA )

Wanita-wanita yang haram dinikahi tidak untuk selamanya (larangan yang bersifat
sementara) adalah sebagai berikut:

1. Dua perempuan bersaudarahharam dikawini oleh seorang laki-laki dalam waktu yang
bersamaan : maksudnya mereka haram dimadu dalam waktu yang bersamaan. Apabila
mengawini mereka berganti-ganti, seperti seorang laki-laki mengawini seorang wanita,
seperti wanita tersebut meninggal atau dicerai, maka laki-laki itu tidak haram mengawini
adik atau kakak perempuan dari wanita yang telah meninggal dunia tersebut.
Keharaman mengumpulkan wanita dalam satu waktu perkawinan itu disebutkan dalam
lanjutan surah An-Nisa’ayat 23 : (dan diharamkan atas kamu) menghimpunkan (dalam
perkawinan) dua perempuan yang bersaudarah ..

3
Rahman Ghzaly, Fiqh Munakahat,(Jakarta: Prenada Media, 2003), hlm.108-112.

5
Keharaman mengumpulkan dua wanita dalam satu perkawinan, ini juga diberlakukan
terhadap dua orang yang memepunyai hubungan keluarga bibi dan kemenakan. Larangan
ini dinyatakan dalam sebuah hadis Nabi riwayat Bukhari Muslim dan Abu Hurairah:
Sesungguhnya Rasulullah SAW melarang mengumpulkan (sebagai istri) antara seorang
wanita denagan ‘ammah atau khalah (bibinya)
2. Wanita yang terikat perkawinan dengan laki-laki lain, haram dinikah oleh seorang laki-
laki. Keharaman ini disebut dalam surah An-Nisa’ ayat 24:
Dan (diharamkan) juga wanita yang bersuami....
3. Wanita yang sedang dalam ’iddah, baik ‘iddah cerai maupun ‘iddah ditinggal mati
berdasarkan firman Allah dalam surah Al-Baqarah ayat 228 dan 234
4. Wanita yang ditalak tiga, haram kawin lagi dengan bekas suaminya, kecuali kalau sudah
kawin lagi dengan orang lain dan telah berhubungan kelamin serta dicerai oleh suami
terakhir itu dan telah habis masa ‘iddahnya berdasarkan firman Allah dalam surah Al-
Baqarah ayat 229-230.
5. Wanita yang sedang melakukan ihram, baik ihram umrah maupun ihram haji, tidak boleh
dikawini. Hal ini berdasarkan hadits Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Iman Muslim
dan Usman bin Affan:
Orang yang sedang ihram tidak boleh menikah, tidak boleh menikahkan,dan tidak boleh
pula meminang.
6. Wanita musyrik, haram dinikahi. Yang dimaksud wanita musyrik ialah yang
menyembaha selain Allah. Ketentuan ini berdasarkan firman Allah dalam surah Al-
Baqarah ayat 24. Adapun wanita ahli kitab, berdasarkan firman Allah dalam surah Al-
Maidah ayat 5. 4

2.7Pengertian Walimah
Walimah berasal dari kata al walam, Yang semakna dengan arti al jam’u, yakni berkumpul.
Sedangkan nikah berasal dari kata nakaha, yang artinya menikah. Upacara nikah yang disebut
walimah, merupakan ibadah yang disyariatkan agama islam5

Adapun yang dikehendaki dengan pengertian walimah, adalah makanan yang dibuat untuk acara
pernikahan. Imam syafi’i berpendapat bahwa lafal walimah menempati atas tiap-tiap undangan
karena mendapat kebahagiaan. Bagi orang yang mampu, paling sedikit mengadakan walimah itu
berupa satu ekor kambing, dan bagi yang tidak mampu, maka cukup sesuatu yang mudah6

Berkata Syaikh Abu Syujak:

4
Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2009), hlm.75.
5
M. Mufti Mubarok, Ensiklopedi Walimah, (Surabaya: PT. Java Pustaka Media Utama, Sepember 2008). Hal 5

6
Asy- syekh Muhammad bin qosim al Ghazi, terjemah Fathul Qorib, (Surabaya: al-Hidayah, September 1992).
Hal52

6
‫ واإلجابة إليها واجبة جابة إليها واجبة إَل من عدر‬,‫والوليمة على العرش مستحبة‬

“walimah (selamatan) dalam perkawinan adalah sunnah, sedangkan menabulkannya adalah


wajib”

Jadi, walimah adalah makanan dalam perkawinan, berasal dari kata walam, yaitu mengumpukan,
karena suamim istri berkumpul. Imam Syafi’i dan sahabat-sahabatnya berkata walimah itu
berlaku pada setiap undangan yang diadakan karena suatu kegembiraan yang terjadi, seperti
nikah, khitan maupun yang lain.7

2.8 Dasar Hukum Walimah

Anas bin malik r.a. berkata: biasa nabi saw, jika berjalan didekat rumah Um Sulaim, mampir
untuk memberi salam kepadanya. Kemudian Anas r.a. melanjutkan keterangannya: ketika Nabi
saw kewin dengan Zainab aku diberitahu oleh Sulaim: bagaimana jika kami memberi hadiah
kepada Nabi saw? Jawabku: buatlah apa yang ibu membuat. Lalu ia mengambil kurma, samin
dan susu ketal (mentega/keju) dan dimasak dalam kuali, kemudian menyuruh aku membawanya
ke tempat Nabi saw. Nabi saw menyuruh aku meletakkan kuali itu, lalu menyuruh aku untuk
memanggil beberapa orang yang disebut nama mereka, lalu disuruh memanggil siapa saja yang
bertemu dijalan. Maka aku laksanakan semua perintah itu, dan aku kembali ke rumah, sedang
rumah telah sesak dengan undangan, maka aku melihat Nabi saw meletakkan tangannya diatas
masakan dikuali sambil berkecumik berdo’a, kemudian mempersilahkan sepuluh orang untuk
makan sambil mengingatkan supaya berzikir menyebut nama Allah swt ketika makan, dan
masing-masing orang supaya makan apa-apa yang dekat kepadanya, begitu keadaanya sehingga
selesai semuanya dan bubar, tetapi ada beberapa orang yang masih tinggal omong-omong,
akupun merasa risau dengan orang-orang itu, kemudian Nabi saw keluar ke bilik isteri-isterinya,
dan akupun keluar mengikuti Nabi saw. Lalu saya berkata: mereka sudah keluar, maka segera
Nabi kembali masuk rumah, dan menurunkan tabir (dinding). Dan ketika saya belum keluar dari
rumah Nabi saw, telah membaca ayat:

‫إناه ناظرينناظرين غير طعام إلى يؤذنلكم إالأن يؤذنلكم إالأن النبى بيوت التدخلوا أمنوا يأيهاالذين‬, ‫فادخلوا دعيتم إذا ولكن‬,
‫فانتشروا طعمتم فإذا‬, ‫لحديث والمستأنسين‬, ‫الحق من يستحي ال وهللا منكم فيستحي النبى يؤذى كان ذالكم إن‬-.

7
Imam Taqiyyudin Abu Bakar bin Muhammad Alhusaini, Kifayatul Akhyar, (Surabaya: Bina Iman, juni 1993). Hal
144.

7
“ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian masuk rumah Nabi saw, kecuali diizinkan
kepadamu untuk suatu makanan, tidak untuk masaknya, tetapi jika dipanggil masuklah, dan jika
selesai makan bubarlah, dan jangan bersantai untuk bicara-bicara, sebab yang demikian itu
mengganggu Nabi saw, lalu ia malu kepadamu, sedangkan Allah tidak malu untuk menerangkan
yang hak”8

2.9 Bentuk-Bentuk Walimah

Bentuk macam-macam Walimah ada banyak. Sementara yang disampaikan oleh para ulama ada
11, terkumpul dalam Nazham:

1.Walimah al-Khurs kompilasi wanita nifas

2.Walimah Aqiqah bagi anak

3.Walimah saya akan mempertanyakan waktu yang dihitannya

4.Walimah hafal al-Qur'an, dan adab sering ditanyakan oleh para ulama cerdik

5. Walimah Hizaq untuk kecerdikan dan menjelaskan al-Qur'an

6. Walimah Milak untuk akad nikah

7. Walimah Ursi pada resepsinya mendesaklah dirimu untuk mengumumkannya

8. Walimah Ma'dubah walimah tanpa sebab yang dipahami

9. Walimah Wakirah untuk bangunan rumah yang ditempati

10. Walimah Naqi'ah tentang untuk dikunjungi oleh orang yang berpergian jauh

11. Walimah Wadhi'ah yaitu karena mendapatkan mushibah dan jamuannya dari tetangganya.

Dari jenis-macam Walimah yang dikeluarkan oleh para ulama di atas, tidak ditemukan
keberadaan Walimah 7 bulanan dan Walimatus Safar (Haji). Untuk Walimah 7 hari dapatlah
digolongkan kepada Walimah Ma'dubah atau Walimatul Ursiy. Penyebab kesunnahan Walimatul
Ursiy tidak luput sebab sebab terlalu lama. Ada yang diselenggarakan Walimah pada saat usia
kehamilan 4 bulan dengan alasan manusia dalam kandungan yang ditiupkan ruhnya saat usia 120

8
Muhammad Fu’ad Abdul Baqi, Al-lu’lu’ Wal Marjan, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, …). Hal 491-492

8
hari. Mengadakan Walimah saat usia kandungan 4 bulan atau 7 bulan dibolehkan, seandainya
tidak dilakukanpun tidak bermasalah. Yang terpenting adalah doa dan berikan doa. Semakin
berat kandungan atau semakin lama usia kandungan sang ibu, maka semakin banyak doa yang ia
panjatkan, dapatkan keterangan al-Qur'an:

‫هو الذي خلقكم من نفس واحدة وجعل منها زوجها ليسكن إليها فلما تغشاها حملت حمال خفيفا فمرت به فلمآ أثقلت دعوا هللا‬
. ‫ربهما لئن ءاتيتنا صالحا لنكونن من الشاكرين فلمآ ءاتاهما صالحا جعال له شركآء فيمآءاتاهما فتعالى هللا عما يشركون‬

Artinya : “Dialah yang menciptakan kalian dari satu manusia dan buat darinya pasangannya, agar
dia yang membuat tentram ingin. Maka setelah dia mengumpulinya, dibawakan isi ringan,
teruskan ringan beberapa waktu. Tatkala dia merasa sangat berat, maka itulah yang diminta
untuk Rabbnya, seraya berkata: 'Sesungguhnya harus meminta kami yang sempurna, tentulah
kami termasuk orang yang bersyukur.' Tatkala Allah memberi anak yang sempurna, maka itu
membuat sekutu untuk Allah terhadap anak yang telah dianugerahkan kepada seluruh. Maha
Suci Allah terhadap apa yang mereka persekutukan. " (QS. Al A'raaf: 189-190)

Sementara Walimatus Safar dapat digolongkan kepada Walimah Naqi'ah adalah jamuan yang
dibuat lantaran ada orang yang baru datang dari perjalan jauh, ditanyakan orang yang telah
datang dari perjalanan disunnahkan saat Walimah, lalu bagi orang yang ingin melakukan
perjalanan yang juga diharapkan dapat mengunjungi Walimah. Tujuan Walimah ini untuk
meminta doa kebaikan, meminta hal itu diminta dalam pernyataan hadis:

‫”إذا أراد أحدكم إلى سفر فليودع إخوانه فإن هللا جاعل في‬: ‫عن أبي هريرة رضي هللا عنه عن النبي صلى هللا عليه وسلم قال‬
. ‫دعائهم خيرا‬

Artinya: " Dari Abu Hurairah semoga Allah memberikan keridhaan yang diminta dari Rasulullah
bersabda: Jika salah satu dari kalian ingin melakukan perjalanan, maka ia harus berpamitan
kepada saudara-saudaranya karena meminta Allah untuk membantu setiap mereka ."9

9
Disebutkan oleh Imam al-Nawawiy dalam kitab al-Adzkar hadis no: 610

9
BAB III

PENUTUP

3.1Kesimpulan

Jadi dapat disimpulkan bahwa dilarang menikahi wanita-wanita karena ada pertalian nasab, baik
itu ibu, anak perempuan, saudara perempuan, bibi, keponakan perempuan. Dan juga dilarang
menikahi wanita sebab hubungan sesuasuan, pertalian pernikahan, dan juga dilarang menikahi
wanita hanya sementara, baik itu tiga hari, sebulan dan lain-lain.

3.2 Saran

Kami sebagai penulis makalah ini menyarankan kepada para pembaca agar memberikan kritik
dan sarannya terhadap makalah ini, supanya kedepannya kami bisa memperbaiki dan tidak
mengulangi kesalahan yang sama lagi. Dan kami juga minta maaf atas kekurangan dari makalah
ini, karena kami bersifat khilaf dan lupa.

10
Daftar Pustaka

Basri, Rusdaya. 2019. Fiqh Munakahat. Parepare: CV Kaaffah Learning Center.

Sahrani, Sohari. 2009. Fikih Munakahat. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

Ghazaly, Rahman. 2003. . Fiqh Munakahat. Jakarta: Prenada Media.

11

Anda mungkin juga menyukai