Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pituitary adenoma atau dikenal juga sebagai tumor hipofisis adalah
adanya tumor pada kelenjar pituitary (hipofisis), bagian dari otak yang
bertanggungjawab untuk meregulasi keseimbangan hormon pada tubuh
Anda. Tumor ini menyebabkan kelenjar hipofisis memproduksi terlalu
banyak hormon atau terlalu sedikit yang mempengaruhi fungsi tubuh.
Sebagai tambahan, tumor ini dapat menyebabkan tekanan pada otak yang
berakibat pada sakit kepala dan gejala-gejala lain.
Adenoma hipofisis adalah tumor yang terjadi di kelenjar hipofisis.
Adenoma hipofisis umumnya dibagi menjadi tiga kategori tergantung pada
fungsi biologis mereka: adenoma jinak, adenoma invasif, dan karsinoma.
Sebagian besar adenoma bersifat jinak, sekitar 35% bersifat invasif dan
hanya 0,1% hingga 0,2% merupakan karsinoma. Adenoma hipofisis
mewakili dari 10% hingga 25% dari semua neoplasma intrakranial dan
perkiraan tingkat prevalensi pada populasi umum adalah sekitar 17%.
Adenoma hipofisis non-invasif dan non-disekresi dianggap jinak
dalam arti harfiah maupun klinis; namun meta-analisis terbaru (Fernández-
de-las-Penas, Cesar, et al. 2013) dari penelitian yang tersedia telah
menunjukkan bahwa sampai saat ini masih ada sedikit studi-berkualitas
buruk-untuk mendukung atau membantah asumsi ini.
Adenoma yang melebihi 10 milimeter (0,39 in) ukurannya
didefinisikan sebagai makroadenoma , dengan yang lebih kecil dari 10 mm
disebut sebagai microadenoma . Sebagian besar adenoma hipofisis adalah
mikroadenoma, dan memiliki perkiraan prevalensi 16,7% (14,4% dalam
studi otopsi dan 22,5% dalam studi radiologis). Mayoritas mikroadenoma
hipofisis sering tetap tidak terdiagnosis dan yang didiagnosis sering
ditemukan sebagai temuan insidental, dan disebut insidentaloma.
Makroadenoma hipofisis adalah penyebab paling umum hipopituitarisme.

1
Sementara adenoma hipofisis sering terjadi, mempengaruhi sekitar
satu dari 6 populasi umum, adenoma hipofisis aktif secara klinis yang
membutuhkan perawatan bedah lebih jarang, mempengaruhi sekitar satu
dari 1000 populasi umum.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apakah tumor hipofisis itu?
1.2.2 Bagaimana epidemiologi tumor hipofisis?
1.2.3 Bagaimana etiologi tumor hipofisis?
1.2.4 Apa saja klasifikasi tumor hypofisis?
1.2.5 Bagaimana tanda dan gejala tumor hipofisis?
1.2.6 Bagaimana pathway tumor hipofisis?
1.2.7 Bagaimana komplikasi dan prognosis tumor hipofisis?
1.2.8 Bagaimana pengobatan tumor hipofisis?
1.2.9 Bagaimana pencegahan tumor hipofisis?
1.2.10 Bagaimana pemeriksaan diagnostik pada tumor hipofisis?
1.2.11 Bagaimana konsep dasar asuhan keperawata tumor hypofisis?

1.3 Tujuan Penulisan


Penulisan makalah ini memiliki tujuan sebagai berikut:
1.3.1 Untuk mengetahui definisi dari tumor hipofisis.
1.3.2 Untuk mengetahui epidemiologi dari tumor hipofisis.
1.3.3 Untuk mengetahui etiologi dari tumor hipofisis.
1.3.4 Untuk mengetahui klasifikasi tumor hypofisis.
1.3.5 Untuk mengetahui tanda dan gejala tumor hipofisis.
1.3.6 Untuk mengetahui pathway tumor hipofisis.
1.3.7 Untuk mengetahui komplikasi dan prognosis tumor hipofisis.
1.3.8 Untuk mengetahui pengobatan tumor hipofisis.
1.3.9 Untuk mengetahui pencegahan tumor hipofisis.
1.3.10 Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik pada tumor hipofisis.
1.3.11 Untuk mengetahui konsep dasar asuhan keperawata tumor hypofisis.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Kasus


a. Definisi Tumor Hypofisis
Pituitary adenoma atau dikenal juga sebagai tumor hipofisis adalah
adanya tumor pada kelenjar pituitary (hipofisis), bagian dari otak yang
bertanggungjawab untuk meregulasi keseimbangan hormon pada tubuh
Anda. Tumor ini menyebabkan kelenjar hipofisis memproduksi terlalu
banyak hormon atau terlalu sedikit yang mempengaruhi fungsi tubuh.
Sebagai tambahan, tumor ini dapat menyebabkan tekanan pada otak yang
berakibat pada sakit kepala dan gejala-gejala lain.
Pituitary tumor, pertumbuhan abnormal yang berkembang di
kelenjar hipofisis di otak, hampir selalu noncancerous (jinak). Sebagian
besar tumor hipofisis (adenomas) tidak menyebar di luar tengkorak
(nonmetastatic) dan biasanya masih terbatas pada kelenjar pituitari atau
di dekatnya jaringan otak. Pituitary tumor cukup umum dan sering
didiagnosis melalui scan MRI yang dilakukan untuk alasan lain.
(U.S. National Library of Medicine. Pituitary tumors. 2016)

b. Epidemiologi
Sekitar 10% dari seluruh tumor intrakranial merupakan tumor
hipofisis, terutama terdapat pada usia 20-50 tahun, dengan insiden yang
seimbang pada laki-laki dan wanita. Adenoma hipofisis terutama timbul
pada lobus anterior hipofisis, sedangkan pada lobus posterior
(neurohipofisis) jarang terjadi. Tumor ini juga biasanya bersifat jinak.
(Japardi, 2012)

3
c. Etiologi
Penyebab tumor hipofisis masih belum diketahui secara pasti,
namun sebagian besar diperkirakan tumor hipofisis ini merupakan hasil
dari perubahan pada DNA dari satu sel, sehingga menyebabkan
pertumbuhan sel yang tidak terkendali. Cacat genetik, sindroma
neoplasia endokrin multipel tipe I juga dapat dikaitkan dengan
tumor hipofisis. Namun, hal tersebut hanya sebagian kecil dari penyebab
kasus-kasus tumor hipofisis. Selain itu, tumor hipofisis juga dapat terjadi
akibat dari hasil penyebaran (metastasis) dari kanker area organ tubuh
yang lain. Kanker payudara pada wanita dan kanker paru-paru pada pria
merupakan kanker yang paling sering diperkirakan dapat menyebar pada
kelenjar pituitari. Kanker lainnya yang menyebar pada kelenjar pituitari
adalah kanker ginjal, kanker prostat, melanoma, dan kanker pencernaan.
Hiperpituitari juga dapat terjadi akibat malfungsi kelenjar hipofisis
atau hipotalamus, penyebabnya meliputi :
1) Adenoma primer, merupakan salah satu jenis sel penghasil hormone,
biasanya sel penghasil GH, ACTH atau prolakter.
2) Tidak ada umpan balik kelenjar sasaran, misalnya peningkatan kadar
TSH terjadi apabila sekresi HT dan kelenjar tiroid menurun atau tidak
ada. (Corwin, Elisabeth J, 2001).

d. Klasifikasi
1 ) Klasifikasi berdasarkan gambaran patologi (mulai jarang digunakan)
a ) Chromophobe, asalnya dianggap sebagai non fungsional, walaupun
pada kenyataannya memproduksi prolactin, GH atau TSH.
b ) Acidophil (eosinophilic), memproduksi prolactin, TSH dan GH
yang menyebabkan acromegaly dan gigantisme.
c ) Basophil, memproduksi LH, FSH, beta lipoprotein dan terutama
ACTH yang menyebabkan caushing’s disease.
2 ) Klasifikasi berdasarkan gambaran radiology
a) Grade 0: tumor tidak terlihat secara radiologi
b) Grade I dan II: adenoma yang terbatas dalam sella turcica

4
c) Grade III dan IV: adenoma yang menginvasi ke jaringan sekitarnya
Berdasarkan penyebaran tumor ke extrasellar maka dibagi lagi dalam
subklasifikasi berikut:
a) A,B,C yaitu penyebaran langsung ke suprasellar
b) D yaitu perluasan secara asimetrik ke sinus kavernosus
c) E yaitu perluasan secara asimetrik ke sinus intrakranial
3) Klasifikasi berdasarkan hormon yang diproduksinya, tumor pada
kelenjar ini dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu:
a ) Adenoma hipofisis non fungsional (tidak memproduksi hormon)
b) Adenoma hipofisis fungsional yang terdiri dari :
(1) Adenoma yang bersekresi prolaktin
(2) Adenoma yang bersekresi growth hormon (GH)
(3) Adenoma gonadotrop (mmproduksi FSH dan LH)
(4) Adenoma tirotrof penghasil TSH
(5) Adenoma yang bersekresi adrenokortikotropik hormon
(ACTH)

e. Tanda dan Gejala


Tanda gejala dari tumor hipofisis
1) Nyeri kepala
2) Karena perluasan tumor ke area supra sel, maka akan menekan
chiasma optikum, timbul gangguan lapang pandang bitemporal.
Karena serabut nasal inferior yang terletak pada aspek inferior dari
chiasma optik melayani lapang pandang bagian temporal superior
(Wilbrand’s knee), maka yang pertama kali terkena adalah lapang
pandang kuadran bitemporal superior. Selanjutnya kedua pupil akan
menjadi atrophi.
3) Jika tumor meluas ke sinus cavernosus maka akan timbul
kelumpuhan N III, IV, VI, VII, berupa ptosis, nyeri wajah, diplopia.
Oklusi dari sinue akan menyebabkan proptosis, chemosis dan
penyempitan dari arteria karotis (oklusi komplit jarang)

5
4) Perubahan bentuk dan ukuran tubuh serta organ–organ dalam
(seperti tangan, kaki, jari – jari tangan, lidah, rahang, kardiomegali)
5) Impotensi
6) Visus berkurang
7) Nyeri kepala dan penurunan kesadaran
8) Perubahan siklus menstruasi (pada klien wanita), infertilitas
(ketidaksuburan)
9) Libido seksual menurun.
10) Kelemahan otot, kelelahan.
11) Tumor yang besar dan mengenai hipotalamus akan menyebabkan
adanya perubahan yang dapat mengganggu kenyamanan klien,
misalnya : suhu tubuh, nafsu makan dan tidur, serta seringkali
kondisi status mentalnya kurang baik, yaitu tampak mudah emosi.
12) Gangguan penglihatan sampai kebutaan total
(Hotma Rumahoro, 1999)

6
f. Pathway

Faktor Presidposisi: herediter, konginetal, Adanya kanker di organ lain


virus, tosik, defisiensi imun

Metastasis/menyebar
Perubahan pada DNA dari suatu sel

Sel kanker bermetastasis di


Pertumbuhan sel tidak terkendali hipofisis

Munculnya tumor

TUMOR HIPOFISIS

Adenoma fungsional
Adenoma nonfungsional

Adenoma GH
Adenoma prolaktin
Penekanan otak oleh tumor

Nyeri akut
Adenoma Adenoma ACTH
Glikoprotein (TSH,
FSH, LH) Penekanan
Mempengaruhi chiasma optikum
fungsi hipotalamus

Gangguan penglihatan
Hipertensi

MK: Gg persepsi
Peningkatan TIK sensori penglihatan

Mual Muntah

Resiko nutrisi kurang

7
Adenoma fungsional

Adenoma prolaktin Adenoma GH Adenoma Adenoma ACTH


Glikoprotein (TSH,
FSH, LH)

kadar hormon Prolactin Hipersekresi GH


Hormon ACTH

Hipersekresi hormon
Hyperprolactinemia pertumbuhan tiroid
berlebih Hormon
Glukokortikoid

menekan produksi Peningkatan


Gigantisme &
hormon Gonadotropin metabolisme tubuh
Akromegali Sindrom Cushing

Menghambat Gg Citra tubuh Gangguan citra


Ovulasi tubuh

Infertilitas

Disfungsi
seksual

(Price, Sylvia A. 2005)

8
g. Komplikasi dan Prognosis
Komplikasi
1) Adenoma akan bermetastasis pada organ lain yang akan
menimbulkan kanker dan organ yang terdekat dapat diserang adalah
otak yang mengakibatkan menjadi tumor ataupun kanker otak.
2) Hypotiroidisme.
3) Hypoadrenalisme.
4) Hypogonadisme.
5) Hyperprolactenemia.
6) Gangguan hipotalamus.
7) Penyakit organ ’target’ seperti gagal tiroid primer, penyakit addison
atau gagal gonadal primer.
8) Penyebab sindrom chusing lain termasuk tumor adrenal, sindrome
ACTH ektopik.
9) Diabetes insipidus psikogenik atau nefrogenik.
10) Syndrom parkinson

Prognosis
Pituitary tumor biasanya dapat disembuhkan. Hipofisis adenomas
yang mengeluarkan adrenocorticotropic hormon sering memiliki
komplikasi yang kuat untuk kambuh. Sekitar 5% dari hipofisis adenomas
menginvasi jaringan terdekat dan tumbuh dalam ukuran besar.
Metastasis tumor hipofisis sangat jarang terjadi. Namun, karsinoma
hipofisis dapat bermetastasis dan berhubungan dengan prognosis yang
buruk.

h. Pengobatan
1) Operasi Tumor Hipofisis
Ada 2 indikasi penting terapi operatif pada kasus tumor hipofisis
yaitu untuk mengurangi efek massa (yang biasanya mempengaruhi
fungsi visual) dan mencoba untuk menyembuhkan gejala hiperfungsi

9
hormonal. Prosedur operasi yang biasa dipakai sekarang adalah
reseksi transfenoid transeptal.
2) Radioterapi
Radioterapi dilakukan sebagai terapi tambahan pada kasus
residu dan rekurensi adenoma hipofisis. Radioterapi dapat mengontrol
tumor dan menurunkan morbiditas pasien.
3) Stereotactic radiosurgery
Stereotactic radioseurgery menggunakan beberapa macam alat,
diantaranya gamma knife, liniar accelerators yang dimodifikasi dan
proton dari cyclotron. Saat dilakukan prosedur ini pasien disedasi
dengan oral benzodiazepine.

i. Pencegahan
1) Perbanyak makan buah-buahan yang mengandung antioksidan seperti
manggis, kurma.
2) Hindari bahan-bahan karsinogenik, misalnya pemakaian minyak
goreng yang berulang-ulang.
3) Jauhi benda dengan kadar radiasi tinggi, karena paparan radiasi dapat
memicu perkembangan sel abnormal.

j. Pemeriksaan Diagnostik
1) Adenoma Hipofisis non fungsional:
a) Pada rontgen foto lateral tengkorak terlihat sella turcica membesar,
lantai sella menipis dan membulat seperti balon.
b) MRI dan CT scan kepala, dengan MRI gambaran a.carotis dan
chiasma tampak lebih jelas, tetapi untuk gambaran anatomi tulang
dari sinus sphenoid CT scan lebih baik.
c) Test stimulasi fungsi endokrin diperlukan untuk menentukan
gangguan fungsi dari kelenjar hipofisis.

10
2) Adenoma Fungsional
a) Adenoma yang bersekresi Prolaktin
Penilaian kadar serum prolactin, kadar serum lebih dari 150 ng/ml
biasanya berkorelasi dengan adanya prolactinomas. Kadar prolactin
antara 25-150 ng/ml terjadi pada adanya kompresi tangkai hipofisis
sehingga pengaruh inhibisi dopamin berkurang, juga pada stalk
effect (trauma hypothalamus, trauma tungkai hipofisis karena
operasi).
b) Adenoma yang bersekresi growth hormon
Pengukuran kadar GH tidak bisa dipercaya karena sekresi hormon
ini yang berupa cetusan, walaupun pada keadaan adenoma. Normal
kadar basal Gh <1 ng/ml, pada penderita acromegali bisa
meningkat sampai > 5 ng/ml, walaupun pada penderita biasanya
tetap normal. Pengukuran kadar somatemedin C lebih bisa
dipercaya, karena kadarnya yang konstan dan meningkat pada
acromegali. Normal kadarnya 0,67 U/ml, pada acromegali
mebningkat sampai 6,8 U/ml. Dengan GTT kdar GH akan ditekan
sampai < 2 ng/ml sesudah pemberian glukosa oral (100 gr),
kegagalan penekanan ini menunjukkan adanya hpersekresi dari
GH. Pemberian GRF atau TRH perdarahan infus akan
meningkatkan kadar GH, pada keadaan normal tidak. Jika
hipersekresi telah ditentukan maka pastikan sumbernya dengan
MRI, jika dengan MRI tidak terdapat sesuatu adenoma hipofisis
harus dicari sumber ektopik dari GH.
c) Adenoma yang bersekresi glikoprotein (TSH, FSH, LH)
Hormon TSH, LH dan FSH masing-masing terdiri dari alpha dan
beta subarakhnoid unit, alpha subarakhnoid unitnya sama untuk
ketiga hormon, sedangkan beta subarakhnoid unitnya berbeda.
Dengan teknik immunohistokimia yang spesfik bisa diukur kadar
dari alpha subarakhnoid unit atau kadar alpha dan beta
subarakhnoid unit. Pada tumor ini terdapat peninggian kadar alpha
subarakhnoid unit, walaupun pada adenoma non fungsional 22%

11
kadar alpha subarakhnoid unitnya juga meningkat. MRI dengan
gadolinium, pada pemeriksaan ini tidak bisa dibedakan antara
adenoma yang satu dengan yang lainnya
d) Adenoma yang bersekresi ACTH
(1) CRH dilepaskan dari hipotalamus dan akan merangsang
sekresi ACTH dari adenihipofisis, ACTH akan meningkatkan
produksi dan sekresi cortisol dari adrenal cortex yang
selanjutnya dengan umpan balik negatif akan menurunkan
ACTH. Pada kondisi stres fisik dan metabolik kadar cortisol
meningkat, secara klinik sulit mengukur ACTH, maka cortisol
dalam sirkulasi dan metabolitnya dalam urine digunakan untuk
status diagnose dari keadaan kelebihan adrenal. Cushing’s
syndroma secara klinik mudah dikenal tapi sulit untuk
menentukan etiologinya.
(2) Pengukuran plasma kortisol, kortisol urine dan derifatnya
seacra basal maupun dalam respon terhadap dexametason,
maupun penetuan plasma ACTH, bisa dipakai untuk
menentukan apakah penyakitnya primer adrenal, hipofisis atau
sumber keganasan ektopi.
(3) Jika data tersebut seimbang maka diperlukan pengukuran CRH
dan test perangsangan CRH dengan pengukuran ACTH dan
cortisol perifer atau pada aliran vena sinus petrosus bilateral
untuk membuktikan adanya Cushing’s disease. Jika sudah
ditentukan sumbernya hipofisis, akan lebih sulit lagi
menentukan bagian hipofisis yang mana yang memproduksi
hipersereksi ACTH.
(Smeltzer C, Suzanne, Bare G, Brendo. 2002)

12
2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
I. Pengkajian
a. Identitas Klien
1) Nama
Nama klien sangat dibutuhkan sebagai identitas klien dan untuk
membangun hubungan salling percaya sehingga mempermudah
dalam melakukan askep.
2) Umur
Umur berguna dalam pemberian dosis obat.
3) Jenis kelamin
Jenis kelamin dalam insidensi kejadian tumor hipofisis seimbang
antara laki-laki dan perempuan.
4) Agama
Untuk mengakaji status spiritual sehingga kebutuhan fisik, psikis
dan spiritual dapat dipenuhi.
5) Pendidikan
Untuk mengkaji tingkat pengetahuan klien terkait penyakit yang
dideritanya.
6) Pekerjaan
Untuk mengkaji tempat bekerja pasien yang mungkin
mempengaruhi kejadian sakitnya.
7) Alamat
Untuk mengkaji status lingkungan tempat tinggal yang mungkin
mempengaruhi keadaan sakitnya.
8) Status kawin
9) Tgl masuk
Untuk melihat bagaimana perkembangan status kesehatannya dari
hari ke hari semakin baik atau buruk selama dilakukan perawatan.
10) Tgl pengkajian
Untuk memastikan perkembangan status kesehatan pada saat itu.
11) Diagnosa medik
Mengetahui penyakit apa yang diderita oleh pasien.

13
b. Riwayat Kesehatan
Pengakajian riwayat kesehatan didapatkan melalui anamnesa,
baik dengan pasien maupun dengan keluarga pasien. Riwayat
pengkajian pasien terdiri dari:
1) Riwayat kesehatan sekarang
Klien mengeluhkan sakit kepala, pandangan kabur yang
disebabkan oleh tekanan pada saraf yang menuju ke mata,
demensia, perasaan mengantuk, nafsu makan berkurang.
2) Riwayat penyakit dahulu
Kaji apakah sebelumnya klien pernah mengalami tumor pada
bagian tubuh lain. Riwayat faktor resiko
3) Riwayat penyakit keluarga
Kaji apakah keluarga pernah menderita penyakit tumor hipofisis
(genogram 3 generasi).

c. Pola-pola fungsi kesehatan


1) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Perilaku pasien dalam menjaga kesehatan misalnya saat sakit
pasien memaka obat-obatan yang dibeli di warung, apotik atau
langsung memeriksakan dirinya ke dokter.
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Meliputi kebiasaan makan klien dalam sehari terkait keteraturan
pola makan.
3) Pola aktivitas
Px biasanya mengurangi aktivitasnya terkait nyeri yang dirasakan
pada area kepala.
4) Pola persepsi dan kognitif
Persepsi Px tentang penyakit yang diderita dan sejauh mana
pengetahuan Px tentang penyakit dan kesehatannya.
5) Pola tidur dan istirahat
Biasanya Px mengalami kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan
istirahat karena nyeri yang dirasakan di area kepala.

14
6) Pola persepsi diri
Adanya perasaan cemas, takut dan kekhawatiran atas kondisi
penyakitnya.
7) Mekanisme koping
Perilaku Px dalam menghadapi dan mengatasi masalah yang
dihadapinya terkait penyakit yang diderita.
8) Pola eliminasi muksi dan defekasi
Biasanya pada BAB dan BAK tidak mengalami gangguan.
9) Pola reproduksi dan sexual
Px berstatus menikah atau tidak serta jumlah keturunan yang
dimiliki.
10) Pola hubungan dan peran
Hubungan biasanya tidak mengalami gangguan dalam keluarga,
namun ada pergeseran peran dari sebelum dan saat sakit.

d. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Meliputi keadaan umum klien seperti penurunan tingkat kesadaran,
tanda-tanda fisik seperti lemah.
2) Sistem integument
Kulit teraba nyeri diarea wajah.
3) Sistem neurologi
Pasien mengalami diplopia (penglihatan ganda), ptosis, atropi pada
pupil, nyeri kepala dan pasien tampak meringis.
4) Sistem respirasi
Tidak terdapat gangguan pernafasan.
5) Sistem kardiovakuler
Terdapat gangguan di sistem kardiovaskuler yaitu terjadi
kardiomegali.

15
6) Sistem perkemihan
Tidak terdapat gangguan pada sistem perkemihan.
7) Sistem pencernaan
Mengalami mual-muntah, nafsu makan turun.
8) Sistem musculoskeletal
Px tampak susah menggerakkan bagian tubuh karena kelemahan
pada otot.
9) Sistem reproduksi
Libido seksual menurun, terjadi perubahan siklus menstruasi (pada
klien wanita), infertilitas (ketidaksuburan).

II. Diagnosa Keperawatan


a. Nyeri akut berhubungan dengan penekanan korteks serebri di
hipotalamus
b. Hipertermi berhubungan dengan kerusakan control suhu sekunder
akibat tumor hipofisis
c. Gangguan persepsi sensori penglihatan berhubungan dengan
penekanan chiasma optikum yang ditandai dengan pasien
mengalami diplopia (penglihatan ganda), ptosis, atropi pada pupil.
d. Potensial komplikasi: Hiperglikemia
e. Potensial komplikasi: Hipertensi

16
III. Perencanaan Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan penekanan korteks serebri di
hipotalamus .
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan 3 x 24 jam diharapkan
pasien tidak nyeri lagi.
Kriteria hasil :
1. Melaporkan nyeri berkurang,
2. Klien tampak tidak meringis lagi,
3. Skala nyeri bahkan hilang (skala nyeri 0)
Intervensi :
1. Kaji tingkat nyeri klien
R/ Mengetahui tingkat nyeri yangdirasakan klien
2. Kompres dengan air hangat
R/ Air hangat dapat mengurangi rasa nyeri
3. Anjurkan untuk melakukan aktivitas pengalih
R/ Mengalihkan Nyeri klien
4. Pemberian analgesik
R/ Mengurangi rasa nyeri

b. Hipertermi berhubungan dengan kerusakan control suhu sekunder


akibat tumor hipofisis.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan 3 x 24 jam diharapkan
klien tidak mengalami peningkatan suhu tubuh.
Kriteria hasil :
1. Suhu tubuh klien dalam rentang normal (36,50 – 37,50C)
2. Kulit klien tidak tampak kemerahan,
3. Klien tidak mengeluhkan panas lagi
Intervensi :
1. Pantau suhu tubuh pasien (derajatdan pola) perhatikan adanya
menggigil.
R/ Demam biasanya terjadi karena proses inflamasi tetapi
mungkinmerupakan komplikasi darikerusakan pada hipotalamus.

17
2. Pantau suhu lingkungan. Batasi penggunaan selimut.
R/ Suhu ruangan/ jumlah selimut harus diubah untuk
mempertahankan suhu mendekati normal.
3. Berikan kompres hangat jika ada demam. Hindari penggunaan
alkohol.
R/ Kompres air hangat menyebabkan tubuh dingin melalui proses
konduksi.
4. Pantau masukan dan haluaran. Catat karakteristik urine, turgor
kulit, dan membrane mukosa.
R/ Hipertermia meningkatkan kehilangan air tak kasat mata dan
meningkatkan resiko dehidrasi, terutama jika tingkat kesadaran
menurun / munculnya mual menurunkan pemasukan melalui oral.
5. Kolaborasi : Berikan antipiretik, misalnya ASA (aspirin),
asetaminofen (Tylenol).
R/ Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya
pada hipotalamus, berguna juga untuk membatasi pertumbuhan
organism dan meningkatkan autodestruktif dari sel-sel yang
terinfeksi.

c. Gangguan persepsi sensori penglihatan berhubungan dengan


penekanan chiasma optikum yang ditandai dengan pasien mengalami
diplopia (penglihatan ganda), ptosis, atropi pada pupil
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan 3 x 24 jam diharapkan
penglihatan pasien tidak semakin memburuk.
Kriteria hasil :
1. Penurunan tajam dan lapang pandang klien tidak semakin
memburuk.
2. Klien mangatakan pandangan kabur dan ganda mulai berkurang
bahkan hilang.
Intervensi :
1. Kaji adanya ptosis, diplopia,gerakan bola mata dan visus.

18
R/ Dapat mengidentifikasi penyebab keluhan dan mengetahui besar
tajam serta lapang pandang penglihatan klien.
2. Kaji fungsi saraf III, IV, VI,VII.
R/ Menentukan adekuatnya saraf cranial yang berhubungan dengan
kemampuan pergerakan mata
3. Gunakan obat tetes mata dan pelindung.
R/ Memberikan lubrikan dan melindungi mata.
4. Orientasikan pasien pada lingkungan sekitar sebagaimana
kebutuhan.
R/ Mengenali lingkungan
5. Tutup kedipan cahaya yang tidak penting dengan selotip atau pita,
gunakan cahaya yang redup malam hari, dorong
menggunakan penutup mata.
R/ Dapat mengurangi atau menghilangkan faktor-faktor penunjang
dan mengurangi pandangan kilauan dari lingkungan luar.

d. Potensial komplikasi : Hiperglikemia


Tujuan : Setelah diberikan Asuhan Keperawatan 3 x 24 jam
diharapkan tidak terjadi hiperglikemi.
Kriteria hasil:
1. Kadar gula dalam darah kembali normal
2. Tidak terdapat tanda-tanda hiperglikemik
Intervensi :
1. Observasi tanda-tanda hiperglikemi.
R/ Membantu dalam menentukan intervensi selanjutnya.
2. Berikan suntik insulin menurut sleding scale.
R/ Mengupayakan agar gula darah dalam keadaan normal.
3. Awasi pemeriksaan laboratorium terutama GDS.
R/ Gula darah yang tinggi merupakan indikator terjadi
hiperglikemi.

19
e. Potensial Komplikasi : Hipertensi
Tujuan : Setelah diberikan Asuhan Keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan tidak terjadi hipertensi.
Kriteria hasil:
1. Tekanan darah normal 120/80mmHg
2. Tidak ada tanda-tanda hipertensi
Intervensi :
1. Observasi tanda-tanda hipertensi.
R/ Membantu dalam menentukan intervensi selanjutnya.
2. Awasi tekanan darah klien setiap jam Kolaborasi.
R/ Tekanan darah yang tinggi merupakan indikator terjadi
hipertensi.
3. Berikan obat anti hipertensi.
R/ Sebagai anti hipertensi.

20
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Kelenjar hipofisis medula kelenjar yang sangat penting bagi tubuh
manusia, kelenjar inimengatur fungsi dari kelenjar tiroid, kelenjar adrenal,
ovarium dan testis, kontrol laktasi, kontraksi uterine sewaktu melahirkan
dan tumbuh kembang yang linear, dan mengatur osmolalitas dan volume
dari cairan intravascular dengan memelihara resorpsi cairan diginjal.
Kelenjar hipofisis terdiri dari 2 lobus, lobus anterior dan lobus posterior,
pada lobus anterior kelenjar ini terdapat 5 tipe sel yang memproduksi 6
hormon peptida. Sedangkan pada lobus posterior dilepaskan 2 macam
hormon peptida. Pituitary tumor, pertumbuhan abnormal yang berkembang
di kelenjar hipofisis di otak, hampir selalu noncancerous (jinak).
Sebagian besar tumor hipofisis (adenomas) tidak menyebar di luar
tengkorak (nonmetastatic) dan biasanya masih terbatas pada
kelenjar pituitari atau di dekatnya jaringan otak. Pituitary tumor cukup
umum dan sering didiagnosis melalui scan MRI yang dilakukan untuk
alasan lain.

1.2 Saran
Semoga dengan adanya makalah ini kita semua dapat lebih memahami
masalah Tumor Hypofisis, dan semoga dapat bermanfaat bagi kita semua

21

Anda mungkin juga menyukai