Modul Petujuk Praktikum KF PDF

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 67

MODUL

PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

Oleh :

Ir. Noor Anis Kundari, MT

Kartini Megasari, M.Eng

Ir. Giyatmi, M.Sc

JURUSAN TEKNOKIMIA NUKLIR

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NUKLIR

2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayahNya
sehingga kami sebagai dosen pembimbing praktikum Kimia Fisika dapat
menyelesaikan penyusunan Diktat Petunjuk Praktikum Kimia Fisika. Petunjuk
praktikum ini diharapkan sangat banyak membantu mahasiswa mulai dari
persiapan, tes, pelaksanaan praktikum, pembuatan laporan sementara sampai
dengan pembuatan laporan resmi.
Penulis menyadari bahwa penyusunan petunjuk Praktikum ini masih
terdapat kekurangan, oleh karena itu sangat mengharapkan masukan dan saran-
saran dari berbagai pihak untuk perbaikan.
Akhir kata penulis berharap semoga petunjuk praktikum Kimia Fisika ini
dapat bermanfaat bagi mahasiswa Sekolah tinggi Teknologi Nuklir dan bagi yang
membutuhkan.

Yogyakarta,
Penulis

ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Daftar isi ii
Tata Tertib Praktikum iii
Keamanan dan Keselamatan Kerja Laboratorium v
Percobaan I. Hukum Hess 1
Percobaan II. Penentuan berat molekul berdasarkan pengukuran 8
massa jenis gas
Percobaan III. Persamaan Nerst 13
Percobaan IV. Pengukuran viskositas untuk menentukan jari-jari 17
molekul
Percobaan V. Volume molar gas 20
Percobaan VI. Elektrolisis dan penentuan bilangan avogadro 26
Percobaan VII. Kecepatan reaksi 33
Percobaan VIII. Penentuan berat molekul polimer 39
Percobaan IX. Kesetimbangan Kimia 42
Percobaan X. Angka Angkut 47
Percobaan XI. Volume molar parsial 51

iii
TATA TERTIB PRAKTIKUM

Mahasiswa yang diperkenankan melakukan praktikum adalah mereka yang


telah terdaftar sebagai Praktikan pada Mata Kuliah Praktikum Kimia Fisika.
Seluruh praktikan wajib mentaati semua peraturan/tata-tertib praktikum sebagai
berikut:
1. Mempelajari risk assesment form for laboratory work dan material safety data
sheet serta memahami segala hal terkait aspek keselamatan kerja laboratorium.
2. Praktikan telah harus mempersiapkan segala sesuatu terkait materi praktikum,
membaca dan memahami prosedur teknis praktikum, dan membuat laporan
sementara.
3. Praktikan wajib hadir tepat waktu sesuai jadwal, jika terlambat praktikan wajib
minta ijin untuk dapat mengikuti praktikum kepada dosen pengampu
percobaan yang dilaksanakan pada jadwal praktikumnya.
4. Jika berhalangan hadir, praktikan harus dapat memberikan keterangan terkait
dengan alasan ketidakhadirannya.
5. Apabila ingin mengganti praktikum pada hari lain, praktikan wajib melaporkan
kepada dosen pengampu praktikum 1 (satu) minggu sebelumnya.
6. Praktikan wajib mengenakan alat pelindung diri (misal: jas laboratorium)
7. Praktikan mengisi daftar hadir praktikum.
8. Praktikan mengecek kelengkapan fasilitas praktikum.
9. Praktikan tidak diperbolehkan makan, minum, dan atau merokok di dalam
laboratorium.
10. Praktikan tidak diperbolehkan bersenda gurau yang mengakibatkan
terganggunya kelancararan praktikum dan berpotensi menimbulkan
kecelakaan kerja.
11. Praktikan bertanggung jawab atas peralatan yang dipinjamnya, kebersihan
meja praktikum, serta lantai di sekitarnya.
12. Setelah menggunakan alat dan bahan praktikum, praktikan wajib meletakkan
kembali pada tempatnya.

iv
13. Praktikan menggunakan bahan praktikum secara efektif dan efisien.
14. Jika akan meninggalkan ruang laboratorium, praktikan wajib meminta ijin
kepada laboran praktikum.
15. Praktikan dilarang membuang limbah di wastafel atau tempat-tempat yang
tidak sesuai.
16. Praktikan memisahkan dan membuang limbah praktikum berdasarkan sifat
atau karakter dan jenis bahaya limbah pada tempat penampungan limbah
sementara yang tersedia.
17. Praktikan wajib membuat dan mengumpulkan laporan resmi ke asisten
praktikum.

v
KEAMANAN DAN KESELAMATAN KERJA LABORATORIUM

Untuk menghindari terjadinya kecelakaan kerja saat melakukan praktikum,


seluruh mahasiswa yang sedang melakukan praktikum maupun penelitian wajib
menjunjung tinggi dan mentaati peraturan terkait masalah keamanan dan
keselamatan kerja sebagai berikut:
1. Praktikan harus mengisi assesment form for laboratory work dan memahami
segala hal yang terkait aspek keselamatan kerja.
2. Bacalah material safety data shett (MSDS)
bahan kimia yang akan digunakan dan lakukan
indentifikasi hazard bahan kimia tersebut
3. Rencanakan percobaan yang akan dilakukan
sebelum memulai praktikum.

4. Gunakan personal protective equipment (PPE) seperti masker, jas laboratorium


untuk melindungi pakaian dan sepatu tertutup untuk melindungi kaki.
5. Reagen dan sampel disimpan dalam tempat tertutup untuk menghindari
interferensi.
6. Dilarang memakai perhiasan yang dapat rusak karena bahan kimia.
7. Dilarang memakai sandal atau sepatu terbuka atau sepatu berhak tinggi.
8. Hindari kontak langsung dengan bahan kimia.
9. Hindari menghisap langsung uap kimia, namun kipaslah uap tersebut dengan
tangan kemuka anda.
10. Dilarang mencicipi atau mencium bahan kimia kecuali ada perintah kusus.
11. Baca label bahan kimia sekurang-kurangnya dua kali untuk menghindari
kesalahan.
12. Pindahkan bahan kimia sesuai dengan jumlah yang diperlukan, jangan
menggunakan bahan kimia secara berlebihan.
13. Jangan mengembalikan bahan kimia kedalam botol semula untuk mencegah
kontaminasi.

vi
14. Biasakan mencuci tangan dengan sabun dan air bersih sebelum dan setelah
melakukan praktikum.
15. Apa bila kulit terkena bahan kimia, segera bilas dengan air bersih sampai
beberapa menit dan jangan digaruk agar tidak menyebar.
16. Dilarang makan, minum, dan merokok di dalam laboratorium.
17. Jagalah kebersihan meja praktikum, apabila meja praktikum basah segera
keringkan dengan lap.
18. Jagalah kebersihan lantai laboratorium, apabila basah segera dipel agar tidak
menimbulkan kecelakaan.
19. Hindarkan bahan-bahan kimia yang mudah terbakar seperti eter, kloroform, dll
20. Hati-hati dalam menggunakan bahan-bahan yang bersifat korosif dan dapt
menimbulkan luka bakar seperti asam-asam pekat (H2SO4,HCl,HNO3) basa-
basa kuat (NaOH,KOH,NH4OH) dan oksidtor kuat (Air brom, iod, senyawa
klor, dikromat, dan permanganat)
21. Percobaan dengan penguapan menggunakan asam-asam kuat dan
menghasilkan gas-gas beracun misalnya pada analisis nitrat dilakukan di dalam
alamari asam.
22. Jangan memanaskan zat dalam gelas ukur atau labu takar.
23. Jangan membuang limbah di wastafel atau saluran air.
24. Perhatikan dan ingatlah posisi/letak komponen-komponen alat pelindung diri
(PPE), alat pemadam kebakaran (APAR), kotak first aid kit, dan pintu darurat.
25. Buanglah limbah berdasarkan golongan limbah pada gtempat penampungan
sementara.
26. Buanglah sampah pada tempatnya.
27. Jangan membuka api di daerah yang dilaran seperti di dekat flammable gas,
dll
28. Jangan melihat langsung kearah sinar yang memiliki radiasi tinggi dan
berbahaya pada alatalat instrumen.
29. Apa bila terjadi kecelakaan kerja laboratorium segera laporkan kepada petugas
yang jaga.

vii
PERCOBAAN I

HUKUM HESS

A. Capaian Pembelajaran
Capaian Pembelajaran umum:
Praktikan dapat memahami hukum hess
Capaian Pembelajaran khusus:
1. Praktikan dapat mengerti perpindahan panas secara umum
2. Praktikan memahami entalpi, asas blaack, isoterm/eksoterm
3. Praktikan dapat membuktikan hukum hess

B. Tujuan

1. Menentukan entalpi pembentukan NaCl.


2. Membuktikan hukum Hess melalui reaksi pembentukan NaCl melalui 2
jalur reaksi yang berbeda.
C. Dasar Teori
Entalpi adalah banyaknya energi yang terkandung dalam sebuah materi/zat
pada tekanan tetap. Besarnya entalpi sulit untuk diukur, akan tetapi perubahan
entalpi (H) yaitu perubahan energi panas yang terjadi akibat adanya reaksi kimia
pada tekanan tetap.
Pada tahun 1840 Germain Hess menyatakan bahwa dalam setiap reaksi
kimia mempunyai (H) yang tetap yang tidak tergantung pada mekanisme reaksi
atau jumlah tahapan reaksi.

1
Gambar 1. Produk B dapat dihasilkan melalui 3 jalur reaksi yang berbeda.
Pada reaksi pembentukan NaCl, reaksi dapat berjalan dengan dua tahapan reaksi
yang berbeda yaitu seperti pada Gambar 2.
𝑗𝑎𝑙𝑢𝑟 𝐴

 + NaOH(s)  + HCl(aq) 
H2O   NaCl(aq) + H2O
+ HCl(aq)  + NaOH(s)
𝑗𝑎𝑙𝑢𝑟 𝐵

Gambar 2. Dua Jalur Pembuatan Larutan NaCl


Pada jalur A, reaksi diawali dengan pelarutan kristal NaOH dalam aquadest,
setelah itu baru reaksi pembentukan NaCl dengan penambahan larutan HCl.
Sedangkan pada jalur B, reaksi diawali dengan proses pengenceran HCl dengan
aquadest, setelah itu baru reaksi pembentukan NaCl dengan penambahan kristal
NaOH.
Untuk reaksi pembuatan NaCl melalui 2 jalur berbeda, maka perubahan
panas reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut.
Jalur A:

NaOH(s) + H2O  NaOH(aq) (H1) (1)

NaOH(aq) + HCl(aq)  NaCl + H2O (H2) (2)

H NaCl = H 1 + H 2 (3)

2
Jalur B:

HCl(aq) + H2O  HCl(aq) (H3) (4)

HCl(aq) + NaOH(s)  NaCl + H2O (H4) (5)

H NaCl = H 3 + H 4 (6)
Berdasarkan prinsip hukum Hess, maka:

H NaCl jalur A = H 1 + H 2 (7)

H NaCl jalur B = H 3 + H 4 (8)

Jumlah panas reaksi yang dilepaskan atau diserap selama proses reaksi dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan 9.

H = q = m.cp. T (9)
Dengan,
q = jumlah panas, kal
M = massa zat, gram
Cp = kalor jenis zat, kal/g.oC

T = perubahan suhu (oC)


Entalpi dihitung untuk masing-masing zat yang terlibat dalam reaksi yang
menghasilkan atau menyerap panas. Di dalam percobaan, penentuan entalpi dari
reaksi biasanya menggunakan alat kalori meter seperti terlihat pada Gambar 3.

3
Gambar 2. Alat Kalori Meter

Karena kalorimeter yang digunakan juga dapat menyerap panas yang timbul, maka
perlu ditentukan nilai tetapan untuk kalorimeter (Ck). Nilai entalpi untuk
kalorimeter adalah sebagai berikut.

H = q = Ck. T (10)

Dengan,

q = jumlah panas diterima kalorimeter, kal


Ck = tetapan kalorimeter, kal/ oC
T = perubahan suhu (oC)
Nilai Ck dapat diperoleh dengan melakukan percobaan penentuan tetapan
kalorimeter berdasarkan prinsip perpindahan panas dari air panas ke air dingin yaitu
sebagai berikut.

Q lepas = Q terima (11)

(m. c. T)air panas = 𝐶𝑘. T kalorimeter + (m. c. T)air dingin (12)

𝐶𝑘. T kalorimeter = (m. c. T)air panas − (m. c. T)air dingin (13)

(m.c.T)air panas − (m.c.T)air dingin


𝐶𝑘 = (14)
T kalorimeter

Nilai perpindahan panas untuk reaksi pada Persamaan 1 dapat dihitung dengan
persamaan.

NaOH(s) + H2O  NaOH(aq) (H1)

H1 = H larutan NaOH + H kalorimeter (15)

Dengan,

H larutan NaOH = (m.C. T) larutan NaOH (16)

H kalorimeter = Ck. T kalorimeter (17)

Sedangkan nilai perpindahan panas untuk reaksi pada Persamaan 2 dapat dihitung
dengan Persamaan.

4
NaOH(aq) + HCl(aq)  NaCl + H2O (H2)

H2 = H larutan NaCl + H kalorimeter (18)

Dengan,

H larutan NaCl = (m.C. T) larutan NaCl (19)

H kalorimeter = Ck. T kalorimeter (20)

Nilai perpindahan panas untuk reaksi pada Persamaan 4 dapat dihitung dengan
persamaan.
HCl(aq) + H2O  HCl(aq) (H3)

H3 = H larutan HCl + H kalorimeter (21)

Dengan,

H larutan HCl = (m.C. T) larutan HCl (22)

H kalorimeter = Ck. T kalorimeter (23)

Sedangkan nilai perpindahan panas untuk reaksi pada Persamaan 5 dapat dihitung
dengan Persamaan.

HCl(aq) + NaOH(s)  NaCl + H2O (H4)

H4 = H larutan NaCl + H kalorimeter (24)

Dengan,

H larutan NaCl = (m.C. T) larutan NaCl (25)

H kalorimeter = Ck. T kalorimeter (26)

D. Bahan dan Peralatan


Alat:
1. Kalorimeter.
2. Termometer
3. Botol timbang
4. Spatula
5. Gelas ukur 25 mL

5
6. Stirring hot plate
7. Beaker 100 mL

Bahan:
1. Akuadest
2. HCl 4 M
3. Kristal NaOH

Gambar 3. Rangkaian Alat


Proses Refluks.

E. LANGKAH KERJA

A. Penentuan Tetapan Kalorimeter (Ck)

1. Dimasukkan 25 mL akuades ke dalam kalorimeter, diaduk-aduk dan


dicatat suhu air didalam kalorimeter.
2. Dipanaskan 50 mL akuades dalam piala gelas hingga 45 oC, lalu
dipindahkan ke dalam gelas ukur sebanyak 25 mL, saat suhunya turun
mencapai 40 oC (T2), akuades dimasukkan ke dalam kalorimeter dan
diaduk, lalu dicatat suku campurannya (T3).
3. Dihitung harga tetapan kalorimeternya (Ck).

B. Penentuan H NaCl melalui jalur A

1. Dimasukkan 25 mL akuades ke dalam kalorimeter, diaduk-aduk dan


dicatat suhu akuades (T1).
2. Ditimbang 4 gram NaOH padat dalam botol timbang.
3. Dimasukkan NaOH padat yang telah ditimbang ke dalam kalorimeter,
diaduk dan diamati dan dicatat suhu maksimumnya yang dicapai (T2).

6
4. Ditimbang 25 mL HCl 4M dan dicatat bobotnya, HCl tersebut lalu
dimasukkan ke dalam kalorimeter, diaduk dan dicatat suhu
maksimumnya (T3)
5. Dihitung entalpi pembentukan NaCl nya.

C. Penentuan H NaCl melalui jalur B

1. Dimasukkan 25 mL akuades ke dalam kalorimeter, diaduk-aduk dan


dicatat suhu akuades (T1).
2. Ditimbang 25 mL HCl 4M dan dicatat bobotnya, HCl tersebut lalu
dimasukkan ke dalam kalorimeter, diaduk dan dicatat suhu
maksimumnya (T3)
3. Ditimbang 4 gram NaOH padat dalam botol timbang.
4. Dimasukkan NaOH padat yang telah ditimbang ke dalam kalorimeter,
diaduk dan diamati dan dicatat suhu maksimumnya yang dicapai (T2).
5. Dihitung entalpi pembentukan NaCl nya.
Percobaan penentuan H NaCl melalui jalur satu dan dua, masing-masing
dilakukan sebanyak 3 kali percobaan.

F. DAFTAR PUSTAKA

Bruce E. Poling, dkk. 2008. Perry’s Chemical Engineers’ Handbook 8th Ed.
The McGraw-Hill Companies. USA

7
PERCOBAAN II

PENENTUAN BERAT MOLEKUL

BERDASARKAN PENGUKURAN MASSA JENIS GAS

A. Capaian Pembelajaran
Capaian Pembelajaran umum:
Praktikan dapat menentukan berat molekul berdasarkan pengukuran massa
jenis gas.
Capaian Pembelajaran khusus:
1. Praktikan dapat menggunakan persamaan gas ideal
2. Praktikan dapat mengukur massa jenis gas
3. Praktikan dapat menentukan berat molekul senyawa volatil

B. Tujuan
1. Menentukan berat molekul senyawa volatil berdasarkan pengukuran massa
jenis gas
2. Melatih menggunakan persamaan gas ideal

C. Dasar Teori
Perubahan keadaan seringkali ditemukan dalam reaksi kimia. Zat yang mula-
mula dihasilkan dalam keadaan gas dapat dengan cepat mengembun dalam bentuk
cair. Perubahan energi yang menyertai suatu reaksi kimia bergantung pada keadaan
pereaksi dan hasil reaksi. Penentuan massa molekul dapat dilakukan dengan konsep
mol dimana massa molekulnya dapat diketahui dengan mengalikan mol zat dengan
massanya. Penentuan massa molekul juga dapat dihitung menggunakan persamaan
gas ideal yaitu dimulai dengan menghitung kerapatan jenis zat yang akan dihitung
massa molekulnya.
Massa molekul dapat dihitung dengan menjumlahkan massa atom relatif unsur-
unsur penyusun molekul tersebut. Massa molekul juga dapat dihitung dengan
pengukuran untuk zat yang bersifat volatil yaitu dengan menurunkan persamaan

8
gas ideal. Persamaan gas ideal dapat dihitung dengan mengetahui massa jenis,
tekanan dan suhu zat.
Ada beberapa metode yang digunakan dalam penentuan berat molekul senyawa
organik. Salah satu metode yang digunakan adalah metode penentuan berat molekul
berdasarkan massa jenis gas menggunakan alat Victor Meyer. Selain menggunakan
alat Victor Meyer, penentuan berat molekul juga dapat menggunakan metode
alternatif lain yang lebih sederhana seperti menggunakan pengukuran massa jenis
zat dengan mempertimbangkan faktor koreksinya agar berat molekul yang
diperoleh lebih tepat. Oleh karena itu, kita akan mempelajari cara menentukan
berat molekul berdasarkan pengukuran massa jenis yang menggunakan peralatan
yang sederhana .
Senyawa volatil merupakan senyawa yang mudah menguap bila terjadi
peningkatan suhu. Suatu gas selalu dipengaruhi oleh perubahan tekanan dan suhu
lingkungan. Molekul-molekul gas selalu bertumbukan sehinggan menyebabkan
adanya tekanan. Gas ideal adalah gas yang mengikuti secara sempurna hukum-
hukum gas, sedangkan gas nyata adalah gas yang hanya mengikuti hukum-hukum
gas pada tekanan rendah (Sukardjo, 1989).
Prinsip dari percobaan ini adalah penentuan massa molekul dan kerapatan zat
yang mudah menguap yaitu kloroform melalui proses penguapan yang dilanjutkan
dengan proses pengembunan serta penentuan selisih massa senyawa sebelum dan
sesudah penguapan. Sejumlah larutan dipanaskan agar tekanan uapnya sama
dengan atmosfir dan dapat diketahui massa zat yang menguap serta volumenya.
Prinsip Avogadro menyatakan satu mol zat mengandung 6,022x1023 (bilangan
Avogadro) dan jumlah itu sama dengan jumlah molekul dari dua gas dibawah
kondisi temperatur dan tekanan sama yang menempati volume yang sama pada satu
mol gas. Volume satu mol gas apapun pada kondisi STP adalah 22,4 L (Mortimer,
1998).
Molekul-molekul gas sangat berjauhan sehingga akan mengembang dan
mengisi seluruh ruangan yang ditempatinya. Sifat-sifat gas ideal adalah sebagai
berikut:
1. Tidak ada gaya tarik-menarik diantara moleku-molekulnya

9
2. Volume dari molekul-molekul gas sendiri diabaikan
3. Tidak ada perubahan energi dalam pada saat pemuaian
Kerapatan gas digunakan untuk menghitung berat molekul suatu gas. Salah satu
caranya adalah dengan menempatkan suatu volume gas yang akan dihitung berat
molekulnya (sebagai standart) pada suhu atau temperature serta tekanan yang sama
atau tetap. Hasil yang diperoleh berupa massa jenis gas yang dinyatakan dalam
gram per liter (g/L). Persamaan gas ideal bersama-sama dengan massa jenis gas
dapat digunakan untuk menentukan berat molekul senyawa volatil (Brady, 1999).
Rumus molekul merupakan kelipatan bilangan bulat dari rumus empiris. Hal
ini menyatakan jumlah atom yang sesungguhnya yang bergabung dengan ikatan
kimia untuk membentuk molekul. Rumus molekul dapat ditentukan jika massa
molekul dan rumus empiris suatu senyawa diketahui. Rumus molekul tidak hanya
menentukan jumlah relatif atom dari setiap elemen tetapi juga jumlah sebenarnya
atom unsur dalam satu molekul senyawa (Brensick, 2002).
Berbeda dengan gas ideal, pada gas nyata apabila semua gas berada pada suhu
tinggi, pada tekanan yang relative rendah maka gas tersebut dikatakan berada dalam
kondisi ideal. Hal inilah yang membuat hukum gas yang dipakai merupakan
gabungan dari beberapa hukum gas dan berlaku untuk semua macam gas
(Brady,1999).
Gas ideal adalah gas yang memenuhi sifat-sifat berpartikel banyak,
antarpartikel tidak berinteraksi, arah gerak setiap partikel sembarang, ukuran
partikel terhadap ruang tempatnya dapat diabaikan, tumbukan antar partikel bersifat
lenting sempurna, partikel gas terdistribusi merata di seluruh ruang. Persamaan gas
ideal adalah persamaan keadaan suatu gas ideal. Persamaan gas ideal dapat
digunakan untuk menentukan massa molekul zat yang mudah menguap.
P V = n R T .......................... (1)
P V = g/BM R T ................... (2)
P V = g/BM R T ................... (3)
P (BM) = g/V R T ................ (4)
P (BM) =  R T ..................... (5)
BM =  R T ....................... (6)

10
P
Dimana P adalah tekanan mutlak pada gas, V adalah volume, n adalah jumlah
partikel pada gas (dalam mol), T adalah temperatur (dalam Kelvin) dan R adalah
konstanta gas ideal yaitu 0,08206 L atm/mol K (Rosenberg, 1996).
Besarnya nilai BM hasil perhitungan sebenarnya kurang tepat atau dapat
dikatakan mendekati bahkan terkadang sangat berbeda dengan berat molekul
seharusnya. Hal ini dapat dipengaruhi beberapa faktor kesalahan seperti kurang
teliti dan lain – lain. Pada saat menimbang erlemeyer kosong, erlemeyer tersebut
berisi penuh udara. Setelah dilakukan pemanasan dan pendinginan, uap cairan
volatil tidk seluruhnya berubah menjadi cairan kembali sehingga volume udara
yang masuk ke dalam erlemeyer berkurang. Hal ini akan membuat massa erlemeyer
pada proses ini lebih ringan dibandingkan massa erlemeyer kosong, sehingga mass
cairan volatile (X) harus ditambah dengan massa udara yang tidak dapat masuk
kembali kedalam erlemeyer. Mass udara tersebut dapat dihitung dengan
mengasumsikan bahwa tekanan parsial udara yang tidak dapat masuk sama dengan
besarnya tekanan uap cairan pada suhu kamar. Besarnya nilai ini dapat diketahui
dengan melihat tabel yang ada dalam literatur. Oleh karena itu, faktor koreksi perlu
ditambahkan agar berat molekul yang diperoleh menjadi lebih tepat.

D. Bahan dan Peralatan


Bahan:
Bahan yang digunakan dalam percobaan tentang pengukuran berat molekul ini
adalah cairan volatil (kloroform).
Peralatan:

Alat yang digunakan dalam percobaan tentang pengukuran berat molekul ini
adalah sebagai berikut :
- Erlenmeyer
- Gelas piala
- Aluminium foil
- Karet gelang

11
- Neraca analitik

E. LANGKAH KERJA
1. Sebanyak 5 mL kloroform dimasukkan dalam labu erlenmeyer 100 mL yang
telah ditimbang dan ditutup dengan aluminium foil
2. Tutup aluminium foil dilubangi dengan jarum agar udara dapat keluar
3. Erlenmeyer tersebut direndam dalam penangas air bersuhu 100oC hingga
cairan volatil menguap dan dicatat suhunya (hingga cairan menguap
seluruhnya)
4. Campuran tersebut diangkat dan dikeringkan dalam desikator sehingga uap
akan mengembun dalam cairan
5. Erlenmeyer dan isinya ditimbang dalam neraca analitik
6. Erlenmeyer diisi air hingga penuh untuk mengukur volume erlenmeyer
7. Tekanan atmosfernya diukur

F. DAFTAR PUSTAKA

Brady, James, E,. 1999. Kimia Universitas Jilid 1. Jakarta : Erlangga.


Brensick, S,. 2002. Intisari Kimia Umum diterjemahkan oleh Lies Wibisono.
Jakarta : Hipokrates.
Mortimer, C.E,. 1998. Introduction to Chemistry. New York : Van Nostrand
Company.
Rosenberg, J.L,. 1996. Theory and Problems Of Collage Chemistry Sixth Edition.
London : Metric Edition.
Sukardjo, Prof. 2004. Kimia Fisika. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

12
PERCOBAAN III

PENENTUAN PERSAMAAN NERST

1. Capaian Pembelajaran
Capaian Pembelajaran umum:
Praktikan dapat memahami dan menentukan persamaan nerst
Capaian Pembelajaran khusus:
1. Praktikan dapat memahami prinsip elektrokimia
2. Praktikan dapat menyusun dan merangkai sel elektrokimia
3. Praktikan dapat menguji persamaan Nernst

2. Tujuan
1. Menyusun dan mengukur GGL sel elektrik (sel elektrokimia).
2. Mencoba menguji persamaan Nernst.

3. Dasar Teori
Suatu reaksi kimia dapat menghasilkan energi ataupun menyerap energi.
Pertukaran energi yang terjadi biasanya dalam bentuk panas. Ada kalanya dengan
mengadakan suatu modifikasi tertentu, energi yang dipertukarkan tersebut bisa
diubah dalam bentuk energi listrik. Sebuah sel elektrokimia sederhana yang
menghasilkan energi listrik seperti pada Gambar 1. berikut ini :

13
Potensiometer

Katoda
Anoda
(Zn) (Cu)

1M
1M
ZnSO4 Jembatan garam
CuSO4
NH4NO3 (aq)

Gambar 1. Sel elektrokimia (Sel Daniel).

Pada sel elektrokimia seperti pada Gambar 1. elektron akan mengalir dari
anoda (seng) ke katoda (tembaga). Hal ini akan menimbulkan perbedaan potensial
antara kedua elektroda. Perbedaan potensial akan mencapai maksimum ketika tidak
ada arus listrik yang mengalir. Perbedaan maksimum ini dinamakan GGL sel atau
Esel . Nilai Esel tergantung pada berbagai faktor. Bila konsentrasi larutan seng atau
tembaga adalah 1 M dan suhu sistem 298 oK (25 oC) maka Esel berada dalam
keadaan standar dan diberi simbol Eosel .

Salah satu faktor yang mempengaruhi Esel adalah konsentrasi. Persamaan


yang menghubungkan konsentrasi dengan Esel dinamakan persamaan Nernst.
Bentuk persamaan tersebut adalah sebagai berikut :

RT ac C . a d D . . .

Esel = Eosel - ln

nF aaA . abB . . .

dengan : aaA , abB , acC , adD , . . . adalah aktivitas dipangkatkan dengan koefisien
reaksi

14
F = konsentrasi faraday
n = jumlah elektron yang dipertukarkan dalam reaksi redoks

Pada penggunaannya untuk perhitungan yang tidak memerlukan ketelitian


yang tinggi, aktivitas dapat diganti dengan konsentrasi.

4. Bahan dan Peralatan


Bahan:
1. CuSO4 .5H2O (1 M)
2. ZnSO4.7H2O (1 M)
3. NH4NO3 atau KNO3
4. lembaran tembaga
5. lembaran seng
6. kertas saring, kertas amplas

Peralatan:

1. potensiometer
2. gelas beker
3. kabel, penjepit
4. labu takar
5. pipet
6. termometer 0-100 oC

5. LANGKAH KERJA
1. Disiapkan potongan lembaran tembaga dan seng, dibersihkan permukaan
lembaran logam tersebut dengan menggunakan kertas amplas.
2. Disiapkan larutan jenuh amonium nitrat dan kalsium nitrat (10-20 ml). Sebagai
jembatan garam, ambil selembar kertas saring gulung dan rekatkan dengan
menggunakan selotip pada bagian tengahnya untuk mencegah gulungan
membuka atau diletakkan di tengah selang.

15
3. Disiapkan 2 gelas piala (beker) 100 ml yang satu diisi dengan 1 M CuSO4 dan
yang satu lagi diisi dengan 1 M ZnSO4. Elektrode-elektrode logam dicelupkan
dan dihubungkan dengan dengan kabel seperti pada Gambar 1.
4. Dicelupkan kertas saring yang telah dibentuk menjadi gulungan tadi ke dalam
larutan amonium nitrat. Kelebihan amonium nitrat dihilangkan dengan
menggunakan kertas saring lain, kemudian ditempatkan sedemikian rupa
sehingga kedua ujung gulungan tercelup ke dalam larutan yang berada pada
kedua gelas piala (beker). Diamati nilai GGL dengan menggunakan
potensiometer yang distel pada posisi mV, dicatat polaritas (mV) kedua
elektrode pada pengukuran tersebut, juga dicatat suhu larutan.
5. Disiapkan 100 ml larutan 0,1 M CuSO4 dengan jalan mengencerkan larutan 1
M CuSO4.
6. Larutan 1 M CuSO4 diganti dengan larutan 0,1 M CuSO4, larutan 1 M ZnSO4
tidak diganti.
7. Dicuci dan dibersihkan kembali kedua elektrode dengan kertas amplas. Diganti
jembatan garam dengan yang baru dan kembali diukur dan dicatat nilai GGL
dengan menggunakan potensiometer.
8. Diulangi langkah 6, menggunakan larutan CuSO4 yang lebih encer.

16
PERCOBAAN IV

PENGUKURAN VISKOSITAS UNTUK MENENTUKAN JARI-JARI


MOLEKUL

A. Capaian Pembelajaran
Capaian Pembelajaran umum:
Praktikan memahami cara pengukuran viskositas dan penentuan jari-jari
molekul
Capaian Pembelajaran khusus:
1. Praktikan dapat memahami prinsip penggunaan viskometer Ostwald
2. Praktikan dapat menentukan jari-jari molekul

B. Tujuan
1. Melatih menggunakan viskometer Ostwald
2. Menggunakan pengukuran viskositas untuk menetukan jari-jari molekul.

C. Dasar Teori
Viskositas dapat diukur menggunakan viskometer Ostwald (atau viskometer
Canon-Fenske). Biasanya viskositas ditentukan dengan jalan membandingkan
waktu alir larutan dengan waktu alir pelarut (air). Viskositas larutan dapat
ditentukan dengan menggunakan persamaan :

η = viskositas larutan
η0 = viskositas pelarut
to= Waktu alir pelarut
t = Waktu alir larutan
ρ = densitas larutan
ρo = densitas pelarut
Viskositas dengan BM larutan

17
C = Konsentrasi partikel ( molekul ) zat terlarut dalam satuan gram/100 mL
K= Tetapan yang bergantung pada jenis zat terlarut, pelarut dan suhu (3,5 X
10-4)
M = berat molekul
𝛼= tetapan yang tergantung pada bentuk bahan terlarut, pelarut dan suhu
(0,76)

D. Bahan dan Peralatan


Bahan:
1. Chitosan
2. Larutan asam asetat 1 %
Peralatan:
1. Viskometer Ostwald
2. Pipet (10 ml)
3. Stopwatch
4. Penangas air bertermostat ( + 0.1 oC)

Gambar rangkaian Viskometer Ostwald

18
E. LANGKAH KERJA
1. Siapkan larutan chitosan dengan konsentrasi 1 ppm,; 5 ppm; 10 ppm; 25
ppm. Dalam menyiapkan larutan tersebut gunakan dua buret, satu diisi
dengan asam asetat 1 %. Buat masing-masing konsentrasi Chitosan di atas
sebanyak + 50 ml dan tempatkan dalam empat buah labu erlenmeyer.
2. Bersihkan bagian dalam viskometer dengan menggunakan alkohol atau
aseton.
3. Keringkan viskometer
4. Ke dalam viskometer Ostwald dimasukan 5 ml larutam Chitosan dengan
meggunakan pipet volume (setepat-tepatnya). Kemudian tempatkan
viskometer pada penangas air bersuhu (30 + 0.1) oC dan biarkan selama 10
menit agar tercapai suhu keseimbangan.

F. DAFTAR PUSTAKA

Atkins, P. W. 1993. Kimia Fisika, edisi keempat, jilid 2. Jakarta: Erlangga.

S. K. Dogra dan S. Dogra, 2009. Kimia Fisik dan Soal-Soal terj Umar Mansyur, UI Press:
Jakarta, hlm. 209-210.

Asep Suryana dan Euis Sustini, 2011, Alat Sederhana untuk Menentukan Viskositas
Fluida, diakses dari http://prosiding.papsi.org/index.php/SFN/article/view/301/311 pada
tanggal 13 April 2014

19
PERCOBAAN V

VOLUME MOLAR GAS

A. Capaian Pembelajaran
Capaian Pembelajaran umum:
Praktikan dapat menentukan volume molar gas dengan memahami stoikiometri
Capaian Pembelajaran khusus:
1. Praktikan dapat memahami sifat-sifat gas dan perhitungan stoikiometrinya
2. Praktikan dapat menentukan volume molar gas

B. Tujuan
1. Menentukan volume relatif dari zat dalam wujud yang berbeda

C. Dasar Teori
Zat secara umum dibagi menjadi tiga jenis antara lain zat padat, zat gas dan
zat cair. Zat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang mempunyai massa dan
menempati ruang. Maksud dari menempati ruang disini adalah memiliki volume.
1. Zat Padat
Benda yang termasuk zat padat identik dengan bentuk dan volume yang tetap.
Selain itu benda padat memiliki partikel dengan sifat-sifat berikut :
- Partikel-partikel yang menempati posisi yang tetap, jika partikel zat padat
menempati posisi yang teratur disebut kristal, dan jika zat padat menempati
posisi yang tidak teratur, maka disebut amorf.
- Gaya tarik-menarik antar partikel sangat kuat, dan
- Gerakan partikel hanya berupa getaran di sekitar posisi tetapnya.
Karena gaya tarik antar partikel pada zat padat sangat kuat maka bentuk
zat padat cenderung tetap bila tidak ada gaya atau reaksinya yang
mempengaruhinya. Contoh zat padat adalah batu, kayu, dan besi.
2. Zat Cair
Gaya tarik antar partikel zat cair agak kuat artinya lebih lemah dibanding
dengan gaya tarik pada partikel zat padat. Agak lemahnya gaya tarik ini

20
mengakibatkan bentuk zat cair dapat berubah-ubah sesuai dengan tempatnya
(wadahnya). Sehingga dapat diketahui partikel-partikel zat cair sebagai berikut.
- Jarak antar partikel tetap dan agak berjauhan
- Gaya tarik menarik antar partikel lemah dibandingkan zat padat
- Gerakan partikel lebih lincah dari pada zat padat dan partikel dapat
berpindah tempat
Jarak antar partikel yang tetap menyebabkan zat cair mempunyai volume
yang tetap. Gerakan partikel yang lincah dan dapat berpindah posisi
menyebabkan zat cair dapat mengalir yang menyebabkan bentuk zat cair selalu
mengikuti bentuk wadahnya. Contoh zat cair antara lain adalah air, dan air raksa.

3. Zat Gas
Gas melakukan tekanan pada permukaan apapun ketika saling bersentuhan,
karena molekul-molekul gas senantiasa dalam keadaan bergerak. Atmosfer yang
mengelilingi bumi adalah campuran berbagai gas. Tekanan atmosfer adalah
tekanan yang diberikan oleh atmosfer bumi.
Partikel-partikel zat gas memiliki sifat sebagai berikut :
- Memiliki jarak partikel yang berubah ubah
- Hampir tidak ada gaya tarik-menarik
- Gerakan partikel sangat bebas dibandingkan zat padat dan cair
Sedangkan untuk sifat-sifat fisis dari semua gas yaitu :
- Mempunyai volume dan bentuk menyerupai wadahnya.
- Merupakan wujud materi yang mudah dimampatkan.
- Akan segera bercampur secara merata dan sempurna jika ditempatkan pada
wadah yang sama.

Gas memiliki sifat berbeda, gas tersebut dapat ditempatkan dalam tempat tertutup,
tetapi kalau dimasukkan ke dalam tempat yang lebih besar dari volume semula, gas
dapat mengisi tempat itu secara merata. Dimana gas mempunyai sifat-sifat khusus
antara lain :

- Peka terhadap perubahan temperature


- Peka terhadap perubahan tekanan

21
Zat cair dan zat padat mempunyai sifat yang berlainan dengan gas dimana zat cair
dan zat padat tidak peka terhadap perubahan tekanan dan sedikit sekali mempunyai
kemampuan untuk mengisi tempat secara merata. Volume molar gas menyatakan
volume 1 mol gas pada suhu dan tekanan tertentu. Jika pengukuran dilakukan pada suhu
00C dan tekanan 1 atm, volum molar gas disebut sebagai volume molar standar. Hal itu
disebabkan keadaan suhu 00C dan tekanan 1 atm merupakan keadaan standar gas dan
disingkat stp (standard temperature and pressure). Nilai sesungguhnya dari tekanan
atmosfer tergantung pada letak, suhu, dan kondisi cuaca. Tekanan atmosfer di ukur
dengan barometer yang merupakan alat yang paling lazim digunakan. Barometer
sederhana terdiri dari tabung kaca panjang, yang salah satu ujungnya tertutup dan pipa
diisi dengan merkuri, sehingga tidak ada udara yang memasuki tabung, maka sebagian
merkuri dari tabung akan mengalir keluar memasuki cawan, menimbulkan ruang hampa
di bagian atas tabung yang tertutup.

Definisi mula-mula dari standar atmosfer sama dengan tekanan yang dilakukan
kolom air raksasa setinggi 760 mm pada permukaan air laut dan temperatur 0oC adalah
1 atm = 760 mmHg. Satuan mmHg juga disebut torr, yang berasal dari ilmuwan Italia
bernama Evangelista Torriceli, yang menemukan barometer.

Maka :

1 torr = 1 mmHg

dan

1 atm = 760 mmHg

= 1 torr

Hubungan antara atmosfer dan pascal :

1 atm = 101.325 Pa

= 1,01325 x 105 Pa

dan karena 1000 Pa = 1 kPa (kilopascal),

1 atm = 1,01325 x 102 kPa

Untuk gas ideal berlaku persamaan sebagai berikut :

P.V = n.R.T

Dimana:

22
P = tekanan gas (atmosfir)
V = volume gas (liter)
n = mol gas
R = tetapan gas universal= 0.082 lt.atm/mol
T = suhu mutlak (Kelvin)
Perubahan-perubahan dari P, V dan T dari keadaan 1 ke keadaan 2 dengan
kondisi-kondisi tertentu dicerminkan dengan hukum-hukum berikut:
a. Hukum Boyle (Boyle’s Law)
Boyle memperhatikan bahwa, jika suhu dijaga konstan, volume (V) dari
sejumlah tertentu gas menurun, sejalan dengan kenaikan tekanan totalnya (P), yaitu
tekanan atmosfir ditambah dengan tekanan yang disebabkan oleh penambahan
merkuri. Hukum Boyle berbunyi : tekanan dari sejumlah tetap suatu gas pada suhu
yang dijaga konstan adalah berbanding terbalik dengan volumenya.
Hukum ini diturunkan dari persamaan keadaan gas ideal dengan
n1 = n2 dan T1 = T2 ;
sehingga diperoleh :
P1.V1 = P2.V2
b. Hukum Charles (Charles’s Law)
Hukum Charles berbunyi : volume dari sejumlah tetap gas pada tekanan konstan
adalah berbanding lurus dengan suhu mutlak gas itu. Jadi untuk: P1 = P2 dan T1 = T2
berlaku :
V1 P1 T1
 
V2 P2 T2
c. Hukum Avogadro (Avogrado’s Law)
Hukum ini menyatakan bahwa : pada tekanan dan suhu konstan, volume suatu
gas berbanding langsung dengan jumlah mol gas yang ada. Dari pernyataan ini
ditentukan bahwa pada keadaan STP (0o C 1 atm) 1 mol setiap gas volumenya
22.4 liter volume ini disebut volume molar.
Persamaannya dinyatakan dengan rumus berikut :
P.V = n. R. T
Dimana :
P = tekanan total (atm)
V= Volume (L)

23
n = mol gas (mol)
R = konstanta (0,082 L.atm/K.mol)
T = temperatur (K)

D. Bahan dan Peralatan


Bahan:
Akuades dan Butana
Peralatan:
- Gelas ukur 250 ml
- Ember
- Neraca analitik
- Termometer
- Barometer

E. LANGKAH KERJA
Korek api yang bahan bakarnya butana dan dindingnya tembus cahaya
disiapkan dan ditimbang lalu diperkirakan volume dari cairan butana dalam korek
api tersebut. Lalu, gelas ukur yang berisi penuh air diletakkan terbalik di atas ember
yang berisi air. Gelas ukur tersebut berfungsi sebagai alat penampung gas. Selain
itu, disiapkan pula 2 gelas ukur lain yang penuh air.
Klep dari korek api dibuka dan diletakkan di bawah alat penampung gas
sehingga gas yang dibebaskan tertampung. Alat penampung ditandai dan dicatat
bila telah penuh kemudian diganti dengan alat penampung yang lain. Lalu,
dilanjutkan mengumpulkan gas yang dibebaskan sampai korek api tersebut hampir
kosong. Setelah itu, klep dari korek api tersebut ditutup. Semua gas butana yang
dikumpulkan dicatat. Lalu, korek api tersebut ditimbang dan diperkirakan volume
dari cairan butana yang berubah menjadi gas. Selanjutnya perbandingan dari
volume gas butana dengan volume cairan butana yang massanya sama dihitung.

24
F. DAFTAR PUSTAKA

Chang, Raymond. 2004. Kimia Dasar : Konsep-Konsep Inti, Edisi Ketiga. Jakarta
: Erlangga.
Karim, Saeful dkk. 2009. Membuka Cakrawala Alam Sekitar . Jakarta.
Petrucci, Ralph.H. 1999. Kimia Dasar – Prinsip dan Terapan Modern Edisi
Keempat Jilid. Jakarta : Erlangga.

25
PERCOBAAN VI
ELEKTROLISIS DAN PENENTUAN BILANGAN AVOGADRO

A. Capaian Pembelajaran
Capaian Pembelajaran umum:
Praktikan dapat mempelajari elektrolisis dan menentukan bilangan avogadro
Capaian Pembelajaran khusus:
1. Praktikan memahami elektrolisis larutan garam
2. Praktikan mengetahui cara menentukan bilangan avogadro secara elektrolisis

B. Tujuan
1. Mempelajari proses Elektrolisis Larutan NaCl.
2. Menentukan Bilangan Avoadro secara Elektrolisis

C. Dasar Teori
Elektrolisis
Reaksi kimia yang bersifat spontan untuk menghasilkan energi listrik melalui sirkuit
eksternal dapat terjadi dalam sel volta atau sel galvani. Sel volta ini sangat penting karena
dapat menjadi dasar baterei yang menjadi sumber energi dalam kehidupan modern ini.
Namun, sel volta bukanlah satu-satunya jenis sel elektrokimia. Ada kemungkinan membuat
sel untuk menghasilkan reaksi kimia dengan daya dorong arus listrik. Sel ini dinamakan sel
elektrolisis. Elektrolisis melibatkan arus listrik untuk menimbulkan reaksi oksidasi reduksi
(redoks).
Sel elektrolisis menggunakan arus listrik untuk menimbulkan reaksi kimia yang tidak dapat
berjalan spontan.
2,1. Elektrolisis larutan NaCl
Jika NaCl dilarutkan dalam air, maka NaCl itu akan terdisosiasi menjadi larutan ion Na+
dan Cl-.
NaCl (s) → Na+ (aq) + Cl- (aq) (1)
Jika sepasang elektroda inert dihubungkan yang dengan baterei dicelupkan ke dalam
larutan itu maka diperoleh sel elektrolisis seperti Gambar 1.

26
Gambar1. Elektrolisis larutan NaCl dengan elektroda inert

Salah satu elektroda menjadi bermuatan negatif karena menerima elektron, dan yang lain
menjadi bermuatan positif karena kehilangan elektron yang mengalir ke baterei. Ion-ion
Na+ akan berpindah ke elektroda negatif, dan ion-ion Cl- akan berpindah ke elektroda
positif. Reaksi yang terjadi pada katoda dan anoda dapat diperkirakan sebagai berikut.
Pada Katoda (-) dapat terjadi 2 kemungkinan reaksi reduksi sebagai berikut.:
Na+ + e- → Na Eored = - 2,71 V (2)
2 H2O + 2 e- → H2 + OH- Eored = - 0,83 V (3)
Zat yang dapat teroksidasi pada anoda juga ada 2 kemungkinan yaitu:
Anoda (+) (oksidasi)
2 Cl- → Cl2 + 2 e- Eored = -1,36 V (4)
2 H2O → O2 + H+ + 2 e- Eored = - 1,23 V (5)
Namun, hal itu tidaklah berarti bahwa logam Na akan terkumpul pada katoda. Setiap
terbentuk logam Na akan langsung bereaksi dengan air seperti persamaan berikut.
2 Na (s) + 2 H2O (l) → 2 Na+ (aq) + 2 OH- (aq) + H2 (g) (6)
Hasil yang diperoleh pada katoda hanyalah H2.menurut Persamaan (7).
2 H2O (l) + 2 e- → H2 (g) + OH- (aq). (7)
Reaksi yang dapat diharapkan terjadi pada anoda dapat diduga berdasasarkan nilai
potensial reduksi standar, Eored. Potensial reduksi standar adalah potensial sel yang terjadi
pada keadaan standar Keadaan standar untuk sel elektrokimia adalah: a) Konsentrasi semua
larutan adalah 1 M, b) Tekanan parsial semua gas adalah 1 atm, dan c) Semua diukur pada
suhu 25 oC.
Berdasarkan kedua nilai itu tampaknya lebih memungkinkan terjadinya O2 dari pada Cl2.
Namun, harus diperhatikan pula faktor-faktor lain. Yang pertama adalah bahwa reaksi itu

27
tidak berada pada keadaan standar. Biasanya konsentrasi Cl- dibuat besar, sekitar 25 %
NaCl, pH juga sangat tinggi sehingga mempengaruhi potensial reduksi air.
Faktor yang menentukan adalah fenomena yang dikenal sebagai potensial lebih atau
overvoltage. Potensial lebih adalah selisih antara potensial teoritis dan percobaan yang
diperlukan untuk oksidasi atau reduksi suatu senyawa. Pada keadaan ideal, potensial 1,23
V cukup untuk mengokasidasi air menjadi O2. Namun, pada keadaan sebenarnya, potensial
yang diperlukan melebihi nilai itu. Kelebihan itu dapat mencapai 1 V.
Elektrolisis leburan NaCl dengan elektroda inert menghasilkan unsur-unsur penyusun
NaCl, yaitu Na(l) pada katoda dan Cl2(g) pada anoda.
Hukum Faraday
Percobaan Humphry Davy dengan sel elektrokimia menghasilkan penemuan Na, K, Mg,
Ca, Ba, dan Sr. Faraday adalah asisten Davy yang juga mengadakan penelitian elektrolisis,
sehingga menemukan hubungan antara jumlah arus yang melewati larutan dengan berat
unsur yang diperoleh atau yang terdekomposisi. Hukum Faraday dapat dinyatakan sebagai
berikut:
”Jumlah bahan yang terdekomposisi atau dihasilkan pada satu elekroda dalam suatu sel
elektrolisis berbanding lurus dengan jumlah arus listrik yang melalui sel itu”.
Hukum Faraday dapat ditulis dengan persamaan (8).
w = a.i.t (8)
dengan w adalah massa zat yang diperoleh pada elektrolisis, a=tara kimia listrik bahan, i =
arus yang digunakan, dan t adalah lamanya proses berlangsung.
Hukum Faraday dapat digunakan untuk menghitung berat Na yang diperoleh dalam waktu
tertentu ketika leburan NaCl dielektrolisis. Namun harus difahami dulu hubungan antara
muatan listrik yang melewati sel dan kecepatan muatan ini dipindahkan.
Jumlah muatan listrik yang melewati sel diukur dalam satuan coulomb C. Kecepatan aliran
muatan ini dikenal sebagai arus yang diukur dalam ampere, A. Dengan definisi 1 coulomb
adalah muatan dipindahkan ketika arus 1 A mengalir selama 1 detik. Dengan demikian
dapat ditulis dengan Persamaan (9).
1 C = 1 A x detik = 1 A-det. (9)
Contoh
Hitunglah volume H2 pada 25 oC dan 1 atm yang dapat dikumpulkan jika larutan Na2SO4
dielektrolisis selama 2 jam dengan arus 10 A.
Jawab
Muatan listrik yang melalui larutan:

28
10 A x 2 jam x 60 (menit/detik) x 60 (detik/menit) = 72.000 A-detik
= 72.000 C
Jumlah mol elektron yang dibawa oleh muatan sebesar itu:
72.000 C x ( 1 mol e/ 96.480 C) = 0,746 mol e-
Reaksi yang menghasilkan H2 adalah katoda menurut persamaan :
2 H2O + 2 e-  H2 (g) + 2 OH-
Jumlah mol H2 yang dihasilkan =(1/2) x 0,746 mol
= 0,373 mol
Dengan persamaan gas ideal pada kondisi di atas diperoleh volum H2 9,12 L.

2.2. Elektrolisis Lartan CuSO4 sebagai dasar Penentuan Bilangan Avogadro


Jika elektoda Cu dicelupkan ke dalam larutan CuSO4 dan dialiri arus searah, maka
kemungkian reaksi yang terjadi adalah ssebagai berikut.
Cu (s)  Cu2+ + 2 e Eo = -0,34 (10)
2H2O O2 + 4H+ + 4 e Eo = -1,23 (11)
2SO42-  S2O8 + 2 e Eo = -2,10 (12)
Berdasarkan nilai potensial reduksi staandar, maka kemungkinan reaksi yang terjadi pada
anoda adalah pembentukan ion Cu2+ dari Cu padat dengan melepaskan elektron (oksidasi).
Elektron yang dilepaskan akan ditangkap oleh ion Cu2+ dalam larutan, kemudian
mengendap pada katoda (reduksi).
Secara singkat reaksi itu dapat ditulis
Anoda : Cu (s)  Cu2+ + 2 e oksidasi (13)
Katoda : Cu2+ + 2 e  Cu (s) reduksi (14)
Keseluruhan : Cu (s) anoda  Cu (s) katoda (15)
Berdasarkan hukum Fararrady
w  i.t
Hukum Farraday II menyatakan bahwa arus 1 Ampere yang mengalir selama t detik dan
membebaskan w gram zat berbanding lurus dengan massa ekivaen zat itu (gram ekivalen).
Massa ekivalen zat tergantung pada bilangan oksidasinya. Untuk Cu2+ adalah 2, maka,
massa ekivalen Cu adalah ½ massa molar atom Cu.
Menurut Avogadro suatu senyawa dalam keadaan jumlah mol yang sama jumlah
partikelnya juga sama. Jumlah elektron yang digunakan untuk mengendapkan Cu dapat
dihitung dengan Persamaan (16).

29
Jumlah elektron e = w.N0/ (1/2. MrCu)= 2.w.No/MrCu
(16)
dengan N0 adalah Bilangan Avogadro
Besarnya arus, A, dikalikan waktu dalam detik sama dengan Colulomb. Nilai Telah
diketahui bahwa muatan 1 elektron = 1,6X10-19 C/e maka:
i.t/1,6X10-19 = w.2.N0/ MCu
(17)
Dengan demikian, nilai Bilangan Avogadro:
N0 = MCu.i.t/2.w. 1,6X10-19
(18)

D. Bahan dan Peralatan


Bahan:
Bahan yang digunakan adalah sebagai berikut.
a) Larutan NaCl dibuat dengan cara melarutkan 2,5 g NaCl dalam 50 mL aquadest.
b) Elektroda Cu dan Emas
c) Larutan CuSO4 dibuat dengan cara melarutkan 5 g CuSO4 dengan 100 mL air
Peralatan:
Alat yang digunakan adalah sebagai berikut.
1. Adaptor
2. Amperemeter
3. Kabel
4. Tahanan Geser
5. Neraca Analisis
6. Alat Gelas Laboratorium

30
Gambar 2. Rangkaian Alat Percobaan
Keterangan: 1. Adaptor, 2. Tahanan Geser; 3. Amperemeter, 4. Anoda; 5.
Katoda, 6. Larutan Elektrolit.

E. LANGKAH KERJA
3.3.1 Mempelajari proses Elektrolisis larutan NaCl
1. Rangkallah alat dengan sususnan seperti Gambar 2.
2. Bersihkan Eelktroda Au dan Cu
3. Lakukan Elektrolisis dengan larutan NaCl sebagai elektrolit dengan Elektroda
Au (Amati peristiwa yang terjadi termasuk suhu, pH, kenanmapakan laruttan)
4. Ganti dengan salah satu elektroda dengan Cu (amati seperti langkah 3)
5. Ganti kedua Elektroda dengan elektroda Cu (amati seperti langkah 3)
6. Catat dalam lembar pengamatan
3.3.2 Menentukan Bilangan Avogadro secara Elektrolisis
1. Bersihkan dua elektroda Cu dengan amplas, cuci, keringkan, timbang;
2. Masukkan kedua elektroda ke dalam larutan CuSO4;
3. Alirkan arus listrik selama 15 menit (amati dan catat besar arus setiap 3 menit);
4. Pertahankan arus dengan mengatur tahanan geser;
5. Matikan arus listrik, angkat elektroda, cuci, keringkan, dan timbang;
6. Ulangi pekerjaan 1 sd 4;
7. Hitung Bilangan Avogadro menggunakan prinsip Hukum Farrady

31
F. DAFTAR PUSTAKA

Alberty,R.A. and Daniel, P., 1990, Physical Chemistry, John Wiley & Sons, New York;
Bird, T. 1993. KIMIA UNTUK UNIVERSITAS. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama;
Castellan, W.G., 1983, Physical Chemistry, Addison-Wesley Publishing Co., New York
Kundari, N,A,m 2009, KIMIA FISIKA, Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir, Yogyakarta.
Dogra, S.K. 1990. KIMIA FISIK DAN SOAL – SOAL. Jakarta : Universitas Indonesia.
Soekardjo. 1989. KIMIA FISIK. Jakarta : PT Rineka Cipta.

32
PERCOBAAN VII
KECEPATAN REAKSI

A. Capaian Pembelajaran
Capaian Pembelajaran umum:
Setelah melaksanakan praktikum ini mahasiswa mampu menentukan
persamaan kecepatan reaksi berdasarkan percobaan yang dilakukan secara
berkelompok.
Capaian Pembelajaran khusus:
1. menjelaskan kecepatan reaksi kimia;
2. melakukan percobaan kecepatan reaksi sesuai dengan prosedur/tata kerja
dalam petunjuk praktikum;
3. mengolah data percobaan yang diperoleh sesuai dengan keperluan;
4. menentukan persamaan kecepatan reaksi hidrogen peroksida dengan
reduktor I- berdasarkan data percobaan.

B. Tujuan
Mempelajari kinetika reaksi kimia antara hidrogen peroksida dengan asam yodida,
khususnya menentukan konstanta kecepatan reaksi kimia pada suhu ruangan.

C. Dasar Teori
Kinetika reaksi kimia adalah bagian ilmu yang mempelajari kecepatan reaksi dan
mekanisme terjadinya reaksi kimia. Mekanisme reaksi kimia adalah serangkaian
reaksi kimia sederhana yang menerangkan reaksi keseluruhannya. Untuk
mengetahui mekanisme suatu reaksi kimia, dipelajari laju atau kecepatan reaksi
yang disebabkan oleh perbedaan atau perubahan konsentrasi pereaksi, hasil reaksi
dan katalis yang digunakan. Kecepatan reksi didefinisikan sebagai banyaknya zat
yang diubah atau dihasilkan per satuan waktu.
Pada percobaan ini akan direaksikan hidrogen peroksida dengan kalium
yodida yang telah diasamkan dengan asam sulfat. Reaksi yang terjadi adalah :
2 KI + H2SO4 + H2O2 K2SO4 + 2H2O + I2 (1)

33
Kecepatan reaksi pembentukan I2 tergantung pada konsentrasi KI, H2SO4 dan H2O2.
Reaksi di atas dapat dibuat “Irreversible” dengan cara H2SO4 dibuat berlebihan dan
I2 yang dibebaskan dikembalikan sebagai I- dengan menambahkan natrium tio
sulfat. Dengan demikian reaksi tersebut dapat dikatakan hanya tergantung pada
konsentrasi hidrogen peroksida saja. Apabila reaksi itu mengikuti orde 1, maka
besarnya konstanta kecepatan reaksi dapat ditentukan dengan penjabaran kecepatan
reaksi sebagai berikut :
dC
  kC n (2)
dt
Untuk reaksi orde 1, maka n=1 sehingga hasil integrasi persamaan 2 adalah :
dC
  kdt (3)
C
ct
lnC   kt (4)
co

Ct i C
ln  kt atau k  ln o (5)
Co t Ct
dengan:
Co = Konsentrasi peroksida mula-mula
Ct = Konsentrasi peroksida pada saat t detik
Jika banyaknya peroksida yang dimasukkan mula-mula ekivalen dengan a ml tio
dan banyaknya tio yang dimasukkan sampai saat t detik adalah b, maka sisa
peroksida pada t detik ekivalen dengan a-b ml tio sulfat. Oleh karena itu persamaan
(5) dapat ditulis sebagai berikut:
i a
k  ln (6)
t (a  b)
lna  ln(a  b)  kt (7)
ln(a  b)  kt  lna (8)
Apabila dibuat grafik hubungan ln (a-b) dengan t, maka angka arah grafik tersebut
sama dengan –k.
Apabila reaksi orde 2, Persamaan (2) menjadi sebagai berikut.

34
dC
  kC 2 (9)
dt
Integrasi persamaan (10) pada batas pada t-t0 menghasilkan Persamaan (10).
1 1
 = kt (11)
C A C A0
Jika grafik hubungan 1/C dengan t berupa garis lurus maka reaksi orde 2.
Apabila suhu dinaikkan kecepatan reaksi akan meningkat. Peningkatan ini dapat
dihubungkan dengan konstante kecepaatan reaki yang dikemukakan oleh Arrhenius
dalam Persamaan (9).
k = k0e-E/RT (12)

dengan k0 disebut faktor frekuensi, kadang-kadang diberi simbol A, atau faktor


preeksponensial dan E disebut tenaga pengaktif reaksi itu, yaitu tenaga yang harus
dimiliki oleh zat pereaksi agar reaksi bisa terjadi. Pendekatan ini menggunakan
asumsi bahwa sesaat sebelum terjadi reaksi, zat-zat pereaksi berubah menjadi
kompleks transisi. Persamaan ini cocok dengan eksperimen dalam rentang suhu
yang sangat lebar, sehingga dapat digunakan untuk pendekatan pengaruh suhu
terhadap kecepatan reaksi. Jika terdapat dua nilai k hasil percobaan dengan suhu
berbeda maka:

r2 t E 1 1 
ln  ln 1    
r1 t 2 R  T1 T2 
(13)

D. Bahan dan Peralatan


Bahan:
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini sebaiknya berkualitas p.a., (misalnya
buatan Merck) sebagai berikut.
1. Hidrogen peroksida 3 %
2. Asam sulfat 2 N
3. Kalium permanganat 0,1 N
4. KI kristal

35
5. Asam sulfat pekat
6. Larutan tio sulfat 0,1 N
7. Larutan amilum

Peralatan:
Alat yang digunakan dalam percobaan ini dapat dilihat pada Gambar 1, dengan alat-
alat lain sebagai berikut.
1. Buret
2. Erlenmeyer 1000 mL
3. Erlenmeyer 250 mL
4. Labu takar 100 mL
5. Gelas ukur
6. Gelas piala
7. Pipet ukur
8. Pipet gondok
9. Propipet
10. Pengaduk magnet
11. Termometer
12. Stopwatch

KETERANGAN :

1. Buret dengan
peniter tio sulfat
3 2. Jepit buret
3. Statif
4. Erlenmeyer
4 5. Pengaduk
magnet
Gambar 1. Rangkaian
5 alat percobaan

36
E. LANGKAH KERJA
Cara kerja percobaan dilakukan dingan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut.
1. Mencari ekivalen H2O2 dengan tio sulfat.
a. Pipet 10 mL H2O2 yang tersedia, encerkan menjadi 100 mL (Larutan ini
juga digunakan sebagai bahan untuk menentukan Persamaan Kecepatan
Reaksi).
b. Pipet 10 mL larutan itu kemudian tambahkan 10 ml H2SO4 2N dan titrasi
dengan larutan KMnO4 0,1 N
c. Lakukan langkah (b) sebanyak 3 (tiga) kali.
d. Pipet 10 mL larutan KMnO4 0,1 N ke dalam erlenmeyer yang telah berisi 2
g KI dalam 20 ml air suling dan 1 mL H2SO4 pekat. Kemudian biarkan
selama 10 menit.
e. Titrasi dengan larutan tio sulfat menggunakan indikator amilum yang
dimasukkan ketika larutan sudah berwarna kuning pucat. Hentikan titrasi
ketika warna biru hilang.
f. Lakukan langkah (d) sampai (e) 2 (dua) kali.
2. Penentuan konstanta kecepatan reaksi
a. Isilah buret dengan larutan standar tio sulfat.
b. Buatlah 2 macam larutan sebagai berikut :
i. Ambil 5 mL larutan H2O2 yang sudah diencerkan sebelumnya dan sudah
ditentukan kadarnya (Percobaan 1) misalnya ekivalen dengan a mol,
masukkan ke dalam labu takar dan encerkan dengan air suling sampai
100 mL (Larutan 1)
ii. Tuangkan 500 mL air suling ke dalam erlenmeyer 1 L, tambahkan 30
mL H2SO4 2N, 3 mL larutan kanji dan 1,5 g KI yang telah dilarutkan
dalam air suling (Larutan 2)
c. Aturlah letak buret berada diatas erlenmeyer larutan 2
d. Masukkan 1 mL larutan tio sulfat dari buret ke dalam larutan 2.
e. Tambahkan larutan 1 ke dalam 2 dengan cepat, hidupkan stopwatch dan
aduk larutan tersebut menggunakan pengaduk magnet.

37
f. Apabila timbul warna biru berarti larutan tio yang dimasukkan sudah habis
bereaksi dengan yodium yang terlepas. Catat waktunya dan tambahlah
larutan dengan larutan tio sulfat sehingga warna biru hilang. Catat volume
tio (b mol) kemudian amati waktu saat timbul warna biru kembali. Amati
pula suhu larutan selama percobaan.
g. Ulangi langkah (f) sampai diperoleh minimal 10 titik data.
h. Perlu diperhatikan bahwa stopwatch jangan dimatikan dari awal sampai
akhir percoban dan waktu dicatat saat mulai timbul warna biru.
i. Buat grafik hubungan antara ln (a-b) dengan waktu (t)
j. Hituglah konstanta kecepatan reaksi antara hidrogen peroksida dengan asam
yodida dan buat laporan.
3. Penentuan tenaga pengaktif, E, dan A, dapat ditentukan dengan melakukan
percobaan pada suhu yang berbeda, misalnya pada 25 dan 40 oC.

F. DAFTAR PUSTAKA
Achmad, H, 1992, “Elektro kimia dan Kinetika Kimia”, cetakan pertama, hal.
149, PT. Gita Aditya Bakti, Bandung.
Kundari, N.A., 2005, Petunjuk Praktikum Kimia Dasar, Sekolah Tinggi
Teknologi Nuklir, Badan Tenaga Nuklir Nasional, Yogyakarta.
Kundari, N.A., 2008, Kinetika Kimia Dasar, Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir,
Badan Tenaga Nuklir Nasional, Yogyakarta.
Sienko & Plane, 1974, “Chemical Principles & Properties”, 2 ed., p. 279, Mc
Graw-Hill Kogakusha, Ltd. Tokyo.

38
PERCOBAAN VIII
PENENTUAN BERAT MOLEKUL POLIMER

A. Tujuan
Menentukan berat molekul polimer secara viskosimetri.
B. Dasar Teori
Berat molekul polimer dapat dihubungkan dengan viskositas larutan polimer. Hubungan
tersebut dapat digambarkan oleh persamaan berikut:
 sp
   lim  KM a …………………. (1)
c  0 c
keterangan:
[η] = viskositas intrinsik
ηsp = viskositas spesifik

= - 1 atau
0
t
= - 1
t0
η = viskositas larutan polimer
ηo = viskositas pelarut murni
t = waktu alir larutan polimer antara 2 tanda pada viskosimeter
t0 = waktu alir pelarut murni antara 2 tanda pada viskosimeter.
A & K = tetapan, yang harganya tergantung jenis polimer dan pelarutnya.
M = berat molekul polimer.
Dengan cara mengalurkan grafik antara ηsp/C versus C diperoleh intercept [η] .
Kemudian dengan memasukan nilai viskositas intrinsik ke dalam persamaan (1) di atas,
berat molekul polimer dapat ditentukan.
ηsp/C
α

[η]

39
C. Bahan dan Peralatan
Bahan:
 Polimer (polistirena)
 Toluena
 Polivinil alkohol
 Aquadest
 Alkohol (95%) atau aseton
Peralatan:
 Labu ukur (250ml, 100 ml, 25 ml)
 Pipet (5 ml, 10 ml)
 Viskosimeter Brookfield
 Gelas kimia
Rangkaian Alat

Viskosimeter Brookfield

40
D. LANGKAH KERJA
Penentuan BM menggunakan viskosimeter Brookfield.
1. Timbang 2.5 gram polistirena (polivinil alkohol) dan masukan dalam labu ukur
100 ml, larutkan sedikit demi sedikit dengan toluena (aquadest) sampai 250 ml (=
C).
2. Masukkan 250 ml toluena (aquadest) dalam sample container. Ukur viskositasnya
berkali-kali sampai diperoleh nilai yanng konstan (3 – 4 kali)
3. Bilas sample container yang baru dipakai dengan larutan yang akan diukur waktu
alirnya. Larutan yang diukur waktu alirnya adalah larutan dengan konsentrasi
0,125C; 0,25C; 0,5C; dan C.
4. Untuk setiap pengukuran masukkan ±200 ml larutan dalam sample container.
Pengukuran dimulai dari larutan yang paling encer.
Analisis Data.
1. Buatlah kurva ηsp/C sebagai fungsi C.
2. Hitunglah η viskositas intrinsik
3. Hitunglah berat molekul polimer, untuk larutan polistirena dalam toluena (dalam
satuan g/ml) pada suhu 25 0C adalah K = 1,18 . 10-2 dan a = 0,72. Untuk larutan
polivinilalkohol dalam air (dalam satuan g/ml) pada suhu 30 0C adalah K = 15,6 .
10-2, a = 0,76.

41
PERCOBAAN IX
KESETIMBANGAN KIMIA

A. Capaian Pembelajaran
Capaian Pembelajaran umum:
Praktikan memahami tetapan kesetimbangan kimia dan cara perhitungannya
Capaian Pembelajaran khusus:
1. Praktikan mengerti keadaan setimbang secara kimia
2. Praktikan mengerti cara mengukur kesetimbangan kimia
3. Praktikan mengerti hal-hal yang mempengaruhi kesetimbangan kimia

B. Tujuan
1. Mengukur tetapan kesetimbangan
2. Membuktikan bahwa tetapan kesetimbangan tidak bergantung pada konsentrasi
awal reaktan

C. Dasar Teori
Kesetimbangan adalah keadaan reaksi berakhir dengan suatu campuran yang
mengandung baik zat pereaksi maupun hasil reaksi dengan konsentrasi yang tidak
berubah lagi. Hukum kesetimbangan berdasar hukum aksi massa Gulberg dan
Waage adalah: hasil kali konsentrasi setimbang zat yang berada di ruas kanan,
masing-masing dipangkatkan dengan koefisien reaksinya dibagi zat yang berada di
ruas kiri, Masing-masing dipangkatkan dengan koefisien reaksinya. Suatu reaksi
dikatakan setimbang apabila reaksi pembentukan dan reaksi penguraian padareaksi
tersebut berlangsung dengan kecepatan yang sama sehingga tidak ada lagi
perubahan “bersih pada sistem tersebut.
Iodin membentuk kompleks triodida, dengan konstanta kesetimbangan
sekitar 710 pada 25 ˚C. Suatu kelebihan kalium iodida dapat ditambahkan untuk
meningkatkan kelarutan dan untuk menurunkan kestabilan iodin. Biasanya sekitar
3 sampai 4 % berat KI ditambahkan ke dalam larutan 0,1 N, dan botol yang

42
mengandung larutan ini adalah larutan ini disumbat dengan baik. Berdasarkan teori,
percobaan dapat dilakukan untuk membuktikan kesetimbangan larutan iodin.
Konstanta Kesetimbangan Konsentrasi (Kc)
Konstanta ksetimbangan yang dinyatakan dengan term konsentrasi (Kc)
dapat mempunyai nilai yang sangat besar atau sangat kecil. Bila konstanta
kesetimbangan (Kc) kecil (Kc < 1), berarti bahwa pada keadaan kesetimbangan
konsentrasi produk adalah kecil, sehingga konstanta kesetimbangan yang kecil
menunjukkan reaksi bolak-balik, atau reaksi ke arah produk kecil. Misalnya jika
reaksi : A(g) + B(g) ↔ C(g) + D(g) Dengan Kc = 10-5 berarti bahwa campuran A
dan B tidak banyak menghasilkan C dan D pada kesetimbangan. Bila konstanta
kesetimbangan besar (Kc > 1) berarti bahwa konsentrasi reaktan yang tinggal pada
kesetimbangan adalah kecil, sehingga nilai konstanta kesetimbangan yang besar
menunjukkan bahwa reaksi berlangsung ke kanan dengan baik. Misalnya untuk
reaksi :

E(g) + F(g) ↔ G(g) + H(g)

dengan nilai Kc = 105 berarti campuran E dan F akan berubah hampir sempurna
menjadi G dan H. Nilai konstanta kesetimbangan dapat ditentukan berdasarkan data
eksperimen.(http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-
smk/kelas_x/karakteristik-macam-macam-sistem-dan-konstanta-kesetimbangan/)
Dalam penentuan tetapan kesetimbangan, pada praktiknya akan ditemui
beberapa kesulitan. Dalam menentukan nilai Kc suatu reaksi, pertama kali reaksi
harus ditunggu sampai mencapai kesetimbangan. Kemudian konsentrasi reaktan
dan produk diukur, baru nilai Kc dapat ditentukan. Akan tetapi dalam pengukuran
konsentrasi reaktan atau produk seringkali sejumlah larutan diambil untuk
dianalisis. Pengambilan larutan ini akan mempengaruhi kesetimbangan. Idealnya
harus digunakan suatu metode yang tidak melibatkan pengambilan larutan untuk
dianalisis seperti metode di atas. Salah satu metode yang tidak melibatkan
pengambilan larutan dalam menentukan konsentrasi reaktan atau produk adalah
metode kalorimeter.

43
CH3COOH + C2H5OH ⇔ CH3COOC2H5 + H2O

Reaksi ini berlangsung sangat lambat, tetapi dapat dikatalisis oleh ion H+.
Walaupun telah dikatalisis, untuk mencapai kesetimbangan masih diperlukan
waktu beberapa hari karena sangat lambat. Konsentrasi reaktan atau produk dapat
ditentukan dengan titrasi yang dilakukan dengan cepat agar tidak mengganggu
kesetimbangan secara nyata. Tetapan kesetimbangan selanjutnya dapat dihitung
menggunakan persamaan:

K
ester air 
asametanol

D. Bahan dan Peralatan


Bahan:
Bahan yang digunakan adalah sebagai berikut.
1. HCl 2M
2. Etanol (kandungan airnya diketahui)
3. Asam asetat
4. Indikator phenolpthalein (PP).
Peralatan:
Peralatan yang digunakan adaah sebagai berikut.
1. Buret
2. Erlenmeyer tertutup
3. Neraca
4. Pipet volum
5. Penangas air

E. LANGKAH KERJA
a. Kesetimbangan reaksi yang akan dicoba baru tercapai satu minggu kemudian, sehingga
larutan harus dibuat terlebih sekarang, dan dititrasi seminggu kemudian.
b. Pertamakali buret-buret yang tersedia diisi dengan larutan HCl, Asam asetat glasial,
dan Etanol.

44
c. Kemudian ke dalam empat buah labu erlenmeyer tertutup dibuat larutan dengan
komposisi seperti pada tabel di bawah. Segera setelah larutan dibuat, labu erlenmeyer
tadi ditutup dengan penutupnya untuk mencegah terjadinya penguapan. Jangan lupa
memberi tanda pada setiap labu erlenmeyer.

Nomor HCl (mL) Etanol (mL) Asam asetat (mL)


1 5 1 4
2 5 2 3
3 5 3 2
4 5 4 1

d. Letakkan larutan yang telah dibuat pada penangas bertermostat pada suhu ruang selama
satu minggu (dapat juga ditempatkan pada tempat yang variasi suhu udaranya kecil).
e. Setelah satu minggu (minimum 3 hari) lakukan:
1. Titrasi setiap larutan secara cepat dengan 0.1M NaOH. Gunakan indikator PP
dan catat hasilnya.
2. Titrasi 5 mL HCl 2M dengan 0.1M NaOH. Gunakan indikator PP dan catat
hasilnya.
3. Catat suhu ruang atau suhu penangas.
4. Pipet 5 mL HCl 2M, Etanol, dan Asam asetat, lalu timbang dengan
menggunakan neraca analitik.
Pengolahan Data
1. Hitung massa jenis asam asetat, etanol, dan HCl 2M.
2. Hitung jumlah mol air pada awal pencampuran (air berasal dari larutan HCl 2M).
Untuk menghitung jumlah mol air, partamakali hitung berapa mol HCl yang
terdapat dalam 5 mL HCl 2M dan kemudian hitung berat HCl yan terdapat pada 5
mL HCl 2M. Dari berat larutan 5 mL HCl, massa air dapat dihitung sehingga
jumlah mol air juga dapat ditentukan.
3. Hitung jumlah mol asam asetat pada awal pencampuran (gunakan masa jenis dan
volum asam asetat pada awal pencampuran).
4. Hitung jumlah mol etanol pada awal pencampuran.
5. Hitung jumlah mol asam asetat pada awal kesetimbangan. Untuk menghitungnya
kurangi volume 1M NaOH yang diperlukan untuk menetralisir campuran dengan
volum 1M NaOH yang diperlukan untuk menetralisir 5 mL HCl 2M.

45
6. Hitung jumlah mol etanol pada saat kesetimbangan. Perlu diingat bahwa untuk
setiap mol asam asetat yang bereaksi akan membutuhkan etanol sebanyak satu mol.
7. Hitung konsentrasi etil asetat pada saat kesetimbangan.
8. Hitung jumlah mol air pada saat kesetimbangan.
9. Hitung konsentrasi asam asetat, etanol, etil asetat dan air pada saat kesetimbangan
(volum total adalah 10 mL)
10. Hitung tetapan kesetimbangan, Kc.

PERTANYAAN:
1. Nilai ΔH pembentukan ester adalah positip. Bila campuran dipanaskan bagaimana
pengaruh suhu ini terhadap Kc?
2. Apakah tetapan kesetimbangan Kc bergantung pada konsentrasi awal reaktan?
Jelaskan!.

F. DAFTAR PUSTAKA
Alberty,R.A. and Daniel,P., 1990, Physical Chemistry, John Wiley & Sons, New
York.
Bird, T. 1993. KIMIA UNTUK UNIVERSITAS. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Castellan, W.G., 1983, Physical Chemistry, Addison-Wesley Publishing Co., New
York.
Dogra, S.K. 1990. KIMIA FISIK DAN SOAL – SOAL. Jakarta : Universitas Indonesia.
Nasional, Ensiklopedia. 1988. A- AMY JILID 1. Jakarta: PT Cipta Adi Pustaka.
Sardjoni.2003. KAMUS KIMIA. Jakarta : PT Rineka Cipta
Soekardjo. 1989. KIMIA FISIK. Jakarta : PT Rineka Cipta.

46
PERCOBAAN X
ANGKA ANGKUT

A. Capaian Pembelajaran
Capaian Pembelajaran umum:
Praktikan memahami angka angkut dan dapat menentukan angka angkut kation
dan anion.
Capaian Pembelajaran khusus:
1. Praktikan dapat merangkai alat elektrolisis
2. Praktikan mengerti cara Hirtoff
3. Praktikan dapat menentukan angka angkut kation dan anion

B. Tujuan
Menentukan angka angkut kation dan anion dengan cara Hittorf.

C. Dasar Teori
Bagian arus yang diangkut oleh kation yang bergerak ke katoda dan oleh anion yang
bergerak ke anoda disebut angka angkut. Banyaknya bagian arus yang diangkut oleh anion
dan kation tidak sama. Ion yang bergerak lebih cepat akan mengangkut jumlah listrik yang
lebih banyak melalui larutan dalam satuan waktu tertentu atau ion tersebut mengangkut
bagian arus yang lebih banyak.
Untuk suatu elektrolit, jika ua dan uc masing-masing adalah mobilitas anion dan
kation, maka angka angkut kation dan anion dirumuskan:
nc = uc / (uc + ua) dan na = ua / (uc + ua)
dimana, nc : angka angkut kation
na : angka angkut anion
uc : mobilitas kation
ua : mobilitas anion

Dengan demikian diperoleh persamaan : (nc + na) = 1.


Ada beberapa cara untuk menentukan angka angkut anion dan angka angkut
kation, antara lain dengan cara batas bergerak dan cara Hittorf. Pada percobaan

47
berikut akan dilakukan penentuan angka angkut cara Hittorf. Pada cara hittorf
digunakan sel elektrolisis yang dibagi menjadi tiga bagian dengan menggunakan
penyekat berpori. Tiga bagian tersebut adalah ruang anoda, ruang katoda dan ruang
penghubung. Pada proses elektrolisis jumlah ekivalen kation yang terbentuk di
anoda sama dengan jumlah ekivalen atom yang terbentuk di katoda, tetapi
konsentrasi kation di sekitar elektroda tidaklah tepat sama.
Sebagai contoh, elektrolisis larutan CuSO4, jika x ekivalen ion Cu2+ dilepaskan di
anoda, akan terjadi peningkatan jumlah ion Cu2+ x ekivalen di sekitar anoda, bila tidak
terjadi migrasi ion Cu2+ ke katoda. Karena terjadi migrasi Cu2+ dalam ruang anoda, maka
hanya terjadi peningkatan jumlah ion Cu2+ sebesar z ekivalen yang lebih kecil dari x.
Besarnya x dapat diketahui dengan cara penimbangan anoda atau penentuan jumlah muatan
listrik yang digunakan dalam elektrolisis, sedangkan besarnya z dapat diketahui dengan
cara titrasi larutan di sekitar anoda sebelum dan sesudah elektrolisis. Besarnya angka
angkut ion Cu2+ dihitung dengan menggunakan rumus:
nc = (x – z)/x
z : peningkatan jumlah ekivalen ion Cu2+ di ruang anoda.
x : ekivalen dari Cu yang berasal dari oksidasi anoda.
nc : angka angkut kation
D. Bahan dan Peralatan
Bahan:
 Elektroda Cu
 Larutan CuSO4 0,1 M
 Larutan Na2S2O3 0,1 M
 Larutan KI 0,1 M (baru)
 Indikator amilum (baru)
Peralatan:
 Sumber arus DC
 Stop watch
 Buret
 Corong
 Pipet takar 5 dan 10 ml
 Erlenmeyer 100 ml

48
 Beaker glass 400 ml
Rangkaian alat elektrolisis untuk menentukan angka angkut cara Hittorf dalam percobaan,
ditunjukkan oleh gambar di bawah ini.

mA

Cu Cu
u u

CuSO4

Gambar: Rangkaian alat elektrolisis untuk menentukan angka angkut cara Hittorf.

E. LANGKAH KERJA
1. Bersihkan sepasang elektroda Cu dengan kertas gosok, cuci dengan air kemudian
dengan alkohol. Timbang elektroda yang akan dipakai sebagai anoda dengan
ketelitian 0,001 gram.
2. Isikan larutan CuSO4 0,1 M (konsentrasi harus diketahui dengan tepat) ke dalam
beaker (alat yang lebih sesuai adalah yang berbentuk persegi panjang).
3. Pasanglah elektroda, penyekat dan alat lain untuk elektrolisis.
4. Tentukan volume larutan dalam ruang anoda, dengan mengukur tinggi, panjang, dan
lebar.
5. Alirkan listrik selama 30 menit, catat kuat arus tiap 1 menit. Kuat arus dalam
perhitungan adalah harga rata-rata kuat arus ini.
6. Ambilah 5 ml larutan di sekitar anoda dengan pipet takar sebanyak tiga kali dan
tempatkan masing-masing dalam erlenmeyer.
7. Tambahkan ke dalam masing-masing erlenmeyer, 15 ml larutan KI 0,1 M dan
indikator amilum.
8. Titrasilah masing-masing larutan dengan larutan Na2S2O3 0,1 M sampai warna biru
hilang.
9. Ulangi langkah 6 – 8 untuk larutan CuSO4 yang belum dielektrolisis.
Bersihkan anoda dengan air (jangan digosok) kemudian dengan alkohol. Timbanglah
anoda tersebut bila sudah kering benar.

49
F. DAFTAR PUSTAKA

Atkins, P.W. 1986. Physical Chemistry. 3rd edition. Oxford: Oxford University Press
Castelan, G.W. 1983. Physical Chemistry. 3rd edition. Amsterdam: Addison Wesley
Publishing Company
Day, R.A. Jr and Underwood,A.L. , 1986, Kimia Analisis Quantitatif, Jakarta:Erlangga.
Laidler, Keith, J., dan Meisler, John H. 1982. Physical Chemistry. California: The
Benjamin/Cuming Publishing Company, Inc

50
PERCOBAAN XI
VOLUME MOLAR PARSIAL
A. Capaian Pembelajaran
Capaian Pembelajaran umum:
Praktikan memahami dan dapat menghitung volume molar parsial
Capaian Pembelajaran khusus:
1. Praktikan dapat menentukan volum molar parsial zat terlarut
2. Praktikan
B. Tujuan
Menentukan volum molal parsial NaCl dan air dengan konsentrasi antara 0,3
sampai 3 m dengan bantuan kurva volum molal nyata (v) dan persamaan-
persamaan hasil analisis untuk zat terlarut terhadap jumlah mol zat terlarut pada
volum molal parsial tertentu.
C. Dasar Teori
Dalam kehidupan sehari-hari kita mengenal dua materi yaitu materi murni
dan materi campuran. Jarang sekali kita temukan materi murni di alam dan di
lingkungan sekitar kita. Kebanyakan materi-materi tersebut tersusun atas
campuran-campuran dari suatu zat. Campuran ada yang homogen dan ada pula
yang heterogen. Kesetimbangan kimia, juga mengenal adanya campuran biner,
yaitu suatu campuran yang terdiri dari dua macam zat.
Kita sudah mengenal tekanan parsial gas dalam campuran gas, yaitu
kontribusi satu komponen dalam campuran gas terhadap tekanan totalnya. Sekarang
dalam campuran cair-cair atau larutan-larutan juga ada sifat-sifat parsial lain. Sifat-
sifat ini yang membantu kita dalam menjelaskan bagaimana komposisi suatu
campuran dan bisa pula digunakan untuk menganalisis sifat-sifatnya. Sifat parsial
lain yang paling mudah digambarkan adalah volume molar gas. Oleh karena itu,
untuk mengetahuinya maka dilakukan percobaan “Volum Molal Parsial”.
Volum molal parsial
Molal atau molalitas didefinisikan sebagai jumlah mol solute per kg solven. Berarti
merupakan perbandingan antara jumlah mol solute dengan massa solven dalam
kilogram.

51
Molal = mol solute/1000 g solven
Jadi, jika ada larutan 1,00 molal maka mengandung 1,00 mol solute tiap 1,00 kg
solven (Brady,1990:592).
Volum molal parsial adalah kontribusi pada volum, dari satu komponen dalam
cuplikan terhadap volum total. Volum molal parsial komponen suatu campuran
berubah-ubah tergantung pada komposisi. Hal ini desebabkan oleh lingkungan
setiap jenis molekul berubah jika komposisinya berubah dari komponen 1 murni ke
komponen 2 murni. Perubahan lingkungan molekuler dan perubahan gaya-gaya
yang bekerja antara molekul inilah yang menghsilkan variasi sifat termodinamika
campuran jika komposisinya berubah (Atkins, 1993:170)
Ditinjau dari sisi termodinamika, terdapat 2 macam larutan, yaitu larutan ideal dan
larutan tidak ideal. Suatu larutan dikatakan ideal jika larutan tersebut mengikuti
hukum Raoult pada seluruh kisaran komposisi sistem tersebut. Untuk larutan tidak
ideal, dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Besaran molal parsial, misalnya volume molal parsial dan entalpi
2. Aktivitas dan koefisien aktifitas.
Secara matematik sifat molal parsial didefinisikan sebagai:
Dimana, adalah sifat molal parsial dari komponen ke-i. Secara fisik berarti
kenaikan dalam besaran termodinamik j yang diamati bila satu mol senyawa I
ditambahkan ke suatu sistem yang besar sehingga komposisinya tetap konstan
(Dogra,1990:580).
Ada3 sifat termodinamik molal parsial utama, yakni: (i) volume molal parsial dari
komponen-komponen dalam larutan, (ii) entalpi molal parsial dan (iii) energi bebas
molal parsial. Satu hal yang harus diingat adalah bahwa sifat molal parsial dari suatu
komponen dalam suatu larutan dan sifat molal untuk senyawa murni adalah sama
jika larutan tersebut ideal (Dogra,1990:580).
Dalam Petunjuk Praktikum ini dibatasi pada volume molal parsial.
Volum molal parsial komponen i dari sistem larutan didefinisikan sebagai berikut.
 V 
Vi  T , P, ni (1)
 ni 

52
dengan V adalah volum, n adalah jumlah mol, T adalah suhu dan P adalah tekanan
sistem.
Pada umumnya, volum larutan adalah fungsi suhu, tekanan, dan jumlah mol
sehingga dapat dinyatakan sebagai:
V = f (T, P,n1,n2,...) (2)
atau

d Vi V dT  V dP  V dn1  V dn 2  ... (3)


T P n1 n2

Pada suhu dan tekanan tetap, berdasarkan persamaan (1) Persamaan (3) dapat
disederhanakan menjadi Persamaan (4).
dV =V1dn1+V 2dn2 +... (4)

Volum molal parsial akan tetap pada kondisi komposisi, suhu, dan tekanan tetap.
Integrasi persamaan (4) pada kondisi tersebut memberikan:
V = n1V1+ n2V 2 +...+ tetapan (5)

Jika n1 = n2 maka tetapan akan sama dengan 0.

Contoh perhitungan volum molal parsial


Misalkan akan dicari volum molal parsial zat terlarut dalam pelarut air sebanyak
1000 gram, maka:
V = n1V1+ n2V 2 (6)
1000 gram air = 55,51 mol sehingga:
V = n1V1+ n2V 2 (7)
dengan V adalah volum seluruh larutan, n1 adalah jumlah mol air dengan volum
molal parsial V1, dan m adalah jumlah mol zat terlarut dengan volum molal parsial
V2. Jika V0 adalah volum molal air murni, dan φ adalah volum molal nyata untuk
zat terlarut, maka:
V = n1V 01+ n2φ (8)
Diketahui pula bahwa,

53
1000 mM 2 1000
V2  dan n1V 01 
 larutan  la
Dengan M2 adalah berat molekul solut, ρlarutan adalah massa jenis larutan dan ρa
adalah massa jenis air murni.
Berdasarkan persamaan (8) didapat:
1000 mM 2

 larutan
Volume molal Parsial Larutan Nyata
Jika larutan ideal, maka volume totalnya adalah jumlah volume solute murni
dengan volume solven murni. Untuk larutan dua komponen dapat ditulis dengan
persamaan (9).
V = n1V* m1+ n2V * m2 (9)

Dengan V* m1 adalah volume molar komponen 1 murni dan V *


m2 adalah volume
molar komponen 2 murni. Benzena dan toluena dapat membentuk larutan ideal.
Volume 1 mol benzena adalah 88,9 mL dan volume 1 mol toluen adalah 106,4 mL.
Berdasarkan Persamaan (8) maka jika 88,9 mL benzena dicampur dengan 106,4 mL
toluena akan menghasilkan 195,3 mL larutan.

Sebaliknya, air dan etanol tidak membentuk larutan ideal. Volume 1 mol etanol
murni adalah 58 mL dan volume 1 mol air musrni adalah 18 mL. Jika 1 mol etanol
dicampur dengan 1 mol air murni tidak menghasilkan 76 mL larutan melainkan
74,3 mL. Jika fraksi molnya 0,5, volume molal etanol adalah 57,4 sedangkan
volume molal air adalah 16,9 mL. Berdasarkan Persamaan (8), dapatlah dihitung
volume larutan sebagai berikut.
1 mol57,4 mL/mol + 1 mol16,9 mL/mol = 74,3 mL.

Perlu diingat bahwa yang kita tuliskan tadi hanya untuk etanol dan air pada
konsentrasi tertentu, dalam hal ini dengan fraksi mol 0,5.

54
Volume molal teramati
Volume molal teramati, v, berhubungan erat dengan volume molar parsial solut.
Volume molal teramati tidak begitu bermakna untuk dipahami sebagai volume
molal parsial saja, namun akan berguna jika dikatitkan dengan penelitian lainnya
misalnya pada analisis dengan metode ultracentrifugasi. Hasil eksperimen volume
molal parsial telah disajikan dalam suatu tabel yang disajikan dalam literatur-
literatur Kimia Fisika. Percobaan penentuan volume molal parsial prinsipnya cukup
sederhana yang melibatkan pengukuran rapat (densitas) secara cermat pada
beberapa konsentrasi yang diketahui. Perhitungan volume molal parsial dapat
ditentukan dengan grafik volume molal teramati.

Misalnya volume larutan dengan n2 mol solut ditambah dengan n1 solven (tetap).
Volume larutan dapat berubah seperti yang disajikan pada Gambar 1. Volume ini
disebut volume molal parsial v.

Gambar 1. Ketergantungan volume total dengan volume solven murni dan volume
molal solute teramati v.

55
Berdasarkan Gambar 1 dapat diketahui bahwa:

Vlarutan  Vsolven
v  (11)
mol solut

atau
V  n1V * m,1
v  (12)
n2

Jadi, berdasarkan Gambar 1, volume larutan V pada setiap penambahan n2 mol


solute diperoleh dengan mengatur kembali Persamaan (12).

V = n1V* m1+ n2v (13)

Volume molal teramati berbeda dengan volume molal parsial yakni pada volume
molal parsial, bahwa volume dipilah menjadi volume solut dan volume solven.
Dengan kata lain. Volum molal parsial solut adalah volume efektif solut dan volume
molal parsial solven adalah perubahan volume solven yang disebabkan oleh
interaksi dengan solut. Persamaan (13) menunjukkan bahwa volume teramati
disajikan dalam perspektif yang berbeda. Volume efektif solven dianggap tetap
memiliki volume molal solven murni, sedangkan perubahan volume menyeluruh
dianggap sebagai volume molal solut. Dalam suatu pandangan, volume molal
parsial dipengaruhi oleh solven maupun solut, sedangkan volume molal teramati,
perubahan volume menyeluruh hanya disebabkan oleh solut. Dalam penerapannya,
pilihan antara volume molal parsial atau volume molal teramati tergantung pada
percobaan yang menjadi dasar.
Volume spesifik teramati, ,
Volume spesifik teramati, , adalah volume teramati per gram bukan dengan basis
per mol, =v/M2, dengan M2 adalah massa molar solut. Volume spesifik teramati
juga dapat ditulis dengan Persamaan (14).
V   Vd ssolven  w/ 1
 (14)
n2

56
Untuk senyawa organik, seperti asam amino, volume spesifik teramati sering dekat
dengan angka 0,7 mL/g.
Volume molal parsial dan volume molal teramati berdasarkan pengukuran
rapat
Solut
Hubungan volume molal parsial dengan molalitas, m, dan rapat larutan, , dapat
disusun berdasarkan persamaan sebagai berikut. Volume larutan, V, dapat
dinyatakan sebagai:
w.solven  wsolut
V  (15)

Karena rapat merupakan besaran intensif, kita dapat memilih sebarang jumlah
larutan sebagai basis/titik awal. Jika kita pilih sebanyak 1 kg solven, maka jumlah
mol solut dalam larutan itu adalah n2=m, dengan m adalah molalitas. Dengan
demikian volume larutan yang mengandung 1 kg solven adalah:
nM 1  n2 M 2 1000  mM 2
V 1kg   (16)
 
Dengan M1 dan M2 berturut-turut adalah massa molar solven dan solut.
Selanjutnya, dianggap volume mempunyai hubungan polinomial pangkat 3 dalam
molalitas yang dapat ditulis dengan Persamaan (17).
V1kg = a m3 + b m2 + c m + d (17)
Untuk menghitung volume molal parsial solut, diperlukan diferensial Persamaan
(16)
 V   V   m   V  1
V 2         (18)
 n2  n1  m  n1  n2  n1  m  n1 1kg

karena molalitas adalah jumlah mol 2 (solut) dalam 1 kg solven.


Gabungan Persamaan (18) dan (17), maka:
 V   V 
V 2      3am  2bm  c
2
(19)
 n 2  n1  m  n1

57
Untuk menghitung volume molal teramati, suku V* m1 dalam Persamaan (12) adalah
volume solven murni. Jika konsentrasi dinyatakan sebagai molalitas, maka massa
solven adalah 1000 g, sehingga volume solven adalah:
n1V* m1 = 1000 /1 (20)

Substitusi n1V* m1 dari Persamaan (20) ke Persamaan (12) menghasilkan persamaan


berdasarkan pengukuran v, volume molal teramati, dengan n2 sama dengan m
(1kg).

V lkglrutan  1000 / 1
v  (21)
m(1kg )

Dengan 1 adalah rapat solven murni, m adalah mol solut, V volume larutan.

Solven
Untuk menghitung volume molal parsial solven, dapat digunakan volume total dan
volume molal parsial solut, serta Persamaan (8). Untuk V (volume larutan yang
mengandung 1 kg solven) dan n2=m(1kg), maka Persamaan (8) menjadi:

V1kg = (1000/M1)V1 + m(1kg).V2 (22)


Nilai V 2 bisa diketahui sebelumnya, sehingga V1 dapat dihitung.

Pengukuran Rapat
Rapat ditentukan dengan pignometer. Volume pignometer yang tertera pada alat adalah
angka pendekatan sehingga perlu dikalibrasi dengan akuades, yaitu dengan cara
menimbang pignometer kosong dan pignometer berisi akuades dan megukur suhu akuades.
Selisih berat dibagi dengan rapat akuades pada suhu pengukuran (Lihat Tabel 5-14 Lange’s
Hand Book of Chemistry and Physics) diperoleh volume pignometer. Rapat larutan
diperoleh berdasarkan selisih berat pignometer berisi larutan dengan pignometer kosong
dibagi volume pignometer.

58
D. Bahan dan Peralatan
Bahan:
1. Natrium Klorida
Sifat fisik NaCl (Natrium Chlorida): Berbentuk kristal, Higroskopis, Sedikit
larut dalam alkohol dan larut dalam air dan gliserol (Sarjoni, 2003:20 ),
memiliki berat molekul 58,44, berbentuk padatan putih dengan struktur
bongkahan Kristal, Titik lelehnya 800,6oC, Titik didihnya 1,413oC
(Ensiklopedi nasional Indonesia, 1990:47).

2. Aquades
Aquades disebut juga Aqua Purificata (air murni) H2O dengan. Air murni
adalah air yang dimurnikan dari destilasi. Satu molekul air memiliki dua
hidrogen atom kovalen terikat untuk satu oksigen.
Sifat fisik dan kimia : Penampilan: cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau,
Berat molekul: 18,0, pH: antara 5-7, Rumus kimia : H2O, Berbentuk cair, Tidak
berwarna, Tidak berbau, Tidak mempunyai rasa, Titik didih 1000C, Titik beku
00C, Bentuk alltropnya adalah es (padat) dan uap (gas), Elektrolit lemah,
Terionisasi menjadi H3O+ dan OH-.
Air dihasilkan dari pengoksidasian hidrogen dan banyak digunakan sebagai
bahan pelarut bagi kebanyakan senyawa dan sumber listrik (Sarjoni,2003:241).
Peralatan:
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut.
1. Neraca digital
2. Labu ukur
3. Pipet volum
4. Botol semprot
5. Beaker glass
6. Piknometer
7. Termometer

59
E. LANGKAH KERJA
1. Sejumlah NaCl ditimbang untuk memperoleh larutan 200 mL (kira-kira)
konsentrasi 3 m. (3/5 X 58,5 gram NaCl ditambah 200 g air)
2. Sebagian larutan 1 diambil untuk diencerkan dengan konsentrasi ½; ¼; 1/8;
1/16 mula-mula.
3. Pignometer kosong, pigometer berisi akuadest, dan pignometer berisi larutan
masing-masing ditimbang, konsentrasi dan suhu diukur. Semua pengamatan
dicatat dalam tabel.

F. DAFTAR PUSTAKA

Alberty,R.A. and Daniel,P., 1990, Physical Chemistry, John Wiley & Sons, New York.
Bird, T. 1993. KIMIA UNTUK UNIVERSITAS. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Castellan, W.G., 1983, Physical Chemistry, Addison-Wesley Publishing Co., New York.
Dogra, S.K. 1990. KIMIA FISIK DAN SOAL – SOAL. Jakarta : Universitas Indonesia.
Nasional, Ensiklopedia. 1988. A- AMY JILID 1. Jakarta: PT Cipta Adi Pustaka.
Sardjoni.2003. KAMUS KIMIA. Jakarta : PT Rineka Cipta
Soekardjo. 1989. KIMIA FISIK. Jakarta : PT Rineka Cipta.

60

Anda mungkin juga menyukai