Articlefor Humaniora Journal
Articlefor Humaniora Journal
BERHASIL)
Oleh:
Haryanto Atmowardoyo
ABTRACT
ABSTRAK
Artikel ini diturunkan dari sebuah studi kasus yang dilakukan
terhadap seorang pembelajar Bahasa Inggris yang berhasil bernama
Indra. Dia adalah seorang siswa salah satu SMA di Purbalingga,
Jawa Tengah. Penelitian ini semula ditujukan untuk mengungkap
faktor-faktor yang memberikan kontribusi terhadap keberhasilan
Indra dalam belajar Bahasa Inggris. Akan tetapi, dalam proses
analisis terkuak bahwa faktor motivasi merupakan kunci
keberhasilan Indra.
Peran motivasi sebagai faktor kunci tentu bukanlah hal baru.
Namun demikian, cara bagaimana motivasi saling berinteraksi
dengan faktor-faktor lain tentu merupakan hal baru yang
mengimplikasikan berbagai teori substantif mengenai hubungan
faktor motivasi dengan faktor-faktor lain dalam menunjang proses
pembelajaran bahasa asing yang bermuara pada keberhasilan.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan sebuah studi kasus yang dilakukan dengan
pendekatan kualitatif. Metode yang digunakan adalah grounded theory,
sebuah metode penelitian naturalistik yang diperkenalkan oleh Glaser dan
Strauss (1967). Langkah-langkah yang ditempuh meliputi studi penjajakan
untuk menentukan subjek, melakukan wawancara dan pengamatan terbuka,
menentukan focus penelitian, melakukan wawancara dan pengamatan
terfokus, membuat cacatan lapangan, melakukan analisis terhadap cacatan
lapangan, dan merumuskan hasil analisis ke dalam teori.
Proses analisis cacatan lapangan atau data itu sendiri dilakukan
dengan mengadopsi prosedur dan teknik yang diperkerkenalkan oleh Strauss
dan Corbin (1990). Prosedur dan teknik itu dikenal dengan kodifikasi (coding)
dan meliputi tiga macam: kodifikasi terbuka, kodifikasi aksial, dan kodifikasi
selektif. Hasil kodifikasi terbuka berupa sejumlah datar kategori atau
fenomena. Kategori-kategori itu dihubung-hubungkan secara paradigmatik
(sebab fenomena tindakan hasil) melalui proses kodifikasi aksial.
Selanjutnya, dilakukan kodifikasi selektif untuk menentukan alur cerita ( story
line). Alur ceriata ini kemudian diambil sebagai kategori inti yang kemudian
dijadikan sebagai dasar untuk merumuskan teori.
2. Kejadian-Kejadian Penting
a. Motivasi Muncul
Motivasi belajar bahasa Inggris Indra muncul pertama kali ketika ia
mengenal pelajaran bahasa Inggris di kelas I SMP. Pada saat itu di dalam
kelas secara kebetulan ia duduk dengan seorang siswa yang ‘cakap’ dalam
bahasa Inggris, dalam arti mampu merespon pelajaran bahasa Inggris
dengan baik. Dalam kondisi itu muncul keinginan dalam diri subjek untuk bisa
menyaingi teman sebangkunya itu. Untuk memenuhi keinginan itu, subjek
malakukan pendekatan dengan kawan tersebut. Setelah dekat, subjek
bertanya tentang berbagai persoalan bahasa Inggris yang ia hadapi di dalam
kelas. Hasil dari tindakan itu adalah bahwa subjek kemudian dapat mengikuti
pelajaran bahasa inggris denan baik. Ia pun memperoleh prestasi yang amat
memuaskan dalam mata pelajaran itu.
b. Motivasi Menggebu
Kejadian kedua adalah munculnya keinginan subjek yang semakin
menggebu-gebu untuk menguiasai bahasa inggris. Ini muncul sebagai akibat
dari akumulasi dari beberapa peristiwa penting yang terjadi dalam kurun
waktu satu tahun. Selain oleh karena pertemuannya dengan teman yang
‘cakap’ tadi, motivasi bertambah meningkat oleh karena pengalamannya
ketika diajar oleh seorang guru bernama Pak Tjong dan pengalamannya
ketika belajar komputer. Di hadapan kelas, di mana subjek berada, Pak Tjong
yang memang peneliti kenal sebagai seorang guru senior, pernah sekali
mendemonstrasikan kemampuannya menggunakan bahasa Inggris secara
lisan. Subjek mengaguminya, dan selanjutnya kejadian itu memicu
motivasinya untuk dapat berbuat sama. Kemudian, kesulitan berhadapan
dengan perintah-perintah komputer telah memicu pula munculnya rasa butuh
yang pada gilirannya berakibat pada timbulnya motivasi untuk belajar bahasa
Inggris secara lebih intensif. Ini terjadi pada waktu subjek duduk di kelas I
SMP dimana mata pelajaran keterampilan komputer menjadi salah satu mata
pelajaran yang harus diikuti oleh siswa kelas I di sekolah itu.
c. Motivasi tetap Menggebu
Dalam kursus di LPK AQ subjek bersama dengan dua orang temannya
diajar oleh seorang guru yang bernama Pak Yono. Subjek mengakui bahwa
pembelajaran bersama guru ini amat mengesankan. Pembawaan Pak Yono
yang energik dan penampilannya dalam berbahasa yang ‘bagus’ membuat
kelas menjadi aktif. Lebih-lebih materi yang diberikannya juga ‘menarik’ dan
‘menantang’
d. Motivasi Menurun
Selepas level tiga, subjek sebenarnya hendak melanjutkan kursus ke
level berikutnya. Akan tetapi, setelah mengikuti beberapa kali pertemuan,
subjek merasa kurang cocok dengan pengajarnya yang baru, yang ternyata
bukan lagi Pak Yono lagi. Guru barunya di kursus kurang energik dan tidak
mampu menghidupkan suasana. Sikap negative ini mengakibatkan motivasi
belajar di kursus itu menjadi turun. Akhirnya, Indra memutuskan untuk
berhenti.
e. Motivasi muncul kembali
Motivasi subjek muncul kembali ketika ia menerima brosur penawaran
kursus tertulis bahasa Inggris jarak jauh. Tawaran itu diresponnya dengan
mendaftarkan diri sebagai peserta.
f. Motivasi menurun kembali
Sayang sekali bahwa motivasi Indra yang amat tinggi itu tidak
terpelihara dengan baik oleh pelayanan kursus tertulis itu. Materi yang
diterima dari kursus itu berupa buku paket yang didesain mirip kamus
ungkapan. Materi itu dinilainya ‘tidak menarik’ dan ‘tidak menantang’.
Akibatnya subjek tidak berminat untuk membacanya.
g. Motivasi meningkat di sekolah
Meskipun secara umum pembelajaran bahasa Inggris di sekolah dinilai
tidak menarik, pernah suatu kali ia merasa termotivasi untuk mengikutinya.
Ini terjadi ketika dia duduk di kelas I SMU dimana ia diajar oleh seorang guru
yang simpatik, enerjik dan antusias dalam mengajar. Guru tersebut adalah
Pak Totok (bukan nama sebenarnya), yang justru seorang guru pinjaman.
Efek dari motivasi yang meningkat itu adalah bahwa subjek mengikuti
pelajaran dengan baik. Semua tugas pekerjaan Bahasa Inggris dikerjakan
dengan sepenuh hati.
h. Motivasi kurang terpelihara di Sekolah
Motivasi yang telah terbangun oleh penampilan Pak Totok rupanya
tidak terpelihara dengan baik oleh guru-guru yang lain. Pembelajaran dia
pada waktu-waktu lain dengan guru lain dinilai ‘mati’ atau kurang
mengesankan oleh karena kelas tidak hidup. Ini disebabkan oleh kurangnya
kemampuan guru dalam mengelola kelas.
Dampak dari kurang terpeliharanya motivasi itu adalah bahwa subjek
tidak sepenuh hati mengikuti kegiatan kelas. Tugas-tugas yang diberikan
dikerjakan sekedar untuk memenuhi kewajiban, tanpa adanya dorongan yang
kuat untuk menguasainya.
i. Motivasi Belajar secara Autodidak
Di samping mengikuti kursus dan mengikuti pembelajaran secara
formal di sekolah, subjek juga melakukan tindakan belajar secara mandiri
dengan mengunakan buku-buku, TV, dan radio. Motivasi belajar dengan buku
muncul ketika subjek melihat guru kursusnya membawa-bawa buku English
Grammar in use. Subjek termotivasi untuk memilikinya, lalu membeli dan
mempelajarinya secara mandiri. Buku ini memang dirancang untuk self-
learning.
3. Pembahasan
Analisis terhadap kejadian-kejadian penting tersebut dapat diturunkan
ke dalam teori substantif sebagai berikut:
Pertama, keberhasilan pembelajaran Bahasa Ingris subjek dipengaruhi
oleh bermacam-macam faktor. Akan tetapi, dari beberapa faktor yang tersirat
dalam kejadian-kejadian tadi, motivasi muncul sebagai faktor inti. Teori
substantif yang menyebutkan bahwa motivasi merupakan faktor yang amat
dominan tersebut tampak sejalan dengan teori yang telah ada sebelumnya.
Banyak pakar yang menyebutkan bahwa motivasi merupakan kunci sukses
bagi setiap usaha. Brown (1987) menyebutkan bahwa “motivation is the most
catch-all term in explaining the success or the failure of virtually any complex
task…” Dalam bidang pembelajaran, berbagai bukti penelitian telah dilakukan
untuk membuktikan teori tersebut, dan amat banyak yang menyebutkan
bahwa motivasi menjadi faktor kunci dalam pembelajaran. Pernyataan ini
didasarkan pada Brown (1994) yang menyebutkan, “countless studies have
shown that motivation is a key of learning”.
Kedua, munculnya motivasi belajar bahasa Inggris subjek disebabkan
oleh karena faktor lingkungan sekolah yang menantang. Perkenalannya
dengan seorang teman sebangku yang ternyata ‘cakap’ dalam mata pelajaran
itu telah membuatnya tertantang untuk menyainginya. Motivasi yang terpicu
itu diikuti oleh tindakan bertanya kepada teman setiap kali menemukan
kesulitan. Konsekuensi yang dihasilkan adalah bahwa kemampuannya dalam
Bahasa Inggris meningkat pesat.
Teori tersebut berkaitan dengan penjenisan motivasi yang dilakukan
oleh para pakar. Dalam teori pembelajaran bahasa asing dikenal beberapa
penjenisan motivasi. Ada pakar yang membagi motivasi berdasarkan asal-
usulnya: motivasi intrinsik, keinginan yang muncul dari dalam; dan motivasi
ekstrinsik, yang muncul karena faktor dari luar. Ada pula klasifikasi yang
membagi motivasi berdasarkan tujuannya, yakni motivasi instrumental dan
motivasi integrative. Motivasi instrumental mengacu pada keinginan
menguasai bahasa asing sebagai alat komunikasi; motivasi integratif adalah
keinginan menguasai bahasa asing agar dapat masuk ke dalam budaya
penutur asl bahasa asing tersebut.
Terkait dengan hal tersebut, peneliti cenderung menggologkan
motivasi subjek sebagai motivasi instrumental yang bersifat intrinsik-
ekstrinsik. Ini didasarkan pada bukti-bukti yang mengindikasikan bahwa
motivasi yang melekat pada diri subjek ternyata tidak dapat dipilah menjadi
motivasi intrinsik-ekstrinsik. Motivasi tersebut muncul dari dalam, namun
setelah terpicu oleh faktor eksternal, dalam hal ini kondisi teman sebangku.
Oleh karena itu, motivasi subjek, yang terbukti menjadi menjadi faktor kunci
keberhasilan menguasai bahasa Inggris lebih tepat disebut sebagai motivasi
intrinsik-ekstrinsik. Kenyataan ini ternyata sejalan dengan pengamatan
Sadtono (1996) yang menyebutkan bahwa pada kenyataannya motivasi
intrinsik amat sulit dipisahkan dari motvasi ekstrinsik.
Menyangkut tujuan yang diinginkan, motivasi subjek lebih tepat
disebut sebagai motivasi instrumental. Motivasi tersebut terbangun oleh
keinginan subjek untuk menguasai bahasa Inggris agar kelak mampu
berkomunikasi dalam bahasa Inggris. Sebaliknya, keinginan itu tidak didasari
atas hasrat untuk masuk ke dalam budaya penutur asli bahasa Inggris
sehingga tidak dapat di kategorikan sebagai motivasi integratif.
Ketiga, kejadian meningkatnya motivasi tampak dipengaruhi oleh
faktor lingkunan sekolah, sikap positif terhadap guru, dan kebijakan sekolah.
Kondisi teman sebangku yang ‘cakap’, penampilan guru yang ‘mengagumkan’,
dan rasa butuh terhadap bahasa Inggris yang timbul sebagai akibat dari
kebijakan sekolah melalui pemberian keterampilan komputer secara bersama-
sama telah muncul sebagai kondisi kausal dari meningkatnya motivasi subjek
untuk mempelajari Bahasa Inggris. Sebagian dari hipotesis ini sejalan dengan
teori motivasi yang telah ada sebelumnya. Sebagai contoh adalah teori yang
dikemukakan oleh Charrington (1991) yang menyebutkan bahwa salah satu
variabel penting yang berpengaruh terhadap munculnya motivasi adalah
“sense of needs” (rasa butuh).
Keempat, pasang dan surutnya motivasi juga tidak terlapas dari
pengaruh-pengaruh faktor lain. Dalam konteks pembelajaran formal maupun
non-formal terbukti bahwa faktor guru amat berpengaruh terhadap pasang
dan surutnya motivasi. Guru yang enerjik dan mampu menghidupkan kelas
berperan besar dalam memlihara dan meningkatkan motivasi. Sebaliknya,
guru yang lemah menjadi penyeba bmenurunnya motivasi subjek.
Selain faktor guru, faktor materi pelajaran juga amat berpengaruh
terhadap pasang surut motivasi. Materi pelajaran yang menarik dan
menantang membuat subjek termotivasi untuk belajar, sebaliknya, materi
pelajaran yang didesain kurang menarik dan tidak menantang menyurutkan
motivasi balajar.
Kelima, dalam kondisi dimana subjek ditunjang oleh dukungan orang
tua secara moral maupun material, faktor motivasi itu sendiri menjadi
penyebab dilakukannya berbagai macam tindakan belajar yang pada
gilirannya menetukan keberhasilan dalam belajar bahasa Inggris. Selain
pembelajaran secara formal di sekolah, tindakan-tindakan tersebut juga
meliputi tndakan belajar dari teman, mengikuti kursus konvensional,
mengikuti kursus tertulis, belajar mandiri dengan menggunakan buku-buku,
radio, dan TV.
Teori kelima tersebut dapat dikaitkan dengan temuan berbagai
penelitian mengenai karakteristik pembelajar yang berhasil. Penelitian Naiman
dkk. (1983) dan Sadtono (1996) menyebutkan bahwa salah satu karakteristik
pembelajar yan berhasil adalah melakukan pendekatan tugas aktif, dalam arti
bahwa pembelajar melakukan aktivitas belajar tambahan diluar kelas dengan
berbagai macam cara. Temuan penelitian ini tampak memperkuat pernyataan
tersebut oleh karena karakteristik tersebut rupanya juga melekat pada subjek
penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA