Anda di halaman 1dari 23

MODUL 4

EKSRESI URIN

I. Tujuan Percobaan

Tujuan percobaan kali ini yaitu menentukan mengukur konsentrasi obat


dalam eksresi dan mengetahui parameter-parameter lain yang dapat dihitung.

II. Teori Dasar

2.1 Parameter Farmakokinetik

Farmakokinetika merupakan suatu ilmu yang menjabarkan mengenai


absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat di dalam tubuh. Fase
farmokinetika merupakan perjalanan obat mulai titik masuk obat ke dalam tubuh
hingga mencapai tempat kerjanya. Obat harus mencapai tempat kerjanya dalam
konsentrasi yang cukup agar dapat menimbulkan respon atau untuk memberikan
efek terapi atau farmakologi. Proses ADME biasanya berjalan bersama waktunya
secara langsung atau tak langsung, biasanya meliputi perjalan obat melintasi sel
membran (Anief, 1990).
Parameter farmakokinetika adalah besaran yang diturunkan secara
matematis dari model berdasarkan hasil pengukuran kadar obat utuh atau
metabolitnya dalam darah atau urin. Fungsi dari penetapan parameter
farmakokinetika suatu obat adalah untuk mengkaji kinetika absorpsi, distribusi
dan eliminasi (Shargel dan Yu, 2005).
Terdapat tiga jenis parameter farmakokinetik yaitu parameter primer,
sekunder, dan turunan. Parameter farmakokinetik primer meliputi kecepatan
absorbs (Ka), Vd (volume distribusi), Cl (klirens). Parameter farmakokinetik
sekunder antara lain adalah t1/2 eliminasi (waktu paruh eliminasi), Ke (konstanta
kecepatan eliminasi). Sedangkan parameter farmakokinetik turunan harganya
tergantung dari dosis dan kecepatan pemberian obat (Donatus, 2008).
2.1.1 Parameter primer
Parameter primer adalah parameter farmakokinetika yang harganya
dipengaruhi secara langsung oleh variabel biologis. Parameter primer meliputi
volume distribusi (Vd), klirens (Cl), dan kecepatan absorpsi (Ka) (Shargel dan Yu,
2005).

a. Volume distribusi adalah volume hipotetik dalam tubuh tempat obat terlarut.
Vd merupakan faktor yang harus diperhitungkan dalam memperkirakan
jumlah obat dalam tubuh, berguna untuk menilai jumlah relatif obat diluar
kompartemen sentral atau dalam jaringan (Shargel dan Yu, 2005).
b. Klirens merupakan jumlah volume cairan yang mengandung obat yang
dibersihkan dari kompartemen tubuh setiap waktu tertentu yang
menggambarkan eliminasi obat. Secara umum eliminasi obat terjadi pada
ginjal dan hati yang sering dikenal dengan istilah klirens total yang merupakan
jumlah dari klirens ginjal (renalis) dan hati (hepatik) (Mutschler, 1999).
c. Tetapan kecepatan absorpsi (Ka) menggambarkan kecepatan absorpsi, yaitu
masuknya obat ke dalam sirkulasi sistemik. Nilai ini merupakan resultan dari
kecepatan disolusi obat, bentuk sediaan, pelarutannya dalam lingkungan
tempat absorpsi, proses absorpsi, distribusi dan eliminasi (Neal, 2006).

2.1.2 Parameter sekunder

Parameter sekunder adalah parameter farmakokinetika yang harganya


bergantung pada parameter primer. Parameter sekunder meliputi waktu paruh
eliminasi (t1/2 eliminasi) dan kecepatan eliminasi (Ke).

a. Waktu paruh eliminasi adalah waktu yang dibutuhkan obat untuk tereliminasi
menjadi separuh dari harga awal. Besar kecilnya waktu paruh eliminasi sangat
menentukan durasi obat dan menjadi acuan untuk menentukan dosis pada
pemakaian berulang dalam terapi jangka panjang (Mutschler, 1999).
b. Kecepatan eliminasi adalah fraksi obat yang ada pada suatu waktu yang akan
tereliminasi dalam satu satuan waktu. Tetapan kecepatan eliminasi
menunjukkan laju penurunan kadar obat setelah proses kinetik mencapai
keseimbangan (Neal, 2006).
2.1.3 Parameter turunan

Parameter turunan meliputi waktu mencapai kadar puncak (tmaks), kadar


puncak (Cpmaks) dan area under curve (AUC).

a. tmaks adalah nilai yang menunjukkan kapan kadar obat dalam sirkulasi sistemik
mencapai puncak (Shargel dan Yu, 2005).
b. Kadar puncak adalah kadar tertinggi yang terukur dalam darah atau serum atau
plasma.
c. AUC adalah permukaan dibawah kurva (grafik) yang menggambarkan naik
turunnya kadar plasma sebagai fungsi waktu. AUC dapat digunakan untuk
membandingkan kadar masing-masing plasma obat bila penentuan kecepatan
eliminasinya tidak mengalami perubahan (Tjay dan Rahardja, 2007).

2.2 Eksresi Urinari


Ginjal merupakan tempat yang digunakan untuk mengeluarkan zat sisa
metabolisme dalam bentuk urin. Proses pembentukkan urin melalui tiga tahapan
yaitu melalui mekanisme filtrasi, reabsorbsi dan sekresi (Campbell, 2006).
Sistem urinaria adalah suatu sistem tempat terjadinya proses penyaringan
darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan
menyerap zat-zat yang masih digunakan oleh tubuh. Zat-zat yang digunakan oleh
tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih). Sistem urinaria
berperan penting dalam mempertahankan homeostatis konsentrasi air dan
elektrolit di dalam tubuh. Ginjal menghasilkan urin yang mengandung produk sisa
metabolisme, meliputi nitrogen yang merupakan senyawa urea dan asam urat,
kelebihan ion, serta beberapa obat. Urin adalah cairan sisa yang diekskresikan
oleh ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses
urinasi. Eksreksi urin diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam
darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan tubuh
(Rumanta, 2007).
Sistem urin adalah sistem organ yang memproduksi, menyimpan, dan
mengalirkan urin. Urin terdiri atas air (96%), urea (2%) dan sisanya (2% ) terdiri
atas asam urat, kreatinin, amonium, natrium, kalium, klorida, fosfat, sulfat, dan
oksalat. Pada manusia, sistem urin merupakan sistem ekskresi utama yang terdiri
atas 2 ginjal, 2 ureter, kandung kemih, dan uretra. Ginjal berfungsi untuk
menyekresikan urin, ureter berfungsi untuk mengalirkan urin dari ginjal ke
kandung kemih, kandung kemih berfungsi sebagai tempat urin dikumpulkan dan
dismpan sementara dan uretra berfungsi mengalirkan urin dari kandung kemih ke
luar tubuh (Rumanta, 2007).

2.3 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)


Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) atau HPLC (High Performance
Liquid Cromatography) adalah sistem pemisahan dengan kecepatan dan efisiensi
yang tinggi. Hal ini didukung oleh kemajuan dalam teknologi kolom, sistem
pompa tekanan tinggi, dan detektor yang sangat sensitif. KCKT mampu
menganalisa berbagai cuplikan secara kualitatif maupun kuantitatif, baik dalam
komponen tunggal maupun campuran. KCKT memiliki kelebihan diataranya
adalah detektor yang digunakan dapat variasi, pelarut pengembang dan kolom
dapat dipakai berulangkali dan ketelitian yang relatif tinggi. Prinsip pemisahannya
yaitu berdasarkan pada perbedaan sifat dalam distribusi kesetimbangan 2
komponen yang berbeda fasa (fasa diam dan fasa gerak) (Munson, 1991).
Berdasarkan jenis fase gerak dan fase diamnya, jenis pemisahan KCKT di
bedakan menjadi 2 yaitu, kromatografi fase normal (fase diam bersifat polar dan
fase gerak bersifat non polar) dan kromatografi fase balik (fase diam bersifat non-
polar dan fase gerak bersifat polar). Instrumen KCKT meliputi:
1. Pemasukan cuplikan
Sistem pemasukan cuplikan menentukan keberhasilan pengukuran KCKT.
Oleh karena itu, cuplikan yang dimasukkan harus sekecil mungkin,
2. Pompa
Pompa dalam KCKT berfungsi untuk mengalirkan fase gerak cair melalui
kolom yang berisi serbuk halus.
3. Kolom
Kolom KCKT biasanya terbuat dari stainless steel walaupun ada juga yang
terbuat dari gelas berdinding tebal. Kolom utama berisi fase diam, tempat
terjadinya pemisahan campuran menjadi komponen. Selain kolom utama dikenal
pula kolom pengaman (guard kolom).
4. Detektor
Detektor berfungsi untuk mendeteksi solut yang keluar dari kolom analitik.
Detektor harus cukup sensitif, memiliki stabilitas dan keterulangan tinggi,
menghasilkan respon linear terhadap solut, waktu respon pendek sehingga tidak
bergantung kecepatan alir, tidak merusak cuplikan, relibitas tinggi dan mudah
digunakan,
(Hendayana, 2006)

2.4 Siprofloksasin
2.4.1 Sifat Fisikokimia

Gambar 1 Struktur Siprofloksasin


Nama kimia :1-cyclopropyl-6-fluoro-1,4-dyhydro,4-oxo-7-(1-
piperazinylz)-3-quinolinecarboxylic acid.
Rumus molekul : C17H18FN3O3
Berat molekul : 331,346 g/mol
PKa : 7,0-8,5
Titik didih/Titik leleh : 581,8 ºC/305,6 ºC
Pemerian : Serbuk hablur, berwarna putih atau kuning pucat, sedikit
higroskopik
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, sangat mudah larut dalam
alcohol terdehidrasi dan dikhlorometana.
Stabilitas : Harus disimpan pada ruangan tertutup dibawah suhu 25ºC
dan hindarkan dari paparan sinar matahari langsung
(Martindale, 2009)
III. Alat dan Bahan

3.1 Alat

Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah baker glass 250 mL,
HPLC, labu takar 10 mL dan 1 L, micropipet 1 mL, dan vial.

3.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah aquadest, asetonitril,


asam sulfat 1M, dapar amonium asetat, ciprofloxacin 500 mg, urin, trietanolamin.

IV. Prosedur Percobaan

4.1 Pengambilan Sampel

Pengumpulan blanko urin dilakukan sebelum obat diminum oleh


sukarelawan pada saat bangun tidur. Kemudian obat siprofloksasin dengan
konsentrasi 500 mg diminum sukarelawan pada pukul 08.00 satu hari sebelum
dilakukan percobaan. Pengumpulan urin dilakukan pada rentang waktu
pengambilan ke-1 yaitu 11.00-14.00, pengambilan ke-2 yaitu 14.00-17.00,
pengambilan ke-3 yaitu 17.00-20.00, pengambilan ke-4 yaitu 20.00-tidur,
pengambilan ke-5 yaitu bangun tidur - 08.00, pengambilan ke-6 yaitu 08.00-11.00.
Urin yang terkumpul lalu disimpan di dalam botol plastik dan diukur volumenya
lalu masing-masing sampel dimasukkan kedalam 3 vial. Semua sampel urin
disimpan di dalam lemari pendingin.

4.2 Perlakuan Sampel

Pembuatan larutan induk siprofloksasin 1000 ppm dilakukan dengan


menimbang siprofloksasin sebanyak 10 mg kemudian dilarutkan ke dalam urin
blanko sebanyak 10 mL. Dari larutan induk dibuat larutan stok 100 ppm dengan
cara 1 mL larutan induk diencerkan dengan dapar amonium asetat hingga 10 mL
(1:100). Masing-masing larutan blanko diinjeksikan kedalam kolom HPLC
dengan fase balik oktadesil silane dan fase gerak asetonitril-air (25:75) dengan 0,1%
trietanolamin dan pH disesuaikan hingga 2,5 dengan asam sulfat 1 M. Detektor
spektrofotometri UV 280 nm, laju elusi 1 mL/menit. Luas area yang diperoleh
dicatat.

4.3 Pengolahan Data

Kurva kalibrasi dibuat dengan cara membuat larutan siprofloksasin dalam


urin blanko dengan konsentrasi siprofloksasin 0,1; 0,5; 1; 5; 10; 20 dan 50 µg/mL.
Luas area tiap larutan siprofloksasin dihitung dengan sistem HPLC yang sama.
Kurva kalibrasi dibuat berdasarkan rasio luas area antara siprofloksasin dan
standar. Dari hasil kurva kalibrasi yang didapat, dihitung konsentrasi
siprofloksasin dari sampel urin. Dibuat kurva ln dXu/dt vs tmid dan ln (Xu∞-Xu)
vs t. Kemudian ditentukan laju eliminasi dan waktu paruh eliminasi..

V. Data Pengamatan dan Perhitungan

5.1.1. Kurva Kalibrasi

konsentrasi Luas Area Waktu


(ppm) (AUC) retensi

0,1 1353949 3.443


0,5 1828015 3.433
1 8431429 3.427
5 9970672 3.390
10 22982319 3.430
20 45569629 3.440
50 80607778 3.420

Tabel 5.1.1. Kurva Kalibrasi

y = 4656137,749 + 1595275,136 x
a = 4656137,749
b = 1595275,136
r = 0,9863
5.1.2. Pengumpulan urin

rentang waktu
pengambilan volume
pengumpulan
data ke - urin
urin

Blangko Bangun tidur 575


1 11.00 - 14.00 625
2 14.00 - 17.00 675
3 17.00 - 20.00 650
4 20.00 - Tidur 590
5 Bangun - 08.00 625
6 08.00 - 11.00 650

Tabel 5.1.2. Pengumpulan urin

5.1.3. Pengolahan data urin

sampel waktu
AUC c (µg /ml) c x F (10) cp (mg/ml)
uji retensi

1 10958010 3.950 39.50 0.03950 2.753


2 8079403 2.146 21.46 0.0219 2.727
3 3941289 1.078 10.78 0.0108 2.710
4 6128801 0.923 9.23 0.0092 2.707
5 1865372 0.510 5.10 0.0051 2.723
6 699609 0.191 1.91 0,0019 2.750

Tabel 5.1.3. Pengolahan data urin

5.1.4. Metode laju Eksresi

waktu t mid volume urin cp


t (jam) t'(jam) du (mg) du/t' Ln du/t'
pengambilan (jam) (ml) (mg/ml)

11.00 - 14.00 3 3 1.5 625 0.03950 24.688 8.229 2.108


14.00 - 17.00 6 3 4.5 675 0.0219 14.513 4.838 1.577
17.00 - 20.00 9 3 7.5 650 0.0108 7.02 2.34 0.850
20.00 - 22.00 11 2 10 590 0.0092 5.429 2.714 0.998
05.00 - 08.00 21 10 16 625 0.0051 3.188 0.319 -1.143
08.00 - 11.00 24 3 22.5 650 0,0019 1.235 0.412 -0,887

Tabel 5.1.4. Metode laju Eksresi


y = 2,229 – 0,159 x
a = 2,229
b = - 0,159
r = - 0,9359

5.1.5. Metode Sigma Minus

Ln Du* -
t (jam) Du (mg) Du* Du* - Du
Du

3 24.688 24. 688 31.384 3.446


6 14.513 39.201 16.871 2.825
9 7.02 46.221 9.581 2.287
11 5.429 51.649 4.423 1.486
21 3.188 54.837 1.235 0.211
24 1.235 56.072 0 ̴

Tabel 5.1.5. Metode Sigma Minus

y = 3,855 – 0,180 x

a = 3,855

b = - 0,180

r = - 0,985

5.1.6. Grafik Kurva Kalibrasi


Grafik 5.1.6. Kurva Kalibrasi

5.1.7. Grafik Laju Eksresi

Grafik 5.1.7. Laju Eksresi

5.1.8 Grafik Sigma Minus


Grafik 5.1.8 Sigma Minus

5.2 Perhitungan

5.2.1. fase gerak

 Total fase gerak: 500 mL

 Fase gerak: Asetonitril : Air, dengan perbandingan 25 : 75

25
Asetonitril: 100 × 500 𝑚𝐿 = 166,67 mL

Air: 500 mL – 166,67 mL = 333,33 mL

0,1
TEA 0,1%: 100 × 500mL = 0,5 mL

5.2.2. pembuatan kurva Kalibrasi

 Pembuatan larutan induk 1000ppm dalam 10 mL

1000ppm= 1000µg/mL

Siprofloksasin yang ditimbang:


= 1000µg/mL × 10 mL

= 10.000µg

= 10 mg = di ad 10 mL dapar

 Pembuatan larutan stock 1000ppm dalam 10 mL dilakukan

pengenceran terhadap larutan induk (1000ppm)

V1 × N1 = V2 × N2

V1 × 1000ppm = 10 mL × 100ppm

V1 = 1 mL = ad 10 mL dapar

 Pembuatan larutan seri

 Dilakukan pengenceran terhadap larutan stock (1000ppm)\

- 0,1ppm, 10 mL

V1 × N1 = V2 × N2

V1 × 100ppm = 10 mL × 0,1ppm

V1 = 0,01 mL

- 0,5ppm, 10 mL

V1 × N1 = V2 × N2

V1 × 100ppm = 10 mL × 0,5ppm

V1 = 0,05 mL

- 1 ppm, 10 mL

V1 × N1 = V2 × N2

V1 × 100ppm = 10 mL × 1ppm

V1 = 0,1 mL

- 5 ppm, 10 mL
V1 × N1 = V2 × N2

V1 × 100 ppm = 10 mL × 5 ppm

V1 = 0,5 mL

- 10 ppm, 10 mL

V1 × N1 = V2 × N2

V1 × 100ppm = 10 mL × 10ppm

V1 = 1 mL

- 20ppm, 10 mL

V1 × N1 = V2 × N2

V1 × 100ppm = 10 mL × 20ppm

V1 = 2 mL

- 50ppm, 10 mL

V1 × N1 = V2 × N2

V1 × 100ppm = 10 mL × 50ppm

V1 = 5 mL

5.2.3 Perhitungan data urin

 Persamaan regresi linear

y= a + bx

y = 4656137,749 + 1595275,136 x

y = AUC ; x = C ; F = 10

1. Sampel 1 AUC = 10958010

10958010 = 4656137,749 + 1595275,136 x


6301872,251
x= 1595275,136

x = 3,950 µg / ml

cp = C x F

cp = 3,950 x 10

cp = 39, 50 µg / ml = 39,50 / 1000 = 0,0395 mg / ml

2. Sampel 2 AUC = 8079403

8079403= 4656137,749 + 1595275,136 x

342265,251
x= 1595275,136

x = 2,146 µg / ml

cp = C x F

cp = 2,146 x 10

cp = 21,46 µg / ml = 21,46 / 1000 = 0,0215 mg / ml

3. Sampel 3 AUC = 3941189

𝐶 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑈𝐶 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟


=
𝐶 𝑢𝑗𝑖 𝐴𝑈𝐶 𝑢𝑗𝑖

𝐶𝑠 𝑥 𝐴𝑈𝐶 𝑈𝑗𝑖
C uji = 𝐴𝑈𝐶 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟

0,5 𝑥3941189
=
1828015

= 1,078 µg / ml

cp = C x F

cp = 1,078 x 10

cp = 1,078 µg / ml = 10,78 / 1000 = 0,0108 mg / ml

4. Sampel 4 AUC = 6128801

6128801= 4656137,749 + 1595275,136 x


1472663,251
x = 1595275,136

x = 0,923 µg / ml

cp = C x F

cp = 0,923 x 10

cp = 9,23 µg / ml = 9,23 / 1000 = 0,0092 mg / ml

5. Sampel 5 AUC = 1865372

𝐶 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑈𝐶 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟


𝐶 𝑢𝑗𝑖
= 𝐴𝑈𝐶 𝑢𝑗𝑖

𝐶𝑠 𝑥 𝐴𝑈𝐶 𝑈𝑗𝑖
C uji = 𝐴𝑈𝐶 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟

0,5 𝑥 1865372
= 1828015

= 0,510 µg / ml

cp =CxF

cp = 0,510 x 10

cp = 5,10 µg / ml = 5,10 / 1000 = 0,0051 mg / ml

6. Sampel 6 AUC = 699609


𝐶 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑈𝐶 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟
𝐶 𝑢𝑗𝑖
= 𝐴𝑈𝐶 𝑢𝑗𝑖

𝐶𝑠 𝑥 𝐴𝑈𝐶 𝑈𝑗𝑖
C uji =
𝐴𝑈𝐶 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟

0,5 𝑥 699609
=
1828015

= 0,191 µg / ml

cp =CxF
cp = 0,191 x 10

cp = 1,91 µg / ml = 1,91/ 1000 = 0,0019 mg / ml

5.2.4 Perhitungan Parameter Farmakokinetik

 Metode Laju Eksresi

y = 2,229 – 0,159 x

k = 0,159/jam

t1/2 = 0,693/ 0,159 = 4,358 jam

a = Ln Ke. Db0

Ke. Db0 = Antiln 2,229

Ke = 9,291/500 = 0,019/jam

K = Ke + Km

Km = K- Ke

= 0,159 – 0,019

= 0,14/jam

 Metode Sigma Minus

y = 3,855 – 0,180 x

k = 0,180

t1/2 = 0,693/0,18 = 3,85 jam

VI. Pembahasan

Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan mengenai eksresi urin,

percobaan ini dilakukan untuk menghitung konsentrasi obat siprofloksasin dalam

urin dan penentuan parameter-parameter farmakokinetik, parameter yang di

tentukan yaitu nilai K (konstanta laju eliminasi), Ke (konstanta laju eksresi), Km


(konstanta laju metabolisme), dan t ½ (waktu paruh). Metode yang digunakan

pada percobaan ini yaitu metode laju eksresi dan metode sigma minus.

Pada percobaan ini sampel yang di gunakan adalah urin, urin merupakan

cairan sisa yang dieksresikan oleh ginjal selanjutnya dikeluarkan dari dalam tubuh

melalui proses urinasi. Eksresi urin diperlukan untuk membuang sisa atau

molekul-molekul dalam darah yang disaring oleh ginjal termasuk jumlah obat

yang tereliminasi (Sylvia, 2012). Urin yang digunakan diperoleh dari relawan

praktikan, kriteria relawan yang dipilih adalah relawan yang sehat dan bukan

perokok. Dipilih relawan yang sehat supaya organ-organ tubuhnya masih

berfungsi dengan baik, terutama organ ginjal karena ginjal merupakan tempat obat

dieksresikan sehingga dapat digunakan untuk memaksimalkan kesesuaian jumlah

kadar obat siprofloksasin yang dieksresikan melalui urin. Relawan perokok tidak

dipilih karena rokok mengandung zat nikotin yang bersifat asam, nikotin tersebut

dapat terabsorpsi dan dieksresikan melalui ginjal sehingga nikotin dapat

menggangu hasil analisis konsentrasi obat.

Perlakuan pertama dilakukan yaitu pengambilan sampel urin, Urin yang

pertama kali ditampung adalah urin blanko dimana urin tersebut belum

mengandung senyawa siprofloksasin. Urin blanko digunakan sebagai pembanding,

yaitu untuk membandingkan antara urin yang mengandung siprofloksasin dengan

yang tidak. Sehari sebelum praktikum, relawan mengkonsumsi tablet

Siprofloksasin dengan dosis 500 mg, dengan tujuan untuk memaksimalkan proses

perjalanan obat di dalam tubuh, mulai dari fase absorpsi, distribusi, metabolisme

dan eksresi melalui urin. Selanjutnya dilakukan pengumpulan urin dengan rentang
waktu yang telah ditentukan. Hal ini dilakukan supaya jumlah obat yang

diekskresikan memiliki kecepatan eliminasi yang tetap sehingga data urin yang

diperoleh menjadi valid. Urin dikumpulkan di tampung kedalam matkan dan

volume yang terukur dicatat setiap rentang waktu, hal ini bertujuan untuk

mengetahui jumlah obat Siprofloksasin yang telah dieksresikan melalui urin.

Kemudian urin yang telah di tamping ke dalam matkan di masukkan ke dalam vial.

Selanjutnya sampel urin yang berada dalam vial disimpan di dalam freezer yang

bertujuan untuk menghindari perkembangbiakan bakteri di dalam urin jika urin

berada pada suhu ruang.

Selanjutnya dilakukan perlakuan sampel, setiap sampel urin diencerkan

dengan dapar ammonium asetat yang berfungsi sebagai pelarut untuk senyawa

siprofloksasin dan juga untuk membuat konsentrasi urin lebih encer. Kemudian

setiap sampel urin disaring dengan membran filter PTFE 0,45 µm yang bertujuan

untuk menyaring kotoran-kotoran yang masih menempel pada sampel sehingga

yang diperoleh hanya sampel yang diinginkan saja tanpa adanya pengotor.

Selanjutnya setiap sampel urin di analisis menggunakan High Perfomance Liquid

Chromatography (HPLC), Dasar pemisahan HPLC adalah perbedaan kecepatan

migrasi dari komponen sampel karena adanya perbedaan kesetimbangan distribusi

dalam fase diam dan fase gerak. Penggunaan HPLC memiliki sensitivitas yang

tinggi karena dapat menganalisis sampel dengan volume yang sangat sedikit

sehingga ideal untuk memisahkan molekul organik dari sampel biologis

(Veronika dkk, 1999). Fase diam yang digunakan adalah oktadesil silane yang

bersifat non polar sehingga dapat menarik senyawa non polar sedangkan fase
geraknya adalah campuran antara asetonitril dengan air (25:75) sehingga bisa

dikatakan cenderung polar karena senyawa siprofloksasin bersifat polar dan dapat

terelusi oleh fase gerak. Kemudian pH disesuaikan dijaga pada 2,5 supaya tidak

merusak kolom fase balik. Detektor yang digunakan adalah detektor UV karena

siprofloksasin memiliki gugus kromofor pada strukturnya.

Metode yang digunakan untuk menghitung kadar siprofloksasin pada urin

ada dua yaitu metode kurva kalibrasi (multi point method) dan one point method.

Kurva kalibrasi yang didapat menyatakan bahwa semakin besar konsentrasi

sampel yang digunakan maka luas area juga semakin meningkat. Luas area

menunjukkan data kuantitatif sampel. Semakin besar nilai luas area menunjukkan

bahwa semakin besar kadar siprofloksasin yang terdapat pada urin.

Setelah pembuatan kurva kalibrasi dilakukan pengolahan data sampel urin

untuk menentukan parameter farmakokinetik dari siprofloksasin. AUC yang

dihasilkan menurun seiring dengan waktu pengumpulan urin. Dari data AUC

tersebut diperoleh nilai konsentrasi. Sampel 1 (11.00-14.00) mengandung 0,03950

mg/mL siprofloksasin, sampel 2 (14.00-17.00) 0,0215 mg/mL, sampel 3 (17.00-

20.00) 0,010 mg/mL, sampel 4 (20.00-tidur) 0,0092 mg/mL, sampel 5 (bangun-

08.00) 0,0051 mg/mL dan sampel 6 (08.00-11.00) 0,0019 mg/mL.

Kemudian diketahui nilai t ½ siprofloksasin dengan metode laju ekskresi

yaitu sebesar 4,358 jam dan dengan metode sigma minus sebesar 3,85 jam.

Meskipun berbeda, tetapi hasil yang didapat ini sesuai dengan literatur yang

menyebutkan bahwa siprofloksasin memiliki t ½ sebesar 3-5 jam (Tjay, 2010).


Lalu didapat nilai Ke sebesar 0,019/jam dan K sebesar 0,159/jam. Nilai Ke

yang lebih kecil dari K menunjukkan bahwa ada sebagian obat yang mengalami

metabolisme dalam tubuh sehingga tidak diekskresikan dalam bentuk utuh. Nilai

Km yang diperoleh adalah sebesar 0,14/jam. Serta dapat dilihat dari jumlah Du

kumulatif yaitu sebesar 56,072. Hasil tersebut juga menunjukkan bahwa tidak

semua bagian dari siprofloksasin diekskresikan dalam bentuk utuh karena adanya

proses metabolisme.

VII. Kesimpulan

Setelah dilakukan percobaan ini, didapatkan hasil yaitu t ½ sebesar 4,358

jam, K sebesar 0,159/jam, Ke sebesar 0,019/jam dan Km sebesar 0,14/jam. Nilai

Ke<K menunjukkan bahwa ada obat yang diekskresikan tidak dalam bentuk utuh

karena ada sebagian yang dimetabolisme.


Daftar Pustaka
Anief. (1990). Perjalanan dan Nasib Obat Dalam Tubuh. Yogyakarta: Universitas
Gajah Mada.
Donatus, I.A. (2005). Toksikologi Dasar. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
Hendayana, Sumar. (2006). Kimia Pemisahan Metode Kromatografi dan
Elektroforesis Modern. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Martindale. (2009). The Complete Drug Reference, 36th Ed. London:
Pharmaceutical Press.
Munson. (1991). Analisis Farmasi, Diterjemahkan oleh Harjana. Surabaya:
Univeresitas Air Langga.
Mutschler, E. (1999). Dinamika Obat: Buku Ajar Farmakologi dan Toksikologi,
diterjemahkan oleh Widianto, M. B. dan Ranti, A. S. Edisi Kelima,
Bandung: Penerbit ITB.
Neal, M. J. (2006). At a Glance Farmakologi Medis. Edisi Kelima. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Rumanta. (2007). Fisiologi Hewan. Jakarta: Universitas Terbuka.
Shargel dan Yu. (2005). Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan, Edisi 2.
Surabaya: Airlangga University.
Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. (2007). Obat-Obat Penting Khasiat,
Penggunaan dan Efek-Efek Sampingnya, Edisi Keenam. Jakarta: PT.
Elex Media Komputindo.

Sylvia Pearce, Wilson Lorraine. (2012). Patofisiologis Konsep Klinis Proses-


Proses Penyakit. Jakarta: EGC.

Tjay T.H. and Rahardja K., (2010). Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan dan
Efek - Efek Sampingnya, PT Elex Media Komputindo, Jakarta.

Veronika, Meyer; John Wiley dan Sons. (1999). Practical High Performance
Liquid Chromatography 3rd Edition. London: Pharmaceutical
Association
LAPORAN PRAKTIKUM BIOFARMASI - FARMAKOKINETIK
EKSRESI URIN

Disusun Oleh:
Kelompok 1/B
Resi Yulianti (10060316046)
Alvin Fauzan Fadilah (10060316047)
Fitriyani Sari (10060316048)
Moch Irval Vanca Buana (10060316049)
Asmiralda Amalia (10060316050)
Feisal Muhayat (10060316051)

Asisten: Firda Triananda, S.Farm.


Tanggal Praktikum: 16 Desember 2019
Tanggal Penyerahan: 23 Desember 2019

LABORATURIUM FARMASI TERPADU UNIT E


PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2019 M/1441 H

Anda mungkin juga menyukai