Anda di halaman 1dari 3

Tugas biologi

Regulasi Ph pada manusia


Kompensator Paru-paru (Pernafasan)
Konsentrasi CO2 (Karbon dioksida) sangat terkontrol oleh regulasi pernafasan diparu-paru. Penurunan di
PH darah akan dideteksi oleh “Chemoreceptor” diparu-paru dan akan memicu peningkatan respirasi. CO2
akan dihembuskan lebih banyak dan PH darah akan otomatis naik.

Kontras dengan sistem Kompensator Kimiawi yang dijelaskan sebelumnya diatas, pengaturan di paru-paru
tidak akan terjadi dengan cepat, namun akan muncul dalam beberapa menit hingga jam, dalam
mengembalikan keseimbangan asam-basa didarah. Keefektifan paru-paru terhadap pengembalian
keseimbangan asam-basa darah adalah sekitar 50% – 75%, dan tidak bisa mengembalikan secara utuh
keseimbangan asam-basa, tanpa bantuan sistem kompensator lainnya.

Kompensator Ginjal (Urinasi / Sekresi Urin)


Ginjal mempunyai dua peran penting dalam mempertahankan keseimbangan asam-basa — reabsorpsi dan
regenerasi bikarbonat dari urin, dan ekskresi ion hidrogen dan asam tetap (anion asam) ke dalam urin. Peran
utama dari ginjal dalam mempertahankan keseimbangan asam-basa adalah simpanan simpanan bikarbonat
sirkulasi dan mengeksresikan ion-ion hidrogen. Ginjal member pertahankan pH CES dengan 1)
meningkatkan ekskresi ion hidrogen urin dan menghindari plasma bikarbonat jika mengandung terlalu
banyak asam dan 2) meningkatkan ekskresi bikarbonat urin dan meningkatkan ekskresi ion hidrogen urin
jika terlalu alkalin. Mekanisme ginjal untuk mengatur ion-ion hidrogen lebih lambat (memerlukan beberapa
jam hingga beberapa hari) dari bufer kimia atau perlindungan pernapasan. Kompensasi ginjal untuk asam-
basa mungkin lengkap, namun, karena ginjal mengekskresikan ion hidrogen dan dikeluarkannya dari cairan
tubuh. Mekanis saya bernafas tidak dapat melepaskan ion hidrogen yang dari tubuh yang dihasilkan jaring
an. Kontrol ginjal terhadap keseimbangan asam-basa melibatkan tiga proses yang terjadi secara simultan
sepanjang nefron-nefron ginjal: 1) reabsorpsi bikarbonat terfiltrasi, 2) ekskresi asam yang dapat dititrasi,
dan 3) ekskresi amonia. Ketiga transisi ini membahas sekresi ion-ion hidrogen ke dalam urin dan
mengembalikan bikarbonat ke plasma.
Ginjal mempertahankan pH plasma darah pada kisaran 7,4 melalui pertukaran ion hidronium dan hidroksil.
Akibatnya, urin yang dihasilkan dapat bersifat asam pada pH 5 atau alkalis pada pH 8.
Ginjal menjaga keseimbangan PH darah, dengan cara mengatur berapa banyak HCO3- (bicarbonate) yang
disekresikan atau diserap kembali. Penyerapan dari HCO3- (bicarbonate) ini, akan seimbang dengan sekresi
terhadap ion H+ (hydrogen). Perubahan yang terjadi terhadap penyeimbangan asam-basa didarah oleh
ginjal ini, akan berlangsung dalam hitungan jam hingga beberapa hari.

Penurunan terhadap volume cairan ditubuh seperti dehidrasi akan meningkatkan penyerapan HCO3-
(bicarbonate) didarah oleh ginjal, sementara peningkatan hormon”Parathyroid” sebagai respon terhadap
kenaikan asam didarah akan menurunkan penyerapan HCO3- (bicarbonate).

Peningkatan tekanan parsial CO2 (PCO2) diparu-paru akan memicu penyerapan HCO3- (bicarbonate) oleh
ginjal, sementara penurunan level Cl- (Klorida) seperti akibat dehidrasi, akan meningkatkan penyerapan
Na+ (natrium) dan produksi HCO3- (bicarbonate) di ginjal.

Semua unsur asam didarah akan aktif disekresikan diginjal bersama dengan HPO4 (phosphate), Creatine
(kreatin), Uric Acid (asam urat), dan ammonia (urea) untuk dibuang melalui urin. Sistem kompensator
Ammonia (Urea) memiliki peran yang sangat penting di ginjal. Karena unsur kompensator kimiawi lain
diatas, selalu disekresikan dengan konsentrasi yang tetap dan dapat berkurang akibat konsentrasi kadar
asam didarah, sedangkan ginjal dapat meregulasi produksi ammonia (urea) sebagai respon terhadap
perubahan konsentrasi asam didarah.

PH darah di arteri adalah penentu utama dari sekresi unsur asam diginjal, namun kadar K+ (potassium), Cl-
(klorida), dan level hormon aldosterone juga dapat mempengaruhi pengaturan sekresi diginjal ini.

Keseimbangan rasio konsentrasi K+(potassium) dan sekresi ion H+ (hydrogen) didalam sistem
metabolisme sel-sel ditubuh (intracellular) sangat mempengaruhi terhadap keseimbangan asam-basa
didarah. Dimana penurunan konsentrasi K+ (potassium) didalam sel akan mengakibatkan peningkatan
terhadap ion H+ (hydrogen) didarah, dan otomatis akan mengakibatkan kondisi Alkalosis (Tinggi Basa)
didarah, dengan manifestasi gejala klinis.

Ini sebabnya, mengapa asam-basa dimakanan tidak bisa memberikan pengaruh yang terlalu besar terhadap
keseimbangan asam-basa didarah. Namun sebaliknya, gangguan metabolisme sel-sel ditubuh yang
merupakan gangguan metabolisme secara menyeluruh, akan sangat mudah memicu terjadinya ketidak
seimbangan asam-basa didarah, dan mengakibatkan berbagai manifestasi gejala klinis dipermukaan seperti:

Acidemia dengan PH darah < 7,35


atau Alkalemia dengan PH darah > 7,45.

Buffer
Buffer Penyangga karbonat sangat berperan penting dalam mengontrol pH darah. Pelari maraton dapat
mengalami kondisi asidosis (penurunan pH darah yang disebabkan oleh metabolisme yang tinggi sehingga
meningkatkan produksi ion bikarbonat). Kondisi asidosis ini dapat mengakibatkan penyakit jantung, ginjal,
diabetes miletus (penyakit gula) dan diare. Orang yang mendaki gunung tanpa oksigen tambahan dapat
menderita alkalosis, yaitu peningkatan pH darah. Kadar oksigen yang sedikit di gunung dapat membuat
para pendaki bernafas lebih cepat, sehingga gas karbondioksida yang dilepas terlalu banyak, padahal CO2
dapat larut dalam air menghasilkan H 2CO3 . Hal ini mengakibatkan pH darah akan naik. Kondisi alkalosis
dapat mengakibatkan hiperventilasi (bernafas terlalu berlebihan, kadang-kadang karena cemas dan histeris).

Anda mungkin juga menyukai