Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Insomnia adalah gejalakelainan dalam tidur berupa kesulitan berulang untuk
tidur atau mempertahankan tidur walaupun ada kesempatan untuk itu. Gejala tersebut
biasanya diikuti gangguan fungsional saat bangun dan beraktivitas di siang hari.
Sekitar sepertiga orang dewasa mengalami kesulitan memulai tidur dan/atau
mempertahankan tidur dalam setahun, dengan 17% di antaranya mengakibatkan
gangguan kualitas hidup.1
Insomnia umumnya merupakan kondisi sementara atau jangka pendek. Dalam
beberapa kasus, insomnia dapat menjadi kronis. Hal ini sering disebut sebagai
gangguan penyesuaian tidur karena paling sering terjadi dalam konteks situasional
stres akut, seperti pekerjaan baru atau menjelang ujian. Insomnia ini biasanya hilang
ketika stressor hilang atau individu telah beradaptasi dengan stressor. Namun,
insomnia sementara sering berulang ketika tegangan baru atau serupa muncul dalam
kehidupan pasien.Insomnia jangka pendek berlangsung selama 1-6 bulan. Hal ini
biasanya berhubungan dengan faktor-faktor stres yang persisten, dapat situasional
(seperti kematian atau penyakit) atau lingkungan (seperti kebisingan). Insomnia
kronis adalah setiap insomnia yang berlangsung lebih dari 6 bulan. Hal ini dapat
dikaitkan dengan berbagai kondisi medis dan psikiatri biasanya pada pasien dengan
predisposisi yang mendasari untuk insomnia. 1
Meskipun kurang tidur, banyak pasien dengan insomnia tidak mengeluh
mengantuk di siang hari. Namun, mereka mengeluhkan rasa lelah dan letih, dengan
konsentrasi yang buruk. Hal ini mungkin berkaitan dengan keadaan fisiologis
hyperarousal. Insomnia merupakan salah satu faktor risiko depresi dan gejala dari
sejumlah gangguan medis, psikiatris, dan tidur. Insomnia sering menetap meskipun
telah dilakukan pengobatan kondisi medis atau kejiwaan yang mendasari, bahkan
insomnia dapat meningkatkan resiko kekambuhan penyakit primernya. Dalam hal ini,
dokter perlu memahami bahwa insomnia adalah suatu kondisi tersendiri yang

1
2

membutuhkan pengakuan dan pengobatan untuk mencegah morbiditas dan


meningkatkan kualitas hidup bagi pasien mereka.1

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah pada tinjauan pustaka kali ini adalah di antaranya:
1. Bagaimana kriteria diagnosis dari Gangguan?
2. Bagaimana penatalaksanaan Gangguan Insomnia?

1.3 Tujuan
Tinjauan pustaka ini bertujuan untuk menjelaskan mengenai seluk beluk tentang
Insomnia Primer, termasuk didalamnya menegenai penegakan diagnosis sekaligus
penatalaksanaan yang tepat untuk penakit tersebut.

1.4 Manfaat
Tinjauan pustaka ini diharapkan dapat memberikan pemahhaman kepada
mahasiswa serta praktisi kedokteran agar dapat menambah wawasan dengan tujuan
kedepannya para praktisi kedokteran dapat memahami bagaimana cara penegakan
diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat dari “Gangguan Insomnia”
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Definisi insomnia adalah keluhan gangguan tidur, sama ada kesulitan dalam
memulai tidur atau mempertahankan tidur, dan/atau awal bangun dari tidur. Banyak
sumber juga mengatakan adanya gangguan di siang hari yang terkait seperti
kelelahan, cepat marah, penurunan memori dan konsentrasi dan lesu yang
mengganggu banyak aspek fungsi di siang hari.Insomnia lebih sering menyerang
perempuan daripada laki-laki, serta sering terjadi pada usia lanjut. Insomnia bisa
diklasifikasikan kepada primer, yaitu insomnia yang terjadi tanpa disertai penyakit
lain, dan juga sekunder, dimana insomnia tipe ini terjadi disebabkan oleh penyakit
lain, masalah psikis, lingkungan, perilaku atau efek samping dari obat-
obatan.Insomnia juga bisa diklasifikasikan sebagai insomnia akut (kurang dari 1
bulan) ataupun kronis, yaitu 1-6 bulan.Insomnia lebih tepat disebut sebagai suatu
gejala dan bukan meupakan suatu diagnosis.2

2.2 Etiologi dan Faktor Risiko


Hampir setiap orang memiliki kesulitan untuk tidur pada malam hari tetapi resiko
insomnia meningkat jika terjadi pada:1
a. Perempuan lebih mungkin mengalami insomnia. Perubahan hormon selama siklus
menstruasi dan menopause mungkin memainkan peran. Selama menopause, sering
berkeringat pada malam hari dan hot flashes sering mengganggu tidur.
b. Usia lebih dari 60 tahun. Karena terjadi perubahan dalam pola tidur, insomnia
meningkat sejalan dengan usia

3
4

c. Perempuan lebih mungkin mengalami insomnia. Perubahan hormon selama siklus


menstruasi dan menopause mungkin memainkan peran. Selama menopause, sering
berkeringat pada malam hari dan hot flashes sering mengganggu tidur.
d. Usia lebih dari 60 tahun. Karena terjadi perubahan dalam pola tidur, insomnia
meningkat sejalan dengan usia.
e. Memiliki gangguan kesehatan mental. Banyak gangguan, termasuk depresi,
kecemasan, gangguan bipolar dan post-traumatic stress disorder, mengganggu tidur.
f. Stres. Stres dapat menyebabkan insomnia sementara, stress jangka panjangseperti
kematian orang yang dikasihi atau perceraian, dapat menyebabkan insomnia kronis.
Menjadi miskin atau pengangguran juga meningkatkan risiko terjadinya
insomnia.Kekhawatiran tentang pekerjaan, kesehatan sekolah, atau keluarga dapat
membuat pikiran menjadi aktif di malam hari, sehingga sulit untuk tidur. Peristiwa
kehidupan yang penuh stres, seperti kematian atau penyakit dari orang yang dicintai,
perceraian atau kehilangan pekerjaan, dapat menyebabkan insomnia.
Beberapa penyebab lain yang juga mendukung insomnia, yaitu :3
a. Kecemasan dan depresi. Hal ini mungkin disebabkan ketidakseimbangan kimia
dalam otak atau karena kekhawatiran yang menyertai depresi.
b. Obat-obatan. Beberapa resep obat dapat mempengaruhi proses tidur, termasuk
beberapa antidepresan, obat jantung dan tekanan darah, obat alergi, stimulan (seperti
Ritalin) dan kortikosteroid.
c. Kafein, nikotin dan alkohol. Kopi, teh, cola dan minuman yang mengandung
kafein adalah stimulan yang terkenal. Nikotin merupakan stimulan yang dapat
menyebabkan insomnia. Alkohol adalah obat penenang yang dapat membantu
seseorang jatuh tertidur, tetapi mencegah tahap lebih dalam tidur dan sering
menyebabkan terbangun di tengah malam.
d. Kondisi Medis. Jika seseorang memiliki gejala nyeri kronis, kesulitan bernapas
dan sering buang air kecil, kemungkinan mereka untuk mengalami insomnia lebih
besar dibandingkan mereka yang tanpa gejala tersebut. Kondisi ini dikaitkan dengan
5

insomnia akibat artritis, kanker, gagal jantung, penyakit paru-paru, gastroesophageal


reflux disease (GERD), stroke, penyakit Parkinson dan penyakit Alzheimer.
e. Perubahan lingkungan atau jadwal kerja. Kelelahan akibat perjalanan jauh atau
pergeseran waktu kerja dapat menyebabkan terganggunya irama sirkadian tubuh,
sehingga sulit untuk tidur. Ritme sirkadian bertindak sebagai jam internal, mengatur
siklus tidur-bangun, metabolisme, dan suhu tubuh.

2.3 Epidemiologi
Penyakit insomnia merupakan gangguan tidur yang paling seringdikeluhkan masyara
kat. Prevalensinya bervariasi berdasarkan definisi kasusdan kriteria diagnostik yang s
pesifik, sehingga estimasi prevalensi insomniamemiliki rentang sekitar 10% hingga 4
0%. Berdasarkan penelitian dijumpaihampir sepertiga orang dewasa dilaporkan meng
alami insomnia,10%mengalami gangguan pada siang hari, 10% memiliki gejala yang
sesuaidengan kriteria insomnia. Laporan pada layanan primer dilaporkan 20%mengel
uhkan masalah insomnia. Perempuan lebih banyak menderita insomniadibandingkan l
akilaki dengan rasio 1.44:1. Meskipun Insomnia merupakangejala atau gangguan ters
endiri, tetapi sering diamati sebagai faktor komorbiddari suatu penyakit ataupun gang
guan mental. Misalnya ,50% orang yangterkena insomnia juga mengalami gangguan
mental. Angka ini membuatinsomnia sebagai salah satu gangguan paling banyak yan
g dikeluhkanmasyarakat Indonesia.2

2.4 Diagnosis dan Manifestasi Klinis


Insomnia primer didiagnosis jika keluhan utama adalah tidur yang tidak bersifat
menyegarkan atau kesulitan memulai atau mempertahankan tidur, dan keluhan ini
terus berlangsung sedikitnya satu bulan. Istilah primer menunjukkan bahwa insomnia
bebas dari adanya gangguan fisik atau psikologis. Pasien dengan insomnia primer
secara umum memiliki preokupasi mengenai tidur cukup. Semakin mereka mencoba
tidur, semakin besar rasa frustasi dan penderitaan serta makin sulit terjadinya tidur.
6

Tabel 1. Kriteria Diagnostik Diagnostic And Statistical Manual Of Mental Disordes


(DSM-5) untuk Insomnia Primer4
A Keluhan yang dominan adalah kesulitan memulai atau mempertahankan tidur, atau
tidur yang tidak bersifat menyegarkan.
B Gangguan terjadi minimal 3 kali dalam seminggu selama minimal 1 bulan.
C Adanya preokupasi dengan tidak bisa tidur (sleeplessness) dan peduli yang berlebihan
terhadap akibatnya pada malam hari dan sepanjang siang hari
D Ketidakpuasaan terhadap kuantias dan atau kualitas tidur menyebabkan penderitaan
yang cukup berat dan mempengaruhi fungsi dalam social dan pekerjaan.
Beberapa tanda dan gejala yang dapat membantu menegakkan diagnosis
insomnia, yaitu :5

a. Kesulitan untuk memulai tidur


b. Sering terbangun pada malam hari
c. Bangun tidur terlalu awal
d. Merasa lelah ketika bangun tidur
e. Iritabilitas, depresi atau kecemasan
f. Gangguan dalam konsentrasi dan daya ingat
g. Mengantuk pada siang hari.

2.5 Diagnosis Banding


Insomnia harus dibedakan dengan variasi tidur normal, fase tidur yang
tertunda, narkolepsi, parasomnia, dan insomnia akut.2
7

2.6 Penatalaksanaan
1. Non-Farmakologis
Terapi tanpa obat-obatan medis bisa diterapkan pada insomnia tipe
primer maupun sekunder. Banyak peneliti menyarankan terapi tanpa
medikamentosa pada penderita insomnia karena tidak memberikan efek
samping dan juga memberi kebebasan kepada dokter dan penderita untuk
menerapkan terapi sesuai keadaan penderita. Terapi tipe ini sangat
memerlukan kepatuhan dan kerjasama penderita dalam mengikuti segala
nasehat yang diberikan oleh dokter. Terdapat beberapa pilihan yang bisa
diterapkan seperti :3
a. Stimulus Control
Tujuan dari terapi ini adalah membantu penderita menyesuaikan onset
tidur dengan tempat tidur. Dengan metode ini, onset tidur dapat dapat
dipercepat. Malah dalam suatu studi menyatakan bahwa jumlah tidur pada
penderita insomnia dapat meningkat 30-40 menit. Metode ini sangat
tergantung kepada kepatuhan dan motivasi penderita itu sendiri dalam
menjalankan metode ini, seperti :
a. Hanya berada ditempat tidur apabila penderita benar-benar kelelahan
atau tiba waktu tidur,
b. Hanya gunakan tempat tidur untuk tidur atau berhungan sexual.
c. Membaca, menonton TV, membuat kerja tidak boleh dilakukan di
tempat tidur
d. Tinggalkan tempat tidur jika penderita tidak bisa tidur, dan masuk
kembali jika penderita sudah merasa ingin tidur kembali
e. Bangun pada waktu yang telah ditetapkan setiap pagi
f. Hindari tidur di siang hari3
b. Sleep Restriction
Dengan metode ini, diharapkan penderita menggunakan tempat tidur
hanya waktu tidur dan dapat memperpanjang waktu tidur, sehingga
8

diharapkan dapat meningkatkan kualitas tidur penderita. Pendekatan ini


dilakukan dengan alasan, berada di tempat tidur terlalu lama bisa
menyebabkan kualitas tidur terganggu dan terbangun saat tidur. Metode
ini memerlukan waktu yang lebih pendek untuk diterapkan pada penderita
berbanding metode lain, namun sangat susah untuk memastikan penderita
patuh terhadap instruksi yang diberikan. Protocol sleep restriction seperti
di bawah : Hitung rata-rata total waktu tidur pada penderita. Data
didapatkan melalui catatan waktu dan jumlah tidur yang dibuat penderita
sekurang-kurangnya 2 minggu Batasi jam tidur berdasarkan perhitungan
jumlah waktu tidur Estimasi tidur yang efisien setiap minggu dengan
menggunakanrumus (jumlah jam tidur/jumlah waktu di tempat tidur x
100) Tingkatkan jam tidur 15-20 menit jika efisiensi tidurr > 90%,
sebaliknya kurangi 15-20 menit jika < 80%, atau pertahankan jumlah jam
tidur jika efisiensi tidur 80-90% Setiap minggu sesuaikan jumlah tidur
berdasarkan perhitungan yang dilakukan Jangan tidur kurang dari 5 jam
Tidur di siang hari diperbolehkan, tetapi tidak melebihi 1 jam Pada usia
lanjut, jumlah jam tidur dikurangi hanya apabila efisiensi tidur kurang dari
75%.3
c. Sleep Hygiene
Pendekatan ini bertujuan untuk meningkatkan dan merubah cara hidup
dan lingkungan penderita dalam rangka meningkatakan kualitas tidur
penderita itu sendiri. Sleep hygiene yang tidak baik sering menyebabkan
insomnia tipe primer. Pada suatu studi mendapatkan, seseorang dengan
kualitas buruk biasanya mempunyai kebiasan sleep hygiene yang buruk.
Penelitian lain menyatakan, seseorang dengan sleep hygiene yang baik,
bangun di pagi hari dalam suasana yang lebih bersemangat dan ceria.
Terkadang, penderita sering memikirkan dan membawa masalah-masalah
ditempat kerja, ekonomi, hubungan kekeluargaan dan lain-lain ke tempat
tidur, sehingga mengganggu tidur mereka. Terdapat beberapa hal yang
9

perlu dihindari dan dilakukan penderita untuk menerapkan sleep hygiene


yang baik, seperti : Hindari mengkonsumsi alkohol, kafein dan produk
nikotin sebelum tidur Meminimumkan suasana bising, pencahayaan yang
terlalu terang, suhu ruangan yang terlalu dingin atau panas, Pastikan
kamar tidur mempunyai ventilasi yang baik, Menggunakan bantal dan
kasur yang nyaman dengan penderita, Hindari makanan dalam jumlah
yang banyak sebelum tidur, Jangan membawa pikiran yang bisa
mengganggu tidur sewaktu di tempat tidur, Lakukan senam secara teratur
(3-4x/minggu), dan hindari melakukan aktivitas yang berat sebelum tidur.3
d. Cognitive Therapy
Pendekatan dengan cognitive therapy adalah suatu metode untuk
mengubah pola pikir, pemahaman penderita yang salah tentang sebab dan
akibat insomnia. Kebanyakan penderita mengalami cemas ketika hendak
tidur dan ketakutan yang berlebihan terhadap kondisi mereka yang sulit
tidur. untuk mengatasi hal itu, mereka lebih sering tidur di siang hari
dengan tujuan untuk mengganti jumlah tidur yang tidak efisien di malam
hari. Namun itu salah, malah memperburuk status insomnia mereka. Pada
studi yang terbaru, menyatakan cognitive therapy dapat mengurangi onset
tidur sehingga 54%. Pada studi lainnya menyatakan, metode ini sangat
bermanfaat pada penderita insomnia usia lanjut, dan mempunyai
efektifitas yang sama dengan pengobatan dengan medikamentosa.3
2. Farmakologis
Pemilihan obat, ditinjau dari sifat gangguan tidur :

a. Inisial Insomnia (sulit masuk ke dalam proses tidur)


Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Sleep inducing anti-insomnia”
yaitu golongan benzodiazepine (Short Acting)
Misalnya pada gangguan anxietas.1
10

b. Delayed Insomnia (proses tidur terlalu cepat berakhir dan sulit masuk
kembali ke proses tidur selanjutnya)
Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Prolong latent phase Anti-
Insomnia”, yaitu golongan heterosiklik antidepresan (Trisiklik dan
Tetrasiklik)
Misalnya pada gangguan depresi.1
c. Broken Insomnia (siklus proses tidur yang normal tidak utuh dan terpecah-
pecah menjadi beberapa bagian (multiple awakening).
Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Sleep Maintining Anti-Insomnia”,
yaitu golongan phenobarbital atau golongan benzodiazepine (Long
acting).1

2.7 Prognosis
Prognosis umumnya baik dengan terapi yang adekuat dan juga terapi pada
gangguan lain seperti depresi dan lain-lain. Lebih buruk jika gangguan ini disertai
skizofrenia.1
BAB III
KESIMPULAN
Insomnia merupakan kesulitan untuk masuk tidur, kesulitan dalam
mempertahankan tidur, atau tidak cukup tidur. Insomnia merupakan gangguan
fisiologis yang cukup serius, dimana apabila tidak ditangani dengan baik
dapat mempengaruhi kinerja dan kehidupan sehari-hari.

Insomnia dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti stres, kecemasan


berlebihan, pengaruh makanan dan obat-obatan, perubahan lingkungan, dan
kondisi medis. Insomnia didiagnosis dengan melakukan penilaian terhadap
pola tidur penderita, pemakaian obat-obatan, alkohol, atau obat terlarang,
tingkatan stres psikis, riwayat medis, aktivitas fisik, dan kebutuhan tidur
secara individual.

Insomnia dapat ditatalaksana dengan cara farmakologi dan non


farmakologi, bergantung pada jenis dan penyebab insomnia. Obat-obatan
yang biasanya digunakan untuk mengatasi insomnia dapat berupa golongan
benzodiazepin (Nitrazepam, Trizolam, dan Estazolam), dan non
benzodiazepine (Chloral-hydrate, Phenobarbital). Tatalaksana insomnia secara
non farmakologis dapat berupa terapi tingkah laku dan pengaturan gaya hidup
dan pengobatan di rumah seperti mengatur jadwal tidur.

11
DAFTAR PUSTAKA

1.Sadock BJ, Saddock VA. Kaplan & Saddock’s Synopsis Of Psychiatry Behavioral
Sciences/Clinical Psychiatry Eleventh Edition. Philadelphia: Lippincott Wolters
Kluwer ; 2015, pp :555-562

2. Diagnostics and Statistical Manual Of Mental Disorders Fifth Edition, 2013, pp :


367

3. Semple D, Smyth R. Oxford Handbook Of Psychiatry Third Edition. Oxford :


Oxford University Press. 2013, pp : 424-426

4. Maslim, R. Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan dari PPDGJ-III dan DSM-5


Cetakan Kedua. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya. 2013,
pp : 93

5. American insomnia association. National sleep foundation. 2019, Available :


https://www.webmd.com/sleep-disorders/guide/insomnia-symptoms-and-causes

12

Anda mungkin juga menyukai