Anda di halaman 1dari 12

KETIDAKTERTIBAN HUKUM NASIONAL

DALAM KEBIJAKAN LEGISLASI


PASCA REFORMASI
Oleh:
Prastopo, S.H., M.H.1

Abstrak dari para ahli tidak menjamin terjadinya proses


transformasi pengetahuan yang diharapkan.

K
ebijakan legislasi pasca reformasi telah Ketiga, dominasi kepentingan politik melalui
membawa dampak ketidaktertiban hukum partai masing-masing di lembaga legislasi,
nasional, karena tiga hal. Pertama, menyebabkan sistem legislasi terabaikan dan
pergeseran kekuasaan eksekutif ke legislatif substansi perundng-undangan sebagai produk
sehingga DPR RI berubah menjadi lembaga super DPR RI tidak mendalam dan sering menimbulkan
body, bahkan dapat mencampuri kewenangan kekecewaan masyarakat.
eksekutif, melalui mekanisme yang dikenal Ketiga hal di atas menyebabkan dalam
dengan “fit and proper test”. Kedua, sistem sistem legislasi nasional, dan sekaligus
pemilihan umum langsung belum menemukan ketidaktertiban dalam sistem legislasi nasional
mekanisme ideal sebagai model Pemilu yang dimaksud. Oleh karena itu, Negara seharusnya
baku, sehingga menciptakan peluang bagi bakal memetakan permasalahan hukum dalam sebuah
calon maupun calon anggota legislatif untuk sistem hukum nasional sebagai cetak biru (blue
memenangkan pemilihan dengan bermodalkan print) yang menjadi dasar kebijakan legislasi
popularitas dan kekuatan finansial. Padahal nasional secara bertahap dan berkelanjutan
mereka yang menang akan mempunyai tugas serta menjamin terjadinya sinkronisasi antar
dan tanggung-jawab sebagai pembuat kebijakan perundang-undangan yang ada. Hal ini sekaligus
dalam bentuk Undang-Undang; sehingga akan mendorong secara substansial populis dan
anggota legislatif tidak menguasai dengan memenuhi rasa keadilan bagi rakyat karena
baik teori dan pengetahuan pembentukan materi muatan dari Undang-Undang adalah
undang-undang yang menjadi tugas utamanya. alat atau sarana kebijakan bagi negara untuk
Sementara pelaksanaan mekanisme masukan menjamin terwujudnya masyarakat yang adil
makmur dan sejahtera.
Kata kunci: sistem legislasi nasional,
1. Penulis adalah dosen pada STHM “AHM-PTHM”. peraturan perundang-undangan.

38 Jurnal Hukum Militer/STHM/Vol. 1/No. 6/Mei 2013


Ketidaktertiban Hukum Nasional
Dalam Kebijakan Legislasi Pasca Reformasi
Oleh: Prastopo, S.H., M.H.

A. PENDAHULUAN pada fungsi pilar demokrasi lainnya, sehingga


mengakibatkan terjadinya kelemahan yang
Pergeseran kekuasaan dari eksekutif sangat serius, strategis dan potensial merugikan
kepada legislatif, sebagai bagian masa transisi, negara. Disadari memang pembagian kekuasaan
telah menempatkan DPR RI sebagai lembaga menjadi trichotomi eksekutif, legislatif dan
negara yang super body. Konsekuensi dari yudikatif, memang tidak selalu sempurna,
pergeseran ini menyebabkan luasnya daya namun demikian perlu pula dipahami bahwa
intervensi DPR RI, bahkan menjangkau hal- ketiga pilar tersebut satu sama lain tidak terpisah
hal yang seharusnya menjadi tugas dan secara tegas, bahkan saling mempengaruhi.2
wewenang dari kepala pemerintahan (eksekutif). Untuk itu perlu dan harus dilakukan upaya
Pemanfaatan proses mendapatkan “persetujuan konstruktif sistem pembagian kekuasaan yang
dari DPR RI” melalui sistem fit and proper test lebih baik, sehingga terdapat pemerintahan yang
telah menjadi ajang tawar menawar kekuasaan. demokratis terhindar dari praktik bernegara yang
Kewenangan utama DPR RI yang semula burokrasi dan tirani.
merupakan fungsi sebagai pembuat peraturan Era demokratisasi melalui sistem pemilihan
perundang-undangan, (legislator) pengawasan umum yang langsung, umum, bebas, rahasia,
pelaksanaan pemerintahan dan pemegang hak jujur dan adil, sebagaimana diatur dalam
budgeter, sebagaimana diatur dalam hukum UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu 3
tata negara, telah berubah menjadi pemegang memberikan hak kepada setiap warga negara
sebagian kekuasaan eksekutif dalam perspektif untuk secara bebas memilih dan dipilih sebagai
sistem pemerintahan presidensiil. Kekuatan perwujudan hak asasi manusia yaitu persamaan
lembaga legislatif smakin diperkuat lagi oleh hak setiap warga negara dalam hukum dan
praktik dan pendekatan pemegang tertinggi pemerintahan, yang sekaligus merupakan
kekuasaan eksekutif itu sendiri, yaitu presiden hak asasi yang dijamin dalam UUD Negara
terpilih. Alih-alih fokus pada kewenangan yang Republik Indonesia 1945. Namun demikian,
diberikan kepadanya berdasarkan konstitusi pada praktiknya interpretasi dan pelaksanaan
dan peraturan perundang-undangan, presiden persamaan hak ini mengandung kelemahan
lebih memilih menggunakan basis koalisi signifikan; ekses negatif yang dirasakan adalah
untuk “mengamankan” jalannya pemerintahan, tidak adanya ‘penyaringan’ secara kualifikasi,
sehingga mendorong praktik pemerintahan sehingga setiap orang termasuk yang tidak
dengan sistem parlementer. memiliki visi kenegaraan yang memadai pun
Penataan pelaksanaan tata pemerintahan dapat terpilih dan memiliki kewenangan strategis
yang diinginkan berlaku secara demokratis, tersebut. Bukanlah rahasia lagi jika sebagian
nampaknya belum dibarengi dengan penataan besar partai politik masih belum menjalankan
mekanisme seleksi yang memadai untuk
menyeleksi anggotanya pada saat mencalonkan
2. Ismail Sunny, Pergeseran Kekuasaan Eksekutif,
Jakarta: Penerbit Aksara Baru, 1986, hal.15 “adalah
menjadi kebiasaan untuk membagi tugas-tugas 3. Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 10 Tahun
pemerintahan ke dalam trichotomy yang terdiri dari 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan
eksekutif, legislatif dan yudikatif. Pembagian ini adalah Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah
seringkali kita temui, kendatipun batas pembagian itu dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Lembaran
tidak selalu sempurna karena kadang-kadang satu Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor
sama lainnya pengaruh mempengaruhi. Lebih lanjut 51, Pasal 1 ke-1 menentukan: “Pemilihan Umum,
Ismail Sunny mengatakan bahwa UUD 1945 menganut selanjutnya disebut Pemilu, adalah sarana pelaksanaan
pemisahan kekuasaan formil yaitu pemisahan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung,
kekuasaan itu tidak dipertahankan secara prinsipiil. umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara
Dengan perkataan lain UUD 1945 hanya mengenal Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila
pembagian kekuasaan (division of power) bukan dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
pemisahan kekuasaan (separation of power)”. Tahun 1945”.

Jurnal Hukum Militer/STHM/Vol. 1/No. 6/Mei 2013


39
Ketidaktertiban Hukum Nasional
Dalam Kebijakan Legislasi Pasca Reformasi
Oleh: Prastopo, S.H., M.H.

diri sebagai bakal calon maupun calon anggota rasa keadilan bagi masyarakat, karena Undang-
legislatif. Padahal para bakal calon dan calon Undang tersebut memang diharapkan dan
anggota legislatif inilah yang jika terpilih nantinya mampu menjawab serta memberikan solusi bagi
dan akan duduk dan menjalankan tugas dan masyarakat.
tanggungjawab sebagai pembuat Undang- Merujuk pada hal-hal di atas, saat ini telah
Undang. Oleh karena itu, timbulnya wacana berkembang pemikiran dan praktik untuk memuat
untuk melakukan perubahan pelaksanaan ketentuan pidana dalam peraturan perundang-
pemilu agar terjadi kesinambungan pemerintah undangan administratif. Tujuan diterapkannya
pusat dan daerah, efisiensi dan lain-lain, hal demikian adalah untuk menjamin efektivitas
merupakan respon langsung terhadap kondisi peraturan perundang-undangan administratif
tersebut. dimaksud. Namun demikian, sebagian besar
Anggota terpilih pada umumnya peraturan perundang-undangan administratif
mempunyai kelemahan mendasar yaitu tersebut mengandung kelemahan baik secara
l e m a h n y a p e n g e t a h u a n t e n t a n g a s as - substansial maupun material yang sekaligus
asas yang baik dalam pembuatan Undang- merupakan bukti yang sangat mencolok bahwa
Undang, teori dan pengetahuan perundang- ketertiban dalam asas pembentukan perundang-
undangan. Pengabaian terhadap kualifikasi undangan telah diabaikan. Ketentuan pidana
ini menyebabkan kelemahan pula dalam memang dapat diatur dalam sebuah Undang-
produk yang dihasilkannya. Sekalipun terdapat Undang Administratif, namun seharusnya
mekanisme adanya draft akademis, masukan menggunakan asas dan prinsip sistem hukum
dari para ahli dalam proses pembahasan pidana yang ada dan diatur melalui sistem
Rancangan Undang-Undang, dapat dipastikan kodifikasi yaitu dalam Kitab Undang-Undang
tidak terjadi proses transformasi pengetahuan Hukum Pidana (KUHP) sebagai sui generis atau
yang diharapkan; sementara tuntutan agar induk hukum pidana di Indonesia.
para anggota DPR memahami tujuan peraturan KUHP merupakan kodifikasi hukum
perundang-undangan agar bisa diterapkan pidana di Indonesia yang saat ini dirasakan
secara efektif nantinya. Hal ini diperparah mulai mengalami kekurangan dan/atau
dengan adanya fakta, dominasi kepentingan ketinggalan dari perkembangan jaman. Rasa
politik melalui partai masing-masing yang sangat keadilan masyarakat berkembang seiring
besar. dengan dinamika kehidupan, guna menjamin
Hal-hal di atas, memberi dampak pada terpeliharanya rasa keadilan, diperlukan langkah
sistem legislasi secara nasional. Berlanjutnya kebijakan kriminalisasi terhadap berbagai
kondisi di atas menyebabkan proses dan tindakan yang dirasakan sebagai tidak patut
pelaksanaan sistem legislasi terabaikan dan atau tidak layak dilakukan di tengah-tengah
substansi perundang-undangan sebagai masyarakat. Langkah yang paling strategis dan
produk DPR RI sebagai lembaga negara sering tepat untuk merespon perkembangan jaman
menimbulkan kekecewaan bagi masyarakat dimaksud adalah dengan melakukan perbaikan,
bahkan menjauh dari rasa keadilan bagi perubahan, penyesuaian yang diperlukan dalam
rakyat yang diwakilinya. Negara seharusnya KUHP sebagai sui generis hukum pidana.
mampu memetakan permasalahan hukum Sistem kodifikasi yang dianut dalam keluarga
dalam sebuah sistem hukum nasional sebagai hukum (family law) mulai ditinggalkan dan para
cetak biru (blue print) yang menjadi dasar legislator lebih memilih mengatur berbagai
kebijakan legislasi nasional secara bertahap sanksi pidana serta melakukan berbagai
dan berkelanjutan serta menjamin terjadinya kriminalisasi dengan membuat delik baru dalam
sinkronisasi antar perundang-undangan yang berbagai perundang-undangan tersebar di
ada. Hal ini sekaligus akan mendorong secara luar KUHP. Dalam upaya untuk menelaah dan
sistematis, terwujudnya perundang-undangan memberikan solusi terhadap permasalahan di
yang secara substansial populis atau memenuhi atas, penulis mencoba memaparkan persoalan

40 Jurnal Hukum Militer/STHM/Vol. 1/No. 6/Mei 2013


Ketidaktertiban Hukum Nasional
Dalam Kebijakan Legislasi Pasca Reformasi
Oleh: Prastopo, S.H., M.H.

proses legislasi nasional secara umum dari aspek keuntungan partai daripada
perspektif administrasi dan pidana. aspek yang lain seperti menempatkan
kapabilitas dan integritas pada nomor urut
B. PERKEMBANGAN SISTEM POLITIK pertama. Keuntungan dimaksud, adalah
PASCA REFORMASI mengakomodir dan memenuhi kebutuhan
partai dalam perspektif membangun sebuah
Pada masa transisi seperti yang dialami partai yang kuat dalam arti mempunyai
oleh Indonesia sekarang ini, telah terjadi banyak konstituen. Sehingga apabila di
fenomena politik baru sebagai dampak masa kemudian hari terdapat kader partai yang
transisi dimaksud, yaitu pergeseran kekuasaan sekalipun kurang kapabel dan kurang
dari eksekutif kepada legislatif. Salah satu integritas, sepanjang mampu memberikan
dampak tersebut adalah fungsi partai politik konstribusi kepada partainya akan dipandang
sebagai salah satu pilar demokrasi belum sebagai menguntungkan partai.
maksimal; hal ini ditandai dengan proses Kelemahan lain yang dapat dicermati
rekrutmen anggota partai politik yang tidak dalam perspektif fungsi partai politik
dilakukan secara selektif, sehingga masalah adalah kewajiban partai untuk memberikan
teknis, administrasi, maupun legal bermunculan pendidikan politik baik kepada masyarakat
karenanya. Beberapa kasus ijazah palsu terutama kepada para kadernya. Kader
misalnya, menjadi pertanda kelemahan tersebut, partai yang pada saatnya akan menduduki
SDM partai politik yang kurang memadai, sampai jabatan dalam lingkungan lembaga negara
dengan kepentingan politik yang dominan. Hal DPR RI/DPRD, mempunyai tugas utama
ini menunjukkan pergeseran fungsi partai politik yaitu sebagai pembuat peraturan perundang-
dan fungsi legislasi pada akhirnya. undangan. Sebagai pembuat peraturan
perundang-undangan wajib memahami
1. Pergeseran Fungsi Partai Politik masalah-masalah terkait fungsi teknik
Berbagai pendapat tentang fungsi partai pembuat peraturan perundang-undangan.
politik di negara demokratis setidaknya Pengetahuan tentang ilmu dan teori
telah mendorong pamahaman bahwa peran perundang-undangan biasanya diperoleh
partai politik sebagai sebuah institusi sangat dalam jenjang pendidikan Strata 1 pada prodi
strategis. Almarhumah Miriam Budiardjo hukum, sementara syarat untuk menjadi
dalam bukunya “Dasar-dasar Ilmu Politik” bakal /calon anggota partai adalah tamat
mengatakan ada 4 (empat) fungsi partai sekolah menengah atas atau yang sederajat,
politik yaitu antara lain berperan sebagai sehingga mutlak diperlukan pendidikan
rekrutmen politik. Partai politik sebagai tambahan pra pelaksanaan tugas dan
institusi hendaknya menyadari tentang tanggungjawabnya serta pendidikan politik
tugas dan tanggungjawabnya sebagai pilar secara umum.
demokrasi yaitu melakukan rekrutmen politik. Upaya melakukan pembekalan dan atau
Sebuah langkah rekrutmen seyogyanya pendidikan kepada para kader partai sebagai
adalah memilih sumber daya manusia yang solusi atas lemahnya rekrutmen di atas
mempunyai kapabilitas dan integritas sebagai merupakan sebuah keniscayaan yang masih
kader politik yang kelak merupakan kader terabaikan, sehingga secara umum fungsi
bangsa dan negara dalam melaksanakan partai politik khususnya sebagai rekrutmen
amanat penderitaan rakyat. politik masih belum dilaksanakan.
Pada praktiknya, proses rekrutmen
pasca reformasi mempunyai kecenderungan 2. Pergeseran Fungsi Legislasi
yang kurang mengakomodir seleksi kader Permasalahan lain yang dapat
yang memiliki kualifikasi yang dibutuhkan. mengakibatkan ketidak-tertiban dalam
Partai politik sepertinya lebih memperhatikan proses legislasi nasional diakibatkan oleh

Jurnal Hukum Militer/STHM/Vol. 1/No. 6/Mei 2013


41
Ketidaktertiban Hukum Nasional
Dalam Kebijakan Legislasi Pasca Reformasi
Oleh: Prastopo, S.H., M.H.

pergeseran fungsi legislasi. Sebagaimana komparasi serta memperhatikan


diketahui, salah satu fungsi dari lembaga kecenderungan dunia dalam menyelesaikan
legislatif adalah membuat peraturan masalah hukum.
perundang-undangan atau fungsi legislasi. Guna melakukan langkah pengkajian
Sebagai bentuk ideal guna memenuhi dan pengembangan atau pembangunan
kewajiban kenegaraan dalam menjalankan hukum, dalam perspektif fungsi legislatif
fungsi maka sudah selayaknya para sebagai legislator, maka tidak ada pilihan
legislator mempunyai standar pengetahuan lain harus dilakukan langkah perbaikan
dasar (basic knowledge standard) tentang sumber daya manusia para anggota dewan
pembuatan peraturan perundang-undangan. menuju anggota dewan yang berkualitas
Legislator diharapkan mampu berpikir dan berintegritas, agar mampu menciptakan
secara sistemik, karena pada dasarnya hukum yang mendekati pada upaya
peraturan perundang-undangan merupakan memenuhi rasa keadilan masyarakat.
kebijakan negara tertulis yang terikat dan Kiranya adadium “kebodohan sangat dekan
merupakan satu kesatuan, dalam sebuah dengan ketidakadilan” harus diupayakan
Sistem Hukum Nasional, sehingga setiap agar berbalik menjadi “kepandaian akan
peraturan perundang-undangan haruslah melahirkan kebijakan dan kebijakan akan
merupakan bagian sebuah sistem yang mendekati keadilan”.
menyeluruh dan saling terkait serta lengkap Pada tahapan proses pembuatan
dan komprehensif. Peraturan perundang- regulasi, pun tidak terlepas memberi
undangan yang satu terkait dengan peraturan kontribusi ketidaktertiban pada legislasi
perundangan yang lain dan merupakan nasional. Proses pembuatan undang-undang
komponen sebuah sistem tentang hukum sesuai dengan UUD Negara Republik
yang berlaku di seluruh Indonesia, sehingga Indonesia 1945 hasil amandemen ke-1
harus terjadi sinkronisasi dan harmonisasi sampai dengan ke-4 menjadi kekuasaan
antara satu dengan lainnya. Sinkronisasi dan DPR RI bersama-sama Presiden. Pembagian
harmonisasi serta konsistensi dalam hukum kewenangan mengenai fungsi legislator
pada dasarnya menjadi salah satu indicator ini menjadi sangat tegas bahwa yang
dalam membangun sebuah sistem hukum berwenang adalah DPR RI dan Presiden
nasional. selaku pemegang kekuasaan pemerintahan
Para legislator harus mampu hanya berhak mengusulkan Rancangan
mengimplementasikan dalam menyusun Undang-Undang dan mengesahkannya
perundang-undangan yang didasarkan setelah disetujui dalam rapat paripurna DPR
pada sebuah ide-ide dasar (basic ideas) RI. Meskipun demikian secara substansial,
Pancasila yang di dalamnya mengandung proses pembuatan perundang-undangan
keseimbangan nilai/ide dan paradigma. sangat bersifat politis.
Sejalan dengan langkah evaluasi internal UU Nomor 10 Tahun 2004 tentang
terkait pembangunan hukum nasional Pembentukan peraturan perundang-
yang diarahkan dan bersumber kepada undangan, sebagaimana telah diubah
Pancasila sebagai hukum dasar yang antara dengan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang
lain kebiasaan atau hukum adat, maka Pembentukan peraturan perundang-
legislator juga wajib melakukan evaluasi undangan, mengatur bahwa sebelum
dengan memperhatikan kecenderungan pembentukan perundang-undangan diatur
yang mendekati kecocokan dengan rumpun dengan mekanisme yang diwajibkan
keluarga hukum (family law) yang berlaku antara lain : terdapat naskah akademis, 4
di dunia internasional. Bahkan sejalan selanjutnya dalam pembahasan rancangan
dengan evaluasi internal maka perlu pula undang-undang juga terdapat mekanisme
dikembangkan dengan menggunakan mendapatkan dari para ahli terkait serta

42 Jurnal Hukum Militer/STHM/Vol. 1/No. 6/Mei 2013


Ketidaktertiban Hukum Nasional
Dalam Kebijakan Legislasi Pasca Reformasi
Oleh: Prastopo, S.H., M.H.

masyarakat, tetapi seluruh masukan dan Padahal dalam proses legislasilah letak
pendapat tersebut dapat saja diabaikan dan relasi antara asas hukum yang berkembang
ditinggalkannya manakalah mereka lebih baik yang sedang berlaku maupun yang
mendapatkan masukan dari partai politiknya dicita-citakan dengan langkah pendekatan
masing-masing pada saat mereka membawa politik dalam perspektif pembuatan kebijakan,
dalam bentuk daftar isian permasalahan sehingga hukum sebagai produk politik tidak
serta prioritas tertentu yang telah digariskan akan menjadi berkesan negatif.
oleh pimpinan partainya. Dari penjelasan di atas, terlihat bahwa
Substansi yang diyakini oleh pakar proses pembuatan perundang-undangan
sesuai bidang keahliannya dan hasil di tingkat nasional sangat didominasi
kajian lembaga akademis dalam bentuk kepentingan politik, sehingga asas dan
naskah akademis sebagai implementasi prinsip-prinsip pembuatan perundang-
ilmu pengetahuan hukum serta masukan undangan yang baik terabaikan. Draft
dari elemen masyarakat yang merupakan akademis dan pendapat para ahli hanya
wujud dari rasa keadilan dan nilai-nilai dijadikan pelengkap syarat formal yang
budaya yang berkembang ternyata kalah pada akhirnya juga dikalahkan dengan
dengan daftar isian permasalahan serta kepentingan politik (kepentingan kelompok
pesan yang berasal dari hasil institusi partai melalui parpol, biaya politik, dlsb); ditambah
politik. Sehingga substansi keadilan yang lagi oleh fakta lemahnya sumber daya
didasarkan dari hasil keahlian dan kajian manusia sebagai akibat fungsi parpol yang
empiris para akademisi serta rasa keadilan belum berjalan. Dengan segala aspek ini
masyarakat terabaikan dan yang disusun tidaklah mengejutkan jika produk hukum
dalam ketentuan perundang-undangan yang dihasilkan tidak memuaskan dan
merupakan kebijakan yang berasal dari mencerminkan rasa keadilan masyarakat.
pembahasan politik yang sebagian besar
meninggalkan kaidah dan norma yang diatur C. DAMPAK PERKEMBANGAN POLITIK
dalam asas hukum dan keadilan. PA S C A R E F O R M A S I T E R H A D A P
Berbagai kecaman terhadap lembaga LEGISLASI NASIONAL
legislatif mulai ramai disampaikan, bahkan
Jimly Assiddhiqie dalam bukunya Hukum Berbagai fenomena dan praktik politik
Tata Negara dan Pilar-pilar Demokrasi, pasca reformasi sebagaimana dijelaskan
menyatakan : “…perlu dipertanyakan pada bagian B, berdampak pada produk
sejauhmana fungsi legislatif itu dapat legislasi nasional itu sendiri. Dampak yang
dipertahankan sebagai fungsi utama dirasakan secara substansial adalah berbagai
parlemen. Karena kehidupan berkembang penyimpangan baik terhadap substansi dan
sangat cepat, makin rumit dan kompleks, beberapa program legislasi nasional.
tugas-tugas hukum dan pemerintahan juga
terus berkembang makin kompleks”.5

5. Jimly Assiddhiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar-pilar


Demokrasi, serpihan pemikiran hukum dan HAM,
Jakarta: Penerbit Konstitusi Press, 2004, halaman
4. Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 10 7 ketika membahas fungsi pembuat hukum, lebih
Tahun 2000 tentang Pembentukan peraturan lanjut dikatakan, “…apalagi dalam praktik selama
perundang-undangan, Lembaran Negara Republik abad 20, terlihat adanya gejala yang menunjukkan
Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, sebagaimana telah legislatif parlemen itu sebenarnya tidak lebih penting
diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun dibandingkan fungsi pengawasan. Karena itu, perlu pula
2011 tentang Perubahan terhadap Undang-Undang dipikirkan bahwa di masa depan tugas utama parlemen
Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan itu akan dituntut lebih menekankan fungsi pengawasan
peraturan perundang-undangan. daripada fungsi legislatif.

Jurnal Hukum Militer/STHM/Vol. 1/No. 6/Mei 2013


43
Ketidaktertiban Hukum Nasional
Dalam Kebijakan Legislasi Pasca Reformasi
Oleh: Prastopo, S.H., M.H.

1. Penyimpangan Asas Hukum Nawawi Arief, dalam bukunya yang berjudul


Kajian dalam makalah singkat ini “Pembaharuan Hukum Pidana, dalam
diarahkan secara khusus perhatiannya pada perspektif perbandingan” yang mengatakan:
pembangunan hukum (pidana) dan lebih “…bahwa kecenderungan internasional di
khusus lagi pada hukum pidana administrasi. dalam melakukan upaya pemikiran kembali
Lahirnya berbagai UU Administrasi yang dan penggalian hukum dalam rangka
di dalam memuat ketentuan pidana telah memantapkan strategi penanggulangan
membawa kita pada sebuah kenyataan kejahatan yang integral ialah himbauan untuk
betapa banyak permasalahan yang harus melakukan pendekatan yang berorientasi
dilakukan pengkajian untuk bahan perbaikan. nilai (value oriented approach) baik nilai
Hukum administrasi mencakup ruang kemanusiaan maupun nilai-nilai identitas
lingkup yang sangat luas, karena mencakup budaya dan nilai-nilai moral keagamaan”.
seperangkat hukum yang diciptakan oleh Sementara jika diperhatikan para
lembaga administrasi dalam bentuk undang- legislator justru membuat berbagai peraturan
undang. Philipus M. Hadjon dalam bukunya perundang-undangan administratif sebagai
Himpunan Perundang-undangan Republik hukum pidana administrasi dengan sanksi
Indonesia sebagaimana dikutip oleh Barda yang tidak mempunyai keseragaman. Ada
Nawawi Arief, mencatat setidaknya sampai yang menggunakan hanya pidana (single
dengan 1987, terdapat 88 (delapan puluh track system); ada yang menggunakan
delapan) aturan yang termuat dalam hukum istilah sanksi administrasi, tetapi ada yang
administrasi, sudah barang tentu lebih menggunakan istilah tindakan administrasi;
banyak lagi dalam kondisi saat ini. ada yang menggunakan pidana pokok,
Ternyata benar bahwa pembangunan tetapi ada yang menggunakan pidana pokok
hukum nasional tidaklah cukup dijalankan serta pidana tambahan; sanksi administrasi
melalui perancangan Kitab Undang-Undang sebagai tindakan tata tertib; dan sebagainya.
Hukum Pidana (KUHP), karena sebenarnya Bahkan hukum pidana administrasi seolah
KUHP hanya berupa salah satu hukum mengarah meninggalkan trend sanksi pidana
substantif sebagai hukum materiil, sebagai yang sedang berlaku secara internasional.
peninggalan colonial yang telah usang Sementara itu trend sanksi pada hukum
(ubsolute and unjust) serta ketinggalan pidana internasional sedang menuju pada
jaman dan tidak sesuai dengan kenyataan ide penggunaan pidana penjara yang selektif
(outmoded and unreal). Hukum kolonial yang dan limitatif, double track system yaitu antara
merupakan warisan dan diberlakukan dalam sanksi pidana/punishment dengan tindakan/
negara bekas jajahan pada dasarnya telah treatment, pemaafan/pengampunan hakim
memberlakukan hukum yang sama sekali (rechterlijk pardon) dan sebagainya.
tidak bersumber pada budaya dan nilai-nilai Munculnya delik baru sebagai bentuk
asli Indonesia. kebijakan kriminal berupa tindakan
Hukum pidana sebagaimana sifat hukum mengkriminalisasikan berbagai tindakan
pada umumnya akan selalu berkembang, pada perundang-undangan administratif
demikian pula dalam tataran internasional semakin menambah panjangnya deretan
hukum pidana telah mengalami pergeseran daftar delik tersebar di luar KUHP.
arah pembangunannya, hal ini ditandai Kurang dicermati adanya kemungkinan
dengan rekomendasi untuk melakukan mendisiplinkan berlakunya sistem kodifikasi
kajian/penggalian hukum yang hidup dan yaitu dengan menarik berbagai delik yang
bersumber dari nilai-nilai hukum agama tersebar di luar KUHP ke dalam KUHP
dan hukum tradisional/ adat serta nilai-nilai melalui sistematika kodifikasi hukum pidana
hukum asli dari masyarakat. Hal ini sejalan yang telah dirumuskan dalam KUHP.
dengan yang disampaikan oleh Barda Terkait masalah kriminalisasi Soedarto

44 Jurnal Hukum Militer/STHM/Vol. 1/No. 6/Mei 2013


Ketidaktertiban Hukum Nasional
Dalam Kebijakan Legislasi Pasca Reformasi
Oleh: Prastopo, S.H., M.H.

dalam bukunya yang berjudul “Hukum dan peran serta masyarakat sebagai subyek
Hukum Pidana” sebagaimana disitir oleh hukum, dan lain-lain. Sedangkan alasan
Muladi dan Barda Nawawi Arief, mengatakan atau dasar permohonan yang berkaitan
bahwa untuk mempermasalahkan perbuatan dengan permohonan materiil lebih diarahkan
apa yang seharusnya dijadikan tindak pada potensi pelanggaran hak-hak sipil,
pidana harus memenuhi 4 (empat) hal pelanggaran hak asasi manusia, tidak pro
inti . Penyimpangan lain juga didapati rakyat bahkan tuduhan neo liberal.
dalam lapangan praktik penegakan hukum Berdasarkan fakta tersebut, para legislator
hukum pidana yang menimbulkan masalah sebagai wakil rakyat yang terlibat langsung
penegakan hukum (pidana) juga didapati dengan pembuatan kebijakan diharapkan
dalam masalah sinkronisasi beberapa hukum menyambut baik dan merespons dengan
fomal sebagai ketentuan pelaksanaan melakukan langkah-langkah perbaikan
penegakan hukum pidana materiil yang signifikan dan strategis yaitu dengan
terutama sehubungan dengan merespons merubah atau memperbaiki mekanisme
perkembangan kejahatan seiring dengan pengambilan keputusan politis secara lebih
era globalisasi yang memunculkan berbagai responsif dan populis, memperhatikan
delik baru sebagai akibat perkembangan substansi Undang-Undang agar memenuhi
teknologi, terutama yang berkaitan dengan kebutuhan masyarakat, memperhatikan
bukti dan cara pembuktian. perlindungan terhadap kepentingan bangsa
Sementara itu pada sisi lain para dan negara, serta menciptakan peraturan
legislator semakin ketinggalan para hakim perundang-undangan yang menghor-mati
pada Mahkamah Kostitusi sebagai lembaga dan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
yang berfungsi melaksanakan judicial review Undang-Undang yang pada dasarnya
terhadap berbagai peraturan perundang- merupakan kebijakan negara tertulis
undangan di bawah UUD. Mahkamah wajib memenuhi standar yang ditentukan
Konstitusi mempunyai kemampuan dalam menyusunnya yaitu setidak-
menafsirkan dan atau memaknai hukum tidaknya memenuhi asas-asas yang baik
yang diamanatkan konstitusi sebagai dalam peraturan perundan-undangan .
kesepakatan nasional atau frame work Sementara itu Solly Lubis dalam bukunya
berbangsa dan bernegara. Sehingga tidak Ilmu Pengetahuan Perundang-undangan,
mengherankan jika kemudian terdapat kasus mengatakan ada 3 (tiga) paradigma dalam
yang akhir-akhir ini aktual yaitu sengketa penyusunan peraturan perundang-undangan
masa jabatan ketua KPK terpilih. yaitu landasan filosofis/paradigma filosofis,
landasan yuridis/paradigma yuridis dan
2. Politik Hukum Indonesia landasan politis/ paradigma politis .
Sebagaimana diketehui berbagai protes
dan kritik dari masyarakat, akademisi serta 3. Proses Program Legislasi Nasional
para pemerhati hukum dan perundang- Pada masa orde baru, eksekutif
undangan yang berujung pada permohonan memegang kekuasaan yang sangat kuat
pengujian perundang-undangan (Judicial bahkan memenuhi teori yang dikemukakan
review) melalui Mahkamah Konstitusi oleh seorang sejarahwan dari Inggris, Lord
sebagian besar disertai dengan permohonan Acton, yang mengatakan : “power tend to
uji formil yaitu permohonan yang berkaitan corrupt, but ubsoludly power corrup ubsoludly”.
dengan mekanisme atau proses pembuatan Dengan mengingat bahwa pemerintahan
perundang-undangan. Pemohon dalam dijalankan oleh manusia dan manusia
pengujian formil biasanya mendasarkan pada selalui dilengkapi dengan kelemahan,
alasan bahwa proses pembuatan Undang- demikianlah setiap pemegang kekuasaan
Undang tidak responsif, kurang menyertakan akan senantiasa cenderung menggunakan

Jurnal Hukum Militer/STHM/Vol. 1/No. 6/Mei 2013


45
Ketidaktertiban Hukum Nasional
Dalam Kebijakan Legislasi Pasca Reformasi
Oleh: Prastopo, S.H., M.H.

kekuasaanya secara menyimpang dan dengan menghormati dan menjunjung tinggi


barang siapa memegang kekuasaan hak asasi manusia tetapi tetap selaras dan
yang mutlak maka dapat dipastikan akan serasi dengan trend perkembangan hokum
menggunakan kekuasaannya yang mutlak (pidana) yang berlaku secara internasional
tersebut secara menyimpang. Pemerintah dan universal.
Orde Baru telah terbukti dilaksanakan Dari perspektif waktu, terdapat sebuah
secara otoriter dan militeristik, hal ini terjadi mekanisme penyusunan program legislasi
karena kekuasaan yang berlebihan diberikan nasional dalam jangka pendek dan jangka
dan atau dimiliki oleh lembaga eksekutif. menengah (sebagai bagian pembuatan
Meskipun demikian terdapat beberapa hal hukum positif yang akan dilaksanakan dalam
praktek penyelenggaraan negara yang dapat waktu sekaran dan dalam waktu dekat
dijadikan bahan belajar bersama, khususnya dilakukan berbagai sinkronisasi, harmonisasi
terkait proses prolegnas. dan mengikuti perkembangan hukum yang
Prolegnas adalah program legislasi berlaku dalam masyarakat baik secara
nasional, yang oleh I Gde Panca Astawa nasional maupun prinsip dan asas hukum
dikatakan “...Prolegnas adalah instrumen internasional) serta terdapat pula langkah
perencanaan pembentukan Undang-Undang penyusunan prolegnas untuk kebutuhan
yang disusun oleh DPR RI dan Presiden jangka panjang yang merupakan bagian
dan berisikan skala prioritas sesuai dengan penyempurnaan serta menyusun hukum
perkembangan masyarakatyang memuat yang dicita-citakan.
program legislatif jangka panjang, menengah
dan pendek”. D. MENUJU TERTIB HUKUM NASIONAL
Pasca reformasi proses prolegnas
dilaksanakan melalui proses pembuatan Berdasarkan seluruh uraian tersebut di
dalam kebijakan dengan diberikan payung atas, kiranya dapat dipahami bahwa kebijakan
hukum berupa Undang-Undang, kritik yang legislasi pada saat ini belum menuju pada tertib
dapat disampaikan adalah dalam penyusunan hukum nasional. Kebijakan legislasi masih
prolegnas masih dimungkinkan bersifat sangat bergantung pada para penyelenggara
parsial dan belum secara komprehensif. negara yang sedang berkuasa, tergantung
Prolegnas disusun dalam waktu 5 (lima) pada wawasan serta latar belakang pemikiran
tahunan dan dilaksanakan setiap tahun, atau interest para penyelenggaran negara yang
tetapi tidak terdapat jaminan bahwa apa telah menang dalam pemilu serta masih diwarnai
yang telah disepakati oleh rejim yang dengan kepentingan sesaaat dan kepentingan
berkuasa saat ini akan secara pasti menjadi kelompok tertentu.
kelanjutan dibahas dan diteruskan untuk Untuk menghindari hal tersebut,
rejim yang berkuasa berikutnya. Kelemahan maka hal yang bisa dilakukan paling tidak
ini sama dengan permasalahan yang dialami mengembalikan fungsi hukum sebagai produk
ketika para penyelenggara negara terpilih politik dengan segala konsekuensinya dan
dari hasil pemilu akan secara arif dan pertanggungjawabannya pada bangsa dan
bijaksana mengikuti dan melanjutkan RAPBN Negara, serta menempatkan kembali Pancasila
pendahulunya. Prolegnas seharusnya sebagai asas bernegara, sebagai pedoman
disusun secara sistemik sebagai bagian dan batasan dalam melaksanakan wewenang
sistem prolegnas nasional menuju sistem yang diberikan secara politik kepada lembaga
hukum nasional yaitu berupa sebuah blue eksekutif maupun legislatif. Pancasila sebagai
print pembangunan hukum (pidana) yang dasar Negara yang berasal dari nilai-nilai asli
dibangun berdasarkan asas-asas dan bangsa Indonesia secara fleksibel tetap dapat
prinsip hokum yang berasal dari nilai-nilai mengikuti perkembangan pembangunan hokum
Ketuhanan, budaya asli bangsa Indonesia, dunia, karena Pancasila diciptakan dengan

46 Jurnal Hukum Militer/STHM/Vol. 1/No. 6/Mei 2013


Ketidaktertiban Hukum Nasional
Dalam Kebijakan Legislasi Pasca Reformasi
Oleh: Prastopo, S.H., M.H.

memperhatikan nilai Ketuhanan, kebangsaan, saat itu. Ketika memasuki tahap proses
persatuan bangsa dan keselamatan bangsa dan pembuatan akan sangat diwarnai dengan
Negara, nilai kerakyatan dan keadilan. dinamika yang berkembang dan interes
yang ada serta melatarbelakangi proses
1. Hukum Sebagai Produk Politik itu sendiri, sehingga hukum yang lahir jauh
Kiranya tidak dapat dipungkiri bahwa dari rasa keadilan masyarakat. Hukum yang
hukum merupakan produk politik, hal senada lahir seolah mengabaikan berbagai asas
juga dibuktikan melalui desertasi Mahfud MD pembuatan hukum yang baik, asas serta
yang dikutip dari dalam bukunya yang berjudul prinsip hukum itu sendiri, tujuan pembuatan
“Politik hukum di Indonesia”, dikatakan hukum dibuat sebaik mungkin berupa
bahwa “...hubungan tolak tarik antara bungkus yang indah tetapi substansi yang
politik dan hukum, maka hukumlah yang dibuat belum memadai disebut sebagai
terpengaruh oleh politik, karena subsistem sebuah sistem kebijakan tertulis yang
politik mempunyai konsentrasi energi yang menampung amanat penderitaan rakyat
lebih besar daripada hukum”. Sehingga berdasarkan pada ideologi bangsa.
hukum memang sangat dipengaruhi oleh Hukum yang dibuat seharusnya
politik, namun hendaknya hukum tidak hanya memenuhi seluruh syarat pembuatan hukum
dipandang sebagai das sollen (keharusan) dan secara integral merupakan bagian
yaitu hukum harus merupakan pedoman membangun dan memperbaharui hukum
dalam segala tingkat hubungan antar secara nasional sehingga menuju tertib
anggota masyarakat termasuk dalam segala hukum nasional. Dalam perspektif hukum
kegiatan politik. Dengan membuat hukum pidana, khususnya perkembangan lahirnya
yang secara substansial memenuhi kriteria hukum pidana administrasi, seyogyanya
yang menguntungkan bagi kepentingan terdapat sinkronisasi antara asas hukum
tertentu maka harus dipatuhi dan dijadikan pidana administrasi sebagai lex specialis
landasan bertindak. Sudah selayaknya dengan hukum pidana umum sebagai
hukum juga dilihat dari perspektif das sein genusnya. Berbagai asas hukum pidana
(kenyataan) bahwa dalam kenyataannya terutama yang berkaitan dengan penerapan
memang hukum merupakan produk politik, sanksi pidana dalam perundang-undangan
tetapi dalam keputusan politik sebagai administrasi sudah selayaknya diambil
proses harus memperhatikan juga kenyataan langkah kebijakan penerapan sanksi pidana
realitas hukum dengan politik. Dalam dengan memedomani trend sanksi pidana
mengambil keputusan politik yang kelak yang sedang berlaku di Indonesia serta trend
akan melahirkan hukum dibatasi dengan sanksi pidana internasional.
berbagai ketentuan baik syarat hukum yang Seluruh kebijakan kriminal yang telah
populis, asas pembuatan hukum yang baik, dilakukan dalam proses pembuatan hukum
tujnuan hukum disandingkan dengan tujuan pidana administrasi, seyogyanya juga
bernegara dan sebagainya. diselaraskan dengan langkah kodifikasi
Demikianlah proses pembuatan hukum hukum, sebagai pilihan sistem yang berlaku
tertulis berupa perundang-undangan, dalam hukum pidana, yaitu dengan memilah
mulai dari proses perencanaan pembuatan berbagai delik yang telah lahir dalam
peraturan perundang-undangan didasarkan perundang-undangan administrasi untuk
pada bingkai pemikiran yang dituangkan ditarik dan dimasukkan dalam KUHP sebagai
dalam sebuah prolegnas. Prolegnas yang delik baru berdasarkan klasifikasi delik yang
dilaksanakan adalah prolegnas 5 (lima) telah diatur dalam KUHP.
tahunan dan dikerjakan dalam setiap Pembahasan pada bagian ini diarahkan
tahun anggaran, sebagai bagian program pada pandangan saya bahwa untuk
kerja masing-masing yang berkuasa pada mencapai sebuah tertib hukum nasional

Jurnal Hukum Militer/STHM/Vol. 1/No. 6/Mei 2013


47
Ketidaktertiban Hukum Nasional
Dalam Kebijakan Legislasi Pasca Reformasi
Oleh: Prastopo, S.H., M.H.

diperlukan sebuah blue print pembangunan oleh Barda Nawawi Arief terdahulu, patut
hukum secara nasional yang dapat kita bersyukur bahwa ternyata Pancasila
diimplementasikan melalui proses legislasi sebagai ideologi bangsa Indon e s i a
nasional yang sistemik, konsisten dan mampu memberikan landasan dalam
berkelanjutan. Sistem pembangunan hukum menetapkan ideologi bangsa yang up to
nasional akan memuat berbagai asas-asas, date, yaitu menempatkan landasan filosofi
prinsip-prinsip hukum baik nasional (yaitu pembangunan hukum yang sampai dengan
menggali dari nilai-nilai keagamaan dan saat ini sejalan dengan perkembangan
budaya serta rasa keadilan rakyat bangsa hukum yang berlaku secara internasional.
Indonesia yang terkandung dalam Pancasila Pancasila mengamanatkan
sebagai dasar negara) tetapi sekaligus pembangunan hukum agar senantiasa
tetap secara selaras dilakukan sinkronisasi melandasi nilai-nilai Ketuhanan, kemanusiaan
dengan berlakunya asas-asas dan prinsip (humanis), kebangsaan dan kerakyatan
hukum yang berlaku secara internasional serta keadilan. Dalam perspektif Ketuhanan,
dan universal. hukum wajib digali dan disesuaikan dengan
Pada saat ini yang terjadi adalah nilai spiritualitas dari setiap ajaran agama
pembangunan hukum yang belum bersifat yang pada dasarnya mengajarkan untuk
sistemik sehingga hukum dibangun berbuat baik dalam hubungan dengan
berdasarkan target legislasi yang masih manusia dan Tuhannya. Hukum juga
parsial, tidak konsistem serta terdapat mempunyai kewajiban untuk melindungi
kecenderungan menjauh dari asas-asas bangsa dan negara, oleh karena itu hukum
dan prinsip-prinsip hukum yang berlaku yang dibangun haruslah memenuhi kriteria
secara nasional dan internasional (sebagai perlindungan kepentingan bangsa dan
contohnya adalah berbagai perundang- sekaligus merupakan alat pemersatu bangsa.
undangan pidana administratif). Dengan Daniel S Lev dalam bukunya “Hukum
tanpa mengingkari fakta bahwa hukum dan politik di Indonesia, kesinambungan
merupakan produk politik, tetapi dengan dan perubahan”, mengatakan bahwa “...
segala keterbatasan yang saya miliki saya satu-satunya solusi yang paling tepat adalah
ingin mengajukan usulan agar dalam pengetahuan yang relevan, ideologi yang
membangun hukum, relasi hukum dan diartikulasikan secara jelas, dan kekuasaan
politik diarahkan pada menetapkan dan yang dikelola secara efektif ...”. Hukum yang
memprioritaskan terbentuknya sebuah meninggalkan kepentingan kebangsaan pada
sistem hukum nasional sebagai blue print dasarnya hukum yang bertentangan dengan
pembangunan hukum nasional (yang sampai hukum yang hidup dan berkembang dalam
dengan saat ini masih berupa wacana), berbangsa dan bernegara. Hukum harus pula
menciptakan sebuah sistem tata kelola partai memenuhi nilai perlindungan kepada rakyat,
politik yang mendukung pelaksanaan fungsi perlindungan pada hak asasi manusia, hak
legislatif sebagai lembaga negara sehingga pribadi secara seimbang dengan bangsa
tercipta relasi anatara hukum dan politik yang atau masyarakat pada umumnya. Dan
ideal menuju tertib hukum nasional. yang paling penting adalah nilai keadilan
yang diharapkan oleh seluruh masyarakat
2. Revitalisasi Pancasila Sebagai Asas bangsa Indonesia wajib diusahakan dalam
Bernegara membentuk hukum. Sejalan dengan hal
Terkait dengan hukum yang berlaku tersebut maka sudah seharusnya seluruh
dan yang akan datang, sudah selayaknya pembuatan hukum harus dilandaskan pada
Pancasila sebagai idea bangsa menjadi Pancasila sebagai dasar negara yang
sumber hukum utama bagi pembangunan merupakan cita-cita bangsa dan negara yang
hukum. Sebagaimana telah dikemukakan mengandung nilai-nilai luhur.

48 Jurnal Hukum Militer/STHM/Vol. 1/No. 6/Mei 2013


Ketidaktertiban Hukum Nasional
Dalam Kebijakan Legislasi Pasca Reformasi
Oleh: Prastopo, S.H., M.H.

E. PENUTUP harapan agar dapat menjadi bagian menambah


wacana berpikir dalam membangun hukum
Sebagai penutup dari makalah ini dan secara nasional.
sebagai kesimpulan yang dapat ditarik dari
pembahasan di atas, bahwa pasca reformasi DAFTAR PUSTAKA
pembangunan hukum masih harus tetap
dilakukan kritisi agar menuju jalan dan sasaran 1. Buku :
yang tepat yaitu pembangunan hukum yang Nawawi Arief, Barda, Pembaharuan hukum
menuju kepada tujuan berbangsa dan bernegara pidana dalam perspektif kajian perbandingan,
sekaligus menunju terciptanya tertib hukum Bandung: PT. Citra Aditya Bhakti, 2005,
nasional. Berdasarkan pembahasan di atas, Assidiqqie, Jimmly, Hukum Tata Negara dan
pembangunan hukum pasca reformasi masih Pilar-pilar Demokrasi, serpihan pemikiran
dilaksanakan secara parsial, dilakukan oleh hukum dan HAM, Jakarta: Penerbit Konstitusi
para legislator yang belum secara maksimal Press, 2004,
mempunyai kapabelitas serta integritas sebagai Budiardjo, Miriam, Dasar-dasar Ilmu Politik,
pembuat perundang-undangan, sehingga edisi revisi, Jakarta : PT Gramedia Pustaka
menuju pada pembuatan perundang-undangan Utama, 2008
yang justru menjauh dari asas, prinsip dan tujuan Lubis, Solly, Ilmu Pengetahuan Perundang-
dibuatnya hukum. undangan, Bandung : Penerbit Mandar Maju,
Hal ini juga ditambah dengan 2009
permasalahan sistem politik yang masih dalam Lev, Daniel S., Hukum dan politik di Indonesia,
masa transisi, sehingga masih diwarnai dengan kesinambungan dan perubahan, Jakarta :
berbagai kelemahan disana-sini, bahkan dapat LP3ES, 1990
dikatakan proses pembuatan hukum khususnya Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-teori
hukum pidana administrasi masih sangat dan kebijakan pidana, Bandung: Penerbit
dipengaruhi dengan lemahnya penataan pilar Alumni, 1992,
demokrasi berupa partai politik yang sangat MD, Mahfud, Politik hukum di Indonesia, Jakarta
kuat pengaruhnya dalam pengambilan kebijakan : LP3ES, 1998,
tertulis yang berbentuk perundang-undangan. Panca Astawa, I Gde dan Suprin Na’a, Dinamika
Pembangunan hukum hendaknya tetap hukum dan ilmu perundang-undangan di
berpegang pada prinsip dan asas pembuatan Indonesia, Bandung: PT Penerbit Alumni,
hukum yang baik, memedomani asas dan 2008,
prinsip hukum itu sendiri serta tujuan dibuatnya Sunny, Ismail, Pergeseran kekuasaan eksekutif,
hukum. Hal lain yang harus diperhatikan adalah Jakarta: Penerbit Aksara Baru, 1986
bahwa pembuatan hukum harus senantiasa
berada satu bangunan dalam bangunan sistem 2. Undang-Undang :
hukum nasional sebagai tertib hukum yang dlam Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 10
perspektif hukum pidana adalah memedomani Tahun 2000 tentang Pembentukan peraturan
seluruh ketentuan hukum pidana umum sebagai perundang-undangan, Lembaran Negara
genus kecuali yang memang dapat diatur secara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53
menyimpang sebagai pengeculaiannya. Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 12
Demikianlah studi tentang relasi hukum Tahun 2011 tentang Perubahan terhadap
dan politik yang dipilih dengan diberi judul Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004
“Kebijakan legislasi pasca reformasi, masih tentang Pembentukan Peraturan perundang-
belum menuju tertib hukum nasional” ini disusun undangan.
dengan segala keterbatasan waktu yang
tersedia, sehingga penuh dengan kekurangan.
Namun tidak berlebihan kiranya jika disertai

Jurnal Hukum Militer/STHM/Vol. 1/No. 6/Mei 2013


49

Anda mungkin juga menyukai