703 1345 1 PB PDF
703 1345 1 PB PDF
Epidemiologi
Di Amerika Serikat, sekurang-kurangnya 2.6 juta orang dirawat di rumah sakit
setiap tahunnya karena trauma akibat kecelakaan. Kebanyakan pasien berumur 25-44
tahun, namun laki-laki muda adalah kelompok dengan risiko tertinggi karena mereka
sering melakukan aktivitas yang juga berisiko tinggi. Secara keseluruhan, risiko kematian
yang disebabkan trauma akibat kecelakaan adalah tujuh kali lipat lebih tinggi pada
populasi pria daripada wanita. Penyebab kematian karena kecelakaan di antaranya adalah
kecelakaan kendaraan bermotor, terjatuh, terbakar, tertembak, dan terkena benda tajam.
Trauma vaskular perifer mencakup 80% dari total kasus trauma vaskular. Dan
kebanyakan dari trauma vaskular perifer tersebut terjadi pada ekstremitas bawah. Kasus-
Mekanisme Trauma
Secara klasik, mekanisme trauma terbagi dua, yaitu trauma tajam dan tumpul.
Trauma tumpul pada jaringan yang disebabkan oleh kompresi lokal atau deselerasi
dengan kecepatan tinggi. Luka jaringan pada trauma tajam diakibatkan oleh kehancuran
dan separasi jaringan. Dengan memahami biomekanika dari trauma yang spesifik akan
memudahkan untuk melakukan evaluasi awal karena trauma pada arteri berhubungan
dengan beberapa faktor, yaitu tipe trauma, lokasi trauma, konsekuensi hemodinamik, dan
mekanisme trauma.
Tingkat keparahan trauma berbanding lurus dengan jumlah energi kinetik (KE)
yang disalurkan kepada jaringan, yang merupakan fungsi dari massa (M) dan kecepatan
(V), dan dapat dirumuskan sebagai berikut : KE = M x V2/2. Rumus ini berlaku baik
untuk trauma tumpul maupun penetrasi. Perubahan pada kecepatan berefek lebih
siginifikan dibandingkan dengan perubahan pada massa.
Kavitasi adalah sebuah fenomena yang terjadi ketika jaringan bergerak menjauhi
titik trauma yang disebabkan oleh bergeraknya tubuh, menghindari objek penyebab
trauma. Setelah terjadi trauma tumpul akan terbentuk kavitas jaringan sementara yang
disebabkan oleh deselerasi atau akselerasi yang cepat. Tegangan ekstrim terjadi pada titik
fiksasi anatomis selama pembentukan kavitas sementara tersebut. Tekanan dapat terjadi
baik sepanjang sumbu longitudinal (tegangan tensil atau kompresi) dan sumbu transversal
(teganan shear). Tekanan tersebut dapat menyebabkan deformitas, robekan, dan fraktur
jaringan. Sementara itu, trauma penetrasi menyebabkan kavitasi sementara yang
diakibatkan oleh penyaluran energi kinetik dari alat proyektil ke jaringan yang
bersangkutan. Hal ini dapat diikuti oleh pembentukan kavitas permanen yang disebabkan
oleh pemindahan jaringan.
Gejala klinis yang ditampilkan bergantung kepada tipe trauma arteri yang dialami.
Tipe trauma yang paling sering terjadi adalah laserasi parsial dan transeksi komplit.
Transeksi komplit dapat berakibat kepada retraksi dan trombosis pada ujung proksimal
dan distal pembuluh darah, yang dapat menyebabkan iskemia. Sementara itu, laserasi
Semua pasien trauma dengan mekanisme yang signifikan dan menunjukkan gejala
soft signs harus dilakukan evaluasi sirkulasi distal. Salah satu cara yang praktis adalah
dengan ABI (ankle-brachial index). Jika ABI < 1, hal tersebut menandakan adanya
trauma arteri. Adanya psudoaneurisma atau fistula arteriovena harus dipikirkan pada
kasus trauma penetrasi ekstremitas yang didapati hematoma pulsatil dengan disertai bruit
atau thrill.
Penatalaksanaan
Pada dasarnya, semakin cepat tindakan semakin baik hasilnya. Bila ada
perdarahan yang banyak dan atau memancar yang akan membahayakan jiwa, tentunya
pertolongan pertama adalah menghentikan perdarahan sedangkan tindakan definitif
dilakukan setelah perdarahan berhenti. Perdarahan diatasi dengan penekanan di atas
daerah perdarahan. Pemasangan turniket tidak boleh dilakukan karena dapat merusak
sistem kolateral yang ikut terbendung.
Golden period pada lesi vaskuler adalah 6-12 jam. Tanda-tanda iskemia yang
Penatalaksanaan Endovascular
Embolisasi transkateter dengan coil atau balon dapat digunakan untuk terapi
beberapa cedera arteri seperti fistula arteriovenosa aliran rendah, khususnya pada lokasi
anatomis yang jauh. Coil berguna untuk mengoklusi perdarahan dan fistula arteriovenosa.
Pendekatan endovaskular lainnya pada cedera ekstremitas adalah dengan penggunaan
teknologi stent-graft. Dengan kombinasi alat fiksasi seperti stent dan graft, perbaikan
endoluminal pada false aneurysm atau fistula arteriovenosa besar dapat dimungkinkan.
Penatalaksanaan Operasi
Penatalaksanaan operasi pada cedera arteri perifer memerlukan persiapan seluruh
ekstremitas yang cedera. Sebagai tambahan, ekstremitas atas atau bawah kontralateral
yang sehat harus ikut disertakan untuk mengantisipasi apabila diperlukan autograft vena.
Pada umumnya, insisi dilakukan secara longitudinal langsung pada pembuluh darah yang
cedera dan diekstensi ke arah proksimal atau distal sesuai dengan kebutuhan.
Kontrol arteri proksimal dan distal dilakukan sebelum eksposur pada cedera.
Arteri proksimal dikontrol dengan benang kasar yang melingkari arteri (seperti jerat) atau
bila perlu dengan menggunakan klem vaskuler. Hal ini juga dilakukan pada arteri distal.
Komplikasi
Komplikasi trauma vaskular dapat terjadi segera setelah dilakukan perbaikan lesi
pembuluh darah, atau lama setelah trauma berlalu tanpa tindakan yang adekuat.
Komplikasi yang dapat terjadi antara lain thrombosis, infeksi, stenosis, fistula arteri-vena,
dan aneurisma palsu. Trombosis, infeksi, dan stenosis merupakan komplikasi yang dapat
terjadi segera pasca operasi, sedangkan fistula arteri-vena dan aneurisma palsu
a. Trombosis
Trombosis akut langsung pasca-rekonstruksi vascular adalah komplikasi yang
paling sering terjadi, tetapi bila dilakukan koreksi segera dapat memberikan hasil yang
memuaskan. Bila debridemen arteri kurang adekuat dan aproksimasi intima kurang
akurat pada waktu rekonstruksi dikerjakan, maka sangat mungkin akan terjadi trombosis
segera setelah anastomosis dilakukan. Untuk memperbaiki kesinambungan pembuluh
arteri, pemakaian graft vena autogen jauh lebih unggul dari koreksi dengan jahitan lateral
ataupun anastomosis ujung ke ujung, terutama pada trauma yang luas. Beberapa
kesalahan teknis yang dapat menyebabkan terjadinya trombosis:
1. Debridemen arteri yang kurang adekuat dapat meninggalkan sisa-sisa dinding
arteri, dimana platelet dan trombin dapat lengket dan menyebabkan trombosis.
2. Kerusakan arteri yang multipel. Angiografi intra-operatif sangat besar artinya
dalam kasus ini untuk melihat daerah anastomosis dan distal. Kadang-kadang arus
balik saja tidak cukup untuk menjadi pegangan ada tidaknya lesi vaskular sebelah
distal, karena aliran darah balik dapat pula terjadi melalui kolateral. Akhir-akhir
ini sering dianjurkan untuk membuat arteriografi pra-operatif pada trauma luas.
3. Sisa trombus sebelah distal dapat pula menyebabkan trombosis pada anastomosis
yang tadinya berjalan dengan baik. Larutan heparin dengan perbandingan 1:500
dapat dipakai untuk membilas daerah anastomosis dan membersihkan sisa-sisa
bekuan darah yang masih lengket dan dapat pula dipakai untuk membilas ke arah
distal agar arus balik mengalir dengan lebih lancar. Untuk meyakinkan tidak ada
thrombus yang tertinggal dapat dilakukan dengan memasukkan kateter balon
Fogarthy sejauh mungkin ke distal dan secara hati-hati mendorong trombus
keluar. Bila persediaan ada, maka dianjurkan memakai larutan trobolitik untuk
menghancurkan thrombus yang masih tersisa.
Salah satu cara untuk menentukan apakan rekonstruksi arteri itu berhasil atau
tidak adalah dengan cara meraba pulsasi di sebelah distal. Namun kita harus waspada,
karena pulsasi sebelah distal ini belum menjamin suatu sukses dalam jangka waktu
panjang. Apabila pulsasi tidak teraba, sebagian besar dapat dikoreksi dengan segera
melakukan operasi kedua untuki melihat kemungkinan thrombosis, terutama bila timbul
tanda-tanda iskemia tungkai sebelah distal. Bila tanda-tanda distal dapat bertahan biarpun
ada trombosis, maka sebaiknya dipertimbangkan untuk menunda operasi kedua sampai
keadaan umum mengizinkan karenatindakan operatif yang berulang kali akan lebih sering
menderita komplikasi infeksi. Selain itu, bila cukup waktu, maka akan terbentuk system
kolateral baru.pemeriksaan Doppler (Ultrasonic Sounding Device) dapat menolong
menentukan ada tidaknya aliran kolateral yang mengisi pembuluh arteri distal dari
sumbatan.
Harus hati-hati menegakkan diagnosis spasme arteri pada kemungkinan adanya
trombosis, bahkan pemberian obat sympathetic blocks serig menambah keragu-raguan
dalam menangani kasus trauma vaskular. Hematoma di bawah lapisan intima atau
robekan pada intima sendiri akan terlihat sebagai spasme pada inspeksi. Tetapi memang
spasme arteri dapat terjadi bersama dengan trauma vaskular, yang biasanya dapat diatasi
dengan pemberian Papaverin hydroclorida atau procain hydrochloride 1%.
Nasional Symposium & Workshop “Aceh Surgery Update 2”,
Banda Aceh 16 – 17 September 2017 44
Pada trombosis dengan sumbatan total arteri selama lebih dari 6 jam akan
menyebabkan kematian otot dan saraf yang akan diganti oleh jaringan ikat, sehingga
terjadi kontraktur, misalnya Volkmann ischemic contracture.
b. Infeksi
Peradangan yang menyebabkan pecahnya anastomosis pada rekonstruksi trauma
vaskular dapat menyebabkan perdarahan yang hebat dan sukar untuk diatasi. Untuk
membantu pencegahan terhadap infeksi, diagnosis trauma vaskular harus cepat
ditegakkan, pemberian antibiotik yang sesuai, debridement luka yang adekuat,
kesinambungan pembuluh vaskular harus secepat mungkin diusahakan dan pemberian
nutrisi yang baik secara sistemik penting untuk dilakukan. Diperlukan observasi yang
ketat selama fase pasca operasi. Pada kecelakaan dengan luka terkontaminasi, maka
semua benda asing sedapat mungkin dikeluarkan dan kalau perlu luka dibilas dengan
larutan antibiotik.
Operasi ulang tidak boleh dilakukan di daerah yang terkena infeksi. Tidak saja
karena tindakan koreksi ulang ini akan memberikan kegagalan langsung, tetapi juga
berbahaya untuk kelangsungan hidup pasien karena septikemi dan atau eksanguinasi.
Yang harus dipertimbangkan adalah ligasi dari arteri proksimal dan distal dari daerah
infeksi. Beberapa hal yang masih dapat dikerjakan pada daerah infeksi ini adalah
debridenen, transisi flap otot, membasahi daerah infeksi dengan larutan antibiotic secara
teratur dan terus-menerus serta pemberian antibiotic yang terbaik. Infeksi adalah
penyebab kedua dari kegagalan rekonstruksi arteri pada trauma vaskular.
c. Stenosis
Penyebab terjadinya stenosis (penyempitan):
1. Kesalahan teknik operasi, misalnya jahitan jelujur yang ditarik terlampau ketat
atau pada koreksi dengan jahitan lateral, tetapi bahan dinding pembuluh tidak
cukup. Dapat pula karena tertinggalnya sisa jaringan pembuluh yang rusak. Bila
lesi arteri tidak diperbaiki dengan sempurna dapat terjadi iskemia relatif pada otot
yang akhirnya mengakibatkan suatu klaudikasio intermitten.
2. Hiperplasialapisanintimaterjadidijahitananastomosissetelahbeberapamingguatau
bulan. Ini dapat dikoreksi dengan graft interposisi vena autogen.
Kesimpulan
1. Trauma vaskular lebih sering terjadi pada laki-laki dari pada perempuan.
2. Trauma vaskular berhubungan dengan beberapa faktor, yaitu tipe trauma, lokasi
trauma, konsekuensi hemodinamik, dan mekanisme trauma.
3. Gambaran klinis dari trauma arteri dapat berupa perdarahan luar, iskemia,
hematoma pulsatil, atau perdarahan dalam yang disertai tanda-tanda syok.
4. Trauma vaskuler memerlukan diagnosis dan tindakan penanganan yang cepat untuk
menghindarkan akibat fatal berupa amputasi. Trauma pada pembuluh darah juga
menyebabkan ancaman pada kelangsungan hidup bagian tubuh yang
diperdarahinya
1. Jusi HD. Dasar-Dasar Ilmu Bedah Vaskuler Edisi ke-4. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI. 2008. H:50-65.
2. Rich NM, Mattox KL, Hirshberg A. Vascular Trauma 2nd Ed. USA: Elsevier
Saunders. 2004.