Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyebab kematian terbanyak pada dekade 3 kehidupan diseluruh kota besar
didunia dan diperkirakan 16.000 kasus kematian akibat trauma per tahun yang
disebabkan oleh trauma toraks di Amerika. Sedangkan insiden penderita trauma
toraks di Amerika Serikat diperkirakan 12 penderita per seribu populasi per hari
dan kematian yang disebabkan oleh trauma toraks sebesar 20-25% . Dan hanya
10-15% penderita trauma tumpul toraks yang memerlukan tindakan operasi, jadi
sebagian besar hanya memerlukan tindakan sederhana untuk menolong korban
dari ancaman kematian.
Canadian Study dalam laporan penelitiannya selama 5 tahun pada "Urban
Trauma Unit" menyatakan bahwa insiden trauma tumpul toraks sebanyak 96.3%
dari seluruh trauma toraks, sedangkan sisanya sebanyak 3,7% adalah trauma
tajam. Penyebab terbanyak dari trauma tumpul toraks masih didominasi oleh
korban kecelakaan lalu lintas (70%). Sedangkan mortalitas pada setiap trauma
yang disertai dengan trauma toraks lebih tinggi (15.7%) dari pada yang tidak
disertai trauma toraks (12.8%) Pengelolaan trauma toraks, apapun jenis dan
penyebabnya tetap harus menganut kaidah klasik dari pengelolaan trauma pada
umumnya yakni pengelolaan jalan nafas, pemberian ventilasi dan kontrol
hemodinamik .
Berdasarkan data-data di atas maka kami akan membahas bagaimana tentang
kegawatdaruratan pada trauma thorak. Untuk menambah pengetahuan kami pada
bagian trauma pada umumnya dan kegawatdaruratan pada trauma thorak pada
khususnya.
1.2. Rumusan Maslah
Dari latar belakang diatas dapat kami temukan rumuskan masalah sebagai
berikut :
1.2.1. Bagaimana konsep kegawatdaruratan pada truma thorak ?

1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan umum

1
Untuk mengetahui bagaimana konsep kegawatdaruratan pada trauma
thorak.
1.3.2. Tujuan khusus
a. Mengetahui apa itu trauma thorak.
b. Mengetahui bagaimana anatomi trauma thorak.
c. Mengetahui klasifikasi trauma thorak.
d. Mengetahui manifestasi trauma thorak
e. Mengetahui pemeriksaan diagnosisk trauma thorak.
f. Mengetahui bagaimana penanganan kegawatdaruratan pada
trauma thorak
g. Mengetahui Kompikasi trauma thorak.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian
Trauma thoraks adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang
dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax
yang disebabkan oleh benda tajam atau benda tumpul dan dapat menyebabkan
keadaan gawat thorax akut. Trauma thoraks diklasifikasikan dengan tumpul dan
tembus. Trauma tumpul merupakan luka atau cedera yang mengenai rongga

2
thorax yang disebabkan oleh benda tumpul yang sulit diidentifikasi keluasan
kerusakannya karena gejala-gejala umum dan rancu (Brunner & Suddarth, 2002).
Trauma thorax adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang
dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax
yang disebabkan oleh benda tajam atau bennda tumpul dan dapat menyebabkan
keadaan gawat thorax akut.
Trauma thorax adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thoraxyang
dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax
yang disebabkan oleh benda tajam atau bennda tumpul dandapat menyebabkan
keadaan gawat thorax akut.
Trauma thorax kebanyakan disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas yang
umumnya berupa trauma tumpul dinding thorax. Dapat juga disebabkanoleh
karena trauma tajam melalui dinding thorax.
2.2. Anatomi
Kerangka rongga thorax, meruncing pada bagian atas dan berbentuk kerucut
terdiri dari sternum, 12 vertebra thoracalis, 10 pasang iga yang berakhir di
anterior dalam segmen tulang rawan dan 2 pasang yang melayang. Kartilago dari
6 iga memisahkan articulasio dari sternum, kartilago ketujuh sampai sepuluh
berfungsi membentuk tepi kostal sebelum menyambung pada tepi bawah sternu.
Perluasan rongga pleura di atas klavicula dan di atas organ dalam abdomen
penting untuk dievaluasi pada luka tusuk. Musculus pectoralis mayor dan minor
merupakan muskulus utama dinding anterior thorax. Muskulus latisimus dorsi,
trapezius, rhomboideus, dan muskulus gelang bahu lainnya membentuk lapisan
muskulus posterior dinding posterior thorax. Tepi bawah muskulus pectoralis
mayor membentuk lipatan/plika aksilaris posterior.
Dada berisi organ vital paru dan jantung, pernafasan berlangsung dengan
bantuan gerak dinding dada. Inspirasi terjadi karena kontraksi otot pernafasan
yaitu muskulus interkostalis dan diafragma, yang menyebabkan rongga dada
membesar sehingga udara akan terhisap melalui trakea dan bronkus.

3
Pleura adalah membran aktif yang disertai dengan pembuluh darah dan
limfatik. Disana terdapat pergerakan cairan, fagositosis debris, menambal
kebocoran udara dan kapiler. Pleura visceralis menutupi paru dan sifatnya
sensitif, pleura ini berlanjut sampai ke hilus dan mediastinum bersama – sama
dengan pleura parietalis, yang melapisi dinding dalam thorax dan diafragma.
Pleura sedikit melebihi tepi paru pada setiap arah dan sepenuhnya terisi dengan
ekspansi paru – paru normal, hanya ruang potensial yang ada. Diafragma bagian
muskular perifer berasal dari bagian bawah iga keenam kartilago kosta, dari
vertebra lumbalis, dan dari lengkung lumbokostal, bagian muskuler melengkung
membentuk tendo sentral. Nervus frenikus mempersarafi motorik dari interkostal
bawah mempersarafi sensorik. Diafragma yang naik setinggi putting susu, turut
berperan dalam ventilasi paru – paru selama respirasi biasa / tenang sekitar 75%.
2.3. Klasifikasi Trauma Thorax
Trauma toraks dapat dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu trauma tembus atau
tumpul.
1. Trauma tembus(tajam)
a. Terjadi diskontinuitas dinding toraks (laserasi) langsung akibat penyebab
trauma
b. Terutama akibat tusukan benda tajam (pisau, kaca, dsb) atau peluru
c. Sekitar 10-30% memerlukan operasi torakotomi
2. Trauma tumpul
a. Tidak terjadi diskontinuitas dinding toraks.
b. Terutama akibat kecelakaan lalu-lintas, terjatuh, olahraga, crush atau blast
injuries.
c. Kelainan tersering akibat trauma tumpul toraks adalah kontusio paru.
d. Sekitar <10% yang memerlukan operasi torakotomi
Berdasarkan mekanismenya terdiri dari :
1. Akselerasi
Kerusakan yang terjadi merupakan akibat langsung dari penyebab
trauma. Gaya perusak berbanding lurus dengan massa dan percepatan
(akselerasi); sesuai dengan hukum Newton II (Kerusakan yang terjadi juga
bergantung pada luas jaringan tubuh yang menerima gaya perusak dari trauma
tersebut.

4
Pada luka tembak perlu diperhatikan jenis senjata dan jarak tembak;
penggunaan senjata dengan kecepatan tinggi seperti senjata militer high
velocity (>3000 ft/sec) pada jarak dekat akan mengakibatkan kerusakan dan
peronggaan yang jauh lebih luas dibandingkan besar lubang masuk peluru.
2. Deselerasi
Kerusakan yang terjadi akibat mekanisme deselerasi dari jaringan. Biasanya
terjadi pada tubuh yang bergerak dan tiba-tiba terhenti akibat trauma.
Kerusakan terjadi oleh karena pada saat trauma, organ-organ dalam yang
mobile (seperti bronkhus, sebagian aorta, organ visera, dsb) masih bergerak
dan gaya yang merusak terjadi akibat tumbukan pada dinding toraks/rongga
tubuh lain atau oleh karena tarikan dari jaringan pengikat organ tersebut.
3. Torsio dan rotasi Gaya torsio dan rotasio yang terjadi umumnya diakibatkan
oleh adanya deselerasi organ-organ dalam yang sebagian strukturnya memiliki
jaringan pengikat/fiksasi, seperti Isthmus aorta, bronkus utama, diafragma
atau atrium. Akibat adanya deselerasi yang tiba-tiba, organ-organ tersebut
dapat terpilin atau terputar dengan jaringan fiksasi sebagai titik tumpu atau
porosnya.
4. Blast injury Kerusakan jaringan pada blast injury terjadi tanpa adanya kontak
langsung dengan penyebab trauma. Seperti pada ledakan bom. Gaya merusak
diterima oleh tubuh melalui penghantaran gelombang energi.
2.4. Etiologi
Trauma dada dapat disebabkan oleh :
1. Tension pneumothorak-trauma dada pada selang dada, penggunaan
therapy ventilasi mekanik yang berlebihan, penggunaan balutan tekan
pada luka dada tanpa pelonggaran balutan.
2. Pneumothorak tertutup-tusukan pada paru oleh patahan tulang iga,
ruptur oleh vesikel flaksid yang seterjadi sebagai sequele dari PPOM.
3. Tusukan paru dengan prosedur invasif.
4. Kontusio paru-cedera tumpul dada akibat kecelakaan kendaraan atau
tertimpa benda berat.
5. Pneumothorak terbuka akibat kekerasan (tikaman atau luka tembak)
6. Fraktu tulang iga
7. Tindakan medis (operasi)
8. Pukulan daerah torak.

5
2.5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang sering muncul pada penderita trauma dada:
1. Tamponade jantung :
a. Trauma tajam didaerah perikardium atau yang diperkirakan menembus
jantung.
b. Gelisah.
c. Pucat, keringat dingin.
d. Peninggian TVJ (tekanan vena jugularis).
e. Pekak jantung melebar.
f. Bunyi jantung melemah.
g. Terdapat tanda-tanda paradoxical pulse pressure.
h. ECG terdapat low voltage seluruh lead.
i. Perikardiosentesis keluar darah (FKUI, 1995).
2. Hematotoraks :
a. Pada WSD darah yang keluar cukup banyak dari WSD
b. Gangguan pernapasan (FKUI, 1995).
c. Pneumothoraks :
d. Nyeri dada mendadak dan sesak napas.
e. Gagal pernapasan dengan sianosis.
f. Kolaps sirkulasi.
g. Dada atau sisi yang terkena lebih resonan pada perkusi dan suara napas
yang terdengar jauh atau tidak terdengar sama sekali.
h. Pada auskultasi terdengar bunyi klik (Ovedoff, 2002).
2.6. Pemeriksaan Diagnostik
1. Anamnesa dan Pemeriksaan Fisik
Anamnesa yang terpenting adalah mengetahui mekanisme dan pola dari
trauma, seperti jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, kerusakan
dari kendaraan yang ditumpangi, kerusakan stir mobil /air bag dan lain
lain.
2. Radiologi : Foto Thorax (AP)
Pemeriksaan ini masih tetap mempunyai nilai diagnostik pada pasien
dengan trauma toraks. Pemeriksaan klinis harus selalu dihubungkan
dengan hasil pemeriksaan foto toraks. Lebih dari 90% kelainan serius
trauma toraks dapat terdeteksi hanya dari pemeriksaan foto toraks.
3. Gas Darah Arteri (GDA) dan Ph
gas darah dan pH digunakan sebagai pegangan dalam penanganan
pasien-pasien penyakit berat yang akut dan menahun. Pemeriksaan gas
darah dipakai untuk menilai keseimbangan asam basa dalam tubuh, kadar

6
oksigen dalam darah, serta kadar karbondioksida dalam darah.
Pemeriksaan analisa gas darah dikenal juga dengan nama pemeriksaan
ASTRUP, yaitu suatu pemeriksaan gas darah yang dilakukan melalui
darah arteri. Lokasi pengambilan darah yaitu: Arteri radialis, A.
brachialis, A. Femoralis.
4. CT-Scan
Sangat membantu dalam membuat diagnosa pada trauma tumpul toraks,
seperti fraktur kosta, sternum dan sterno clavikular dislokasi. Adanya
retro sternal hematoma serta cedera pada vertebra torakalis dapat
diketahui dari pemeriksaan ini. Adanya pelebaran mediastinum pada
pemeriksaan toraks foto dapat dipertegas dengan pemeriksaan ini
sebelum dilakukan Aortografi.
5. Ekhokardiografi
Transtorasik dan transesofagus sangat membantu dalam menegakkan
diagnosa adanya kelainan pada jantung dan esophagus.
Hemoperikardium, cedera pada esophagus dan aspirasi, adanya cedera
pada dinding jantung ataupun sekat serta katub jantung dapat diketahui
segera. Pemeriksaan ini bila dilakukan oleh seseorang yang ahli,
kepekaannya meliputi 90% dan spesifitasnya hampir 96%.
6. EKG (Elektrokardiografi)
Sangat membantu dalam menentukan adanya komplikasi yang terjadi
akibat trauma tumpul toraks, seperti kontusio jantung pada trauma.
Adanya abnormalitas gelombang EKG yang persisten, gangguan
konduksi, tachiaritmia semuanya dapat menunjukkan kemungkinan
adanya kontusi jantung. Hati hati, keadaan tertentu seperti hipoksia,
gangguan elektrolit, hipotensi gangguan EKG menyerupai keadaan
seperti kontusi jantung.
7. Angiografi
Gold Standard’ untuk pemeriksaan aorta torakalis dengan dugaan adanya
cedera aorta pada trauma tumpul toraks.
8. Hb (Hemoglobin)
Mengukur status dan resiko pemenuhan kebutuhan oksigen jaringan
tubuh.
2.7. Penanganan Kegawat Daruratan

7
ATLS menggunakan pendekatan primary dan secondary survey.
Pendekatan ini berfokus pada pencegahan kematian dan cacat pada jam-jam
pertama setelah terjadinya trauma.
2.7.1. Primary survey
Pendekatan ini ditujukan untuk mempersiapkan dan menyiapkan
metoda perawatan individu yang mengalami multiple secara konsisten
dan enjaga tim agar tetap berfokus pada prioritas keperawatan. Masalah-
masalah yag mengancam nyawa terkait jalan nafas, sirkulasi, dan status
kesadaran pasien diidentifikasi, di evaluasi, serta dilakukan tindakan
dalam hitungan menit sejak dating di unit gawat darurat.
Komponen primary survey :
a. Airway
Penilaian jalan nafas merupakan langkah pertama pada
penanganan pasien trauma. Penilaian jalan nafas dilakukan
bersamaan dengan menstabilkan leher. Tahan kepala dan leher pada
posisi netral dengan tetap mempertahankan leher dengan
menggunakan servical collar dan meletakkan pasien pada spine
board.
Dengarkan suara spontan yang menandakan pergerakan udara
melalui pita suara. Jika tidak ada suara buka jalan nafas pasien
dengan menggunakan chin lift atau maneuver modified jaw thrust.
Periksa orofaring, jalan nafas mungkin terhalang sebagian atau
sepenuhnya oleh cairan (darah,saliva,muntahan) atau serpihan kecil
seperti gigi, makanan atau benda asing. Intervensi sesuai dengan
kebutuhan (suction, reposisi) dan kemudian evaluasi kepatenan jalan
nafas.
Alat-alat untuk mempertahankan jalan nafas seperti nasofaring,
orofaring, LMA, pipa trakea, combitube atau cricothyotomy mungkin
dibutuhkan untuk membuat dan mempertahankan kepatenan jalan
nafas.

8
b. Breathing
Untuk menilai pernafasan perhatikan proses respirasi sontan
dan catat kecepatan, kedalaman serta usaha untuk melakukannya,
periksa dada untuk mengetahui penggunaan otot bantu nafas dan
gerakan naik turunnya dinding dada secara simetris saat respirasi.
Cedera tertentu misalnya luka terbuka, flail chest dapat dilihat
dengan mudah. Lakukan auslkultasi suara pernafasan bila didapatkan
adanya kondisi serius dari pasien. Selalu diasumsikan bahwa pasien
yang tidak tenang atau tidak dapat bekerja sama berada dalam
kondisi hipoksia sampai terbukti sebaliknya.
Intervensi keperawatan :
1) Oksigen tambahan untuk semua pasien.
2) Persiapkan alat bantu pertukaran udara bila diperlukan
3) Pertahankan posisi pipa trakea
4) Bila terdapat trauma thorak, tutup luka dada selama proses
penghisapan, turunkan tekanan pneumotoraks, stabilisasi bagian-
bagian yang flail dan masukkan pipa dada.
5) Perlu dilakukan penilaian ulang status pernafasan pasien.
c. Circulation
Penilaiaan primer mengenai status sirkulasi pasien trauma
mencakup evaluasi adanya perdarahan, denyut nadi dan perfusi.
1) Perdarahan
Lihat tanda-tanda kehilangan darah eksternal yang massif
dan tekan langsung daerah tersebut. Jika memungkinkan,
naikkan daerah yang mengalami perdarahan sampai diatas
etinggian jantung. Kehilangan darah dalam jumlah bear dapat
terjadi didalam tubuh.
2) Denyut nadi
Denyut nadi diraba untuk mengetahui ada atau tidaknya
nadi, kualitas, laju dan ritme. Denyut nadi mungkin tidak dapat

9
dilihat secara langsung setelah terjadi trauma. Raba denyut nadi
karotis. Sirkulasi di evaluasi melalui auskultasi apical. Cari suara
denguban jantung yang menandakan adanya penyumbatan
pericardial. Mulai dari tindakan pertolongan dasar sampai
dengan lanjut untuk pasien yang tidak teraba denyut nadinya.
3) Perfusi kulit
Beberapa tanda yang tidak spesifik yaitu akral dingin,
kulit basah, pucat, sianosis atau bintik-bintik mungkin
menandakan keadaan syok hipovolemik. Cek warna, suhu kulit,
adanya keringat dan crt. Waktu crt adalah ukuran perfusi yang
cocok pada anak-anak, tetapi kegunaannya berkurang seiring
dengan usia pasien dan menurunnya kondisi kesehatan. Namun
demikian, semua tanda-tanda syok terjadi belum tentu akurat dan
tergantung pada pengkajian. Selain kulit tanda-tanda hipoperfusi
juga Nampak pada organ lain, misalnya oliguria, perubahan
tingkat esadaran, takikardi dan distritmia. Selain itu perlu
diperhatikan juga adanya penggelembungan atau pengempisan
pembuluh darah di leher yang tidak normal. Mengembalikan
volume sirkulasi darah mrupakan tindakan yang penting untuk
dilakukan dengan segera.
Berikan 1-2 liter cairan isotonic kristaloid solution (0,9%
normal salin atau ringer laktat). Ada anak-anak pemberian
berdasarkan berat badan yaitu 20 ml per kg bb. Dalam pemberian
caran perlu diperhatikan repon pasien dan setiap 1 ml darah yang
hilang dibutuhkan 3 ml cairan kristaloid.
d. Disability
Tigkat kesadaran pasien dapat dinilai dengan mnemonic
AVPU. Sebagai tambahan, cek kondisi pupil, ukuran, kesamaan dan
reaksi terhadap cahaya. Pada saat survey primer, penilaian neurologis
hanya dilakukan secara singkat. Pasien yang memiliki resiko

10
hipoglikemia, misalkan pasien dengan dm. harus di cek kadar gula
dalam darahnya. Apabila didpat kondisi hipoglikemi berat maka bias
diberikan dextrose 3%. Adanya penurunan tingkat kesadaran akan
dilakukan pengkajian lebih lanjut pada survey sekunder. GCS dapat
dihitung segera setelah pemeriksaan survey sekunder. Mnemonic
AVPU meliputi : aware (sadar), verbal (berespons terhadap
suara),pain (berespon terhadap rangsang nyeri), unresponsive (tidak
berespon).
e. Exposure dan environment control (pemaparan dan control
lingkungan)
1). Exposure
Lepas semua pakaian klien secara cepat untuk memeriksa
cedea, perdarahan, atau keanehan lainnya. Perhatikan kondisi klien
secara umum, catat kondisi tubuh atau adanya zat bau kimia seperti
alcohol, bahan bakar atau urine.
2). Environmental control
Klien harus dilindungi dari hipotermia. Hipotermia penting
karena ada kaitannya dengan vaso kontriksi pembuluh darah dan
koagulopati. Pertahankan atau kembalikan suhu normal tubuh dengan
mengeringkan klien dan gunakan lampu pemanas, selimut, pelindung
kepala, system penghangat udara, dan berikan cairan.
2.7.2. Secondary survey
Pada survey ini dilakukan pemeriksaan lengkap head to toe. Apabila
ditemukan masalah maka tidak akan dilakukan tindakan dengan segera,
akan dicatat dan diprioritaskan untuk tindakan selanjutnya.
a. Full set of vital signs, five intervensions and facilication of family
presence
Pemeriksaan tanda-tanda vital adalah hal dasar untuk menentukan
tindakan selanjutnya. 5 intervensi meliputi :
1) Pemasangan monitor jantung

11
2) Pasang nasogastrik tube
3) Pasang foley kateter
4) Pemeriksaan laboratorium
5) Pasang oksimetri
Memfasilitasi kehadiran keluarga berarti memberikan kesempatan
untuk bersama klien walaupun klien dalam keadaan gawat darurat.
Berdasarkan kesepakatan emergency nurses association, keluarga
diberikan kesempatan untuk bersama dengan pasien selama proses
invasive dan resusitasi. Pihak medis harus mempunyai standar
prosedur tentang bagaimana cara menenangkan, mendukung dan
memberikan informasi pada anggota keluarga.
b. Give comfort measures
Korban trauma sering mengalami masalah terkait dengan kondisi fisik dan
psikologisnya. Metode farmakologis dna non farmakologis banyak digunakan
untuk menurunkan rasa nyeri dan kecemasan. Dokter dan perawat yang
terlibat dalam tim trauma harus bias mengenali keluhan dan melaukan
intervensi bila dibutuhkan.
c. History and head to toe examination
1). History
Jika klien sadar dan kooperatif, lakukan pengkajian pada pasien
unuk mendapa informasi tentang riwayat kesehatan klien, anggota
keluarga juga bias menjadi sumber informasi. Informasi penting
tentang bagaimana proses terjadinya trauma harus diperoleh dari klien
atau keluarganya untuk mempermudah dalam menentukan tindakan
selanjutnya.
2). Head
Pada kepa;a dilakukan inspeksi secara sitematis, palpasi tengkorak
untuk mendapatkan fragmen tulang yang tertekanm hematoma, laserasi
dan nyeri. Ekimosis di belakang telinga atau didaerah periorbital
adalah indikasi adanya fraktur tengkorak bacilar.

12
3). Face
Inspeksi wajah degan seksama. Perhatikan apakah ada cairan
keluar dari telinga, hidung, mata dan mulut. Cairan jenih yang keluar
dari hidung dan telinga diasumsikan sebagai cairan serebrospinal.
4). Neck
Inspeksi leher klien dan pastikan bahwa pada saat pengkajian
leher klien tidak bergerak. lakukan inspeksi dan palpasi terhadap
adanya luka, jejas ekimosis, distensi pembuluh darah leher, udara
dibawah kulit dan dviasi trakea.
5). Chest
Inspeksi dada untuk mengetahui adanya ketidaksimetrisan,
perubahan bentuk, traua penetrasi atau luka lain, lakukan auskultasi
jantung dan paru. Palpasi dada untuk mengetahui adanya perubahan
bentuk, udara dibawah kulit dan area lebam/jejas.
6). Abdomen
Inspeksi perut untuk mengetahui adanya memar, massa, pulsasi
atau obyek yang menancap. Perhatikan adanya pengeluaran isi perut,
auskultasi suara perut di 4 kuadran dan secara lembut palpasi dinding
perut untuk memeriksa adanya kekakuan, nyeri, rebound pain.
7). Pelvis
Periksa panggul untuk mengetahui adanya perdarahan, lebam,
jejas, perubahan bentuk, atau trauma penetrasi. Pada laki-laki periksa
adanya priapism, sedangkan pada wanita periksa adanya pendarahan.
Inspeksi daerah perineum terhadap adanya darah, feses atau adanya
darah dan untuk mengetahui posisi prostat.
8). Ekstremitas
Periksa keempat tungkai untuk mengetahui adanya perubahan
bentu, dislokasi, ekimosis, pembengkakan, atau adanya luka lain.
Periksa sensorik, motorik dan kondisi neurovascular pada masing-

13
masing ekstremitas. Lakukan palpasi untuk mengetahui adanya jejas,
lebam, krepitasi dan ketidaknormalan suhu.
d. Inspect the posterior surfaces
Dengan tetap mempertahankan kondisi tulang belakang dalam kondisi
netral, miringkan pasien ke satu sisi. Prosedur ini membutuhkan beberapa
orang anggota tim. Pemimpin tim menilai keadaan posterior klien dengan
mecari tanda-tanda jejas, lebam, perubahan warna atau luka terbuka. Palpasi
tulang belakang untuk mencari tonjolan, perubahan bentuk, pergeseran atau
nyeri. Pemeriksaan rectal dapat dilakukan pada tahap ini apabila belum
dilakukan pada saat pemeriksaan panggul dan pada saat kesempatan ini juga
dapat digunakan untuk mengambil baju klien yang berada dibawah tubuh
klien. Apabila pada pemeriksaan tulang belakang tidak ditemukan adanya
kelainan atau ganggguan dank lien dapat terlentang makan backboard dapat
diambil.
e. Inspect the posterior surfaces
Dengan tetap mempertahankan kondisi tulang belakang dalam kondisi
netral, miringkan pasien ke satu sisi. Prosedur ini membutuhkan beberapa
orang anggota tim. Pemimpin tim menilai keadaan posterior klien dengan
mecari tanda-tanda jejas, lebam, perubahan warna atau luka terbuka. Palpasi
tulang belakang untuk mencari tonjolan, perubahan bentuk, pergeseran atau
nyeri. Pemeriksaan rectal dapat dilakukan pada tahap ini apabila belum
dilakukan pada saat pemeriksaan panggul dan pada saat kesempatan ini juga
dapat digunakan untuk mengambil baju klien yang berada dibawah tubuh
klien. Apabila pada pemeriksaan tulang belakang tidak ditemukan adanya
kelainan atau ganggguan dank lien dapat terlentang makan backboard dapat
diambil.

2.7.3. Monitoring dan evaluasi


Setelah secondary survey selesai dilakukan, prioritaskan klien dan
rawat cedera sesuai dengan waktunya. Beberapa cedera tertentu yang

14
ditemukan pada saat survey sekunder dapat dinilai dengan mendetail dan
terfokus.
Klien yang mengalami rauma thorak harus melakukan pemeriksaan
thorak secara teratur. Pada saat klien trauma berada di unit gawat darurat,
nilai ulang kien secara regular dan teratur untuk mengetahui penurunan
kondisi atau cedera yang tidak terdeteksi sebelumnya.
2.8. Komplikasi
1. Surgical Emfisema Subcutis
Kerusakan pada paru dan pleura oleh ujung patahan iga yang tajam
memungkinkan keluarnya udara ke dalam cavitas pleura dari jaringan
dinding dada, paru.
Tanda-tanda khas: penmbengkakan kaki, krepitasi.
2. Cedera Vaskuler
Di antaranya adalah cedera pada perikardium dapat membuat kantong
tertutup sehingga menyulitkan jantung untuk mengembang dan
menampung darah vena yang kembali. Pembulu vena leher akan
mengembung dan denyut nadi cepat serta lemah yang akhirnya membawa
kematian akibat penekanan pada jantung.
3. Pneumothorak
Adanya udara dalam kavum pleura. Begitu udara masuk ke dalam tapi
keluar lagi sehingga volume pneumothorak meningkat dan mendorong
mediastinim menekan paru sisi lain.
4. Pleura Effusion
Adanya udara, cairan, darah dalam kavum pleura, sama dengan efusi
pleura yaitu sesak nafas pada waktu bergerak atau istirahat tetapi nyeri
dada lebih mencolok. Bila kejadian mendadak maka pasien akan syok.
Akibat adanya cairan udara dan darah yang berlebihan dalam rongga
pleura maka terjadi tanda – tanda :
a) Dypsnea sewaktu bergerak/ kalau efusinya luas pada waktu
istirahatpun bisa terjadi dypsnea.
b) Sedikit nyeri pada dada ketika bernafas.
c) Gerakan pada sisi yang sakit sedikit berkurang.
d) Dapat terjadi pyrexia (peningkatan suhu badan di atas normal).
5. Plail Chest

15
Pada trauma yang hebat dapat terjadi multiple fraktur iga dan bagian
tersebut. Pada saat insprirasi bagian tersebut masuk sedangkan saat
ekspirasi keluar, ini menunjukan adanya paroxicqalmution (gerakan
pernafasan yang berlawanan)
6. Hemopneumothorak
Yaitu penimbunan udara dan darah pada kavum pleura.

BAB III
PENUTUP
3.1. Simpulan
Trauma thorax adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang dapat
menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax yang
disebabkan oleh benda tajam atau bennda tumpul dan dapat menyebabkan keadaan

16
gawat thorax akut. Trauma thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan dinding
thorax, baik trauma atau ruda paksa tajam atau tumpul
3.2. Saran
Sangat penting bagi kita sebagai calon perawat masa depan untuk mengingat
bagaimana konsep dalam pengelolaan pasien dengan trauma thorak. Yang terpenting
adalah memegang prinsip kegawatdaruratan yaitu primary survey dengan menilai
airway, breathing dan circulation.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth.2002.Keperawatan Medikal Bedah volume 2.Jakarta:EGC


Kartikawati,Dewi.2010.Dasar Dasar Keperawatan Gawat Darurat.Jakarta:Salemba
Medika
Syamsu Hidayat,R Dan Wim De Jong.2002.Buku Ajar Bedah.Jakarta:EGC

17

Anda mungkin juga menyukai