ANDIKA SATRIANI
NIM. 153112540120564
UNIVERSITAS NASIONAL
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PRODI D4 BIDAN PENDIDIK
JAKARTA
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kematian ibu menurut definisi HWO kematian selama kehamilan atau dalam priode
42 hari setelah berakhirnya kehamilan akibat semua sebab yang terkait atau diperberat
AKI (Angka Kematian Ibu) di dunia pada tahun 2010 menurut WHO adalah
287/100.000 kelahiran hidup, di negara maju 9/100.000 kelahiran hidup dan di negara
Berdasarkan survey demografi dan kesehatan indonesia (SDKI) tahun 2012, angka
kematian ibu diindonesia masih tinggi sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup angka ini
sedikit menurun meski pun tidak terlalu signifikan. Selama priode tahun 1991-2007
angka kematian ibu mengalami penurunan dari 395 menjadi 228 per 100.000 kelahiran
hidup. Meskipun AKI hasil SDKI 2012 angka kematian ibu kembali naik menjadi 359
per 100.000 kelahiran hidup. Hasil SDKI tahun pada tahun 1990 dan 2012 AKI tidaklah
adalah perdarahan 28%, eklampsi 24%, infeksi 11%, partus lama 5%, dan abortus 5%
(Depkes, 2010).
Penyebab kematian ibu yang disebabkan karena Infeksi berawal dari penatalaksanaan
ruptur perineum yang kurang baik. Persalinan pervaginam sering disertai dengan ruptur.
Pada beberapa kasus ruptur ini menjadi lebih berat, vagina mengalami laserasi dan
perineum sering robek terutama pada primigravida, ruptur dapat terjadi secara spontan
selama persalinan pervaginam. Selain perdarahan masa nifas akut, ruptur yang diabaikan
dapat menyebabkan kehilangan darah yang banyak tapi perlahan selama berjam-jam
(Carey,2005)
Ruptur perineum dialami oleh 85% wanita yang melahirkan pervaginam. pada
golongan umur 25-30 tahun yaitu 24 % sedang pada ibu bersalin usia 32 –39 tahun
disfungsi organ reproduksi wanita, sebagai sumber perdarahan, dan sumber atau jalan
Ruptur perineum adalah perlukaan jalan lahir yang terjadi pada saat kelahiran bayi
menyebabkan terjadinya tindakan episiotomi adalah umur paritas, jarak kelahiran, berat
Data dari Riskesdas 2013, Menunjukan persalinan yang dilakukan dirumah masih
tinggi yaitu sebesar 29,6%. Cakupan pelayanan ibu hamil K4 secara nasional mengalami
persentasenya bahkan melebihi cakupan k4. Hal ini menjadi tantangan tersendiri pada
pemerintah karena pelayanan antenatal care ini memiliki peran yang sangat penting,
diantaranya agar dapat dilakukan deteksi dan tata laksana dini dan tata laksana dini
komplikasi yang dapat timbul pada saat persalinan. Apabila seorang ibu datang langsung
untuk bersalin di tenaga kesehatan tanpa adanya riwayat pelayanan antenatal sebelumnya,
Maka faktor resiko akan dan kemungkinan konplikasi saat persalinan akan lebih sulit
diantisipasi.
bahwa penolong persalinan dengan kualifikasih tertinggi dilakukan oleh bidan yaitu
sebanyak 68,6%, kemudian oleh dokter 18,5%, non tenaga kesehatan 11,8%, dan
kelahiran tanpa penolong sebanyak 0,8% serta kelahiran yang ditolong oleh perawat
sebanyak 0,3%.
Apabila Jumlah cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan tidak sama dengan cakupan
nifas, Kemungkinan terjadi konplikasi persalinan dimasa nifa, atau masa nifas
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui distribusi frekuensi dari kejadian tindakan episiotomi berdasarkan
Umur, paritas, jarak kelahiran, berat badan bayi dan distosia bahu di Puskesmas X
Tahun 2016”
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Sebagai bahan masukan untuk menindak lanjuti dari hasil penelitian sehingga dapat di
Buat perencanaan yang berhubungan dengan kejadian episiotomi pada ibu bersalin di
3. Bagi Peneliti
teori yang diperoleh dari perkuliahan dengan kenyataan dilapangan, disamping itu
E. Keaslian Penelitian
Penelitian yang berhubungan dengan masalah ini sebelumnya telah di teliti oleh
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Episiotomi
1. Pengertian Episiotomi
pada lubang keluar jalan lahir sehingga memudahkan kelahiran anak. Felding Ouid
adalah dokter yang pertama kali melaksanakan episiotomi pada tahun 1872.
(Wiliam, 2010)
apakah episiotomi dilakukan atau tidak. Perineum yang sangat tebal dan kaku serta
episiotomi adalah gawat janin. Episiotoimi yang cepat sebelum saat crowning
mungkin dilakukan dan dapat mencegah robekan yang tidak beraturan (Helen
perineum yang tidak beraturan dan lebar. Episiotomi dapat membuat luka atau
robekan yang beraturan dan sejajar, sehingga luka mudah untuk dijahit (JNPK-KR,
2008).
kelahiran bayi bila didapatkan (JNPK-KR, 2008) : Gawat janin dan bayi akan
istosia bahu, ekstraksi cunam, Janin prematur untuk melindungi kepala janin dari
perineum yang ketat, Jaringan parut pada perineum atau vagina yang
2. Keuntungan
a. Luka insisi yang lurus (rata) lebih mudah diperbaiki dan lebih cepat sembuh
kekuatan pada dasar panggul dapat dipertahankan dah insidensi prolapsus uteri
yang ada diseblah posterior, peregangan dan kerusakan akan menjadi lebih
kecil pada bagian anterior dinding pagina, Kandung kemih, Uretra dan pada
jaringan periktitoris.
mencegah kerusakan otak, ini berlaku pada setiap bayi tetapi terutama penting
untuk bayi dengan daya tahan rendah terhadap trauma, seperti bayi prematur,
bayi yang lahir dari ibu yang menderita diabetes dan bayi dengan
erythroblastosis.
3. Indikasi
kedalam rektum
ada laserasi yang luas didasar panggul, insisi yang rapi dan bersih pada
posisi yang benar akan lebih cepat cembuh dari pada robekan yang tidak
teratur
b. Menjaga uretra dan klitoris dari trouma yang luas. Kemungkinan akan
c. Mengurangi lama kala II yang mungkin penring terhadap kondisi ibu atau
5. Pada saat tindakan episiotomi mungkin diperlukan pada keadaan yang pasti.
penggunaan analgesik
pada saat berbaring dan duduk ditempat tidur, bisa menyebabkan insomia
wanita yang mengalami nyeri pada saat duduk dikursi dan pada saat
c. Nyeri berlangsung sampai beberapa minggu atau satu bulan post partum
e. Insisi dapat bertambah panjang jika persalinan tidak terkontrol atau jika
f. Selalu ada resiko terjadi infeksi, terutama bila berdekatan dengan anus.
Jenis episiotomi yang akan dilakukan ditentukan berdasarkan letak dan arah insisi.
a. Episiotomi mediolateralis
Episiotomi mediolateralis merupakan insisi pada perenium kearah bawah,
tetapi menjauhi rektum, selain itu dapat juga kearah kanan atau iri tergantung
terlaluh jauh kesisi lateral sebagai upaya menghindari kelenjar bhartolin disisi
tersebut.
aman untuk mencegah perluasan ruptur perenium kearah derajat 3 dan 4. Pada
episiotomi ini kehilamhan darah akan lebih banyak dan perbaikan aka lebih
tingkat III. Perdarahan luka lebih banyak karena melibatkan daerah yang lebih
b. Episiotomi Median
merupakan insisi pada garis tengah perebium kearah rektum, yaitu kearah titik
tendensius perineum, memisahkan dua sisi otot perenium bulbokaverneous.
kedalaman insisi.
Episiotpmi ini efektif, mudah diperbaiki, dan biasanya nyeri timbul lebih
ringan. Terkadang juga dapat timbul perluasan ruptur perenium kederajat III
dan IV, namun penyembuhan primer dalam perbaikan (jahitan)yang baik akan
Kerugian dari episiotomi jenis ini adalah dapat terjadi ruptur perenium tingkat
III inkomplet (laserasi m.spingter ani) atau komplet (laserasi dinding rektum).
median medialateralis
Pengguntingan yang dilakukan kearah lateral mulai kira-kira dari jam tiga atau
sembilan menurut arah jarum jam. Jenis episiotomi ini tidak lagi dilakuakan
perdarahan yang banyak. Selain itu, parut yang terjadi akan menimbulkan rasa
b. Insisi Schuchardt
melengkung kebawah arah lateral, melingkari rektum dan sayatannya lebih lebar.
b. Pastikan semua bahan yang diperlukan sudah tersedia dalam keadaan disinfeksi
c. Gunakan tehnik antisseptik setiap saat. Gunakan satung tangan DTT atau steril
d. Jelaskan pada ibu tindakan yang akan dilakukan , serta jelaskan secara rasional
Inpiltrasi Perenium
b. Jelaskan pada ibu apa yang akan dilakukan dan bantulah ia utuk rileks
c. Tempatkan dua jari diantara kepalah bayi dan perenium
untuk meyakinkan suntikan lidokain tidak masuk dalam pembuluh darah yang
darah).
jarum keluar.
f. Suntikkan pada sisi garis tengah miringkan arah tusukan jarum kesisi lain dari
lidokain tidak masuk dalam ppembuluh darah. Ulang pada sisi lain dari
tenganya.
Cara Episiotomi
a. Episiotomi dilakukan bila perenium telah tipis atau kepalah bayi tanpak
sekitar 3-4cm,
perenium, Hal ini akan melindungi kepala bayi dan meratakan perenium
c. Gunakan gunting tajam disinpeksi tingkat tinggi atau steril tempatkan gunting
ditengah pourcehette posterior dan gunting kearah sudut yang diinginkan untuk
d. Gunting pere,nium 3-4 cm dengan arah medio lateral menggunakan satu atau
dua arah guntingan yang mantap. Hindari guntingan sedikit demi sedikit karena
akan menimbulkan tepi yang tidak rata sehingga akan menyulitkan penjahitan
f. Jika kepala bayi belum lahir, lakukan tekanan pada luka episiotomidengan
dilapisi kain atau kasa steril diantara kontraksi untuk membantu menurangi
perdarahan.
g. Kendalikan kelahiran kepala, bahu, dan badan bayi untuk mencegah perluasan
episiotomi
Menjahit luka
Penanganan konplikasi
a. Jika terdapat hematoma : darah dikeluarkan, jika tidak ada tanda infeksi dan
c. Jika infeksi mencapai otot dan terdapat nekrosis lakukan debridemen dan
− Sesuda pasien bebas demam selama 48 jam berikun (Ampisilin 500 mg per
oral 4 kali sehari selama 5 hari, Ditambah metronidasol 400 mg per oral 3
B. Persalinan
1. Pengertian Persalinan
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri), yang
dapat hidup ke dunia luar, dari rahim melalui jalan lahir atau dengan jalan lain
(Moctar, 2010)
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang telah
cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui
jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri) (Manuaba, 2010)
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup,
berasal dari pecahnya pembuluh darah kapiler sekitar kanalis servikalis karena
PRIMI MULTI
Pada kala pengeluaran janin his terkoordinir, kuat, cepat dan lebih lama,
kira-kira 2-3 menit sekali. Kepala janin turun masuk keruang panggul sehingga
rasa mengedan. Karena tekanan pada rectum, ibu merasakan seperti mau buang
air besar,dengan tanda anus terbuka. Pada waktu his kepala janin mulai
yang terpimpin, akan lahirlah kepala, diikuti oleh seluruh badan janin. Kala II
c. Kala III
Setelah bayi lahir, kontraksi rahim istirahat sebentar. Uterus keras dengan
fundus uteri setinggi pusat, dan berisi plasenta yang berisi tebal 2 kali
uri. Dalam waktu 5-10 menit, setelah plasenta terlepas. Terdorong kedalam
vagina dan akan lahir spontan atau dengan sedikit dorongan dari atas simpisis
atau fundus uteri. Seluruh proses biasanya berlangsung 5-30 menit setelah bayi
lahir. Pengeluaran plasenta disertai dengan pengeluaran darah kira-kira 100-
200 cc.
d. Kala IV
Adalah kala pengawasan selama 2 jam setelah bayi lahir untuk mengamati
1-2 minggu sebelum partus mulai terjadi penurunan kadar hormone estrogen
dan akan menyebabkan kekejangan pembuluh darah sehingga timbul his bila
a. Lightening atau dropping yaitu kepala turun memasuki pintu atas panggul
f. Servik menjadi lebih lembek, mulai mendatar dan sekresinya bertambah, bisa
a. Kekuatan his makin sering terjadi dan teratur dengan jarak kontraksi yang
semakin pendek.
a. Power
b. Pasanger
c. Passage
Umur adalah dihitung berdasarkan tahun kelahiran yaitu lamanya hidup sejak lahir.
penyulit ini terjadi karena pada remaja biasanya masih tumbuh dan berkembang
sehingga memiliki kebutuhan kalori yang lebih besar dari wanita yang lebih tua.
pada remaja wanita hamil dibanding dengan wanita dalam usia 20-an (Hamilton
PM, 2006).
Wanita usia subur menurut Hurlock (2006) disebut sebagai masa dewasa
dan disebut juga masa reproduksi, dimana pada masa itu diharapkan orang telah
dikategorikan menjadi:
Reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan persalinan
adalah 20-30 tahun. Wanita hamil pada umur muda (< 20 tahun) dari segi biologis
belum matang dalam mengahadapi tuntutan beban moril, dan emosional, dan dari
segi medis sering mendapat gangguan. Sedangkan pada usia lebih dari 45 tahun,
elastisitas dari otot-otot panggul dan sekitarnya serta alat-alat reproduksi pada
umumnya mengalami kemunduran, juga wanita pada usia ini besar kemungkinan
2. Paritas
Seorang Primipara adalah seorang wanita yang telah pernah melahirkan satu kali
dengan janin yang telah mencapai batas viabilitas, tanpa mengingat janinnya hidup
atau mati pada waktu lahir (Harry&William, 2010). Pada primipara perineum utuh
dan elastis, sedang pada multipara tidak utuh, longgar dan lembek. Untuk
samping vagina. Dengan cara ini dapat diketahui pula otot levator ani. Pada
keadaan normal akan teraba elastis seperti kalau kita meraba tali pusat.
(Wiknjosastro, 2010).
Pada saat akan melahirkan kepala janin perineum harus ditahan, bila tidak
melakukan episiotomi pada primigravida atau pada perineum yang kaku. Dengan
perineum yang masih utuh pada primi akan mudah terjadi robekan perineum
(Wiknjosastro, 2007).
a. Primipara untuk hidup diluar adalah wanita yang telah melahirkan seorang
b. Multipara adalah wanita yang telah melahirkan anak lebih dari satu kali atau
(Manuaba, 2008).
3. Jarak kelahiran
Jarak kelahiran adalah rentang waktu antara kelahiran anak sekarang dengan
kelahiran anak sebelumnya. Jarak kelahiran kurang dari dua tahun tergolong risiko
tinggi karena dapat menimbulkan komplikasi pada persalinan. Jarak kelahiran 2-3
tahun merupakan jarak kelahiran yang lebih aman bagi ibu dan janin. Begitu juga
dengan keadaan jalan lahir yang mungkin pada persalinan terdahulu mengalami
robekan perineum derajat tiga atau empat, sehingga proses pemulihan belum
2 tahun. Menurut Ahmad Rofiq (2008) proporsi kematian terbanyak terjadi pada
ibu dengan prioritas 1-3 anak dan jika dilihat menurut jarak kehamilan ternyata
jarak kurang dari 2 tahun menunjukan proporsi kematian maternal lebih banyak.
Jarak kehamilan yang terlalu dekat menyebabkan ibu mempunyai waktu yang
(http/rofiq ahmad.wordpres.com/2008/01/24).
4. Perenium Kaku
Perineum kaku adalah tidak elastisnya lantai falfis dan struktur sekitarnya yang
menempati pintu bawah panggul di sebalah anterior dibatasi oleh simpisis pubis,
kerusakan jalan lahir yang luas. Keadaan demikian dapat dijumpai pada
primigravida yang umurnya lebih dari 35 tahun yang lazim disebut primitua.
Dengan adanya perineum kaku maka robekan sewaktu kepala lahir tidak dapat
ruptur perineum tingkat III, dapat dicegah dan partus Kala II dipercepat (Sarwono
2005)
a. Etiologi
− Primi gravida yang umurnya lebih dari 35 tahun, yang lazim disebut
primitua.
− Pada saat hamil ibu malas beraktivitas dan senam hamil sehingga ibu
jarang bergerak.
− Pada saat kepala bayi berukuran normal akan melewati introitus vagina
− Karena kepala bayi sulit lahir maka Kala II akan lebih lama
dalam waktu yang lama sehingga ibu akan merasakan kesakitan yang
lebih lama.
− Ruptur perineum
(Sarwono 2005).
Berat badan janin dapat mempengaruhi proses persalinan kala II. Berat neonatus
Kriteria janin cukup bulan yang lama kandungannya 40 pekan mempunyai panjang
Klasifikasi berat badan bayi lahir dapat dibedakan atas menurut Manuaba (2007) :
Pada janin yang mempunyai berat lebih dari 4000 gram memiliki kesukaran yang
ditimbulkan dalam persalinan adalah karena besarnya kepala atau besarnya bahu.
Bagian paling keras dan besar dari janin adalah kepala,sehingga besarnya kepala
janin mempengaruhi berat badan janin. Oleh karena itu sebagian ukuran kepala
digunakan Berat Badan( BB) janin. Kepala janin besar dan janin besar dapat
6. Distoksia bahu
Distosia bahu merupakan penyulit yang berat karena sering kali baru diketahui
saat kepala sudah lahir dan tali pusat sudah terjepit antara panggul dan badan anak.
Angka kejadian pada bayi dengan berat badan >2500 gram adalah 0,15%,
sedangkan pada bayi dengan berat badan >4000 gram 1,7%. Distosia bahu
umumnya terjadi pada makrosomia, yakni suatu keadaan yang ditandai oleh ukuran
badan bayi yang relatif lebih besar dari ukuran kepalanya bukan semata-mata berat
badan lebih >4000 gram. Kemungkinan makrosomia perlu dipikirkan bila dalam
waktu, atau bila dalam persalinan pemanjangan kala II. Distosia bahu juga dapat
dkk, 2005).
Mengingat prognosis bagi janin sangat buruk bila terjadi distosia bahu,
dianjurkan untuk melakukan seksio sesarea bila ditemukan keadaan tersebut. Angka
morbiditas dan mortalitas pada anak yang cukup tinggi dapat terjadi fraktura
humeri, klavikula, serta kematian janin. Bagi ibu, penyulit yang sering menyertai
adalah perdarahan pasca persalinan sebagai akibat atonia uteri dan robekan pada
D. KERANGKA TEORI
Kerangka teori merupakan kesimpulan dari tinjauan pustaka yang berisi tentang
konsep-konsep teori yang dipergunakan atau berhubungan dengan penelitian yang akan
dilaksanakan. Adapun kerangka teori dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Faktor Maternal :
Umur ibu
Paritas
Perenium kaku
Jarak kelahiran
Faktor Janin :
Berat Badan Janin Ibu bersalin dengan
Distosia Bahu
Tindakan episiotomi
A. Kerangka Konsep
Berdasarkan kerangka teori yang ada maka dibuat kerangka konsep yang
dan yang menjadi variabel independen adalah paritas, jarak kehamilan, berat badan bayi
dan umur ibu. Sedangkan yang menjadi variabel dependen adalah ibu bersalin dengan
ruptur perineum.
1. Umur ibu
2. Paritas Ibu bersalin dengan
3. Jarak kelahiran Tindakan episiotomi
4. Perenium Kaku
5. Berat badan bayi
6. Distoksia bahu
7. Distoksia Bahu
● Paritas
B. Definisi Operasional
lingkup atau pengertian variabel-variabel yang diamati atau diteliti. Definisi operasional
2010).
Ukur Pengukur
an
C. Hipotesis Penelitian
X Tahun 2016”
X Tahun 2016”
4. Ada Hubungan dari kejadian tindakan episiotomi Berdasarkan berat badan bayi
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah korelasi dengan cara melihat skors atau
nilai rata-rata dari variabel yang satu dengan skors rata-rata dari variabel yang lain
(Notoatmodjo, 2010).
1. Populasi
(Notoatmodjo, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah Ibu yang bersalin
Tahun 2016”
2. Sampel
Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi
(Notoatmodjo, 2010). Sampel dalam penelitian ini menggunakan metode total sampling,
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan bulan September 2016 di Puskesmas X Tahun
2016.
diperoleh dari rekam medik ibu bersalin dengan tindakan episiotomi pada ibu berslin di
Puskesmas X pada bulan. Instrument dan alat yang digunakan adalah check list yang berisi
variabel tentang Umur, paritas, jarak kelahiran, berat badan bayi dan distiksia bahu dengan
kejadian tindakan episiotomi. Pengamatan tinggal memberi tanda check (√) pada daftar
Agar instrumen valid dan reliabilitas maka dilakukan uji validitas dan reliabilitas, yaitu:
a. Uji Validitas
Uji validitas yaitu suatu indeks yang menunjukan alat ukur itu benar-benar
mengukur apa yang di ukur, dan reliabilitas yaitu indeks yang menunjukkan sejauh
mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan (Notoatmodjo,
2010). Sebelum dilakukan penelitian, instrumen ini telah dilakukan uji validitas dan
membandingkan hasil r hitung dengan r tabel. Bila r hitung lebih besar dari r tabel
maka pertanyaan tersebut valid dan dapat digunakan sebagai alat ukur. Bila r hitung
Adapun rumus yang digunakan untuk uji validitas adalah sebagai berikut :
N (xy)−(xy)
R=
√Nx2 −(x)2 )(Ny2 )−(y)2 )
Keterangan :
b. Reliabilitas
pengujian dengan menganalisis konsistensi butir atau pertanyaan yang ada hanya satu
kali.
Adapun rumus yang digunakan untuk uji reliabilitas adalah sebagai berikut :
ri = 2rb
1 + rb
Keterangan :
1. Pengolahan Data
a. Editing yaitu, penyuntingan data yang dilakukan untuk menghindari kesalahan atau
c. Tabulating yaitu kemudian data yang sudah diberi nilai tersebut dimasukan ke
d. Entry yaitu, setelah proses koding dilakukan pemasukan data ke komputer dangan
a. Analisis Univariat
membuat tabel distribusi frekuensi. Pada umumnya analisis ini hanya menggunakan
hasil distribusi dan presentase dari tiap variabel. (Notoatmodjo, 2010). Setelah
cara menghitung presentase jawaban yang benar untuk setiap item pertanyaan dari
P = a x 100 %
b
Keterangan :
P = Persentase
2007) :
lengkap.
b. Analisa Bivariat
Tasikmalaya, uji statistik yang dipakai adalah Chi-square (x2), karena kedua
Rumus :
(𝑂 − 𝐸)
𝑋=∑
𝐸
Keterangan :
X2 = Chi-square
∑ = penjumlahan
Ho : Diterima apabila nilainya lebih dari 0,05 berarti tidak ada hubungan
F. Etika Penelitian
Masalah etika penelitian kebidanan merupakan masalah yang sangat penting dalam
maka segi etika penelitian harus diperhatikan. (Alimul, 2003) masalah etika yang harus
penelitian dengan cara tidak memberi nama responden pada lembar alat ukur hanya
menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan
disajikan.
e. Kerahasiaan (Confidentiality)
kerahasiaan oleh peneliti, hanya kelompok data tersebut yang akan dilaporkan pada
hasil riset.