Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kekerasan seksual adalah tindakan yang mengarah pada ajakan seksual tanpa
persetujuan. Ini juga termasuk tindakan seksual terhadap anak yang dilakukan oleh orang
dewasa. Dampak berbahaya yang ditimbulkan dari kekerasan seksual pada anak, yaitu dapat
berpengaruh pada psikologis, fisik, dan sosialnya. Data dari enam negara mengungkapkan
kawan, teman sekelas dan pasangan adalah orang yang paling sering disebut sebagai pelaku
kekerasan seksual terhadap remaja lelaki (Harvey, Garcia-Moreno, & Butchart, 2007) Secara
global, setiap 7 menit seorang remaja perempuan meninggal karena aksi kekerasan di
Amerika Serikat Eropa Timur : Latvia 33%, Lithunia 42%, Macedonia 18%, Maldova 43%
Sejak tahun 2000, World Health Organization (WHO) mengungkapkan bahwa kekerasan
seksual dan bentuk kekerasan berbasis gender lainnya semakin dibingkai dalam kebijakan
publik sebagai masalah kesehatan masyarakat yang signifikan. Laporan-laporan utama dari
berbagai negara menunjukkan bahwa prevalensi kekerasan seksual secara global dan biaya
kesehatan dan biaya keuangan kekerasan mitra intim kepada masyarakat (Redecke et al.,
2013). Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit telah merekomendasikan bahwa
program untuk mencegah SV didasarkan pada pendekatan sosioekologi, yang membahas
faktor-faktor risiko pada tingkat individu, interpersonal, masyarakat, dan tingkat sosial-
struktural di sepanjang perjalanan hidup yang dapat menuntun seseorang untuk melakukan
SV (Basile et al., 2016).
Data Catatan Tahunan (CATAHU) 2018 menunjukkan hal yang baru, berdasarkan laporan
kekerasan di ranah privat/personal yang diterima mitra pengadalayanan, terdapat angka
kekerasan terhadap anak perempuan yang meningkat dan cukup besar yaitu sebanyak 2.227
kasus. Sementara angka kekerasan terhadap istri tetap menempati peringkat pertama yakni
5.167 kasus, dan kemudian kekerasan dalam pacaran merupakan angka ketiga terbanyak
setelah kekerasan terhadap anak yaitu 1.873 kasus (Komnas, 2017). (Hassan, Salman,
Kassim, & Majdi, 2018)
Pada Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan 2018, untuk kekerasan seksual
di ranah privat/personal, incest (pelaku orang terdekat yang masih memiliki hubungan
keluarga) merupakan kasus yang paling banyak dilaporkan yakni sebanyak 1.210 kasus,
kedua adalah kasus perkosaan sebanyak 619 kasus, kemudian persetubuhan/eksploitasi
seksual sebanyak 555 kasus. Dari total 1.210 kasus incest, sejumlah 266 kasus (22%)
dilaporkan ke polisi, dan masuk dalam proses pengadilan sebanyak 160 kasus (13,2%).
CATAHU juga menemukan bahwa pelaku kekerasan seksual tertinggi di ranah
privat/personal adalah pacar sebanyak 1.528 orang, diikuti ayah kandung sebanyak 425
orang, kemudian diperingkat ketiga adalah paman sebanyak 322 orang. Banyaknya pelaku
ayah kandung dan paman selaras dengan meningkatnya kasus incest (Perempuan, 2017).
Jenis kekerasan yang paling banyak pada kekerasan seksual di ranah komunitas adalah
pencabulan (911 kasus), pelecehan seksual (708 kasus),dan perkosaan (669 kasus). Di Ranah
(yang menjadi tanggung jawab) Negara, dari sebanyak 247 kasus. (Perempuan, 2017). Data
UPT P2TP2A Bulan februari 2018 jumlah korban kekerasan terhadap anak perempuan 169
orang, Jakarta timur 41 orang, jakarta barat 33 orang, jakarta pusat 31 korban, jakarta selatan
30 korban, jakarta utara 29 korban (Handayani, 2018).
Data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia Tahun 2011, 216 kasus, Tahun 2014 656
kasus, 218 kasus kekerasan seksual anak pada 2015. Sementara pada 2016, KPAI mencatat
terdapat 120 kasus kekerasan seksual terhadap anak-anak. Kemudian di 2017, tercatat
sebanyak 116 kasus, hingga akhir februari 2018 tercatat 223 kasus. Sebanyak 3,581 kasus
pengaduan masyarakat, 414 kasus merupakan kasus kejahatan cyber. Pelakunya dengan
jenjang pendidikan SD korbanya 41,1%,SMP 35,5%, SMA 6,1 %,Tamat SD 4,6%, Tidak
Sekolah 6,6%. Umur anak berkonflik hukum terbanyak adalah umur 17 tahun (41,1%), umur
16 tahun (23,9%) dan dan umur 18 tahun (17,8%) (Noviana, 2015).
Untuk mengakhiri kekerasan pada anak, UNICEF menyarankan kepada pemerintah untuk
segera mengambil tindakan dan mendukung panduan INSPIRE yang telah disepakati dan
dipromosikan oleh WHO. UNICEF dan Kemitraan Global untuk Mengakhiri Kekerasan
Terhadap Anak, (Eddyono et al., 2016) yang meliputi: 1. Mengadopsi rencana aksi nasional
terkoordinir untuk mengakhiri kekerasan terhadap anak – memasukkan pendidikan,
kesejahteraan social, sistem peradilan dan kesehatan, serta masyarakat dan anak-anak itu
sendiri, 2. Mengubah perilaku orang dewasa dan merespon faktor-faktor yang berkontribusi
pada kekerasan terhadap anak, termasuk ketidaksetaraan ekonomi dan sosial, norma-norma
sosial dan budaya yang mendukung kekerasan, kebijakan dan legislasi yang tidak memadai,
layanan yang tidak mencukupi untuk korban, dan investasi terbatas dalam sistem yang efektif
untuk mencegah dan merespon kekerasan, 3. Memfokuskan kebijakan nasional untuk
meminimalkan perilaku kekerasan, mengurangi ketidaksetaraan, dan membatasi akses
terhadap senjata api dan senjata lainnya, 4. Membangun sistem pelayanan sosial dan melatih
pekerja sosial untuk memberikan rujukan, konseling dan layanan terapeutik untuk anak-anak
yang telah mengalami kekerasan, 5. Mendidik anak-anak, orang tua, guru, dan anggota
masyarakat untuk mengenali kekerasan dalam segala bentuknya dan memberdayakan mereka
untuk berbicara dan melaporkan kekerasan dengan aman.Mengumpulkan data terpilah yang
lebih baik mengenai kekerasan terhadap anak-anak dan melacak kemajuan melalui
pemantauan dan evaluasi yang kuat.
Ketidaktahuan anak harus mengadu kepada siapa jika terjadi tindak kekerasan seksual
juga menjadi permasalahan karena beberapa kasus kekerasan seksual terhadap anak tidak
terungkap karena anak takut jika melapor ke orang tua,guru maupun pihak yang berwajib.
Kekerasan seksual banyak terjadi pada anak usia SD, hal ini dikarenakan anak-anak
mudah dirayu, diiming-imingi sesuatu dan belum terpaparnya informasi tentang bagaimana
melindungi organ tubuhnya supaya tidak disentuh oleh orang lain selain ibunya.
Kesulitan memberikan penjelasan pada anak tentang bagian tubuh yang harus dilindungi
juga menjadi masalah bagi orang tua dan guru dalam menjelaskan bagian tubuh yang harus
dilindungi.Tidak sedikit dari orang tua dan guru merasa tabu untuk memberikan penjelasan
ini dan lebih memilih menunjukan video dari youtube tentang pencegahan kekerasan seksual
pada anak.
Pada proses kognitif anak berjalan sempurna ketika dia berumur 7-12 tahun, ini
berhubungan dengan tingkat kecerdasan (intelegensi) yang menandai anak dengan berbagai
minat terutama sekali ditujukan kepada ide-ide dan belajar (Ahmad, 2012). Proses kognisi
juga meliputi berbagai aspek, seperti persepsi, ingatan, pikiran, simbol, penalaran dan
pemecahan masalah. (Piaget, 2012).
Seiring dengan perkembangan tehnologi peran media komunikasi gadget tanpa batas usia
sudah menjadi konsumsi sehari-hari bagi anak-anak SD, hal ini menunjukan bahwa tehnologi
informasi menjadi salah satu media edukasi yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan
pengetahuan dan sikap dari anak SD.
Identitas dan kondisi Mitra
Dalam kegiatan ini yang menjadi mitra adalah SD 08 Rawabuaya yang berada di daerah
padat penduduk dan berada di perkampungan, namun cukup dekat dengan jalan raya
sehingga hal ini sangat memungkinan untuk terjadi peluang tindakan kriminal oleh pelaku
terhadap korban kejahatan pelecehan dan kekerasan seksual yang cukup besar, apalagi
diketahui bahwa kondisi dan keadaan ini di dukung juga oleh suasana lingkungan yang padat
serta tempat tinggal yang sebagaian besar warganya adalah tinggal dengan cara mengontrak,
karena rata-rata dari mereka merupakan warga pendatang, ini tentu dapat membuka peluang
kejahatan karena masing-masing warga tentu tidak terlalu saling mengenal dan tidak terlalu
peduli dengan sesama disebabkan mereka berpikir tinggal hanya sementara dan sibuk dengan
pekerjaan mereka masing-masing, sehingga pelaku kejahatan akan sangat mudah
memanfaatkan kondisi tersebut. Sekali lagi Kondisi sosial di permukiman padat menjadi
ancaman bagi anak-anak, khususnya dalam hal kerentanan terhadap kekerasan seksual.
Karena itu, selain pendekatan represif dan respons cepat aparat kepolisian dalam menangani
kasus kejahatan seksual pada anak. Perbaikan lingkungan sosial dan pendekatan edukasi
terhadap kelompok yang rentan juga sangat dibutuhkan
Rumusan Masalah
Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak Republik Indonesia Pasal 8 yang menyatakan bahwa pencegahan dan penanganan
kekerasan seksual terhadap anak tersebut dapat dilakukan dengan memberikan pelatihan
bagi aparat pemerintah, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh pemuda, tokoh
remaja, tenaga pendidik, jurnalis dan pengelola media dan fasilitator konsultasi anak.
Masalah kekerasan seksual yang dihadapi oleh anak SD saat ini cukup meprihatinkan,
oleh karena itu sangat urgen dan mendesak untuk ditangani mengingat bahwa anak adalah
masa depan keluarga dan bangsa, saat anak mengalami kekerasan seksual maka akan terjadi
trauma berkepanjangan sehingga anak tersebut akan terganggu psikososialnya di dalam
masyarakat dan akan menjadi anak yang pendiam dan apatis terhadap lingkungannya,
sehingga akan terganggu tumbuh kembang mereka dan tentu akan menjadi beban dalam
keluarga. Oleh karena itu masalah tersebut sudah seharusnya menjadi perhatian utama untuk
ditangani secara profesional dan terintegrasi melalui berbagai pendekatan dalam berbentuk
kegiatan dan program serta strategi yang sistematik dan berkelanjutan.
Saat ini tindak kekerasan seksual terhadap anak di DKI Jakarta terus terjadi, sehingga
memerlukan strategi penanganan yang terpadu. Strategi Pencegahan terbagi menjadi 3
kategori yaitu pencegahan primer, sekunder dan tersier atau menggabungkan dari ketiga
kategori tersebut. Tindakan pencegahan tersebut dapat dilakukan melalui pelatihan terhadap
anak, orang tua, guru, komunitas, tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan. Tindakan
preventive bagi korban kekerasan seksual terhadap anak salah satunya adalah memberikan
pengetahuan dan pelatihan berbasis edukasi pada anak tentang pencegahan kekerasan seksual
tersebut. Tindakan preventive ini akan menggunakan media edukasi yang mudah dipahami
sesuai dengan usia perkembangan anak, dengan menampilkan video animasi yang dilengkapi
dengan system permainan sebagai tindak lanjut evaluasi. Peserta yang mendapatkan
pelatihan ini akan di daulat sebagai duta cilik anti kekerasan seksual terhadap anak sebagai
bentuk apresiasi atas kemampuan mereka dalam meningkatkan pengetahuan dan sikap dan
mereka mempunyai tugas serta tanggung jawab menjadi mentor untuk mengajarkan ilmu
yang telah didapat selama pelatihan kepada teman-temannya.

1.2 Tujuan Program


1. Tujuan Umum
Model Pemberdayaan Duta Cilik anak Sekolah Dasar dalam Pencegahan Kekerasan
Seksual di DKI Jakarta Tahun 2019.
2. Tujuan Khusus
1. Merancang aplikasi berbasis media edukasi
2. Meningkatkan pengetahuan dan sikap siswa dalam melakukan pencegahan kekerasan
seksual
3. Mewujudkan duta cilik anti kekerasan seksual terhadap anak
1.3 Luaran yang Diharapkan
1. Terciptanya aplikasi berbasis media edukasi sesuai usia perkembangan anak
2. Publikasi artikel ilmiah di tingkat nasional maupun international
3. Memiliki HAKI

1.4 Manfaat
1. Bagi Mitra
1. Program ini dapat membantu terciptanya generasi bangsa yang berkualitas yang
dapat dijadikan garda terdepan dalam pencegahan kekerasan seksual terhadap
anak.
2. Meningkatkan pengetahuan dan sikap siswa siswi dalam melakukan pencegahan
kekerasan seksual
3. Menciptakan duta-duta cilik anti kekerasan seksual terhadap anak

2. Bagi Siswa
Program ini dapat membantu mengembangkan kreativitas mahasiswa dalam
pengembangan teknologi informasi media edukasi yang lebih efektif dan efisien sesuai
kebutuhan masyarakat khususnya untuk anak-anak.

BAB II
GAMBARAN UMUM MASYARAKAT SASARAN

2.1 Profil dan Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat


Kelurahan Rawabuaya merupakan bagian dari Kecamatan Cengkareng, memiliki luas
2.654,02 Ha, dimana mata pencaharian penduduknya sangat bervariatif mulai dari dagang,
buruh pabrik dan pekerja swasta. Terdiri dari masyarakat yang heterogen dan termasuk
dalam kawasan floral yang padat penduduk serta memiliki tata ruang tak beratura. Latar
belakang pendidikan yang beragam mulai dari pendidikan SD sampai Magister.
2.2 Potensi Wilayah Masyarakat Sasaran
1. Aspek Fisik
SD 08 Rawabuaya berada di daerah padat penduduk dan berada di perkampungan namun
dekat dengan jalan raya sehingga kemungkinan terjadi tindakan pelecehan dan kekerasan
seksual sangat besar di dukung juga dengan keadaan tempat tinggal yang rata-rata
mengontrak karena merupakan warga pendatang.
2. Aspek Sosial
Dari aspek sosial tergambar bahwa penduduk Rawabuaya berasal dari social menengah
kebawah dan rata-rata penduduk bekerja sebagai buruh pabrik dan pekerja swasta.
3. Aspek Ekonomi
Sebagai pekerja swasta dan buruh pabrik aspek ekonomi tentunya tidak jauh dari Upah
Minimum Regional (UMR)
4. Aspek Lingkungan
Lingkungan sekitar Rawabuaya merupakan tempat yang sangat padat penduduknya dan
sebagian besar merupakan lingkungan yang menghabiskan waktu dengan aktivitas
masing-masing sehingga kepedulian terhadap warga sekitarnya juga terbatas dan hal ini
memperbesar resiko terjadinya tindak pelecehan dan kekerasan seksual terhadap anak.
BAB III
METODE PELAKSANAAN

3.1 Waktu dan Tempat


Pengabdian masyarakat ini dilakukan selama 5 bulan dan bertempat di Sekolah Dasar 08
Rawabuaya
3.2 Strategi Pengumpulan Data
Metode yang digunakan adalah cross sectional, dengan total sampling, dengan sampel
seluruh siswa siswi kelas 5 SD dengan pertimbangan bahwa sampel memiliki resiko yang
sama terhadap tindak kekerasan seksual.
3.3 Pengolahan dan Analisis Data
Analisa data menggunakan pre test dan post test, dan menggunakan uji T Test.
3.4 Tahapan Pelaksanaan Program
1. Uji Literatur
2. Uji efektifitas
3. Uji coba aplikasi, revisi aplikasi
4. Pelatihan Duta cilik

3.5 Frekuensi Pelaksanaan Program


1. Pembuatan aplikasi media edukasi
2. Uji efektivitas
3. Uji coba aplikasi
4. Pelatihan duta cilik menggunakan aplikasi media edukasi
5. Evaluasi duta cilik dalam menjadi mentor untuk mensosialisasikan pencegahan
kekerasan seksual pada anak
BAB IV
BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN

4.1 Anggaran Biaya

No Jenis Pengeluaran Volume Harga Satuan (Rp) Nilai (Rp)

1. Pengurusan Izin 100.000,-


2. Materai 6000 7.500,-
SUB TOTAL (Rp) 107.500,-

3. Atk dan Bahan Habis Pakai Volume Harga Satuan (Rp) Nilai (Rp)
a. Kertas ukuran A4 1 Rim 1 Rim 50.000,- 50.000,-
b. Tinta 300.000,-
c. Jilid dan penggandaan laporan 3 50.000,- 150.000,-
akhir
SUB TOTAL (Rp) 500.000,-
Volume Harga Satuan (Rp) Nilai (Rp)
4. Pembuatan Aplikasi 4.000.000,-
SUB TOTAL (Rp) 4.000.000,-

5. Uji coba aplikasi di SD pejaten Volume Harga Satuan (Rp) Nilai (Rp)
a. Snack 25 16.000,- 400.000,-
b. Makan siang 25 25.000,- 625.000,-
SUB TOTAL (Rp) 1.025.000,-
6. Pelaksaan Duta Cilik SD Rawabuaya Volume Harga Satuan (Rp) Nilai (Rp)
a. Snack 50 16.000,- 800.000,-
b. Makan siang 50 25.000,- 1.250.000,-
c. Souvenir ( Buku saku cegah 50 20.000,- 1.000.000,-
kekerasan seksual )
SUB TOTAL (Rp) 3.050.000,-
Volume Harga Satuan (Rp) Nilai (Rp)
7. Akomodasi Kegiatan 6 50.000,- 300.000
8. Publikasi Jurnal ISSN 250.000,-
9. HAKI 650.000,-
10 Lain-lain 1. 000.000,-
SUB TOTAL (Rp) 2.200.000,-

JUMLAH 10.882.000,-

4.2 Jadwal Kegiatan

Bulan
No Jenis Kegiatan
1 2 3 4 5
1 Pembuatan aplikasi media edukasi √
2 Uji efektivitas √
3 Uji coba aplikasi dan revisi √ √
4 Pelatihan duta cilik menggunakan aplikasi √
media edukasi
5 Evaluasi duta cilik dalam menjadi mentor √
untuk mensosialisasikan pencegahan
kekerasan seksual pada anak

Anda mungkin juga menyukai