Anda di halaman 1dari 22

BAB I

BANGUNAN UTAMA
Di Indonesia sebagian besar sumber air untuk irigasi, diambil
dari air sungai. Untuk mengambil air sungai biasanya dibuat
bangunan penangkap dimana sebelumnya air sungai
tersebut dinaikkan permukaannya dengan cara dibendung.
Bendung adalah bangunan yang dibuat melintang pada alur
sungai, dengan maksud menaikkan taraf muka air sungai,
agar dapat dialirkan secara gravitasi keseluruh daerah irigasi
(yang biasanya lebih tinggi dari air sungai setempat).
1.1 Tipe Bendung.
Menurut sifatnya, bendung dibagi dua yaitu :
a. Bendung Sementara, yaitu bendung yang dibuat untuk keperluan
periodik, atau sebagai pekerjaan penunjang. Biasanya dibuat dari
bronjong, kantong pasir/tanah dsb.
b. Bendung Permanen, yaitu bendung yang dibuat secara permanen.
Biasanya dibuat dari pasangan batu kali atau beton.
Sealanjutnya bendung permanen dapat dibedakan lagi menjadi dua
jenis, yaitu :
b.1 Bendung Tetap, yaitu bendung yang mempunyai mercu yang
tetap, sehingga debit najir yang lewat tidak dapat dikontrol
atau diatur.
b.2 Bendung Gerak, yaitu bendung yang mempunyai mercu yang
dapat digerakkan atau dirubah-r ubah posisinya, dan debit
yang lewat dapat diatur atau disesuaikan.
Untuk memilih tipe dari suatu bendung yang akan
diterapkan pada suatu tempat, harus dipertimbangkan
terhadap beberapa aspek dan faktor, baik secara teknis,
ekonomis maupun fungsional. Bendung gerak
dipergunakan, terutama apabila taraf muka air dihulu
bendung perlu dikontol, misalnya karena daerah tersebut
adalah daerah pemukiman, dimana bila muka air tersebut
tidak dikontrol, akan dapat menimbulkan bahaya, kerugian
material dsb. Tapi secara teknis pelaksanaan dan
operasionalnya, bendung gerak umumnya lebih sulit dan
biayanya lebih besar daripada bendung tetap. Jadi apabila
tidak ada pertimbangan khusus, maka biasanya dipilih
bendung tetap.
Termasuk kedalam kelompok bendung gerak ini
antara lain ;
Bendung Pintu Sorong (Gerak Vertikal).
Bendung pintu Radial (Gerak Radial).
Bendung Karet, dll.
1.2 Lokasi Bendung.
Untuk menentukan lokasi suatu bendung, haruslah
diperhatikan beberapa pertimbangan, sehingga bendung yang
direncanakan tersebut dapat dipertanggungjawabkan, baik
secara teknis, ekonomis dan fungsionalnya. Kriteriakriteria
yang perlu diperhatikan antara alin adalah :
1. Seluruh daerah irigasi harus dapat diairi secara gravitasi.
2. Trase saluran induk tidak melewati daerah yang sulit.
3. Dipilih bagian sungai yang lurus.
4. Bangunan pengambilan harus dapat menjamin kelancaran
masuknya air ke saluran induk.
5. Kondisi tanah pondasi cukup baik.
6. Tidak menimbulkan genangan yang luas dan tanggul penutup
tidak teralalu panjang.
7. Biaya pembangunan tidak terlalu mahal.
Kadang-kadang kita dihadapkan pada situasi sungai yang
berbelok-belok (meander), dan lokasi bendung
ditetapkan pada daerah tersebut, karena dari beberapa
pertimbangan menunjukkan bahwa lokasi tersebut
adalah yang paling menguntungkan. Dalam kondisi
demikian mungkin perlu dipertimbangkan untuk
membuat bendung pada pelurusan sungai (coupure =
sodetan), yang memberikan keuntungan antara lain :

. Tidak perlu membuat saluran pengelak.


. Dapat dilaksanakan pada setiap musim.
1.3 Bagian-Bagian Bendung.
Bangunan utama (bendung) terdiri dari beberapa bagian yang
kesemuanya membentuk satu kesatuan dan mempunyai
fungsi tersendiri. Adapun bagian-bagian tersebut meliputi ;

a. Bangunan pengelak.
b. Bangunan pengambilan.
c. Bangunan pembilas.
d. Kantong lumpur.
e. Pekerjaan sungai.
f. Bangunan - Bangunan pelengkap.
1.3.1 Bangunan Pengelak.
Bangunan pengelak adalah bagian dari bangunan utama yang
dibangun didalam air, atau yang disebut bendung.
Bangunan ini berfungsi menaikkan taraf muka air sungai
sehingga dapat dibelokkan kearah jaringan irigasi/pintu
pengambilan.

1.3.2 Bangunan Pengambilan.


Bangunan pengambilan adalah sebuah bangunan berupa pintu
air dan air irigasi disadap melalui pintu ini.
Bangunan ini direncanakan dengan mempertimbangkan debit
pengambilan untuk irigasi dan pengelakan sedimen,
lihat Gambar 1.2.
1.3.3 Bangunan Pembilas.
Bangunan ini dibuat tepat dihulu bangunan pengambilan.
Fungsinya untuk mencegah masuknya bahan-bahan
sedimen kasar ke dalam jaringan saluran irigasi.
1.3.4 Kantong Lumpur.
Kantong lumpur berfungsi mengendapkan sedimen
bawaan aliran berupa fraksi-fraksi yang lebih besar dari
fraksi pasir halus ( 0,07 mm ). Bangunan ini biasanya
ditempatkan disebealh hilir pengambilan. Bahan-bahan
yang telah mengendap di dalam kantong lumpur,
kemudian secara berkala dibersihkan. Pembersihan ini
biasanya menggunakan aliran air yang deras untuk
menghanyutkan bahan endapan tersebut kembali ke
sungai.
1.3.5 Pekerjaan Pengaturan Sungai.
Maksudnya adalah pembuatan bangunan-bangunan khusus di
sekitar bangunan utama untuk menjaga agar bangunan-
bangunan utama tetap berfungsi dengan baik. Bangunan-
bangunan ini terdiri dari :
a. Pekerjaan pengaturan sungai guna melindungi bangunan
terhadap kerusakan akibat penggerusan dan sedimentasi.
Pekerjaan-pekerjaan ini umumnya berupa krib, matras batu,
pasangan batu kosong dan atau dinding pengarah.
b. Tanggul banjir, untuk melindungi lahan yang berdekatan
terhadap genangan akibat banir.
c. Saringan bongkah, untuk melindungi pengambilan/pembilas
bawah agar bongkah-bongkah tidak menyumbat bangunan
selama terjadi banjir.
d. Tanggul penutup, untuk menutup bagian sungai lama, bila
bangunan dibuat di coupure.
1.3.6 Bangunan Pelengkap.
Bangunan Pelengkap. ini terdiri dari bangunan-bangunan yang
hanya berfungsi sebagai pelengkap dalam operasional bangunan
utama, antara lain untuk keperluan-keperluan :
a. Penukuran debit dan muka air di sungai maupun di saluran.
b. Pengoperasian pintu-pintu.
c. Peralatan komunikasi, tempat berteduh serta perumahan untuk
tenaga eksploitasi, gudang dan ruang kerja untuk kegiatan
eksploitasi dan pemeliharaan.
d. Jembatan di atas bendung, agar seluruh bagian bangunan
utama mudah dijangkau.
e. Instalasi tenaga air mikro, dan sebagainya.
1.4 Analisis Hidrologi.
Bendung yang direncanakan harus mampu bertahan
terhadap semua kemungkinan gaya yang bekerja, terutama
pada tubuh bendungnya. Salah satu gaya yang cukup besar
pengaruhnya adalah gaya air, terutama pada saat banjir. Oleh
karena itu dalam perencanaan bendung, haruslah
diperhitungkan terhadap kemungkinan terjadinya
banjir ini.
• 1.4.1 Banjir Rencana.
• Yang dimaksud dengan banjir rencana (design flood), adalah
besarnya kemungkinan debit sungai yang akan terjadi yang
direncanakan untuk melewati bendung dengan aman, Artinya
bendung yang direncanakan tersebut akan mampu bertahan
bila dilewati banjir sebesar atau lebih kecil dari banjir
rencana tersebut. Banjir rencana ditetapkan berdasarkan
suatu periode tertentu, karena banjir maksimum yang terjadi
pada suatu periode yang lebih panjang, akan lebih besar
daripada banjir yang terjadi dalam periode yang lebih
pendek. Banjir maksimum yang terjadi dalam periode
tertentu ini disebut banjir dengan suatu periode ulang.
Misalnya banjir dengan periode ulang 10 tahun, artinya banjir
sebeesar ini akan terjadi setiap 10 tahun sekali. Begitu juga
dengan banjir 25 tahun, 50 tahun dan seterusnya, yang
biasanya disebut dengan notasi Q10, Q25, ............ Qn.
• Biasanya bendung direncanakan dengan banjir
rencana antara Q50 sampai dengan Q100,
tergantung dari besar kecil serta tingkat keamanan
bendung yang dikehendaki. Untuk menentukan
besar banjir rencana, dapat digunakan data debit
langsung, bila ada. Atau bila tidak ada data debit,
dapat ditentukan dengan cara perhitungan
pendekatan dengan menggunakan data curah hujan.
• 1.4.2 Data Debit.
• Di Indonesia umumnya data debit sungai-sungai
masih sangat kurang, kalaupun ada masih sangat
terbatas untuk beberapa tahun dan masih jauh
dibawah dari periode ulang yang diinginkan. Untuk
mengatasi hal ini biasanya dilakukan peramalan
/perkiraan dengan menggunakan metoda statistik.
Salah satu metoda yang banyak digunakan, adalah
Metode Normal, Log-Normal, Gumbel dan Log-
Pearson III. Untuk ini diperlukan data debit tahunan
dengan masa pengamatan minimum 10 tahun.
• 1.4.3 Perhitungan Pendekatan.
• Seperti telah diterangkan diatas, bila tidak ada data
debit langsung, maka untuk menentukan besar
debit banjir, dapat dilakukan dengan perhitungan
pendekatan. Cara yang sering digunakan antara lain
adalah Metode Weduwen, Harpers, Melchior dan
Metode Hidrograf Satuan.
• 1.4.4 Analisis Frekuensi.
• Untuk menentukan besarnya debit banjir pada suatu periode ulang
tertentu, diperlukan curah hujan dengan periode ulang yang sesuai.
Akan tetapi data curah hujan yang tersedia, biasanya sangat terbatas,
misalnya 20 th, 25 th, dst, sedangkan untuk pertencanaan suatu
bendung irigasi diperlukan debit dengan periode ulang sampai 100
tahun. Untuk mengatasi hal ini, maka terhadap data curah hujan
yang sangat terbatas tersebut dilakukan analisis frekuwensi, yaitu
memperkirakan besar curah hujan dengan periode ulang yang
diinginkan berdasarkan frekuwensi terjadinya hujan yang tercatat
oleh data yang ada.
• 1.4.5 Curah Hujan Rata-RataKawasan.
• Dari beberapa stasiun hujan yang berpengaruh dan digunakan, harus
ditentukan suatu harga sebagai harga ratarata kawasan yang
mewakili suatu daerah pengaliran. Ada beberapa cara untuk
menentukan curah hujan rata-rata ini, antara lain ;
A. Cara Rata-Rata Arithmatik.
Cara ini digunakan bila daerah pengaruh dan curah hujan rata-
rata dari tiap stasiun hampir sama atau bila stasiun hujannya
memang terbatas.
B. Cara Poligon Thiessen.
Cara ini terutama dipakai bila daerah pengaruh dan besaran curah
hujan rata-rata tiap stasiun jauh berbeda.
C. Cara Isohiet.
Peta isohiet digambar pada peta topografi dengan perbedaan
(interval) 10 sampai 20 mm berdasarkan data curah hujan
pada titik-titik pengamatan di dalam maupun di sekitar
daerah yang bersangkutan. Luas bagian daerah antara dua
garis isohiet yang berdekatan diukur (dengan planimeter atau
lainnya). Demikian pula harga rata-rata dari dua garis isohiet
yang berdekatan yang termasuk bagian daerah itu dapat
dihitung.

Anda mungkin juga menyukai