Mutu (Indikator Kinerja)
Mutu (Indikator Kinerja)
kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang. Pengertian kinerja (prestasi
kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai
dalam melaksanakan fungsinya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Performance atau kinerja merupakan hasil atau keluaran dari suatu proses (Nurlaila,
2010:71). Menurut pendekatan perilaku dalam manajemen, kinerja adalah kuantitas atau
kualitas sesuatu yang dihasilkan atau jasa yang diberikan oleh seseorang yang melakukan
pekerjaan (Luthans, 2005:165).
Kinerja merupakan prestasi kerja, yaitu perbandingan antara hasil kerja dengan standar
yang ditetapkan (Dessler, 2000:41). Kinerja adalah hasil kerja baik secara kualitas maupun
kuantitas yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugas sesuai tanggung jawab
yang diberikan (Mangkunagara, 2002:22).
Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama
periode tertentu dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan,
seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih
dahulu telah disepakati bersama (Rivai dan Basri, 2005:50).
Sedangkan Mathis dan Jackson (2006:65) menyatakan bahwa kinerja pada dasarnya
adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan pegawai. Manajemen kinerja adalah
keseluruhan kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan kinerja perusahaan atau
organisasi, termasuk kinerja masing-masing individu dan kelompok kerja di perusahaan
tersebut.
Kinerja merupakan hasil kerja dari tingkah laku (Amstrong, 1999:15). Pengertian kinerja ini
mengaitkan antara hasil kerja dengan tingkah laku. Sebgai tingkah laku, kinerja merupakan
aktivitas manusia yang diarahkan pada pelaksanaan tugas organisasi yang dibebankan
kepadanya.
b. Otoritas (wewenang)
Otoritas menurut adalah sifat dari suatu komunikasi atau perintah dalam suatu organisasi
formal yang dimiliki seorang anggota organisasi kepada anggota yang lain untuk melakukan
suatu kegiatan kerja sesuai dengan kontribusinya (Prawirosentono, 1999:27). Perintah
tersebut mengatakan apa yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dalam organisasi
tersebut.
c. Disiplin
Disiplin adalah taat kepda hukum dan peraturan yang berlaku (Prawirosentono, 1999:27).
Jadi, disiplin karyawan adalah kegiatan karyawan yang bersangkutan dalam menghormati
perjanjian kerja dengan organisasi dimana dia bekerja.
d. Inisiatif
Inisiatif yaitu berkaitan dengan daya pikir dan kreatifitas dalam membentuk ide untuk
merencanakan sesuatu yang berkaitan dengan tujuan organisasi.
1. Kualitas. Kualitas kerja diukur dari persepsi karyawan terhadap kualitas pekerjaan yang
dihasilkan serta kesempurnaan tugas terhadap keterampilan dan kemampuan karyawan.
2. Kuantitas. Merupakan jumlah yang dihasilkan dinyatakan dalam istilah seperti jumlah unit,
jumlah siklus aktivitas yang diselesaikan.
3. Ketepatan waktu. Merupakan tingkat aktivitas diselesaikan pada awal waktu yang
dinyatakan, dilihat dari sudut koordinasi dengan hasil output serta memaksimalkan waktu
yang tersedia untuk aktivitas lain.
4. Efektivitas. Merupakan tingkat penggunaan sumber daya organisasi (tenaga, uang, teknologi,
bahan baku) dimaksimalkan dengan maksud menaikkan hasil dari setiap unit dalam
penggunaan sumber daya.
5. Kemandirian. Merupakan tingkat seorang karyawan yang nantinya akan dapat menjalankan
fungsi kerjanya Komitmen kerja. Merupakan suatu tingkat dimana karyawan mempunyai
komitmen kerja dengan instansi dan tanggung jawab karyawan terhadap kantor.
https://www.kajianpustaka.com/2014/01/pengertian-indikator-faktor-mempengaruhi-
kinerja.html?m=1
1. Pengertian Indikator
Ada beberapa pengertian yang disampaikan oleh para pakar antara lain:
Ada dua kata kunci penting dalam pengertian tersebut diatas adalah pengukuran
dan perubahan. Untuk mengukur tingkat hasil suatu kegiatan digunakan
“indikator” sebagai alat atau petunjuk untuk mengukur prestasi suatu pelaksanaan
kegiatan. Indikator yang berfokus pada hasil asuhan kepada pasen dan proses-
proses kunci serta spesifik disebut indikator klinis. Indikator klinis adalah ukuran
kuantitas sebagai pedoman untuk mengukur dan mengevaluasi kualitas asuhan
pasen dan berdampak terhadap pelayanan. Indikator tidak dipergunakan secara
langsung untuk mengukur kualitas pelayanan, tetapi dapat dianalogikan sebagai
“bendera” yang menunjuk adanya suatu masalah spesifik dan memerlukan
monitoring dan evaluasi. Dalam beberapa kegiatan, mungkin tidak relevan
mengukurnya dengan ukuran kuantitatif untuk mengambil suatu keputusan.
Sebagai contoh dalam komunikasi: bagaimana kualitas komunikasi interpersonal
antara perawat – pasen, maka pengukurannya adalah melalui observasi langsung
untuk mengetahui bagaimana kualitas interaksinya. Monitoring dilakukan terhadap
indikator kunci guna dapat mengetahui penyimpangan atau prestasi yang dicapai.
Dengan demikian setiap individu akan dapat menilai tingkat prestasinya sendiri
(self assesment).
1. Kalsifikasi Indikator
Sistem klasifikasi indicator didasarkan atas kerangka kerja yang logis dimana
kontinuum masukan (input) pada akhirnya mengarah pada luaran (outcomes).
Ilustrasi dari kontinuum indikator dengan contoh kegiatan imunisasi: Input meliputi
peralatannya, vaksin dan alat proteksi dan staf yang terlatih, proses adalah kegiatan
dalam melakukan aktifitas pemberian imunisasi, output meliputi cakupan pemberian
meningkat adalah (output), dan outcome adalah dampaknya sebagai efek output
antara lain menurunnya morbiditas dan mortalitas dari upaya pencegahan penyakit
melalui immunisasi (outcome)
Mengidentifikasi indikator yang tepat untuk suatu tindakan klinis yang memerlukan
pertimbangan yang selektif dan membangun konsesus diantara manager lini pertama
(First Line Manager) dan staf, sehingga apa yang akan dimonitor dan dievaluasi akan
menjadi jelas bagi kedua belah pihak.
Indikator adalah suatu peristiwa (event) atau suatu kondisi. Untuk mengukur suatu
peristiwa yang terjadi, maka peristiwa tersebut dibandingkan dengan sejumlah
peristiwa yang universal.
Misalnya pemasangan infus (IV terapi) yang menimbulkan pleibitis adalah suatu
peristiwa (numerator) dan pemasangan infus merupakan kegiatan yang dilakukan
pada sejumlah pasen yang memerlukan tindakan pemasangan infus adalah peristiwa
yang universal (denominator). Indikator klinis yang dirumuskan dalam hal ini adalah
tidak terjadi pleibitis setelah 3×24 jam sejak pemasangan contoh dibawah ini dapat
dihitung dalam proporsi sebagai berikut:
- aspek hukum yang berkaitan dengan pengukuran dan hasil data yang
dikumpulkan,
Evaluasi data penyimpangan kinerja melalui indikator kinerja klinis adalah satu
bagian penting dari dalam peningkatan kinerja. Ada dua jenis penyimpangan;
pertama penyebab umum terjadinya penyimpangan, erat kaitannya dengan
penyimpangan minor yang terjadi dalam suatu organisasi pelayanan kesehatan tanpa
memperdulikan sistem yang sudah mapan. Penyebab penyimpangan kinerja staf juga
bisa terjadi karena, sistem atau prosedur yang tidak jelas, keterbatasan fasilitas. Oleh
karena itu, keterbatasan sumber-sumber untuk mendeteksi penyebab dalam setiap
penyimpangan minor masih dapat ditoleransi. Kedua penyebab khusus: terjadinya
penyimpangan kinerja disebabkan karena, kesalahan staf itu sendiri, kurang
pengetahuan dan ketrampilan, kemampuan yang kurang dalam pemeliharaan
peralatan. Target suatu indikator adalah menggunakan deviasi standar untuk
mengidentifikasi penyebab penyimpangan. Penyebab khusus terjadinya
penyimpangan lebih mudah dikoreksi dari pada penyebab umum. Sebagai contoh:
keharusan mencuci tangan secara rutin mungkin meningkat drastis, apabila staf
menyadari dan menerima bahwa praktek cuci tangan penting untuk meningkatkan
mutu kinerja dan akan dimonitor atau dievaluasi.