Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Disusun Oleh :
Benny (P23139014016)
Citra Maulani (P23139014018)
Dara Briandini (P23139014020)
Dermawan Dwi Restanto (P23139014022)
Devi Rahmawati (P23139014024)
Natasha Shah Maudy (P23139014068)
Noer Afni Astuti (P23139014070)
Nur Azizah Nasution (P23139014072)
Nurbaiti Suhaeti (P23139014074)
Tingkat 2B
Pertama – tama kami ingin mengucapkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa
atas limpahan karunia, rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
pembuatan tugas makalah teknologi sediaan solid tentang “Rancangan Formulasi Evaluasi
Sediaan Suppositoria” dengan baik.
Pada kesempatan kali ini, kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra. Gloria
Murtini T, M.Si, Apt. selaku dosen Teknologi Sediaan Solid. Serta teman – teman yang telah
membantu dalam penyelesaikan laporan ini.
Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh
dari sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
para pembaca demi perbaikan dan kesempurnaan makalah-makalah selanjutnya. Akhirnya
kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dan memberikan informasi kepada
pembaca.
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB II PEMBAHASAN
1.2 Tujuan
a. Tujuan Umum
Mengetahui rancangan formulasi dan cara evaluasi suppositoria.
b. Tujuan Khusus
- Agar dapat merancang formulasi dalam membuat sediaan suppositoria dalam
basis yang larut dalam air.
- Agar kita dapat mengetahui tentang cara evaluasi suppositoria secara baik dan
benar sesuai standar dan untuk memenuhi tugas teknologi sediaan solid.
- Kita diharapkan mengetahui beberapa parameter-parameter uji sediaan
suppositoria untuk mengetahui karakteristiknya.
2.4.Basis Supositoria
Terdapat 2 golongan utama basis:
1. Basis lemak (hidrofobik)
Oleum cacao
Gliserida semisintetik
2. Basis hidrofilik
Basis glisero-gelatin
Polimer polietilen glikol (PEG, macrogols, carbowax)
Persyaratan basis:
1. Supositoria harus meleleh dalam tubuh atau terlarut dalam cairan rektum. Basis
lemakdiharapkan meleleh < 37oC.
2. Jarak lebur harus kecil agar proses pemadatan cepat untuk mencegah suspensi
terutama BJ tinggi, partikel obat, agglomerasi.
3. Stabil secara fisika dan kimia selama penyimpanan.
4. Kompatibel dengan zat aktif.
5. Memberikan pelepasan zat aktif yang optimal.
6. Volume kontraksi yang cukup à kemampuan pelepasan supositoria dari cetakan.
7. Viskositas yang cukup à penuangan ke dalam cetakan, pencegahan pemisahan zat
aktif, dan pengaruh terhadap kecepatan absorpsi.
8. Tidak mengabsorpsi/mengiritasi.
9. Mudah dalam penanganannya.
10. Ekonomis
11. Non-toksik
12. Tidak mempunyai bentuk metastabil
13. Dapat dimanufaktur dengan pencetakan secara manual atau mesin
Basis lemak
Persyaratan untuk basis lemak:
1. Nilai asam kurang dari 0.2
2. Nilai saponifikasi 200-245
3. Nilai iodin kurang dari 7
4. Interval antara titk leleh dan titik pemadatan kecil
Kerugian:
1. Mempunyai sifat polimorfik
2. Kontraksi yang tidak cukup pada proses pendinginan
3. Titik pelunakan yang rendah
4. Tidak stabil secara kimia
5. Kekuatan absorpsi zat aktif rendah
2. Gliserida semisintetik.
Campuran trigliserida dengan asam C12-C18 yang jenuh.Angka hidroksil: jumlah
mono dan digliserida yang terkandung dalam basis semisintetik. Angka hidroksil tinggi
à kemampuan menarik air tinggi dapat menyebabkan penguraian zat aktif yang
mudah terhidrolisa (asam asetilsalisilat) Angka iodin: jumlah kandungan asam tidak
jenuh. Makin tinggi maka mudah teroksidasi, mengakibatkan ketengikan.
1. Basis glisero-gelatin:
1. Bersifat laksatif
2.Banyak proses perlakuan yang harus dihadapi
3.Bersifat higroskopis (dari gliserin)
4.Inkompatibilitas dengan asam tannat
5.Pada pemanasan tinggi (overheat): gliserin melepaskan gas toksik volatil
2. PEG
Produk sintetik Misal PEG 400, PEG 1500, PEG 4000
Keuntungan:
1. TL 40 C
2. Lambat meleleh dan melepaskan zat aktif juga lambat
3. Dapat dilakukan kombinasi PEG untuk mendapatkan basis yang cocok
4. Viskositas tinggi
Kerugian:
1. Inkompatibilitas dengan garam bismut, tanin, fenol, mengurangi aktivitas
antimikroba, melarutkan beberapa plastik.
2. PEG BM tinggi menyebabkan pelepasan zat aktif rendah.
a. Suppositoria Lemak Coklat
Suppositoria dengan bahan dasar lemak coklat dapat dibuat dengan mencampur bahan
obat yang dihaluskan ke dalam minyak padat pada suhu kamar dan massa yang
dihasilkan dibuat dalam bentuk sesuai, atau dibuat dengan minyak dalam keadaan lebur
dan membiarkan suspensi yang dihasilkan menjadi dingin di dalam cetakan. Sejumlah
zat pengeras yang sesuai dapat ditambahkan untuk mencegah kecenderungan beberapa
obat, (seperti kloralhidrat dan fenol) melunakkan bahan dasar. Yang penting,
suppositoria meleleh pada suhu tubuh.
Perkiraan bobot suppositoria yang dibuat dengan lemak coklat, dijelaskan dibawah ini.
Suppositoria yang dibuat dari bahan dasar lain, bobotnya lebih berat dari pada bobot
yang disebutkan dibawah ini.
Suppositoria rektal. Suppositoria rektal untuk dewasa berbentuk lonjong pada satu atau
kedua ujungnya dan biasanya berbobot lebih kurang 2 g.
Suppositoria vaginal. Umumnya berbentuk bulat atau bulat telur dan berbobot lebih
kurang 5 g, dibuat dari zat pembawa yang larut dalam air atau yang dapat bercampur
dalam air, seperti polietilen glikol atau gelatin tergliserinasi. Ukuran berkisar, panjang
1,25 – 1,5 inchi dan diameter 5/8 inchi
1. Tujuan penggunaan (ovula)
Biasanya digunakan untuk lokal dengan efek sebagai antiseptik, kontrasepsi,
anastetik lokal, dan pengobatan penyakit infeksi seperti trichomonal, bakteri dan
monilial.
2. Absorpsi Vagina
Absorpsi sediaan vaginal terjadi secara pasif melalui mukosa. Proses absorpsi
dipengaruhi oleh fisiologi, pH, dan kelarutan dan kontanta partisi obat. Permukaan
vagina dilapisi oleh lapisan film air (aqueous film) yang volume, pH dan
komposisinya dipengaruhi oleh umur, siklus menstruasi, dan lokasi. pH vagina
meningkat secara gradien yaitu pH 4 untuk anterior
formix dan pH 5 di dekat cervix. Pada umumnya ovula digunakan untuk efek lokal.
Tapi beberapa penelitian menunjukkan ada beberapa obat yang dapat berdifusi
melalui mukosa dan masuk dalam peredaran darah. Sebagai contoh, kadar
propanolol dalam plasma untuk sediaan ovula lebih besar dibandingkan dengan rute
oral pada dosis yang sama.(Husa’s, Pharmaceutical Dispensing, hal. 117)
Suppositoria dengan bahan lemak coklat harus disimpan dalam wadah tertutup baik,
sebaiknya pada suhu dibawah 30 derajat (suhu kamar terkendali).
b. Pengganti Lemak Coklat
Suppositoria dengan bahan dasar jenis lemak, dapat dibuat dari berbagai minyak nabati,
seperti minyak kelapa atau minyak kelapa sawit yang dimodifikasi dengan esterifikasi,
hidrogenasi, dan fraksionasi hingga diperoleh berbagai komposisi dan suhu lebur
(misalnya minyak nabati terhidrogenasi dan lemak padat). Produk ini dapat dirancang
sedemikian hingga dapat mengurangi terjadinya ketengikan. Selain itu sifat yang
diinginkan seperti interval yang sempit antara suhu melebur dan suhu memadat dan
jarak lebur juga dapat dirancang umtuk penyesuaian berbagai formulasi dan keadaan
iklim.
c. Suppositoria Gelatin Tergliserinasi
Bahan obat dapat dicampur ke dalam bahan dasar gelatin tergliserinasi, dengan
menambahkan sejumlah tertentu kepada bahan pembawa yang terdiri dari lebih kurang
70 bagian gliserin, 20 bagian gelatin dan 10 bagian air. Suppositoria ini harus disimpan
dalam wadah tertutup rapat, sebaiknya pada suhu dibawah 35 derajat.
d. Suppositoria dengan Bahan Dasar Polietilen Glikol
Beberapa kombinasi polietilen glikol mempunyai suhu lebur lebih tinggi dari suhu badan
telah digunakan sebagi bahan dasar suppositoria. Karena pelepasan dari bahan dasar
lebih ditentukan oleh disolusi dari pada pelelehan, maka massalah dalam pembuatan
dan penyimpanan jauh lebih sedikit dibanding massalah yang disebabkan oleh jenis
pembawa yang melebur. Tetapi polietilen glikol dengan kadar tinggi dapat
memperpanjang waktu disolusi sehingga menghambat pelepasan. Pada etiket
suppositoria polietilen glikol harus tertera petunjuk “basahi dengan air sebelum
digunakan”, meskipun dapat disimpan tanpa pendinginan, suppositoria ini harus
dikemas dalam wadah tertutup rapat.
e. Suppositoria dengan Bahan Dasar Surfaktan
Beberapa surfaktan nonionik dengan sifat kimia mendekati polietilen glikol dapat
digunakan sebagai bahan pembawa suppositoria. Contoh surfaktan ini adalah ester
asam lemak polioksietilen sorbitan dan polioksietilen stearat. Surfaktan ini dapat
digunakan dalam bentuk tunggal atau kombinasi dengan pembawa suppositoria lain
untuk memperoleh rentang suhu lebur yang lebar dan konsistensi. Salah satu
keuntungan utama pembawa ini adalah dapat terdispersi dalam air. Tetapi harus hati-
hati dalam penggunaan surfaktan, karena dapat meningkatkan kecepatan absorpsi obat
atau dapat berinteraksi dengan molekul obat yang menyebabkan penurunan aktivitas
terapetik.
f. Suppositoria Kempa atau Suppositoria Sisipan
Suppositoria vaginal dapat dibuat dengan cara mengempa massa serbuk menjadi bentuk
yang sesuai. Dapat juga dengan cara pengkapsulan dalam gelatin lunak.
2. Pemilihan Basis
Peran utama basis suppositoria:
a. Menjadikan zat aktif tertentu dapat dibuat dalam bentuk suppositoria yang tepat
dengan karakteristik fisikokimia zat aktif dan keinginan formulator
b. Basis digunakan untuk mengatur penghantaran pengobatan pada tempat
absorpsinya.
b. Ke-inert-an (inertness)
Tidak boleh ada interaksi kimia antara basis dengan bahan aktif.
c. Pemadatan
Interval antara titik leleh dengan titik solidifikasi harus optimal: jika terlalu pendek
maka penuangan lelehan ke dalam cetakan akan sulit; jika terlalu panjang, waktu
pemadatan menjadi lama sehingga laju produksi suppositoria menurun.
d. Viskositas
Jika viskositas tidak cukup, komponen terdispersi dari campuran akan membentuk
sedimen, mengganggu integritas dari produk akhir.
c. Meningkatkan viskositas
Pengaturan viskositas dari lelehan suppositoria selama pendinginan merupakan titik
kritis untuk mencegah sedimentasi. Bahan yang digunakan yaitu: asam lemak dan
derivatnya (Al monostearat, gliseril monostearat, & asam stearat), alkohol lemak (setil,
miristat dan stearil alkohol), serbuk inert (bentonit & silika koloidal).
d. Mengubah suhu leleh
Contoh bahan yang digunakan: asam lemak dan derivatnya (gliserol stearat dan asam
stearat), alkohol lemak (setil alkohol dan setil stearat alkohol), hidrokarbon (parafin),
dan malam (malam lebah, setil alkohol, dan malam carnauba).
e. Meningkatkan kekuatan mekanis
Pecahnya suppositoria merupakan masalah yang ditemui saat digunakan basis sintetik.
Untuk mengatasinya dapat ditambahkan ajuvan seperti: polisorbat, minyak jarak
(castor oil), monogliserida asam lemak, gliserin, dan propilenglikol.
f. Mengubah penampilan
Pewarna dapat digunakan untuk berbagai alasan seperti psikologis, menjamin
keseragaman (uniformitas) warna produk dari lot ke lot, untuk membedakan produk,
dan menyembunyikan kerusakan saat pembuatan seperti eksudasi atau kristalisasi
permukaan. Bahan hidrosolubel, liposolubel dan insolubel serat tidak bersifat
mengiritasi mukosa dapat digunakan untuk mewarnai suppositoria.
g. Melindungi dari degradasi
Agen antifungi dan antimikroba digunakan jka suppositoria mengandung bahan asal
tanaman atau air. Digunakan asam sorbat atau garamnya jika pH larutan zat aktif
kurang dari 6. p-hidroksibenzoat atau garam natriumnya juga dapat digunakan. Tetapi,
potensi bahan-bahan ini menyebabkan iritasi rektal perlu dipertimbangkan.
Antioksidan seperti BHT, BHA, tokoferol dan asam askorbat digunakan untuk
mencegah ketengikan (rancidity) pada formulasi suppositoria yang menggunakan
lemak coklat (cocoa butter).
Sequestering agents seperti asam sitrat dan kombinasi antioksidan digunakan untuk
mengkompleks logam yang mengkatalisis reaksi redoks. Contohnya: campuran tiga
bagian BHT, BHA, dan propilgalat dengan satu bagian asam sitrat memberikan hasil
memuaskan pada penggunaan 0,01 %.
h. Mengubah absorpsi
Pada kasus di mana absorpsi obat di rektal amat terbatas, perlu ditambahkan bahan
untuk meningkatkan uptake obat tersebut. Sejumlah bahan telah digunakan untuk
meningkatkan bioavailabilitas dari zat aktif dalam suppositoria. Sebagai contoh,
penambahan enzim depolimerisasi (mukopolisakarase) telah dipelajari untuk
meningkatkan penetrasi beberapa zat aktif.
Disebut kisaran leleh makro, dan uji ini merupakan suatu ukuran waktu yang
diperlukan suppositoria untuk meleleh sempurna bila dicelupkan dalam penangas
air dengan temperature tetap ( 37o C ). Sebaliknya uji kisaran leleh mikro adalah
kisaran leleh yang diukur dalam pipa kapilernya untuk basis lemak. Alat yang biasa
digunakan untuk mengukur kisaran leleh sempurna dari suppositoria adalah suatu
alat desintegrasi tablet USP. Suppositoria dicelupkan seluruhnya dalam penangas
air yang konstan dan waktu yang diperlukan suppositoria untuk meleleh
sempurna atau menyebar dalam air sekitarnya diukur.
Pada penglepasan obat secara in vitro diukur dengan menggunakan alat kisaran
leleh yang sama. Jika volume air yang mengelilingi suppositoria diketahui, maka
dengan mengukur alikuat air untuk massa obat yang dikandung pada berbagai
internal dalam periode meleleh, suatu kurva waktu terhadap kandungan obat.
Suatu modifikasi dari metode yang dikembangkan oleh Krowezynski adalah uji
suppositoria akhir lain yang berguna. Uji tersebut terdir dari pipa U yang sebagain
dicelupkan ke dalam penangas air yang bertemperatur konstan. Penyempitan
pada salah satu sisi menahan suppositoria tersebut pada tempatnya dala pipa “ uji
melunak “ mengukur waktu yang diperlukan suppositoria rectal untuk mencair
dalam alat yang disesuaikan dengan kondisi in vivo. Suatu penyaringan melalui
selaput semi permeable yakni pipa selofan, diikat pada kedua ujung kondensor
dengan mesing – masing terbuka.
3. Uji Kehancuran
4. Uji Disolusi.
e. Uji kekerasan
Digunakan alat penguji kekerasan suppositoria. Alat penguji kekerasan
mempunyai sebuah kamar, yang pada bagian atasnya melekat sebuah
dudukan. Kamar mengandung suatu peralatan dengan perlengkapan bahan
buatan yang dapat ditukar untuk pengambilan suppositoria yang diuji, yang
secara bersamaan berlaku sebagai pengarahan untuk suatu untaian. Untaian
diperpanjang dan memiliki massa dasar dari 600 gram.
Untaian dipasang hati-hati dan kamar penguji ditutup menggunakan lempeng
kaca. Pencatat waktu (stopwatch) disiapkan
Kemudian dimulai memberi beban (600 g) sebagai masa dasar pada
suppositoria dan pada saat yang sama pencatat waktu dijalankan.
Beban ditambahkan 200 g tiap interval 1 menit selama suppositoria belum
hancur. Pencatat waktu dihentikan bila suppositoria sudah hancur (beban telah
sampai pada batas yang ditentukan).
Percobaan tersebut dilakukan untuk masing-masing suppositoria sebanyak 3
kali. Waktu dan beban yang diperlukan dicatat seehingga masing-masing
suppositoria hancur.
Pembacaan beban sbb:
Antara 0 – 20 detik : beban tambahan dianggap tidak ada
Antara 21 – 40 detik : beban tambahan dihitung setengahnya
Antara 41 – 60 detik : beban tambahan dihitung penuh
3.1. Kesimpulan
Suppositoria dapat bertindak sebagai pelindung jaringan setempat, sebagai
pembawa zat terapetik yang bersifat lokal atau sistemik. Bahan dasar suppositoria yang
umum digunakan adalah lemak coklat, gelatin tergliserinasi, minyak nabati
terhidrogenasi, campuran polietilen glikol berbagai bobot molekul, dan ester asam
lemak polietilen glikol.
Bahan dasar suppositoria yang digunakan sangat berpengaruh pada pelepasan
zat terapetik. Lemak coklat cepat meleleh pada suhu tubuh dan tidak tercampurkan
dengan cairan tubuh, oleh karena itu menghambat difusi obat yang larut dalam lemak
pada tempat diobati. Polietilen glikol adalah bahan dasar yang sesuai untuk beberapa
antiseptik. Jika diharapkan bekerja secara sistemik, lebih baik menggunakan bentuk ionik
dari pada nonionik, agar diperoleh ketersediaan hayati yang maksimum. Meskipun obat
bentuk nonionik dapat dilepas dari bahan dasar yang dapat bercampur dengan air,
seperti gelatin tergliserinasi dan polietilen glikol, bahan dasar ini cenderung sangat
lambat larut sehingga menghambat pelepasan. Bahan pembawa berminyak seperti
lemak coklat jarang digunakan dalam sediaan vagina, karena membentuk residu yang
tidak dapat diserap, Sedangkan gelatin tergliserinasi jarang digunakan melalui rektal
karena disolusinya lambat. Lemak coklat dan penggantinya (lemak keras) lebih baik
untuk menghilangkan iritasi, seperti pada sediaan untuk hemoroid internal.
Kelebihan supositoria :
1. Pasien tidak dapat menggunakan rute oral.
2. Pasien mengalami masalah dengan saluran pencernaan spt. Nausea.
3. Pasien tidak sadar (unconscious).
4. Katagori khusus, seperti bayi, lanjut usia, gangguan mental.
5. Obat tidak cocok diberikan dengan rute oral.
6. Obat yang menghasilkan efek samping pada GI
7. Obat tidak stabil pada pH GI
8. Obat yang rentan terhadap enzim pada GI
9. Obat yang mempunyai rasa tidak enak
Kerugian suppositoria:
1. Penggunaan tidak nyaman
2. Terjadinya variasi pada proses absorpsi
3. Mengiritasi mukus yang disebabkan oleh beberapa obat atau basisnya
Berdasarkan buku Aulton’s Pharmacetics dan Lachman Industri, diketahui bahawa untuk
evaluasi suppositoria dapat dilakukan dengan pengujian :
Uji Organoleptik
Uji keseragaman Bobot
Uji titik lebur
Uji Waktu Leleh
3.2. Saran
Hal hal yang perlu diperhatikan dalam formulasi
1. Pemilihan Obat / Zat Aktif
Sifat dari zat aktif yang mempengaruhi pengembangan produk suppositoria:
A. Sifat fisik
B. Densitas Bulk
C. Kelarutan (Solubilitas)
2. Pemilihan Basis
Peran utama basis suppositoria:
a. Menjadikan zat aktif tertentu dapat dibuat dalam bentuk suppositoria yang tepat
dengan karakteristik fisikokimia zat aktif dan keinginan formulator
b. Basis digunakan untuk mengatur penghantaran pengobatan pada tempat
absorpsinya.
• Ansel dan Prince. 2006. Kalkulasi Farmasetik: Panduan untuk Apoteker. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta
• Lachman L. Et al. The Theory and Practice of Industrial Pharmacy, Lea & Febiger,
1986, hal 59,76,320.
• farmasiblogku.blogspot.com