TENTANG
PERKAWINAN
TUGAS
CAPAIAN 1 (CP1)
PENEMUAN HUKUM
MAGISTER KENOTARIATAN
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NAROTAMA SURABAYA
2019
Undang-undang No 1 Tahun 1974
Tentang
Perkawinan
Berkaitan dengan asas hukum, tiap aturan hukum itu berakar pada suatu asas
hukum, yakni ‘suatu nilai yang diyakini berkaitan dengan penataan masyarakat
secara tepat dan adil’. Mengutip Paul Scholten, ia mengatakan bahwa asas hukum
adalah ‘pikiran-pikiran dasar yang terdapat di dalam dan di belakang sistem
hukum, masing-masing dirumuskan dalam aturan-aturan perundang-undangan dan
putusan-putusan hakim, yang berkenaan dengannya ketentuan-ketentuan dan
putusan-putusan individual tersebut dapat dipandang sebagai penjabarannya’.
Selain asas-asas hukum yang bersifat umum di atas, pada setiap bidang hukum
terdapat berbagai asas hukum yang bersifat khusus. Dalam bidang hukum perdata
misalnya, dikenal asas kebebasan berkontrak, atau dalam bidang hukum tata negara
dikenal adanya asas pembagian atau pemisahan kekuasaan, dalam bidang hukum
administrasi dikenal asas-asas umum pemerintahan yang baik, dan sebagainya.
Kekaburan Norma
Sebagai contoh, selama ini dalam hukum perkawinan dikenal asas bahwa anak
yang lahir di luar perkawinan, hanya memiliki hubungan keperdataan dengan ibu
kandung (dan keluarga ibunya). Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-
VIII/2010 tentang pengujian Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan, mengubah asas yang mendasari Pasal 43 ayat (1) undang-undang
tersebut secara fundamental. Putusan tersebut menegaskan bahwa anak yang lahir
di luar perkawinan, tidak hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan
keluarga ibunya, namun juga dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat
dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain
menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan
keluarga ayahnya (vide Putusan Nomor 46/PUU-VIII/2010, hlm. 37).
Konflik Norma
Harta Dalam Perkawinan Menurut KUH Perdata dan UU Perkawinan
Pada dasarnya harta yang didapat selama perkawinan menjadi satu, menjadi harta
bersama. Di dalam Pasal 119 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH
Perdata”) disebutkan:
Sejak saat dilangsungkannya perkawinan, maka menurut hukum
terjadi harta bersama menyeluruh antara suami isteri, sejauh tentang hal
itu tidak diadakan ketentuan-ketentuan lain dalam perjanjian perkawinan.
Harta bersama itu, selama perkawinan berjalan, tidak boleh ditiadakan
atau diubah dengan suatu persetujuan antara suami isteri.
Lebih lanjut, setelah bubarnya harta bersama, kekayaan bersama mereka dibagi
dua antara suami dan isteri, atau antara para ahli waris mereka, tanpa
mempersoalkan dari pihak mana asal barang-barang itu.[1]
Menjawab pertanyaan Anda soal hal-hal yang diatur dalam Perjanjian Perkawinan,
materi yang diatur dalam perjanjian tergantung pada pihak-pihak calon suami-calon
istri, asal tidak bertentangan dengan hukum, undang-undang, agama, dan kepatutan
atau kesusilaan.
Perjanjian perkawinan kini boleh dibuat pada waktu, sebelum, atau selama dalam
ikatan perkawinan. Hal ini telah diatur dalam Pasal 29 UU Perkawinan
jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015:
(1) Pada waktu, sebelum dilangsungkan, atau selama dalam ikatan
perkawinan, kedua belah pihak atas persetujuan bersama dapat
mengajukan perjanjian tertulis yang disahkan oleh Pegawai pencatat
perkawinan atau notaris, setelah mana isinya berlaku juga terhadap
pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut.
(2) Perjanjian tersebut tidak dapat disahkan bilamana melanggar batas-
batas hukum, agama dan kesusilaan.
(3) Perjanjian tersebut mulai berlaku sejak perkawinan dilangsungkan,
kecuali ditentukan lain dalam Perjanjian Perkawinan.
(4) Selama perkawinan berlangsung, perjanjian perkawinan dapat
mengenai harta perkawinan atau perjanjian lainnya, tidak dapat diubah
atau dicabut, kecuali bila dari kedua belah pihak ada persetujuan untuk
mengubah atau mencabut, dan perubahan atau pencabutan itu tidak
merugikan pihak ketiga.
Dasar hukum:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.