Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pancasila adalah lima nilai dasar luhur yang ada dan berkembang bersama
dengan bangsa Indonesia sejak dahulu. Sejarah merupakan deretan peristiwa yang
saling berhubungan. Peristiwa-peristiwa masa lampau yang berhubungan dengan
kejadian masa sekarang dan semuanya bermuara pada masa yang akan datang.
Hal ini berarti bahwa semua aktivitas manusia pada masa lampau berkaitan dengan
kehidupan masa sekarang untuk mewujudkan masa depan yang berbeda dengan
masa yang sebelumnya.
Dasar Negara merupakan alas atau fundamen yang menjadi pijakan dan
mampu memberikan kekuatan kepada berdirinya sebuah Negara. Negara Indonesia
dibangun juga berdasarkan pada suatu landasan atau pijakan yaitu pancasila.
Pancasila, dalam fungsinya sebagai dasar Negara, merupakan sumber kaidah
hukum yang mengatur Negara Republik Indonesia, termasuk di dalamnya seluruh
unsur-unsurnya yakni pemerintah, wilayah, dan rakyat. Pancasila dalam
kedudukannya merupakan dasar pijakan penyelenggaraan Negara dan seluruh
kehidupan Negara Replubik Indonesia.
Pancasila sebagai dasar Negara mempunyai arti yaitu mengatur
penyelenggaraan pemerintahan. Konsekuensinya adalah Pancasila merupakan
sumber dari segala sumber hukum. Hal ini menempatkan pancasila sebagai dasar
Negara yang berarti melaksanakan nilai-nilai Pancasila dalam semua peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, sudah seharusnya semua
peraturan perundang-undangan di Negara Republik Indonesia bersumber pada
Pancasila.
B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini penulis mengidentifikasiakan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Pengertian pancasila?
2. Pancasila dalam konteks sezarah ?

C. Tujuan Makalah
1. Menjelaskan Pengertian pancasila.
2. Menjelaskan Pancasila dalam konteks sezarah.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian pancasila.
Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia. Nama ini terdiri dari dua
kata dari Sanskerta: pañca berarti lima dan śīla berarti prinsip atau asas. Pancasila
merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi
seluruh rakyat Indonesia. Lima sendi utama penyusun Pancasila adalah Ketuhanan
Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia,
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,
dan tercantum pada paragraf ke-4 Preambule (Pembukaan) Undang-undang Dasar
1945. Meskipun terjadi perubahan kandungan dan urutan lima sila Pancasila yang
berlangsung dalam beberapa tahap selama masa perumusan Pancasila pada tahun
1945, tanggal 1 Juni diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila.

B. Pancasila dalam konteks sezarah.


a. Zaman prasezarah
Zaman prasejarah di Indonesia meliputi zaman batu tua
(palaeolithikum), zaman batu muda (neolithikum), zaman batu besar
(megalithikum). Pada zaman-zaman tersebut, manusia telah dapat memenuhi
kebutuhan hidupnya dengan hidup bersama-sama dengan manusia-manusia
lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa manusia pada zaman prasejarah telah
mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam membentuk kesatuan yang
menjalani hidupnya bersama-sama.
Zaman batu tua (palaeolithikum) ±600.000 tahun yang lalu hidup
manusia jenis Pithecanthropus Erectus (manusia kera yang berdiri).
Kehidupan manusia pada masa ini masih nomaden dan melengkapi hidupnya
dengan peralatan yang terbuat dari batu yang masih kasar (belum
dihaluskan). Kehidupan menetap mereka mulai pada zaman peralihan batu
tua dan batu muda, yaitu mesolithikum.

Selanjutnya pada zaman batu muda (neolithikum), manusia telah


mampu membuat peralatan dari batu yang telah diasah, membuat anyaman,
berbagai jenis kapak (kapak lonjong dan kapak persegi), dan kerajinan
tangan. Mereka juga sudah mulai hidup berdagang, berlayar, beternak dan

2
bercocok tanam. Pada zaman ini telah dilakukan pencarian dan pengumpulan
bahan makanan.

Zaman batu besar (megalithikum) merupakan zaman dengan


kebudayaan menghasilkan bangunan-bangunan yang terbuat dari batu-batu
besar. Yang dihasilkan pada zaman ini adalah menhir (tiang/tugu tempat
memuja arwah nenek moyang), dolmen (meja batu berkaki menhir sebagai
tempat sesajen untuk arwah nenek moyang), sarchopagus (peti batu
bertutup), punden berundak-undak (nagunan berundak-undak sebagai tempat
pemujaan), dan arca (lambang pujaan).

Penyebaran nenek moyang di Indonesia adalah secara merantau


hingga ke pulau-pulau yang terbatas oleh laut. Sehingga terbentuk
kebudayaan secara turun-temurun sebagian bangsa Indonesia adalah pelaut
dan sebagian adalah pengerajin, pedagang dan petani. Selain itu, bangsa
Indonesia pada zaman prasejarah telah menganut sistem kepercayaan.
Dengan demikian zaman prasejarah di Indonesia dapat dikatakan
memberikan andil dalam pengembangan nilai-nilai Pancasila.

b. Sezarah pancasila pada masa kerajaan.


1. Kerajaan Kutai
Indonesia memasuki zaman sejarah pada tahun 400M, dengan
ditemukannya prasasti yang berupa 7 yupa (tiang batu). Berdasarkan
prasasti tersebut dapat diketahui bahwa raja Mulawarman keturunan dari
raja Aswawarman ketrurunan dari Kudungga. RajaMulawarman menurut
prasasti tersebut mengadakan kenduri dan memberi sedekah kepada
para Brahmana, dan para Brahmana membangun yupa itu sebagai tanda
terimakasih raja yang dermawan (Bambang Sumadio, dkk.,1977 : 33-32).
Masyarakat kutai yang membuka zaman sejarah Indonesia pertama kalinya
ini menampilkan nilai-nilai sosial politik dan ketuhanan dalam bentuk

3
kerajaan, kenduri, serta sedekah kepada para Brahmana. Dalam zaman kuno
(400-1500) terdapat dua kerajaan yang berhasil mencapai integrasi dengan
wilayah yang meliputi hampir separoh Indonesia dan seluruh
wilayah Indonesia sekarang yaitu kerajaan Sriwijaya di Sumatra danMajapahit
yang berpusat di Jawa.

2. Kerajaan sriwijaya
Menurut Mr. M. Yamin bahwaberdirinya negara kebangsaan Indonesia
tidak dapat dipisahkan dengan kerajaan-kerajaan lama yang merupakan
warisan nenek moyang bangsa Indonesia. Negara kebangsaaan Indonesia
terbentuk melalui tiga tahap yaitu : pertama, zamanSriwijaya di bawah
wangsa Syailendra (600-1400), yang bercirikan kedatuan. Kedua, negara
kebangsaan zamanMajapahit (1293-1525) yang bercirikan keprabuan, kedua
tahap tersebut merupakan negara kebangsaan Indonesia lama. Kemudian
ketiga, kebangsaan modern yaitu negara bangsa Indonesia merdeka
(sekarang negara proklamasi 17 agustus 1945) (sekretariat negara RI 1995
:11).
Pada abad ke VII munculah suatu kerajaan di Sumatra yaitu
kerajaanWijaya, di bawah kekuasaaan bangsaSyailendra. Hal ini
termuat dalam prasastiKedudukan Bukit di kaki bukit Sguntang
dekat Palembang yang bertarikh 605 caka atau 683 M., dalam
bahasa melayu kuno huruf Pallawa. Kerajaan itu adalah kerajaan Maritim
yang mengandalkan kekuatan lautnya, kunci-kunci lalu-lintas laut di sebelah
barat dikuasainya seperti selat Sunda (686), kemudian selat Malaka(775).
Pada zaman itu kerjaan Sriwijaya merupakan kerajaan besar yang cukup
disegani di kawasan asia selatan. Perdagangan dilakukan dengan
mempersatukan pedagang pengrajin dan pegawai raja yang disebut Tuhan
An Vatakvurah sebagai pengawas danpengumpul semacam koperasi
sehingga rakat mudah untuk memasarkan dagangannya (Keneth R. Hall,
1976 : 75-77). Demikian pula dalam sistem pemerintahaannya terdapat
pegawai pengurus pajak, harta benda, kerajaan, rokhaniawan yang menjadi
pengawas teknis pembangunan gedung-gedung dan patung-patung suci
sehingga pada saat itu kerajaan dalam menjalankan sistem negaranya tidak
dapat dilepaskan dengan nilai Ketuhanan (Suwarno, 1993, 19).
Agama dan kebudayaan dikembangkan dengan mendirikan suatu universitas
agama Budha, yang sangat terkenal di negara lain di Asia. Banyak musyafir

4
dari negara lain misalnya dariCina belajar terlebih dahulu di universitas
tersebut terutama tentang agam Budha dan bahasa Sansekerta sebelum
melanjutkan studinya ke India. Malahan banyak guru-guru besar tamu
dari India yang mengajar di Sriwijaya misalnyaDharmakitri. Cita-cita tentang
kesejahteraan bersama dalam suatu negara adalah tercemin pada
kerajaanSriwijaya tersebut yaitu berbunyi‘marvuat vanua criwijaya dhayatra
subhiksa’ (suatu cita-cita negara yang adil dan makmur) (Sulaiman, tanpa
tahun : 53).

3. Zaman Kerajaan sebelum Majapahit


nasionalisme, telah muncul kerajaan-kerajaan di JawaTengah
dan Jawa Timur secara silih berganti. Kerajaan Kalingga pada abad ke
VII, Sanjaya pada abad ke VIII yang ikut membantu
membangun candi Kalasan untuk Dewa Tara dan sebuah wihara untuk
pendeta Budha didirikan di JawaTengah bersama dengan dinastiSyailendra
(abad ke VII dan IX). Refleksi puncak dari Jawa Tengah dalam periode-
periode kerajaan-kerajaan tersebut adalah dibangunnya candi Borobudur
(candi agama Budha pada abad ke IX), dan candi Prambanan (candi agama
Hindhu pada abad ke X).
Selain kerajaan-kerajaan di JawaTengah tersebut di Jawa Timur
muncullah kerajaan-kerajaan Isana (pada abad ke IX), Darmawangsa (abad
ke X) demikian juga kerajaan Airlanga pada abad ke XI. Raja Airlangga
membuat bangunan keagamaan dan asrama, dan raja ini memiliki sikap
toleransi dalam beragama. Agama yang diakui oleh kerajaan adalah
agama Budha , agama Wisnu dan agamaSyiwa yang hidup berdampingan
secara damai (Toyyibin, 1997 : 26). Menurut prasasti Kelagen, Raja Airlangga
teelah mengadakan hubungan dagang dan bekerja sama dengan Benggala,
Chola dan Champa hal ini menunjukkan nilai-nilai kemanusiaan. Demikian
pula Airlangga mengalami penggemblengan lahir dan batin di hutan dan
tahun 1019 para pengikutnya, rakyat dan para Brahmana bermusyawarah
dan memutuskan untuk memohon Airlangga bersedia menjadi raja,
meneruskan tradisi istana, sebagai nilai-nilai sila keempat. Demikian pula
menurut prasasti Kelagen, pada tahun 1037, raja Airlangga memerintahkan
untuk membuat tanggul dan waduk demi kesejahteraan rakyat yang
merupakan nilai-nilai sila kelima (Toyyibin, 1997 : 28-
29). Di wilayahKediri Jawa Timur berdiri pula kerajaan Singasari (pada abad

5
ke XIII), yang kemudian sangat erat hubungannya dengan berdirinya
kerajaan Majapahit.
4. Kerajaan Majapahit
Pada tahun 1923 berdirilah kerajaanMajapahit yang mencapai zaman
keemasannya pada pemerintahan raja Hayam Wuruk
dengan Mahapatih Gajah Mada yang di bantu oleh Laksamana Nala dalam
memimpin armadanya untuk menguasai nusantara. Wilayah
kekuasaan Majapahit semasa jayanya itu membentang dari
semenanjung Melayu (Malaysia sekarang) sampai Irian Barat
melalui Kalimantan Utara.
Pada waktu itu agama Hindu danBudha hidup berdampingan dengan
damai dalam satu kerajaan. Empu Prapanca menulisNegarakertagama.
Dalam kitab tersebut telah terdapat istilah “Pancasila”. Empu tantular
mengarang buku Sutasoma, dan didalam buku itulah kita jumpai seloka
persatuan nasional, yaitu“Bhineka TunggalIka”, yang bunyi
lengkapnya“BhinekaTunggal Ika Tan Hana DharmaMangrua”, artinya
walaupun berbeda , namun satu jua adanya sebab tidak ada agama yang
memiliki tuhan yang berbeda.
Sumpah Palapa yang diucapkan oleh Mahapatih Gaja Mada dalam sidang
ratu dan menteri-menteri di pasebankeprabuan Majapahit pada tahun 1331,
yang berisi cita-cita mempersatukan seluruh nusantara raya sebagai berikut :
“Saya baru akan berhentui berpuasa makan pelapa, jikalau seluruh nusantara
bertakluk dibawah kekuasaan negara,jikalau Gurun, Seram,Tanjung, Haru, P
ahang, Dempo, Bali, Sunda,Palembang dan Tumasik telah
dikalahkan”(Yamin, 1960 : 60).
Dalam tata pemerintahan kerajaanMajapahit terdapat semacam
penasehat seperti Rakryan I Hino , I Sirikan, dan I Halu yang bertugas
memberikan nasehat kepada raja, hal ini sebagai nilai-nilai musyawarah
mufakat yang dilakukan oleh sistem pemerintahan kerajaan Majapahit.

c. Pancasila Era Pra Kemerdekaan


1. Asal mula Pancasila secara budaya
Menurut Sunoto (1984) melalui kajian filsafat Pancasila, menyatakan bahwa
unsur-unsur Pancasila berasal dari bangsa Indonesia sendiri, walaupun
secara formal Pancasila baru menjadi dasar Negara Republik Indonesia pada

6
tanggal 18 Agustus 1945, namun jauh sebelum tanggal tersebut bangsa
Indonesia telah memiliki unsur-unsur Pancasila dan bahkan melaksanakan di
dalam kehidupan merdeka. Sejarah bangsa Indonesia memberikan bukti yang
dapat kita cari dalam berbagai adat istiadat, tulisan, bahasa, kesenian,
kepercayaan, agama dan kebudayaan pada umumnya. (Sunoto, 1984: 1).
Dengan rinci Sunoto menunjukkan fakta historis, diantaranya adalah :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa : bahwa di Indonesia tidak pernah ada
putus-putusnya orang percaya kepada Tuhan.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab : bahwa bangsa Indonesia
terkenal ramah tamah, sopan santun, lemah lembut dengan sesama
manusia.
3. Persatuan Indonesia : bahwa bangsa Indonesia dengan ciri-cirinya
guyub, rukun, bersatu, dan kekeluargaan.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan : bahwa unsur-unsur demokrasi sudah ada
dalam masyarakat kita.
5. Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia : bahwa bangsa
Indonesia dalam menunaikan tugas hidupnya terkenal lebih bersifat social
dan berlaku adil terhadap sesama.

Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia, ditetapkan pada


tanggal 18 Agustus 1945 sebagai dasar negara, maka nilai-nilai kehidupan
berbangsa, bernegara dan berpemerintahan sejak saat itu haruslah
berdasarkan pada Pancasila, namun pada kenyataannya, nilai-nilai yang
ada dalam Pancasila telah dipraktekkan oleh nenek moyang bangsa
Indonesia dan kita praktekkan hingga sekarang. Hal ini berarti bahwa
semua nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila telah ada dalam
kehidupan rakyat Indonesia sejak zaman nenek moyang.

2. Teori nilai budaya


Bangsa Indonesia mengakui bahwa Pancasila telah ada dan
dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari sejak bangsa Indonesia itu ada.
Keberadaan Pancasila masih belum terumuskan secara sistematis seperti
sekarang yang dapat kita lihat. Pancasila pada masa tersebut identik dengan
nilai-nilai luhur yang dianut bangsa Indonesia sebagai nilai budaya. Nilai
budaya merupakan pedoman hidup bersama yang tidak tertulis dan
merupakan kesepakatan bersama yang diikuti secara suka rela.
Nilai budaya merupakan suatu upaya untuk menjawab persoalan-
persoalan yang cukup vital dalam kehidupan manusia. Nilai budaya

7
merupakan cara manusia menjawab baik secara pribadi atau masyarakat
terhadap masalah-masalah yang mendasar di dalam hidupnya. Nilai tersebut
merupakan suatu sistem yang di dalamnya terdiri dari konsepsi-konsepsi
yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat, mengenai
hal-hal yang harus mereka anggap amat bernilai dalam hidup.
(Koentjaraningrat, 1974: 32). Nilai budaya akan mempengaruhi pandangan
hidup, sistem normatif moral dan seterusnya hingga akhirnya pengaruh itu
sampai pada hasil tindakan manusia.
Nilai budaya dengan masing-masing orientasinya akan mempengaruhi
pandangan hidup. Pandangan hidup adalah sesuatu yang dipakai oleh
masyarakat dalam menentukan nilai kehidupan. Pandangan hidup
sebenarnya meliputi bagaimana masyarakat memandang aspek hubungan
dalam hidup dan kehidupan yakni hubungan manusia dengan yang
transenden, hubungan dengan diri sendiri, dan hubungan manusia dengan
sesama makhluk lain. Dalam bahasa Notonagoro dikenal istilah-istilah
kedudukan kodrat, susunan kodrat, sifat kodrat manusia. Dari sini dapat
disimpulkan bahwa manusia mempunyai tiga kecenderungan mendasar yaitu
theo-genetis, bio-genetis, dan sosio-genetis.
3. Asal mula pancasila secara formal
A.T. Soegito (1999: 32) dengan mengutip beberapa sumber bacaan
menjelaskan bahwa mengenal diri sendiri berarti mengetahui apa yang
dapat dilakukannya, dan tak seorang pun akan tahu apa yang dapat
dilakukannya sebelum dia mencoba, satu-satunya petunjuk yang dapat
ditemukan untuk mengetahui sesuatu yang dapat dilakukan manusia adalah
dengan mengetahui kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan oleh manusia
yang terdahulu. Oleh karena itu, nilai sejarah terletak pada kenyataan bahwa
ia mengajarkan apa yang telah dilakukan oleh manusia dan dengan
demikian apa sesungguhnya manusia. Tanpa mengetahui sejarah,
seseorang tidak dapat memperoleh pengertian kualitatif dari gejala-gejala
sosial yang ada. Secara rinci Sartono Kartodirdjo menjelaskan bahwa fungsi
pengajaran sejarah nasional Indonesia meliputi : 1. Membangkitkan
perhatian serta minat kepada sejarah tanah airnya; 2. Mendapatkan inspirasi
dari cerita sejarah; 3. Memupuk alam pikiran ke arah kesadaran sejarah; 4.
Memberi pola pikiran ke arah kesadaran sejarah; 5. Mengembangkan pikiran
penghargaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan.
Dalam memahami sejarah perjuangan bangsa Indonesia yang terkait
dengan Pancasila, Dardji Darmodihardjo mengajukan kesimpulan bahwa
nilai-nilai Pancasila telah menjiwai tonggak-tonggak sejarah nasional
Indonesia yaitu 1. Cita- cita luhur bangsa Indonesia yang diperjuangkan
untuk menjadi kenyataan; 2. Perjuangan bangsa Indonesia tersebut

8
berlangsung berabad-abad, bertahap dan menggunakan cara yang
bermacam-macam; 3. Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945
merupakan titik kulminasi sejarah perjuangan bangsa Indonesia yang dijiwai
oleh pancasila; 4. Pembukaan UUD 1945 merupakan uraian terperinci dari
Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945; 5. Empat pokok pikiran dalam
Pembukaan UUD 1945; paham negara persatuan, negara bertujuan
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, negara
berdasarkan kedaulatan rakyat, negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab; 6. Pasal-pasal
UUD 1945 merupakan uraian terperinci dari pokok-pokok yang terkandung
di dalam Pembukaan UUD 1945 yang berjiwakan Pancasila; 7. Maka
penafsiran sila-sila pancasila harus bersumber, berpedoman dan berdasar
kepada Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945. (Dardji Darmodihardjo,
1978: 40).
Secara historis rumusan- rumusan Pancasila dapat dibedakan dalam
tiga kelompok (Bakry, 1998: 20) :
1. Rumusan Pancasila yang terdapat dalam sidang-sidang Badan
Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang
merupakan tahap pengusulan sebagai dasar negara Republik Indonesia,
termasuk Piagam Djakarta.
2. Rumusan Pancasila yang ditetapkan oleh Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia sebagai dasar filsafat Negara Indonesia yang
sangat erat hubungannya dengan Proklamasi Kemerdekaan.
3. Beberapa rumusan dalam perubahan ketatanegaraan Indonesia
selama belum berlaku kembali rumusan Pancasila yang terkandung dalam
Pembukaan UUD 1945.
4. Masa Pengusulan
Dalam sidang Teiku Gikoi (Parlemen Jepang) pada tanggal 7
September 1944, perdana menteri Jepang Jendral Kuniaki Koisi, atas nama
pemerintah Jepang mengeluarkan janji kemerdekaan Indonesia yang akan
diberikan pada tanggal 24 Agustus 1945, sebagai janji politik. Sebagai
realisasi janji ini, pada tanggal 1 Maret 1945 Jepang mengumumkan akan
dibentuknya Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai). Badan ini baru terbentuk pada
tanggal 29 April 1945.
Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
dilantik pada tanggal 28 Mei 1945 oleh Gunseikan (Kepala Pemerintahan bala
tentara Jepang di Jawa), dengan susunan sebagai berikut Ketua Dr. KRT.
Radjiman Wedyodiningrat, ketua muda Ichibangase Yosio (anggota luar

9
biasa, bangsa Jepang), Ketua Muda R. Panji Soeroso (merangkap Tata
Usaha), sedangkan anggotanya berjumlah 60 orang tidak termasuk ketua dan
ketua muda.
Adanya badan ini memungkinkan bangsa Indonesia dapat
mempersiapkan kemerdekaannya secara legal, untuk merumuskan syarat-
syarat apa yang harus dipenuhi sebagai negara yang merdeka. Oleh karena
itu, peristiwa ini dijadikan sebagai suatu tonggak sejarah perjuangan bangsa
Indonesia dalam mencapai cita-citanya.
Badan penyelidik ini mengadakan sidang hanya dua kali. Sidang
pertama pada tanggal 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945, sedangkan sidang
kedua pada tanggal 10 Juli sampai dengan 17 Juli 1945.
5. Masa Sidang Pertama BPUPKI
Pada sidang pertama pada tanggal 29 Mei 1945 M. Yamin
mengemukakan usul yang disampaikan dalam pidatonya yang berjudul asas
dan dasar negara Kebangsaan Indonesia di hadapan sidang lengkap
BPUPKI. Beliau mengusulkan dasar negara bagi Indonesia Merdeka yang
akan dibentuk meliputi Peri kebangsaan, peri kemanusiaan, peri Ketuhanan,
peri kerakyatan, dan kesejahteraan rakyat.
Selain usulan dalam bentuk pidato, usulan M. Yamin juga disampaikan
dalam bentuk tertulis tentang lima asas dasar negara dalam rancangan
Pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia yang berbeda
rumusan kata-kata dan sistematikanya dengan isi pidatonya. Rumusannya
yang tertulis adalah sebagai berikut :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa,
2. Kebangsaan Persatuan Indonesia,
3. Rasa Kemanusiaan yang Adil dan Beradab,
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan,
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Tangaal 31 Mei 1945 Soepomo mengusulkan perihal yang pada


dasarnya bukan dasar negara merdeka, akan tetapi tentang paham
negaranya yaitu negara yang berpaham integralistik. Soepomo
mengusulkan tentang dasar pemikiran negara nasional bersatu yang akan
didirikan harus berdasarkan atas pemikiran integralistik tersebut yang
sesuai dengan struktur sosial Indonesia sebagai ciptaan budaya bangsa
Indonesia yaitu: struktur kerohanian dengan cita-cita untuk persatuan
hidup, persatuan kawulo gusti, persatuan dunia luar dan dunia batin, antara

10
mikrokosmos dan makrokosmos, antara rakyat dan pemimpin-
pemimpinnya.
Syarat mutlak bagi adanya negara menurut Soepomo adalah adanya
daerah, rakyat, dan pemerintahan. Mengenai dasar dari negara Indonesia
yang akan didirikan, ada tiga persoalan yaitu:
1. Persatuan negara, negara serikat, persekutuan negara
2. Hubungan antara negara dan agama,
3. Republik atau monarchie.

Pada hari berikutnya, tanggal 1 juni 1945 Ir. Soekarno juga


mengusulkan lima dasar bagi negara Indonesia yang disampaikan melalui
pidatonya mengenai Dasar Indonesia merdeka. Lima dasar itu atas
petunjuk seseorang ahli bahasa yaitu Mr. M. Yamin. Lima dasar yang
diajukan Bung Karno ialah Kebangsaan Indonesia, Internasionalisme atau
perikemanusiaa, Mufakat atau demokrasi, Kesejahteraan sosial, Ketuhanan
yang berkebudayaan. Lima rumusan tersebut menurutnya dapat diringkas
menjadi tiga rumusan yang diberi nama Tri-Sila yaitu dasar pertama,
kebangsaan dan perikemanusiaan (nasionalisme dan internasionalisme)
diringkas menjadi satu diberi nama sosio-nasionalisme. Dasar kedua,
demokrasi dan kesejahteraan diringkas menjadi menjadi satu dan biberi
nama sosio-demokrasi. Sedangkan dasar yang ketiga, ketuhanan yang
berkebudayaan yang menghormati satu sama lain disingkat menjadi
ketuhanan.
Setelah selesai masa sidang pertama, dengan usulan dasar negara
baik dari M. Yamin dan Soekarno, dan paham negara integralistik dari
Soepomo maka untuk menampung perumusan-perumusan yang bersifat
perorangan, dibentuklah panitia kecil penyelidik usul-usul yang terddiri atas
Sembilan orang yang diketuai oleh Soekarno, yang kemudian disebut
dengan panitia Sembilan.
Pada tanggal 22 Juni 1945, Panitia Sembilan berhasil merumuskan
Rancangan pembukaan Hukum Dasar, yang oleh Mr. M. Yamin dinamakan
Jakarta Charter atau Piagam Jakarta. Di dalam rancangan pembukaan
alinea keempat terdapat rumusan Pancasila yang tata urutannya tersusun
secara sistematis:
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi
pemeluk-pemeluknya
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia

11
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Selain itu, dalam piagam Jakarta pada alenia ketiga juga memuat
rumusan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang pertama
berbunyi “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan
didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang
bebas, maka rakyat Indonesia dengan ini menyatakan
kemerdekaannya”. Kalimat ini merupakan cetusan hati nurani bangsa
Indonesia yang diungkapkan sebelum Proklamasi kemerdekaan, sehingga
dapat disebut sebagai declaration of Indonesian Independence.
6. Masa Sidang Kedua BPUPKI
Masa sidang kedua BPUPKI yaitu pada tanggal 10 Juli sampai dengan
17 Juli 1945, merupakan masa sidang penentuan perumusan dasar negara
yang akan merdeka sebagai hasil kesepakatan bersama. Anggota BPUPKI
dalam masa sidang kedua ini ditambah enam orang anggota baru. Sidang
lengkap BPUPKI pada tanggal 10 Juli 1945 menerima hasil panitia kecil atau
panitia Sembilan yang disebut dengan piagam Jakarta. Disamping menerima
hasil rumusan Panitia Sembilan dibentuk juga panitia-panitia Hukum Dasar
yang dikelompokkan menjadi tiga kelompok panitia perancang Hukum Dasar
yaitu:
1. Panitia Perancang Hukum Dasar diketuai oleh Ir. Soekarno dengan
anggota yang berjumlah 19 orang,
2. Panitia Pembela Tanah Air dengan ketua Abikusno Tjokrosujoso
beranggotakan 23 orang,
3. Panitia Ekonomi dan Keuangan dengan ketua Moh. Hatta bersama 23
orang anggota.
Panitia perancang Hukum Dasar kemudian membentuk lagi panitia
kecil. Perancang Hukum Dasar yang dipimpin oleh Soepomo. Panitia-
panitia kecil itu dalam rapatnya tanggal 11 dan 13 Juli 1945 telah
menyelesaikan tugasnya menyusun Rancangan Hukum Dasar.
Selanjutnya pada tanggal 14 Juli 1945 sidang BPUPKI mengesahkan
naskah rumusan panitia Sembilan yang dinamakan Piagam Jakarta
sebagai Rancangan Pembukaan Hukum Dasar, dan pada tanggal 16 Juli
1945 menerima seluruh Rancangan Hukum Dasar yang sudah selesai
dirumuskan dan di dalamnya juga memuat Piagam Jakarta sebagai
pembukaan.

12
Hari terakhir sidang BPUPKI tanggal 17 Juli 1945, hanya merupakan
sidang penutupan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia secara resmi. Dengan berakhirnya sidang ini
maka selesailah tugas badan tersebut, yang hasilnya akan dijadikan dasar
bagi negara Indonesia yang akan dibentuk sesuai dengan janji Jepang.
Sampai akhir sidang BPUPKI ini rumusan Pancasila dalam sejarah
perumusannya ada empat macam:
1. Rumusan pertama Pancasila adalah usul dari Muh. Yamin pada tanggal 29
Mei 1945, yaitu usul pribadi dalam bentuk pidato,
2. Rumusan kedua Pancasila adalah usul Muh. Yamin tanggal 29 Mei 1945,
yakni usul pribadi dalam bentuk tertulis,
3. Rumusan ketiga Pancasila usul bung Karno tanggal 1 Juni 1945, usul
pribadi dengan nama Pancasila,
4. Rumusan keempat Pancasila dalam piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945,
hasil kesepakatan bersama pertama kali.
Meskipun Pancasila secara formal belum menjadi dasar negara
Indonesia, namun unsur-unsur sila-sila Pancasila yang dimiliki bangsa
Indonesia telah menjadi dorongan perjuangan bangsa Indonesia pada masa
silam. Pada saat proklamasi, semua kekuatan dari berbagai lapisan
masyarakat bersatu dan siap mempertahankan serta mengisi kemerdekaan
yang telah diproklamasikan. Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa
Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 adalah revolusi Pancasila.
Sehari setelah Proklamasi kemerdekaan Indonesia, tepatnya tanggal
18 Agustus 1945, diadakan sidang pleno PPKI untuk membahas Naskah
Rancangan Hukum Dasar yang akan ditetapkan sebagai Undang-Undang
Dasar (1945). Tugas PPKI semula hanya memeriksa hasi sidang BPUPKI,
kemudian anggotanya disempurnakan. Penambahan keanggotaan ini
menyempurnakan kedudukan dan fungsi yang sangat penting sebagai wakil
bangsa Indonesia dalam membentuk negara Republik Indonesia setelah
Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Dalam sidang pertama PPKI
tanggal 18 Agustus 1945 berhasil mengesahkan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia dengan menetapkan (Kaelan, 1993: 43-45) :
1. Piagam Jakarta yang telah diterima sebagai rancangan Mukaddimah
Hukum Dasar oleh BPUPKI pada tanggal 14 Juli 1945 dengan beberapa
perubahan, disahkan sebagai Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia.
2. Rancangan Hukum Dasar yang telah diterima oleh BPUPKI pada tanggal
16 Juli 1945 setelah mengalami berbagai perubahan, disahkan sebagai
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.

13
3. Memilih Presiden dan Wakil Presiden yang pertama, yaitu Ir. Soekarno
sebagai Presiden dan Moh. Hatta sebagai Wakil Presiden.
4. Menetapkan berdirinya Komite Nasional sebagai Badan Musyawarah
darurat.
Dengan disahkan dan ditetapkan Piagam Jakarta sebagai Pembukaan
UUD 1945, maka lima dasar yang diberi nama Pancasila tetap tercantum di
dalamnya. Hanya saja sila Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at
Islam bagi pemeluk-pemeluknya, diubah menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa,
atas prakarsa Drs. Moh. Hatta. Rumusan Pancasila dalam Pembukaan UUD
1945 sebagai rumusan kelima dalam sejarah perumusan Pancasila, dan
merupakan rumusan pertama yang diakui sebagai dasar filsafat negara
secara formal.
Pancasila sebagai dasar negara Indonesia merupakan suatu asas
kerohanian yang meliputi suasana kebatinan atau cita-cita hukum, sehingga
merupakan suatu sumber nilai, norma serta kaidah baik moral maupun hukum
negara, dan menguasai hukum dasar baik yang tertulis atau UUD, maupun
yang tidak tertulis atau konvensi. Oleh karena itu, kedudukan Pancasila
sebagai dasar negara ini memiliki kekuatan yang mengikat secara hukum.
Seluruh bangsa Indonesia tak terkecuali dengan demikian wajib
mengamalkan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
Pancasila sebagai sumber segala sumber hukum Indonesia, ia tercantum
dalam ketentuan tertinggi yaitu Pembukaan UUD 1945 yang diwujudkan lebih
lanjut di dalam pokok pikiran, yang meliputi suasana kebatinan dari UUD
1945, yang pada akhirnya dikonkrietisasikan dalam pasal-pasal UUD 1945
maupun dalam hukum positif lainnya. Konsekuensi kedudukan Pancasila
sebagai dasar negara ini lebih lanjut dapat dirinci sebagai
berikut: Pertama; Pancasila sebagai dasar negara merupakan sumber dari
segala sumber hukum atau sumber tertib hukum Indonesia. Kedua;Pancasila
sebagai dasar negara meliputi suasana kebatinan dari UUD
1945.Ketiga; Pancasila sebagai dasar negara mewujudkan cita-cita hukum
bagi hukum dasar negara Indonesia. Keempat; Pancasila sebagai dasar
negara mengandung norma yang mengharuskan UUD mengandung isi yang
mewajibkan pemerintah maupun para penyelenggara negara untuk
memelihara budi pekerti yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral
rakyat yang luhur.
d. Pancasila Era Kemerdekaan
Dalam perjalanan kehidupan bangsa Indonesia pasca kemerdekaan,
Pancasila mengalami banyak perkembangan. Sesaat setelah kemerdekaan
Indonesia pada 1945, Pancasila melewati masa-masa percobaan demokrasi.

14
Pada waktu itu, Indonesia masuk ke dalam era percobaan demokrasi multi-
partai dengan sistem kabinet parlementer. Partai-partai politik pada masa itu
tumbuh sangat subur, dan proses politik yang ada cenderung selalu berhasil
dalam mengusung kelima sila sebagai dasar negara (Somantri, 2006).
Pancasila pada masa ini mengalami masa kejayaannya. Selanjutnya, pada
akhir tahun 1959, Pancasila melewati masa kelamnya dimana Presiden
Soekarno menerapkan sistem demokrasi terpimpin. Pada masa itu, presiden
dalam rangka tetap memegang kendali politik terhadap berbagai kekuatan
mencoba untuk memerankan politik integrasi paternalistik (Somantri, 2006).
Pada akhirnya, sistem ini seakan mengkhianati nilai-nilai yang ada dalam
Pancasila itu sendiri, salah satunya adalah sila permusyawaratan. Kemudian,
pada 1965 terjadi sebuah peristiwa bersejarah di Indonesia dimana partai
komunis berusaha melakukan pemberontakan. Pada 11 Maret 1965,
Presiden Soekarno memberikan wewenang kepada Jenderal Suharto atas
Indonesia. Ini merupakan era awal orde baru dimana kemudian Pancasila
mengalami mistifikasi. Pancasila pada masa itu menjadi kaku dan mutlak
pemaknaannya. Pancasila pada masa pemerintahan presiden Soeharto
kemudia menjadi core-values (Somantri, 2006), yang pada akhirnya kembali
menodai nilai-nilai dasar yang sesungguhnya terkandung dalam Pancasila itu
sendiri. Pada 1998, pemerintahan presiden Suharto berakhir dan Pancasila
kemudian masuk ke dalam era baru yaitu era demokrasi, hingga hari ini.

e. Pancasila Era Orde Lama


Kedudukan pancasila sebagai idiologi Negara dan falsafah bangsa
yang pernah dikeramatkan dengan sebutan azimat revolusi bangsa, pudar
untuk pertama kalinya pada akhir dua dasa warsa setelah proklamasi
kemerdekaan. Meredupnya sinar api pancasila sebagai tuntunan hidup
berbangsa dan bernegara bagi jutaan orang diawali oleh kahendak seorang
kepala pemerintahan yang terlalu gandrung pada persatuan dan kesatuan.
Kegandrungan tersebut diwujudkan dalam bentuk membangun kekuasaan
yang terpusat, agar dapat menjadi pemimpin bangsa yang dapat
menyelesaikan sebuah revolusi perjuangan melawan penjajah (nekolim,
neokolonialisme) serta ikut menata dunia agar bebas dari penghisapan
bangsa atas bangsa dan penghisapan manusia dengan manusia.
Orde lama berlangsung dari tahun 1959-1966. Pada masa itu berlaku
demokrasi terpimpin. Setelah menetapkan berlakunya kembali UUD 1945,
Presiden Soekarno meletakkan dasar kepemimpinannya. Yang dinamakan
demokrasi terimpin yaitu demokrasi khas Indonesia yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Demokrasi terpimpin
dalam prakteknya tidak sesuai dengan makna yang terkandung didalamnya
dan bahkan terkenal menyimpang. Dimana demokrasi dipimpin oleh
kepentingan-kepentingan tertetu.
Pada masa pemerintahan Orde Lama, kehidupan politik dan
pemerintah sering terjadi penyimpangan yang dilakukan Presiden dan juga
MPRS yang bertentangan dengan pancasila dan UUD 1945. Artinya

15
pelaksanaan UUD1945 pada masa itu belum dilaksanakan sebagaimana
mestinya. Hal ini terjadi karena penyelenggaraan pemerintahan terpusat pada
kekuasaan seorang presiden dan lemahnya control yang seharusnya
dilakukan DPR terhadap kebijakan-kebijakan.
Selain itu, muncul pertentangan politik dan konflik lainnya yang
berkepanjangan sehingga situasi politik, keamanaan dan kehidupan ekonomi
makin memburuk puncak dari situasi tersebut adalah munculnya
pemberontakan G30S/PKI yang sangat membahayakan keselamatan bangsa
dan Negara.
Mengingat keadaan makin membahayakan Ir. Soekarno selaku
presiden RI memberikan perintah kepada Letjen Soeharto melalui Surat
Perintah 11 Maret 1969 (Supersemar) untuk mengambil segala tindakan yang
diperlukan bagi terjaminnya keamanaan, ketertiban dan ketenangan serta
kesetabilan jalannya pemerintah. Lahirnya Supersemar tersebut dianggap
sebagai awal masa Orde Baru.

f. Pancasila Era Orde Baru


Era Orde Baru dalam sejarah republik ini merupakan masa
pemerintahan yang terlama, dan bisa juga dikatakan sebagai masa
pemerintahan yang paling stabil. Stabil dalam artian tidak banyak gejolak
yang mengemuka, layaknya keadaan dewasa ini. Stabilitas yang diiringi
dengan maraknya pembangunan di segala bidang. Era pembangunan, era
penuh kestabilan, menimbulkan romantisme dari banyak kalangan.
Diera Orde Baru, yakni stabilitas dan pembangunan, serta merta tidak
lepas dari keberadaan Pancasila. Pancasila menjadi alat bagi pemerintah
untuk semakin menancapkan kekuasaan di Indonesia. Pancasila begitu
diagung-agungkan; Pancasila begitu gencar ditanamkan nilai dan hakikatnya
kepada rakyat; dan rakyat tidak memandang hal tersebut sebagai sesuatu
yang mengganjal.
Menurut Hendro Muhaimin bahwa Pemerintah di era Orde Baru sendiri
terkesan “menunggangi” Pancasila, karena dianggap menggunakan dasar
negara sebagai alat politik untuk memperoleh kekuasaan. Disamping hal
tersebut, penanaman nilai-nilai Pancasila di era Orde Baru juga dibarengi
dengan praktik dalam kehidupan sosial rakyat Indonesia. Kepedulian
antarwarga sangat kental, toleransi di kalangan masyarakat cukup baik, dan
budaya gotong-royong sangat dijunjung tinggi. Selain penanaman nilai-nilai
tersebut dapat dilihat dari penggunaan Pancasila sebagai asas tunggal dalam
kehidupan berorganisasi, yang menyatakan bahwa semua organisasi, apapun
bentuknya, baik itu organisasi masyarakat, komunitas, perkumpulan, dan
sebagainya haruslah mengunakan Pancasila sebagai asas utamanya.

g. Pancasila Era Reformasi


Memahami peran Pancasila di era reformasi, khususnya dalam konteks
sebagai dasar negara dan ideologi nasional, merupakan tuntutan hakiki agar
setiap warga negara Indonesia memiliki pemahaman yang sama dan akhirnya

16
memiliki persepsi dan sikap yang sama terhadap kedudukan, peranan dan fungsi
Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Pancasila sebagai paradigma ketatanegaraan artinya pancasila menjadi
kerangka berpikir atau pola berpikir bangsa Indonesia, khususnya sebagai dasar
negara ia sebagai landasan kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai
negara hukum, setiap perbuatan baik dari warga masyarakat maupun dari
pejabat-pejabat harus berdasarkan hukum, baik yang tertulis maupun yang tidak
tertulis. Dalam kaitannya dalam pengembangan hukum, Pancasila harus menjadi
landasannya. Artinya hukum yang akan dibentuk tidak dapat dan tidak boleh
bertentangan dengan sila-sila Pancasila. Substansi produk hukumnya tidak
bertentangan dengan sila-sila pancasila.
Pancasila sebagai paradigma pembangunan bidang sosial politik
mengandung arti bahwa nilai-nilai Pancasila sebagai wujud cita-cita Indonesia
merdeka di implementasikan sebagai berikut :
1. Penerapan dan pelaksanaan keadilaan sosial mencakup keadilan politik,
agama, dan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari.
2. Mementingkan kepentingan rakyat / demokrasi dalam pengambilan
keputusan.
3. Melaksanakan keadilaan sosial dan penentuan prioritas kerakyatan
berdasarkan konsep mempertahankan kesatuan.
4. Dalam pelaksanaan pencapaian tujuan keadilan menggunakan
pendekatan kemanusiaan yang adil dan beradab.
5. Nilai-nilai keadilan, kejujuran, dan toleransi bersumber pada nilai ke
Tuhanan Yang Maha Esa.

Pancasila sebagai paradigma nasional bidang ekonomi mengandung


pengertian bagaimana suatu falsafah itu diimplementasikan secara riil dan
sistematis dalam kehidupan nyata. Pancasila sebagai paradigma
pembangunan nasional bidang kebudayaan mengandung pengertian bahwa
Pancasila adalah etos budaya persatuan, dimana pembangunan
kebudayaan sebagai sarana pengikat persatuan dalam masyarakat
majemuk. Oleh karena itu smeboyan Bhinneka Tunggal Ika dan pelaksanaan
UUD 1945 yang menyangkut pembangunan kebudayaan bangsa hendaknya
menjadi prioritas, karena kebudayaan nasional sangat diperlukan sebagai
landasan media sosial yang memperkuat persatuan. Dalam hal ini bahasa
Indonesia adalah sebagai bahasa persatuan.
Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Nasional Bidang Hankam,
maka paradigma baru TNI terus diaktualisasikan untuk menegaskan, bahwa
TNI telah meninggalkan peran sosial politiknya atau mengakhiri dwifungsinya
dan menempatkan dirinya sebagai bagian dari sistem nasional. Pancasila
sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan, dengan memasuki kawasan filsafat
ilmu (philosophy of science) ilmu pengetahuan yang diletakkan diatas

17
pancasila sebagai paradigmanya perlu difahami dasar dan arah
penerapannya, yaitu pada aspek ontologis, epistomologis, dan aksiologis.
Ontologis, yaitu bahwa hakikat ilmu pengetahuan aktivitas manusia yang
tidak mengenal titik henti dalam upayanya untuk mencari dan menemukan
kebenaran dan kenyataan. Ilmu pengetahuan harus dipandang secara utuh,
dalam dimensinya sebagai proses menggambarkan suatu aktivitas warga
masyarakat ilmiah yang melalui abstraksi, spekulasi, imajinasi, refleksi,
observasi, eksperimentasi, komparasi dan eksplorasi mencari dan
menemukan kebenaran dan kenyataan. Sebagai produk, adanya hasil yang
diperoleh melalui proses, yang berwujud karya-karya ilmiah beserta
aplikasinya yang berwujud fisik ataupun non fisik.
Epistimologi, yaitu bahwa Pancasila dengan nilai-nilai yang terkandung
didalamnya dijadikan metode berpikir, dalam arti dijadikan dasar dan arah
didalam pengembangan ilmu pengetahuan yang parameter kebenaran serta
kemanfaatan hasil-hasil yang dicapainya adalah nilai-nilai yang terkandung
dalam pancasila itu sendiri. Aksilogis, yaitu bahwa dengan menggunakan
epistemologi tersebut diatas, pemanfaatan dan efek pengembangan ilmu
pengetahuan secara negatif tidak bertentangan dengan Pancasila dan
secara positif mendukung atau mewujudkan nilai-nilai ideal Pancasila.
Memahami peran Pancasila di era reformasi, khususnya dalam konteks
sebagai dasar negara dan ideologi nasional, merupakan tuntutan hakiki agar
setiap warga negara Indonesia memiliki pemahaman yang sama dan
akhirnya memiliki persepsi dan sikap yang sama terhadap kedudukan,
peranan dan fungsi Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara. Semenjak ditetapkan sebagai dasar negara (oleh PPKI 18
Agustus 1945), Pancasila telah mengalami perkembangan sesuai dengan
pasang naiknya sejarah bangsa Indonesia (Koento Wibisono, 2001)
memberikan tahapan perkembangan Pancasila sebagai dasar negara dalam
tiga tahap yaitu :
1. Tahap 1945 – 1968 Sebagai Tahap Politis
Dimana orientasi pengembangan Pancasila diarahkan kepada Nation
and Character Building. Hal ini sebagai perwujudan keinginan bangsa
Indonesia untuk survival dari berbagai tantangan yang muncul baik dalam
maupun luar negeri, sehingga atmosfir politik sebagai panglima sangat
dominan. Pancasila sebagai Dasar Negara misalnya menurut Notonagoro
dan Driarkara. Kedua ilmuwan tersebut menyatakan bahwa Pancasila
mampu dijadikan pangkal sudut pandang dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan dan bahkan Pancasila merupakan suatu paham atau aliran
filsafat Indonesia, dan ditegaskan bahwa Pancasila merupakan rumusan
ilmiah filsafati tentang manusia dan realitas, sehingga Pancasila tidak lagi
dijadikan alternatif melainkan menjadi suatu imperatif dan suatu

18
philosophical concensus dengan komitmen transenden sebagai tali
pengikat kesatuan dan persatuan dalam menyongsong kehidupan masa
depan bangsa yang Bhinneka Tunggal Ika. Bahkan Notonagoro
menyatakan bahwa Pembukaan UUD 1945 merupakan staatfundamental
Norm yang tidak dapat diubah secara hukum oleh siapapun. Sebagai
akibat dari keberhasilan mengatasi berbagai tantangan baik dari dalam
maupun dari luar negeri, masa ini ditandai oleh kebijakan nasional yaitu
menempatkan Pancasila sebagai asas tunggal.
2. Tahap 1969 – 1994 Sebagai Tahap Pembangunan Ekonomi
Yaitu upaya mengisi kemerdekaan melalui program-program ekonomi.
Orientasi pengembangan Pancasila diarahkan pada bidang ekonomi,
akibatnya cenderung menjadikan ekonomi sebagai ideologi. Pada tahap
ini pembangunan ekonomi menunjukkan keberhasilan secara spektakuler,
walaupun bersamaan dengan itu muncul gejala ketidakmerataan dalam
pembagian hasil pembangunan. Kesenjangan sosial merupakan
fenomena yang dilematis dengan program penataran P4 yang selama itu
dilaksanakan oleh pemerintah. keadaan ini semakin memprihatinkan
setelah terjadinya gejala KKN dan Kronisme yang bertentangan dengan
nilai-nilai Pancasila. Bersamaan dengan itu perkembangan perpolitikan
dunia, setelah hancurnya negara-negara komunis, lahirnya tiga raksasa
kapitalisme dunia yaitu Amerika Serikat, Eropa dan Jepang. Oleh karena
itu Pancasila sebagai dasar negara tidak hanya dihantui oleh supersifnya
komunisme melainkan juga harus berhadapan dengan gelombang
aneksasinya kapitalisme, disamping menhadapi tantangan baru yaitu KKN
dan kronisme.
3. Tahap 1995 – 2020 Sebagai Tahap Repositioning Pancasila
Dunia masa kini sedang dihadapi kepada gelombang perubahan
secara cepat, mendasar, spektakuler, sebagai implikasi arus globalisasi
yang melanda seluruh penjuru dunia, khususnya di abad XXI sekarang ini,
bersamaan arus reformasi yang sedang dilakukan oleh bangsa Indonesia.
Reformasi telah merombak semua segi kehidupan secara mendasar,
maka semakin terasa orgensinya untuk menjadi Pancasila sebagai dasar
negara dalam kerangka mempertahankan jatidiri bangsa dan persatuan
dan kesatuan nasional, lebih-lebih kehidupan perpolitikan nasional yang
tidak menentu di era reformasi ini. Berdasarkan hal tersebut diatas
perlunya reposisi Pancasila yaitu reposisi Pancasila sebagai dasar negara
yang mengandung makna Pancasila harus diletakkan dalam keutuhannya
dengan Pembukaan UUD 1945, dieksplorasikan pada dimensi-dimensi
yang melekat padanya.

19
Realitasnya bahwa nilai-nilai yang terkandung didalamnya
dikonkritisasikan sebagai ceminan kondisi obyektif yang tumbuh dan
berkembang dalam masyarakat, suatu rangkaian nilai-nilai yang bersifat
“sein im sollen dan sollen im sein”. Idealitasnya bahwa idealisme yang
terkandung didalamnya bukanlah sekedar utopi tanpa makna, melainkan
diobyektifitasikan sebagai akta kerja untuk membangkitkan gairah dan
optimisme para warga masyarakat guna melihat hari depan secara
prospektif. Fleksibilitasnya dalam arti bahwa Pancasila bukanlah barang jadi
yang sudah selesai dan dalam kebekuan dogmatis dan normatif, melainkan
terbuka bagi tafsi-tafsir baru untuk memenuhi kebutuhan zaman yang terus
menerus berkembang, dengan demikian tanpa kehilangan nilai hakikinya
Pancasila menjadi tetap aktual, relevan serta fungsional sebagai penyangga
bagi kehidupan bangsa dan negara.
Di era reformasi ini, Pancasila seakan tidak memiliki kekuatan
mempengaruhi dan menuntun masyarakat. Pancasila tidak lagi populer
seperti pada masa lalu. Elit politik dan masyarakat terkesan masa bodoh
dalam melakukan implementasi nilai-nilai pancasila dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Pancasila memang sedang kehilangan legitimasi,
rujukan dan elan vitalnya. Sebab utamannya karena rejim Orde Lama dan
Orde Baru menempatkan Pancasila sebagai alat kekuasaan yang otoriter.
Terlepas dari kelemahan masa lalu, sebagai konsensus dasar dari
berdirinya bangsa ini, yang diperlukan dalam konteks era reformasi adalah
pendekatan-pendekatan yang lebih konseptual, komprehensif, konsisten,
integratif, sederhana dan relevan dengan perubahan-perubahan yang terjadi
dalam kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.

20
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pancasila adalah lima nilai dasar luhur yang ada dan berkembang bersama
dengan bangsa Indonesia sejak dahulu. Sejarah merupakan deretan peristiwa yang
saling berhubungan. Peristiwa-peristiwa masa lampau yang berhubungan dengan
kejadian masa sekarang dan semuanya bermuara pada masa yang akan datang.
Hal ini berarti bahwa semua aktivitas manusia pada masa lampau berkaitan dengan
kehidupan masa sekarang untuk mewujudkan masa depan yang berbeda dengan
masa yang sebelumnya. Sejarah perjuangan bangsa Indonesia berlalu dengan
melewati suatu proses waktu yang sangat panjang. Dalam proses waktu yang
panjang itu dapat dicatat kejadian-kejadian penting yang merupakan tonggak
sejarah perjuangan.
Dan Dasar Negara merupakan alas atau fundamen yang menjadi pijakan dan
mampu memberikan kekuatan kepada berdirinya sebuah Negara. Negara Indonesia
dibangun juga berdasarkan pada suatu landasan atau pijakan yaitu pancasila.
Pancasila, dalam fungsinya sebagai dasar Negara, merupakan sumber kaidah
hukum yang mengatur Negara Replubik Indonesia, termasuk di dalamnya seluruh
unsur-unsurnya yakni pemerintah, wilayah, dan rakyat. Pancasila dalam
kedudukannya seperti inilah yang merupakan dasar pijakan penyelenggaraan
Negara dan seluruh kehidupan Negara Replubik Indonesia.
B. Saran-Saran
Pancasila merupakan kepribadian bangsa Indonesia yang mana setiap
warga negara Indonesia harus menjunjung tinggi dan mengamalkan sila-sila dari
Pancasila tersebut dengan setulus hati dan penuh rasa tanggung jawab. Agar
pancasila tidak terbatas pada coretan tinta belaka tanpa makna.

21
DAFTAR PUSTAKA

M. Aziz Toyibin, A. Kosasih Djahiri, Pendidikan Pancasila 1, Jakarta, 1991


Ubaedillah A & Abdul Rozak, Pancasila, Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani,
Icce. UIN Jakarta, 2003
Darmodiharjo, Darji. 1982. Pancasila dalam Beberapa Perspektif. Jakarta: Aries
Lima
Tim Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. 2005. Pendidikan
Pancasila. Jakarta: Universitas Terbuka
Winatapura, Udin. S, dkk. 2008. Buku Materi dan Pembelajaran Pkn SD. Jakarta:
Universitas Terbuka
http///www.google.com
http//Birokrasi.kompasiana.com
http//dokumenqu.blogspot.com
https//www.slideshare.net/DWIAYU2/sejarah-pancasila

22

Anda mungkin juga menyukai