Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

SISTEM PEMERINTAHAN DIDALAM ISLAM

Diajukan untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Kewarganegaraan

Dosen Pengampu :

Tauhid Hudini, SEI, MM

Disusun Oleh :

Ardi Muchlis 41603012

Farhan Abyandzaka 41603023

Zainal Abidin 41603076

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH

KONSENTRASI MANAJEMEN BISNIS SYARIAH

SEKOLAH TINGGI EKONOMI ISLAM SEBI

2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem pemerintahan dalam islam berbeda dengan sistem pemerintahan
yang lain. Perbedaan itu meliputi dasar pemerintahan, bentuk pemerintahan,
struktur pemerintahan, dan sebagainya. Sistem pemerintahan Islam adalah sistem
pemerintahan yang menggunakan Al Quran dan Sunnah sebagai rujukan dalam
semua aspek hidup, seperti dasar undang-undang, mahkamah perundangan,
pendidikan, dakwah dan perhubungan, kebajikan, ekonomi, sosial, kebudayaan dan
penulisan, kesehatan, pertanian, sain dan teknologi, penerangan dan peternakan.
Dasar negaranya adalah Al Quran dan Sunnah. kepala negaranya
disebut Khalifah, Para pemimpin dan pegawai-pegawai pemerintahannya adalah
orang-orang baik, bertanggung jawab, jujur, amanah, adil, faham Islam, berakhlak
mulia dan bertakwa. Dasar pelajaran dan pendidikannya ialah dasar pendidikan
Rasulullah, yang dapat melahirkan orang dunia dan orang Akhirat, berwatak abid
dan singa, bertugas sebagai hamba dan khalifah ALLAH.

B. Rumusan Masalah
a. Apa Defenisi sistem pemerintahan Islam?
b. Apa Dasar-Dasar Kewajiban Pemerintahan Islam(khilafah)?
c. Bagaiamana Sistem Pemerintahan Khilafah?
d. Bagiamana Keunggulan Sistem Khilafah ?

C. Tujuan
a. Untuk Mengetahui Defenisi sistem pemerintahan Islam(KHILAFAH).
b. Untuk Mengetahui dasar-dasar Kewajiban pemerintahan Islam(KHILAFAH).
c. Untuk Mengetahui Sistem Pemerintahan Khilafah .
d. Untuk Mengetahui Keunggulan Sistem Khilafah .

2.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Defenisi Sistem Pemerintahan Islam(Khilafah)

Khilafah berasal dari bahasa arab yaitu( ‫ )خالفة‬yang artinya pemimpin atau
datang kemudian. Khilafah menurut bahasa artinya adalah pengganti, Duta,
kepemimpinan atau wakil. Dan kata Khilafah ini bersinonim dengan kata Imamah
atau Imarah yang artinya pemerintahan atau kepemimpinan.
Khilafah menurut istilah yaitu struktur pemerintahan yang pelaksanaannya
diatur berdasarkan syariat islam. Secara ringkas, Syech Taqiyyuddin An Nabhani
mendefinisikan Khilafah sebagai kepemimpinan umum bagi seluruh kaum
muslimin di dunia untuk menegakkan hukum-hukum Syariah Islam dan
mengemban risalah Islam ke seluruh penjuru dunia (Taqiyyuddin An Nabhani,
Nizhamul Hukmi fil Islam). Menurut Syekh Abdul Majid Al-Khalidi, Khilafah
didefinisikan sebagai kepemimpinan umum bagi kaum muslimin secara
keseluruhan didunia untuk menegakkan hukum-hukum syara serta mengemban
dakwah Islam keseluruh dunia (Qawaid Nizham Al-Hukm fi Al-Islam). Sedangkan
Menurut Syekh Abdul Qodir Hasan Baraja Khilafah adalah wadah bagi kehidupan
bersama seluruh kaum muslimin dimuka bumi untuk melaksanakan ajaran Islam
dengan seorang Imam/Kholifah/Amirul mukminin sebagai pemimpin. Maka dapat
disimpulkan bahwa Khilafah adalah sebuah sistem pemerintahan bagi seluruh kaum
muslimin yang diddalamnya diterapkan hukum islam sebagai aturan mutlak.
Dalam pengertian syariah, Khilafah digunakan untuk menyebut orang yang
menggantikan Nabi SAW dalam kepemimpinan Negara Islam (ad-dawlah al-
islamiyah)[1] . Inilah pengertiannya pada masa awal Islam. Kemudian, dalam
perkembangan selanjutnya, istilah Khilafah digunakan untuk menyebut Negara
Islam itu sendiri.[2]

2.
B. Dasar-Dasar Kewajiban Pemerintahan Islam
1. Dalil Al-Qur’an
Banyak dalil yang menunjukkan kewajiban menegakkan syariah. Di
antaranya dalil tentang wajibnya mentaati Allah, Rasul-Nya dan pemimpin/Ulil
Amri (QS. An-Nisaa: 59). Ayat ini mengharuskan adanya pemimpin yang
menerapkan aturan Allah dan Rasul-Nya. Pada Qur’an surat Al-Maidah ayat 44, 45,
47, 48, dan 49 secara tegas mengandung perintah menerapkan syariah.
Lalu mengapa kewajiban berhukum syariah ini diartikan menegakkan
negara berdasarkan syariah? Hal ini didasarkan oleh kaidah fiqh:
ٌ‫اجب‬ َ ‫اجبٌٌُاِلاٌٌ ِب ِهٌٌفَ ُه َو‬
ِ ‫ٌٌو‬ ْ ‫َماٌلٌٌَ َيتِم‬
ِ ‫ٌٌال َو‬
“Suatu kewajiban tidak akan sempurna kecuali dengan sesuatu, maka sesuatu itu
menjadi wajib.”
Kaidah ini disampaikan oleh Imam Al-Ghazali. Dan perlu diketahui bahwa setiap
kaidah fiqh disusun oleh ulama ushul berdasarkan penelitiannya terhadap nash-nash
Qur’an dan Sunnah.
Sebagaimana diketahui bahwa kewajiban menghukumi segala hal dengan syariat
Islam tidak akan sempurna kecuali dengan adanya negara dan penguasa yang
bertindak sebagai pelaksana (munaffidz), maka atas dasar kaidah ini, mewujudkan
negara dan penguasa yang menerapkan syariat Islam itu menjadi wajib.
2. Dalil Hadits
Rasulullah SAW bersabda: “Dahulu para nabi yang mengurus Bani Israil. Bila
wafat seorang nabi diutuslah nabi berikutnya, tetapi tidak ada lagi nabi setelahku.
Akan ada para Khalifah dan jumlahnya akan banyak.” Para Sahabat bertanya,
“Apa yang engkau perintahkan kepada kami?” Nabi menjawab,’”Penuhilah bai’at
yang pertama dan yang pertama itu saja. Penuhilah hak-hak mereka. Allah akan
meminta pertanggungjawaban terhadap apa yang menjadi kewajiban mereka.”
(HR. Muslim)
Hadits-hadits di atas menunjukkan bahwa para pemimpin umat Islam sepeninggal
Nabi SAW disebut sebagai khalifah. Memang ini sifatnya khabar bukan perintah.
Namun, sebuah hadits ahad tidak mungkin dijadikan dasar aqidah, dan oleh

2.
karenanya menjadi dasar amal. Maknanya, hadits ini mengharuskan kita beramal
untuk mewujudkan khilafah.
3. Ijma Shahabat
Ijma (kesepakatan) shahabat adalah tafsir terbaik atas Qur’an dan Sunnah. Para
shahabat adalah rujukan pertama sekaligus standar kebenaran tatkala kita ingin
memahami Qur’an dan Sunnah. Fakta menunjukkan bahwa para shahabat sibuk
memilih khalifah bahkan hingga menunda pemakaman Rasulullah SAW.
Kosensus para shahabat dan tabi’in tentang wajibnya imamah/Khilafah. Hal
ini bisa dibuktikan dengan bergegasnya para shahabat untuk membaiat Abu Bakar
di Saqifah Bani Sa’adah sebagai Amirul Mukminin.[3]
Abu Bakar ra dibaiat sebagai khalifah, dengan sebutan yang memang
“khalifah” lalu disepakati oleh para shahabat. Kesepakatan (ijma) mereka menjadi
dalil bahwa khilafah itu wajib dan bahwa bentuk pemerintahan Islam adalah
khilafah.
Ijma shahabat tidak mungkin diganggu gugat. Rasulullah SAW menjamin
bahwa mereka generasi terbaik. Mereka adalah manusia terbaik dengan
pemahaman yang terbaik atas apa yang dibawa oleh Rasulullah SAW.
Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah kalian
mencaci maki para shahabatku! Janganlah kalian mencaci maki para shahabatku!
Demi Dzat yang jiwaku di tangan-Nya, seandainya seseorang menginfakkan emas
sebesar gunung Uhud maka ia tidak akan dapat menandingi satu mud atau
setengahnya dari apa yang telah diinfakkan para shahabatku.” (HR. Bukhari,
Muslim, Abu Daud, Ibnu Majah dan Ahmad)
Dari Imran bin Husain ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sebaik-baik umatku
adalah orang-orang yang hidup pada zamanku (para shahabat) kemudian orang-
orang yang datang setelah mereka (tabi’in) kemudian orang-orang yang datang
setelah mereka (tabi’ut tabi’in). (HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi,
Nasa’i, Ahmad dan lainnya)

2.
C. Sistem Pemerintahan Khilafah
Sistem pemerintahan islam(khilafah) berbeda dengan seluruh bentuk
pemerintahan yang dikenal diseluruh dunia, baik dari segi asas yang mendasarinya
maupun dari segi-segi lainya. Hal ini karena:
1. Pemerintahan Islam Bukan Monarchi(Kerajaan)
Sistem pemerintahan Islam tidak berbentuk monarchi. Bahkan, Islam tidak
mengakui sistem monarchi(kerajaan), maupun yang sejenis dengan sistem
monarchi. Hal ini karena dalam sistem kerajaan, Seorang anak (putra mahkota)
menjadi raja karena pemawiransi.[4] Dimana singgasana kerajaan akan diwarisi
oleh seorang putra mahkota dari orang tuanya, seperti kalau mereka mewariskan
harta warisan.
Sedangkan sistem pemerintahan Islam tidak mengenal sistem waris. Namun,
pemerintahan akan dipegang oleh orang yang dibai'at oleh umat dengan penuh ridla
dan bebas memilih.
Sistem monarchi telah memberikan hak tertentu serta hak-hak istimewa khusus
untuk raja saja, yang tidak akan bisa dimiliki oleh yang lain, Dimana raja bebas
mengendalikan negeri dan rakyatnya dengan sesuka hatinya. Islam telah
menentukan cara mengambil pemerintahan yaitu dengan bai'at dari umat kepada
khalifah atau imam, dengan penuh ridla dan bebas memilih.

2. Pemerintahan Islam Bukan Imperium(Kekaisaran)


Sistem pemerintahan Islam juga bukan sistem kekaisaran, bahkan sistem
kekaisaran jauh sekali dari ajaran Islam. Sebab wilayah yang diperintah dengan
sistem Islam --sekalipun ras dan sukunya berbeda serta sentralisasi pada pemerintah
pusat, dalam masalah pemerintahan-- tidak sama dengan wilayah yang diperintah
dengan sistem kekaisaran. Bahkan, berbeda jauh dengan sistem kekaisaran, sebab
sistem ini tidak menganggap sama antara ras satu dengan yang lain dalam hal
pemberlakuan hukum di dalam wilayah kekaisaran. Dimana sistem ini telah
memberikan keistimewaan dalam bidang pemerintahan, keuangan dan ekonomi di
wilayah pusat.

2.
Sedangkan Metode Islam dalam memerintah adalah menyamakan seluruh orang
yang ada di seluruh wilayah negara islam.[5]. Islam juga telah menolak ikatan-
ikatan kesukuan (ras). Bahkan, Islam memberikan semua hak-hak rakyat dan
kewajiban mereka kepada orang non Islam yang memiliki kewarganegaraan.
Dimana mereka memperoleh hak dan kewajiban sebagaimana yang menjadi hak
dan kewajiban umat Islam.

3. Pemerintahan Islam Bukan Federasi


Sistem pemerintahan Islam juga bukan sistem federasi, yang wilayah-
wilayahnya negaranya terpisah satu sama lain dengan kemerdekaan sendiri, dan
hanya dipersatukan dalam msalah pemerintahan hukum Umum. Tetapi sistem
pemerintahan Islam adalah sistem kesatuan.[6]

4. Pemerintahan Islam Bukan Republik


Sistem pemerintahan Islam juga bukan sistem republik. Dimana sistem republik
berdiri di atas pilar sistem demokrasi, yang kedaulatannya jelas di tangan rakyat.
Rakyatlah yang memiliki hak untuk memerintah serta membuat aturan, termasuk
rakyatlah yang kemudian memiliki hak untuk menentukan seseorang untuk menjadi
penguasa, dan sekaligus hak untuk memecatnya. Rakyat juga berhak membuat
aturan berupa undang-undang dasar serta perundang-undangan, termasuk berhak
menghapus, mengganti serta merubahnya. Jadi dalam Demokrasi ditangan manusia
kewenangan hukum itu dibuat.
Sementara sistem pemerintahan Islam berdiri di atas pilar akidah Islam, serta
hukum-hukum syara'. Dimana kedaulatannya di tangan syara', bukan di tangan
umat.Allah SWT berfirman: “Menetapkan Hukum itu hanyalah Haknya Allah
SWT” (TQS Yusuf : 40).[7] Dalam hal ini, baik umat maupun khalifah tidak berhak
membuat aturan sendiri. Karena yang berhak membuat aturan adalah Allah SWT.
semata. Sedangkan khalifah hanya memiliki hak untuk mengadopsi hukum-hukum
untuk dijadikan sebagai undang-undang dasar serta perundang-undangan dari
kitabullah dan sunah Rasul-Nya.

2.
D. Keunggulan Sistem Pemerintahan Islam
Sistem ini menjadi sistem yang unggul karena bersumber dari Allah Swt. ,Zat
Yang Mahaagung. Di antara keunggulan sistem politik Islam adalah:

a) Istiqamah.
Sistem politik Islam memiliki karakter istiqamah; artinya bersifat langgeng,
kontinu, dan lestari di jalannya yang lurus. Dalam sistem demokrasi, misalnya,
sistem politik bergantung pada kehendak manusia. Perubahan nilai dan
inkonsistensi pun terjadi. Hal yang sama bisa berlaku untuk orang lain, tetapi tidak
untuk negara tertentu. Misalnya, Iran tidak boleh memiliki nuklir, tetapi AS dan
Israel tidak mengapa; setiap negara tidak boleh mencampuri urusan negara lain,
kecuali AS dan sekutunya yang dapat menerapkan pre emptive. Sistem seperti ini
tidaklah istiqamah. Betapa tidak; semuanya bergantung pada kehendak dan tolok
ukur manusia yang senantiasa berubah-ubah, bahkan dapat saling bertolak
belakang. Sekarang benar, nanti salah; atau sekarang terpuji lain waktu tercela.
Dalam konteks kenegaraan, sistem politik Islam dibangun di atas landasan yang
istiqamah, yakni:
(a) kedaulatan ada di tangan syariah;
(b) kekuasaan ada di tangan rakyat;
(c) wajib hanya memiliki satu kepemimpinan dunia; dan
(d) hanya khalifah yang berhak melegalisasi perundang-undangan dengan
bersumber dari Islam berdasarkan ijtihad.
b) Mewujudkan ketenteraman secara kontinu.
Setiap warga negara harus terjamin ketenteramannya. Tanpa ketenteraman,
kehidupan tak akan nyaman. Ketenteraman merupakan syarat mutlak (conditio sine
qua non) bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat. Islam sangat
memperhatikan hal ini. Salah satu ajaran penting Islam adalah mewujudkan
keamanan di tengah-tengah masyarakat. Sejarah menunjukkan bagaimana saat
Islam diterapkan, warga negaranya, baik Muslim maupun non-Muslim, hidup
dalam keamanan.

2.
Pertama:
sistem politik Islam mengaitkan aspek keamanan dengan aspek ruhiah.
Rasul berkali-kali menegaskan bahwa di antara ciri Muslim yang baik adalah
Muslim yang tetangganya selamat dari lisan dan tangannya. Penjagaan keamanan
dikaitkan dengan pahala dan siksa. Akibatnya, muncullah dorongan takwa dalam
diri individu untuk senantiasa mewujudkan keamanan, baik bagi diri, masyarakat,
maupun negara. Kekuatan internal inilah yang mengokohkan terwujudnya
keamanan.
Kedua:
mengharuskan masyarakat untuk menjaga keamanan dan bersikap keras
kepada perusak keamanan. Setiap kemungkaran yang ada, termasuk gangguan
tehadap keamanan, diperintahkan untuk dihilangkan oleh siapapun yang
melihatnya; baik dengan kekuatan, lisan, ataupun dengan hati melalui sikap
penolakan.
Ketiga:
makna kebahagiaan yang khas. Allah Swt. telah menetapkan makna
kebahagiaan adalah tercapainya ridha Allah. Berbagai limpahan materi hanyalah
kepedihan jika jauh dari ridha Allah. Untuk apa memiliki kekuasaan jika digunakan
untuk menjauhkan diri dan masyarakat dari ridha Allah. Walhasil, mafhûm
kebahagiaan demikian mendorong setiap orang untuk mengejar ridha Allah dengan
menaati-Nya. Salah satunya adalah memberikan keamanan bagi orang lain.
Keempat:
menutup pintu kriminal. Salah satu pintu datangnya gangguan keamanan
adalah tindak kriminal. Dalam konteks ini, Islam mencegahnya dengan jitu. Allah
Swt. melarang tindak kriminal dengan motif apapun, termasuk untuk kepentingan
politik. Sistem politik Islam tidak mengenal paham machiavelis (menghalalkan
segala cara). Siapapun diharamkan mencuri, merampok, membunuh, merampok
harta negara, korupsi, mengintimidasi rakyat, dll. Islam juga mengharamkan zina
dan perkosaan. Tidak ada cerita dalam Islam yang mentoleransi menggunakan
perempuan sebagai umpan dan modal dalam transaksi ekonomi maupun bargaining
politik.

2.
c) Menciptakan hubungan ideologis penguasa dengan rakyat.
Hubungan penguasa dengan rakyat dalam sistem politik Islam adalah hubungan
ideologis. Kedua belah pihak saling berakad dalam baiat untuk menerapkan syariat
Islam. Penguasa bertanggung jawab dalam penegakkannya. Sebaliknya, rakyat
membantu penguasa sekuat tenaga, taat kepadanya, selama tidak menyimpang dari
Islam. Berdasarkan hubungan ideologis inilah penguasa akan melakukan
pengurusan (ri’âyah) terhadap umatnya melalui: (a) penerapan sistem Islam secara
baik: (b) selalu memperhatikan kemajuan masyarakat di segala bidang; dan (c)
melindungi rakyat dari ancaman. Nabi saw. bersabda (yang artinya): Sesungguhnya
seorang imam (pemimpin) itu merupakan pelindung. Dia bersama pengikutnya
memerangi orang kafir dan orang zalim serta memberi perlindungan kepada orang-
orang Islam (HR al-Bukhari).
d) Mendorong kemajuan terus-menerus dalam pemikiran, sains teknologi, dan
kesejahteraan hidup.
Sejarah telah membuktikan hal ini. Kemajuan sains, teknologi, dan pemikiran
merupakan keniscayaan dalam Islam karena:
a. Islam mendorong umat untuk terus berpikir,
b. Allah telah menundukkan alam untuk manusia agar diambil manfaatnya.
c. Islam mendorong inovasi dan penemuan.
Bukan hanya itu, kemajuan ekonomi pun akan tercapai karena:
a) Ada konsep kepemilikan dan pengelolaannya secara jelas;
b) kewajiban ri’âyah mengharuskan adanya perhatian secara terus menerus atas
urusan dan kemajuan;
c) perlindungan terhadap milik pribadi dan pemanfaatannya dalam batas syariat;
dan
d) adanya pengumpulan harta untuk kaum miskin dan lemah.

2.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan keterangan di atas, dapat di simpulkan bahwa sitem
pemerintahan dalam islam disebut dengan Khilafah, dimana khilafah adalah sistem
pemerintahan umum pagi kaum muslim disunia yang didalamnya diterapkan syariat
islam secara menyeluruh. Khalifah berbeda dengan segala bentuk pemerintahan
yang ada di Dunia baik itu sistem pemerintahan Republik(demokrasi),
monarki(Kerajaan), Imperium(kekaisaran) maupun Federasi. yang mana dari
sekian sistem pemerintahan tersebut islam pernah meraih kejayaan.
Dari sedikit pembahasan di atas tentang sistem pemerintahan Islam atau
yang di sebut dengan Khilafah merupakan suatu susunan pemerinahan yang diatur
menurut ajaran agama Islam. Sistem pemerintahan Islam merupakan suatu perintah
dari Allah swt. Maka jelaslah hukumnya adalah wajib yang dikuatkan dengan dalil
al-Quran dan al-Hadits dan Ijma’. Maka haruslah kita mengusahakan agar tegaknya
kembali sistem khilafah ini agar seluruh syariat islam dapat diterapkan.

B. SARAN
Dalam penulisan makalah ini penulis menyadari masih jauh dari
kesempurnaan, masih banyak terdapat kesalahan-kesalahan, baik dalam bahasanya,
materi dan penyusunannya. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik,
saran dan masukan yang dapat membangun penulisan makalah ini.

2.

Anda mungkin juga menyukai