Anda di halaman 1dari 18

5

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Radikal Bebas


2.1.1. Definisi Radikal Bebas
Radikal bebas dapat didefinisikan sebagai molekul atau fragmen molekul
yang mengandung satu atau lebih berelektron elektron pada atom atau molekul
orbital (Halliwell& Gutteridge, 1999). Dalam konsentrasi yang tinggi, radikal
bebas akan membentuk stress oksidatif, suatu proses penghancuran yang dapat
merusak seluruh sel tubuh (Pham-Huy et al, 2008). Proses kerusakan tubuh ini
terjadi bila tidak diimbangi dengan kadar antioksidan tubuh yang baik. Radikal
bebas merupakan molekul yang kehilangan satu atau lebih elektron pada
permukaan kulit luarnya. Contohnya, O2 merupakan struktur normal dengan
elektron yang lengkap dari oksigen. Bila kehilangan elektronnya, struktur
kimianya berubah menjadi O2- atau dinamakan Superoksida yang merupakan
salah satu radikal bebas (Kumalaningsih, 2006).

2.1.2. Struktur Kimia


Atom terdiri dari nukleus, proton, dan elektron. Jumlah proton
(bermuatan positif) dalam nukleus menentukan jumlah dari elektron (bermuatan
negatif) yang mengelilingi atom tersebut. Elektron berperan dalam reaksi kimia
dan merupakan bahan yang menggabungkan atom-atom untuk membentuk suatu
molekul. Elektron mengelilingi, atau mengorbit suatu atom dalam satu atau lebih
lapisan. Jika satu lapisan penuh, elektron akan mengisi lapisan kedua. Lapisan
kedua akan penuh jika telah memiliki 8 elektron, dan seterusnya. Gambaran
struktur terpenting sebuah atom dalam menentukan sifat kimianya adalah jumlah
elektron pada lapisan luarnya. Suatu bahan yang elektron lapisan luarnya penuh
tidak akan terjadi reaksi kimia.

Universitas Sumatera Utara


6

Karena atom-atom berusaha untuk mencapai keadaan stabilitas


maksimum, sebuah atom akan selalu mencoba untuk melengkapi lapisan luarnya
dengan :
1. Menambah atau mengurangi elektron untuk mengisi maupun mengosongkan
lapisan luarnya.
2. Membagi elektron-elektronnya dengan cara bergabung bersama atom yang lain
dalam rangka melegkapi lapisan luarnya.
Atom sering kali melengkapi lapisan luarnya dengan cara membagi
elektron-elektron bersama atom yang lain. Dengan membagi elektron, atom-atom
tersebut bergabung bersama dan mencapai kondisi stabilitas maksimum untuk
membentuk molekul. Oleh karena radikal bebas sangat reaktif, maka mempunyai
spesifitas kimia yang rendah sehingga dapat bereaksi dengan berbagai molekul
lain, seperti protein, lemak, karbohidrat, dan DNA. Dalam rangka mendapatkan
stabilitas kimia, radikal bebas tidak dapat mempertahankan bentuk asli dalam
waktu lama dan segera berikatan dengan bahan sekitarnya. Radikal bebas akan
menyerang molekul stabil yang terdekat dan mengambil elektron, zat
yangterambil elektronnya akan menjadi radikal bebas juga sehingga akan
memulai suatu reaksi berantai, yang akhirnya terjadi kerusakan sel tersebut.

Gambar 2.1. Struktur radikal bebas


(Sumber: www.coconutcreamcare.com, 2012)

Universitas Sumatera Utara


7

Radikal bebas dapat terbentuk in-vivo dan in-vitro secara :


1. Pemecahan satu molekul normal secara homolitik menjadi dua. Proses ini
jarang terjadi pada sistem biologi karena memerlukan tenaga yang tinggi dari
sinar ultraviolet, panas, dan radiasi ion.
2. Kehilangan satu elektron dari molekul normal
3. Penambahan elektron pada molekul normal

Pada radikal bebas elektron yang tidak berpasangan tidak mempengaruhi muatan
elektrik dari molekulnya, dapat bermuatan positif, negatif, atau netral (Droge,
2002 dalam Arief, 2006).

2.1.3. Tipe Radikal Bebas


Radikal bebas terpenting dalam tubuh adalah radikalderivat dari oksigen
yang disebut kelompok oksigen reaktif (reactive oxygen species/ROS), termasuk
didalamnya adalah triplet (3O2), tunggal (singlet/1O2), anion superoksida (O2.-),
radikal hidroksil (-OH), nitrit oksida (NO-), peroksinitrit (ONOO-), asam
hipoklorus (HOCl), hidrogen peroksida (H2O2), radikal alkoxyl (LO-), dan
radikal peroksil (LO-2). Radikal bebas yang mengandung karbon (CCL3-) yang
berasal dari oksidasi radikal molekul organik. Radikal yang mengandung
hidrogen hasil dari penyerangan atom H (H-). Bentuk lain adalah radikal yang
mengandung sulfur yang diproduksi pada oksidasi 4glutation menghasilkan
radikal thiyl (R-S-). Radikal yang mengandung nitrogen jugaditemukan,
misalnya radikal fenyldiazine (Proctor, 1984 dan Araujo et. al, 1998 dalam Arief
2006). Tabel 2.1. menunjukkan struktur radikal bebas biologis yang menggangu
sel-sel tubuh.

Universitas Sumatera Utara


8

Tabel 2.1. Struktur Radikal Bebas Biologis


Kelompok Oksigen Reaktif

O2- Radikal superoksida (Superoxide Radical)

-OH Radikal hidroksil (Hydroxyl Radical)

ROO- Radikal peroksil (Peroxyl Radical)

H2O2 Hidrogen Peroksida (Hydrogen peroxide)


1
O2 Oksigen tunggal ( Single oxygen)

NO Nitrit oksida (Nitric oxide)

ONOO Nitrit perokside (Nitric peroxide)

HOCl Asam hipoklor ( Hypochlorous acid)

(Sumber: Arief, 2006)

2.1.4. Sumber Radikal Bebas


Radikal bebas dapat berasal dari:
1. Endogen
a. Mitokondria
Di antara berbagai organel dalam sel, mitokondria adalah tempat utama
pembentukan ROS selama proses metabolisme normal. Beberapa studi
meyakini bahwa 90% pembentukan ROS dihasilkan di mitokondria
(Fletcher, 2010). Fosforilasi oksidatif selular mengakibatkan pengurangan
univalen oksigen dan pembentukan ROS. Beberapa reaksi enzimatik lain di
mitokondria juga berperan dalam reduksi univalen atau divalen O2
sehingga membentuk O2- atau H2O2. Contohnya, Xantine oksidase dapat
menghasilkan O2- atau H2O2 saat mengkonversi hypoxantine menjadi
xantine sebelum dikonversi menjadi asam urat (Vallyathan dan Shi, 1997).

b. Mikrosom

Universitas Sumatera Utara


9

Mikrosom merupakan tempat kedua terbanyak dalam memproduksi


radikal bebas. Pada saat berlangsungnya proses transpor elektron, terbentuk
O2- dan H2O2. Autooksidasi dari sitokrom P-450 dan oksidasi dari NADPH
oleh NADPH dehidrogenase akan memicu terbentuknya O2-. Aktivasi
nukleofil melalu proses reduksi oleh flavin monooxygenase system
merupakan proses lain terbentuknya ROS di mikrosom (Vallyathan dan
Shi, 1997).

c. Enzim
Beberapa enzim dapat memproduksi O2- dalam sel. Dalam keadaan
hipoksia, oksidasi xantine dan hipoxantine oleh xantine oksidase
menghasilkan O2- yang akan memicu kerusakan sel. Indole amine
dioxgenase, enzim yang umumnya terdapat di jaringan kecuali di hati,
terlibat dalam pembentukan O2-. Tryptophan dehydrogenase yang terdapat
di sel hati juga memproduksi O2- ketika bereaksi dengan triptophan
(Vallyathan dan Shi, 1997).

d. Fagosit
Fagosit dapat memproduksi ROS dalam perannya melawan
mikroorganisme, partikel asing, dan stimulus-stimulus lain. Aktivasi fagosit
memicu suatu respiratory burst, yang ditandai dengan peningkatan uptake
O2, metabolisme glukosa, dan penggunaan NADPH. NADPH-oksidase
mengkatalisis reaksi tersebut, dan memicu pembentukan ROS (Vallyathan
dan Shi,1997).

2. Eksogen
a. Obat-obatan
Beberapa macam obat dapat meningkatkan produksi radikal bebas dalam
bentuk peningkatan tekanan oksigen. Bahan-bahan tersebut bereaksi
bersama hiperoksia dapat mempercepat tingkat kerusakan. Termasuk
didalamnya antibiotika kelompok quinoid atau berikatan logam untuk

Universitas Sumatera Utara


10

aktifitasnya (nitrofurantoin), obat kanker seperti bleomycin, anthracyclines


(adriamycin), dan methotrexate, yang memiliki aktifitas pro-oksidan. Selain
itu, radikal juga berasal dari fenilbutason, beberapa asam fenamat dan
komponen aminosalisilat dari sulfasalasin dapat menginaktifasi protease,
dan penggunaan asam askorbat dalam jumlah banyak mempercepat
peroksidasi lemak (Proctor, 1984 dan dalam Arief, 2006).

b. Radiasi :
Radioterapi memungkinkan terjadinya kerusakan jaringan yang
disebabkan oleh radikal bebas. Radiasi elektromagnetik (sinar X, sinar
gamma) dan radiasi partikel (partikel elektron, photon, neutron, alfa, dan
beta) menghasilkan radikal primer dengan cara memindahkan energinya
pada komponen seluler seperti air. Radikal primer tersebut dapat
mengalami reaksi sekunder bersama oksigen yang terurai atau bersama
cairan seluler (Dorge, 2002 dalam Arief, 2006).

c. Asap rokok :
Oksidan dalam rokok mempunyai jumlah yang cukup untuk memainkan
peranan yang besar terjadinya kerusakan saluran napas. Telah diketahui
bahwa oksidan asap tembakau menghabiskan antioksidan intraseluler
dalam sel paru (in vivo) melalui mekanisme yang dikaitkan terhadap
tekanan oksidan. Diperkirakan bahwa tiap hisapan rokok mempunyai bahan
oksidan dalam jumlah yang sangat besar, meliputi aldehida, epoxida,
peroxida, dan radikal bebas lain yang mungkin cukup berumur panjang dan
bertahan hingga menyebabkan kerusakan alveoli. Bahan lain seperti nitrit
oksida, radikal peroksil, dan radikal yang mengandung karbon ada dalam
fase gas. Juga mengandung radikal lain yang relatif stabil dalam fase tar.
Contoh radikal dalam fase tar meliput i semiquinone moieties dihasilkan
dari bermacam-macam quinone dan hydroquinone. Perdarahan kecil
berulang merupakan penyebab yang sangat mungkin dari desposisi besi
dalam jaringan paru perokok. Besi dalam bentuk tersebut meyebabkan

Universitas Sumatera Utara


11

pembentukan radikal hidroksil yang mematikan dari hidrogen peroksida.


Juga ditemukan bahwa perokok mengalami peningkatan netrofil dalam
saluran napas bawah yang mempunyai kontribusi pada peningkatan lebih
lanjut konsentrasi radikal bebas (Dorge, 2002 dan Proctor, 1984 dalam
Arief, 2006).

2.1.5. Efek Radikal Bebas dalam Tubuh


Dalam jumlah yang berlebihan, radikal bebas dan oksidan dapat
mengakibatkan suatu proses penghancuran yang disebut oxidative stress, suatu
proses penghancuran yang mempengaruhi struktur sel seperti protein, lipid,
lipoprotein, dan DNA. Jika tidak diregulasi dengan baik, oxidative stress dapat
menyebabkan berbagai penyakit kronik dan degeneratif seperti stoke (Dorge,
2002).

Berikut ini merupakan contoh penyakit dan sistem yang terganggu akibat radikal
bebas:
1. Kanker
2. Kardiovaskular
3. Neurologi
4. Respiratori
5. Artritis Reumatoid
6. Nefropati
7. Penyakit Mata
8. Gangguan pada Janin

2.2. Rokok
2.2.1. Pengertian
Rokok adalah salah satu produk tembakau yang dimaksudkan untuk
dibakar dan dihisap dan/atau dihirup asapnya, termasuk rokok kretek, rokok
putih, cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman nicotiana
tabacum, nicotiana rustica, dan spesies lainnya atau sintetisnya yang asapnya

Universitas Sumatera Utara


12

mengandung nikotin dan tar, dengan atau tanpa bahan tambahan (PP No.109
tahun 2012).

2.2.2. Kandungan Rokok


Setiap kali menghirup asap rokok, baik sengaja atau tidak, berarti juga
menghisap lebih dari 4.000 macam racun diantaranya bahan radioaktif
(polonium-201) dan bahan bahan yang digunakan dalam cat (acetone), pencuci
lantai (ammonia), racun serangga (DDT), gas beracun (hydrogen cyanide)
(Sitepoe, 2000). Asap rokok merupakan campuran berbagai bahan kimia.
Beberapa kandungan rokok seperti karbon monoksida (CO), hidrogen sianida
(HCN), dan nitrogen oksida (NO) merupakan gas. Komponen lainnya, seperti
formaldehida, benzene, akrolein merupakan molekul yang meudah menguap
yang terdapat dalam asap rokok. Nikotin, fenol, poliaromatik hidrokarbon
(PAHs) merupan molekul mikro padat yang tersimpan dalam asap rokok (Harris,
2000).
Tar mengandungi sekurang-kurangnya 43 bahan kimia yang diketahui
menjadi penyebab kanker (karsinogen). Bahan seperti benzopyrene yaitu sejenis
policyclic aromatic hydrocarbon (PAH) telah lama diketahui sebagai agen yang
memicu proses kejadian kanker (Sitepoe, 2000).
Nikotin memiliki efek yang serupa dengan heroin, amfetamin, dan
kokain. Nikotin mempengaruhi sistem mesolimbik di otak dan menimbulkan efek
ketagihan bahkan ketergantungan kepada pengguna. Nikotin memiliki beberpa
efek dalam tubuh. Nikotin dapat meningkatkan denyut jantung, tekanan darah,
dan menyebabkan konstriksi pembuluh darah perifer.
Karbon monoksida mengurangi jumlah oksigen yang beredar dalam
pembuluh darah perokok. CO berikatan dengan Hb sehingga jumlah Hb yang
dapat mengikat O2 menurun begitu juga dengan oksigen yang sampai pada organ
dan jaringan. Sebagai konsekuensinya, jantung memompa darah lebih cepat
untuk mengkompensasi kebutuhan O2 di jaringan.

2.2.3. Penyakit yang disebabkan oleh Rokok

Universitas Sumatera Utara


13

Merokok dapat menyebabkan berbagai penyakit, antara lain:


1. Kanker, yaitu kanker paru, laring, esofagus, kavitas oral, faring,
hidung dan sinus, lambung, pankreas, dan kanker colorectum
(American Cancer Society, 2014).
2. Penyakit Paru, seperti bronkitis, penyakit paru obstruktif kronik,
emfisema, bronkiektasis, dan reactive airway disease (Hadjiliadis,
2014).
3. Penyakit Jantung Koroner (Sitepu, 2000)

2.3. Antioksidan
2.3.1. Pengertian
Antioksidan adalah zat yang dapat melawan pengaruh bahaya dari radikal
bebas sebagai hasil metabolisme oksidatif, yaitu hasil reaksi-reaksi kimia dan
proses metabolik yang terjadi di dalam tubuh. Berbagai bukti ilmiah
menunjukkan bahwa senyawa antioksidan dapay menurunkan risiko terjadinya
penyakit kronis seperti kanker dan jantung koroner (Amrun et al, 2007).
Antioksidan memiliki fungsi untuk menghentikan atau memutuskan reaksi
berantai dari radikal bebas yang terbentuk di dalam tubuh, sehingga dapat
menyelamatkan sel-sel tubuh dari kerusakan akibat radikal bebas (Hernani dan
Rahardjo, 2005).

2.3.2. Mekanisme Kerja


Antioksidan dapat digolongkan menjadi enzim dan vitamin. Antioksidan
enzim meliputi superoksida dismutase (SOD), katalase, dan glutation peroksidase
(GSH, Prx). Antioksidan vitamin mencakup alfa tokoferol (vitamin E), beta
karoten (pro vitamin A), dan asam askorbat (vitamin C) (Rohmatussolihat, 2009).
Superoksida dismutase berperan dalam melawan radikal bebas yang terbentuk di
mitokondria, sitoplasma, dan bakteri aerob dengan mengurangi bentuk radikal
bebas superoksida (Rohmatussolihat, 2009).
Antioksidan yang terdapat dalam tanaman bekerja dalam beberapa
mekanisme. Beberapa antioksidan menghambat pembentukan ROS, beberapa

Universitas Sumatera Utara


14

merupakan enzim yang menghancurkan ROS, beberapa merupakan molekul kecil


larut air yang menetralkan radikal bebas, dan beberapa menyerap elektron atau
energi yang berlebih dari ROS (Halliwell and Gutteridge, 2007). Contoh-contoh
antioksidan alami dijelaskan pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Tipe, Mekanisme, dan Sumber Antioksidan Alami


Antioksidan Peran Mekanisme Sumber

Asam Menetralkan Memberi Sayur dan buah,


askorbat ROS elektron pada seperti stroberi, kiwi,
(Vitamin C) ROS sehingga bunga kol
stuktur ROS
menjadi
seimbang
Vitamin E, Menetralkan Mengambil Sayuran hijau
isomer tokoferol ROS dan elektron (bayam), kacang,
dan tokotrienol memutuskan dan/atau energi biji-bijian
ikatan rantai
Karotenoid Memutus Memutus ikatan Wortel, tomat, labu,
ikatan rantai rantai pada melon, sayuran hijau,
tekanan parsial paprika
oksigen yang
rendah,
komplemen
kerja dari Vit.E
Flavonoid Menetralkan ”Sacrificial Apel, teh, buah beri,
ROS interaction” ceri, buah sitrus,
daun parsley

Dikutip dari “Halliwell and Gutteridge, (2007)”

2.3.3. Sumber Antioksidan


1. Vitamin A
Vitamin A penting untuk pemeliharaan kesehatan dan kelangsungan
hidup. Vitamin A berperan dalam berbagai fungsi dalam tubuh manusia
antara lain penglihatan, diferensiasi sel, kekebalan tubuh, pertumbuhan
dan perkembangan, reproduksi, pencegahan kanker dan penyakit jantung.
Angka kecukupan gizi vitamin A pada pria diatas 10 tahun sekitar 600
retinol ekivalen (RE), sedangkan pada wanita, untuk usia 10-18 tahun

Universitas Sumatera Utara


15

membutuhkan 600 retinol ekivalen (RE) dan 500 RE pada wanita dengan
usia diatas 19 tahun. Vitamin A terdapat dalam pangan hewani,
sedangkan karoten lebih banyak terdapat dalam pangan nabati (Almatsier,
2009).

Tabel. 2.3. Nilai vitamin A berbagai bahan makanan


(Retinol Ekivalen (RE) /100 g)
Bahan Makanan RE Bahan Makanan RE

Hati Sapi 13170 Daun Katuk 3111

Kuning Telur Bebek 861 Sawi 1940

Kuning Telur Ayam 600 Kangkung 1890

Ayam 243 Bayam 1827

Ginjal 345 Ubi jalar merah 2310

Ikan sardin (kaleng) 250 Mentega 1287

Minyak ikan 24000 Margarin 600

Minyak kelapa sawit 18000 Susu bubuk “full cream” 471

Minyak hati ikan hiu 2100 Keju 225

Wortel 3600 Susu kental manis 153

Daun singkong 3300 Susu segar 39

Daun Pepaya 5475 Mangga masak pohon 1900

Daun Lamtoro 5340 Pisang raja 285

Daun tales 3118 Tomat masak 450

Daun melinjo 3000 Semangka 177

Sumber: Daftar Analisis Bahan Makanan, FKUI, 1992 dalam Almatsier, 2009

2. Vitamin E (tokoferol)

Universitas Sumatera Utara


16

Vitamin E berfungsi sebagai antioksidan yang larut dalam lemak dan


mudah memberikan hidrogen dari gugus hidroksil (OH) pada struktur
cincin radikal bebas. Vitamin E atau tokoferol memiliki beberapa jenis
diantaranya alfa-, beta-, gama-, deltatokoferol, dan tokotrienol. Alfa-
tokoferol adalah bentuk vitamin E paling aktif, dan digunakan sebagai
standar pengukuran vitamin E dalam makanan. Hewan tidak dapat
membentuk vitamin E, sehingga kebutuhan vitamin E manusia didapatkan
dari sumber pangan nabati. Angka kecukupan vitamin E untuk pria dan
wanita diatas 15 tahun adalah 15 mg (Almatsier, 2009)..

Tabel 2.4. Nilai alfa- dan gama tokoferol dalam bahan makanan (mg/100 gram)
Bahan Makanan Alfa-tokoferol (mg) Gama-tokoferol (mg)

Serealia 0,88 0,77

Kacang-kacangan 0,72 5,66

Biji-bijian 9,92 10,97

Sayuran 0,81 0,14

Buah-buahan 0,27 -

Daging 0,31 0,21

Telur 1,07 0,35

Susu 0,34 -

Minyak babi 1,37 0,7

Mentega 1,95 0,14

Margarin 18,92 26,62

Sumber: M. Belizzi, 1986/1987, dalam Garrow, J.S. dan W.P.T. James, Human
Nutrition and Dietetics, 1993, hlm. 231 dalam Almatsier, 2009

3. Vitamin C

Universitas Sumatera Utara


17

Vitamin C memiliki banyak fungsi dalam tubuh diantaranya sebagai


koenzim atau kofaktor. Vitamin C adalah bahan yang memiliki
kemampuan untuk mereduksi dan bertindak sebagai antioksidan dalam
reaksi-reaksi hidroksilasi. Angka kecukupan vitamin C untuk pria diatas
16 tahun sekitar 90 mg, sedangkan untuk wanita diatas 16 tahun sekitar
75 mg. Kekurangan vitamin C dapat menyebabkan lelah, lemah, napas
pendek, kejang otot, kulit menjadi kering, kurang nafsu makan, anemia,
depresi, gangguan saraf, dan perdarahan gusi (Almatsier, 2009).

Tabel 2.5. Nilai Vitamin C berbagai bahan makanan (mg/100 gram)


Bahan Makanan mg Bahan Makanan mg

Daun singkong 275 Jambu monyet 197

Daun katuk 200 Gandaria (masak) 110

Daun melinjo 150 Jambu biji 95

Daun pepaya 140 Pepaya 78

Sawi 102 Mangga muda 65

Kol 50 Mangga masak pohon 41

Kol kembang 65 Durian 53

Bayam 60 Kedondong (masak) 50

Kemangi 50 Jeruk manis 49

Tomat masak 40 Jeruk nipis 27

Kangkung 30 Nenas 24

Ketela pohon kuning 30 Rambutan 58

Sumber: Daftar Analisis Bahan Makanan, FKUI, 1992 dalam Almatsier, 2009

2.3.4. Bahan Pangan yang Mengandung Antioksidan


Beberapa bahan pangan yang mengandung antioksidan alami yang biasa kita
temui sehari-hari:

Universitas Sumatera Utara


18

1. Tomat
Tomat kaya akan vitamin C, potasium, serat, dan vitamin A serta beta-karoten
yang disebut sebagai likopen yang diyakini mengandung antioksidan. Likopen
dapat menurunkan risiko terjadinya kanker seperti kanker prostat, kanker
lambung, dan kanker tenggorokan.
2. Wortel
Wortel mengandung beta-karoten, vitamin A, serat, dan gula. Dalam setiap
100 gram wortel segar terdapat beta-karoten sebanyak 6-20 mg dan vitamin C
sebanyak 5-10 mg.
3. Kelapa
Air kelapa muda dapat berfungsi sebagai antioksidan yang mengandung
glukosa, mineral, kalium, dan asam amino. Dalam 100 gram daging kelapa
terdapat 2 mg vitamin C.
4. Cabai
Kandungan dalam cabai adalah vitamin C, A, thiamin, niacin, riboflavin, dan
vitamin E. Kandungan vitamin A cabai 470 SI dan vitamin C 18 mg. Cabai
dapat melancarkan peredaran darah.
5. Mentimun
Kandungan kimia dalam buah mentimun antara lain saponin, glutation,
protein, lemak, karbohidrat, karoten, terpenoid, vitamin B, vitamin C, kalsium,
posfor, dan mangan. Dalam setiap 100 gram mentimun mengandung vitamin
C sebanyak 8 mg.
6. Anggur
Kandungan buah anggur adalah senyawa saponin, flavonoid, dan polifenol.
Sementara yang mempunyai aktivitas sebagai antioksidan adalah senyawa
antosianin. Anggur dapat melancarkan buang air kecil, meringankan
kandungan asam urat dalam darah, dan memelihara kesehatan hati
(Rohmatussolihat, 2009).

2.4. Pengetahuan dan Sikap


2.4.1. Pengetahuan

Universitas Sumatera Utara


19

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi setelah


orang melakukan pengindraan terhadap obyek tertentu. Pengindraan terjadi
melalui panca indrayang meliputi indra penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa dan raba. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2007).

Kognitif atau pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam


membentuk tindakan seseorang. Menurut Notoatmodjo (2007), tingkatan
pengetahuan dalam domain kognitif ada 6 yaitu:

1. Tahu (know)
Tahu dapat diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya, termasuk mengingat kembali (recall). Dalam kaitannya pengetahuan
ibu dalam upaya melatih balita untuk mengontrol buang air kecil maupun besar
serta melatih balita untuk buang air kecil maupun besar pada tempatnya.

2. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpratasikan materi
tersebut dengan benar. Setelah ibu mengetahui toilet training, maka berlanjut
ketahap memahami. Kemampuan pengasuh dalam memahami toilet training
ditentukan oleh seberapa banyak materi yang telah diingatnya mengenai pengajar
toilet training, serta seberapa tinggi kemampuan pengasuh balita dalam
mengartikan dan memberikan makna terhadap materi toilet training.

3. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Setelah ibu tetang toilet training
mengetahui diharapkan dapat mengaplikasikan dalam kehidupan sehari- hari.

4. Analisis (Analysis)

Universitas Sumatera Utara


20

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan suatu objek ke dalam


komponen-komponen bagaimana kemampuan ibu dalam melaksanakan toilet
training.

5. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan komponen-komponen di dalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru.

6. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan melakukan penilaian terhadap suatu
objek atau materi, bagaimana penilaian ibu terhadap perilaku tolet training.

Faktor – faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Notoatmodjo (2007),


yaitu :

1. Tingkat pendidikan
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka seseorang tersebut
akan lebih mudah dalam menerima hal-hal baru sehingga akan lebih mudah
pula menyelesaikan hal-hal baru tersebut.
2. Informasi
Seseorang yang mempunyai sumber informasi yang lebih banyak akan
memberikan pengetahuan yang jelas.
3. Budaya
Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang,
karena informasi-informasi baru akan disaring, apakah sesuai dengan
kebudayaan dan agama yang dianut.
4. Pengalaman

Universitas Sumatera Utara


21

Pengalaman disini berkaitan dengan umur dan pendidikan individu, artinya,


pendidikan yang tinggi, pengalaman akan luas sedang umur bertambah tua.
5. Sosial Ekonomi
Tingkatan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup disesuaikan dengan
penghasilan yang ada, sehingga menuntut pengetahuan yang dimiliki harus
dipergunakan semaksimal mungkin, begitupun dalam mencari bantuan ke
sarana kesehatan yang ada, mereka sesuaikan dengan pendapatan keluarga.
2.4.2. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi
adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan
sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial.
Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu
sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo, 2007).

Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan,
yaitu:
1. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus
yang diberikan (objek).
2. Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas
yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.
3. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah
adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
4. Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala
risiko merupakan sikap yang paling tinggi.

Universitas Sumatera Utara


22

Sikap dibentuk berdasarkan tiga aspek, yaitu aspek kognitif, afektif, dan
konatif. Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dimiliki
seseorang, komponen afektif berhubungan tentang perasaan atau emosi
seseorang, dan komponen konatif merupakan kecenderungan seseorang
berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimilikinya. Interaksi dari
ketiga komponen ini mempengaruhi sikap yang dimiliki suatu individu, bila
salah satu saja dari ketiga komponen ini tidak konsisten, maka sikap seseorang
terhadap suatu objek pun akan berubah. Sikap memiliki intensitas atau
kedalaman, yang artinya kekuatan sikap terhadap sesuatu belum tentu sama
antar setiap individu walaupun arah sikap antar individu tersebut sama.
Meskipun sikap seseorang terhadap sesuatu sama, negatif ataupun positif,
terdapat perbedaan kekuatan sikap antara individu tersebut (Azwar, 1998
dalam Lukiono, 2010).
Sikap bukan merupakan bawaan sejak lahir, sikap dapat dipengaruhi
melalui interaksi sosial. Interaksi sosial ini meliputi hubungan antara individu
dengan lingkungannya baik lingkungan fisik maupun lingkungan biologis.
Sebagai individu atau anggota suatu komunitas sosial, akan terjalin interaksi
atau hubungan satu sama lain yang akan mempengaruhi seseorang dalam
sikap ataupun perilaku. Sikap adalah determinan perilaku karena berkaitan
dengan persepsi, kepribadian, dan motivasi (Winardi, 2007 dalam Lukiono,
2010).

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai