Anda di halaman 1dari 7

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN KELUARGA TENTANG PERAWATAN PASIEN HALUSINASI

DENGAN TINGKAT KEKAMBUHAN PASIEN HALUSINASI DI

RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI BALI

The Correlation Between The Level Of Family Knowledge About Treatment Of Hallucinatory Patient

Replace At Psychiatric Hospital Bali

I PutuWirawanˡ, I Dewa Gede Ngurah Ari Baskara², Ni NyomanPutri Sriadi³


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Wira Medika Bali1
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Wira Medika Bali²
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Wira Medika Bali 3

ABSTRAK

PENDAHULUAN
Perkembangan jaman dan arus globalisasi yang begitu pesat memunculkan berbagai macam fenomena dan
permasalahan dalam kehidupan masyarakat, salah satunya masalah kesehatan jiwa, (Maramis, 2015).
Tantangan terbesar dalam penanganan masalah gangguan jiwa terletak pada keluarga.Keluarga tidak hanya
bertugas membawa anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa ke Rumah Sakit Jiwa (Maramis W. ,
2014).Sampai sekarang penanganan gangguan jiwa masih mengalami kendala, hal ini disebabkan
ketidaktahuan keluarga maupun masyarakat terhadap jenis gangguan jiwa diantaranya adalah masih terdapat
pandangan yang negatif (stigma) yang mengganggap penyakit gangguan jiwa adalah aib dan bahwa gangguan
jiwa bukanlah suatu penyakit yang dapat diobati dan disembuhkan.hal tersebut menyebabkan penderita
gangguan jiwa mengalami perlakuan yang diskriminatif dan tidak mendapatkan perawatan yang baik (Harawi,
2012)
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun 2016memperkirakan bahwa 1 % populasi
penduduk dunia menderita skizofrenia atau sekitar 21 juta jiwa. Berdasarakan Departemen Kesehatan Republik
Indonesia 2018, Hasil riset kesehatan dasar menunjukkan data prevalensi gangguan jiwa berat di indonesia,
seperti skizofrenia mencapai sekitar 14 juta orang atau sebanyak 7 per 1.000 penduduk, jumlah pasien
skizofrenia meningkat dibandingkan hasil Riskesdas 2013 sebanyak 400.000 orang atau sebanyak 1,7 per 1.000
penduduk, privalensi tertinggi terdapat di bali yaitu sebanyak 11 per mil, posisi kedua diikuti oleh yogyakarta dan
NTB sebanyak 10 per mil. Dinkes Provinsi bali (2018). Penderita gangguan jiwa mencapai 4.829 orang. Tabanan
menjadi kabupaten tertinggi yaitu mencapai 1.766 orang, Klungkung sebanyak 548 orang, Denpasar sebanyak
525 orang, Buleleng sebanyak 517 orang, Jembrana sebanyak 388 orang, Badung sebanyak 372 orang, Bangli
sebanyak 322 orang, Gianyar 285 orang dan Karangasem sebanyak 106 orang.
Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) panca indra tanpa adanya rangsangan dari luar
yang dapat meliputi semua sistem pengindraan dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh/baik.
Individu yang mengalami halusinasi seringkali beranggapan sumber atau penyebab halusinasi itu berasal dari
lingkungannya, padahal rangsangan primer dari halusinasi adalah kebutuhan perlindungan diri secara psikologik
terhadap kejadian traumatik sehubungan dengan rasa bersalah, rasa sepi, marah, rasa takut di tinggalkan oleh
orang yang di cintai, tidak dapat meninggalkan dorongan ego, pikiran dan perasaan sendiri. Halusinasi timbul
tanpa penurunan kesadaran dan hal ini merupakan gejala yang hampir tidak dijumpai pada keadaan lain
(Guntur, 2013).
Pasien halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan duduk terpaku dengan pandangan mata
pada satu arah tertentu, tersenyum dan berbicara sendiri, secara tiba-tiba marah atau menyerang orang lain,
gelisah, melakukan gerakan seperti sedang menikmati sesuatu. Juga keterangan dari pasien sendiri tentang

1
halusinasi yang dialaminya (apa yang dilihat, didengar atau dirasakan) (Guntur, 2013).Pasien dengan halusinasi
memiliki kesulitan dalam menjalankan pekerjaan bahkan dalam merawat diri sendiri. Akibatnya pasien halusinasi
cenderung tergantung tergantung pada orang lain. Sehingga akan berdampak pada keluarga. (Agustina, 2017)
Keluarga merupakan faktor penting yang menentukan keberhasilan asuhan keperawatan pada pasien
halusinasi. Keluarga yang mendukung pasien secara konsisten akan membuat pasien mampu mempertahankan
program pengobatan secara optimal. Namun demikian jika keluarga tidak mampu merawat pasien, maka pasien
akan kambuh bahkan untuk memulihkannya lagi akan sangat sulit. Hal ini tentunya tidak lepas dari tingkat
pengetahuan dan kemampuan keluarga merawat anggota keluarganya (Yusnipah, 2012).Memberikan
kepercayaan dan motivasi bagi penderita gangguan jiwa dalam menjalani kehidupannya.Selain itu, dorongan
yang kuat dari dalam dirinya tentu dapat memotivasi pasien kembali menempatkan dirinya dalam masyarakat
(Yusnipah, 2012).keluarga merupakan fungsi yang dilakukan keluarga sehubungan dengan pengaturan meliputi
pengambilan keputusan dalam keluarga, membuat peraturan, ketepatan dukungan finansial, cara menghadapi
lingkungan di luar keluarga dan perencanaan masa depan (Varcarolis., 2015)
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan pengindraan
terhadap suatu objek.Pengetahuan atau ranah kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang. Tanpa pengetahuan seseorang tidak akan mempunyai dasar untuk mengambil
keputusan dan tindakan terhadap masalahyang dihadapi. Maksud dari mengambil keputusan tersebut ialah
keluarga harus mempunyai pengetahuan agar bisamerawat pasien gangguan jiwa (Notoatmodjo,
2014).Sehingga semakin tinggi pengetahuan seseorang dalam merawat pasien gangguan jiwa di harapkan
mampu mengurangi kejadian angka kekambuhan pasien gangguan jiwa.
Kekambuhan merupakan keadaan dimana muncul gejala yang sama seperti sebelumnya dan
mengakibatkan pasien harus di rawat kembali (Andri, 2012). Pada gangguan jiwa, diperkirakan 50% penderita
gangguan jiwa akan mengalami kekambuhan pada tahun pertama dan 70% pada tahun kedua. Kekambuhan
biasanya terjadi akibat hal-hal buruk yang mennimpa penderita, seperti diasingkan oleh keluarganya (Taufik,
2014).Adapun perlakuan umum yang terjadi seperti kurang tidur, penarikan diri, kehidupan sosial yang
memburuk, kekacauan berfikir, berbicara ngawur, halusinasi penglihatan dan pendengaran (Hasmila Sari, 2015).
Keluarga berperan penting dalam menentukan cara atau asuhan keperawatan yang diperlukan oleh
pasien di rumah sehingga akan menurunkan angka kekambuhan (Nurdiana, 2007). Hasil penelitian tersebut
dipertegas oleh penelitan lain yang dilakukan oleh (Hasmila, 2011), menyatakan bahwa Dukungan Keluarga
merupakan pendukungan utama yang berperan sangat penting dalam proses penyembuhan pasien gangguan
jiwa terutama untuk mencegah terjadinya kekambuhan.
Berdasarkan studi dokumentasi dari catatan medik dan survey ke ruangan, jumlah total pasien yang
masuk di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali dari bulan oktobersampai dengan desember 2018 adalah684 orang.
Pasien yang didiagnoseskizofrenia sebanyak 550 orang, kemudianyang mengalami halusinasi sebanyak 193
orang, resiko prilaku kekerasan sebanyak 126, waham sebanyak 36, isolasi sosial sebanyak 36, harga diri
rendah sebanyak 24 orang, resiko bunuh diri 9 orang, dan defisit perawatan diri sebanyak 126 orang, adapun
data halusinasi yang terdiri dari bulan Oktober sebanyak 66 orang, bulan November sebanyak 60 orang dan
Desember sebanayk 67 orang. Diperkirakan sebanyak 70% pasien dengan halusinasi mengalami kekambuhan.
Hasil wawancara pada studi pendahuluan terhadap 10 orang keluarga pasien yang membawa pasien
untuk berobat ke Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali¸ menyatakan bahwa semua anggota keluarga mengetahui
anggota keluarganya mengalami halusinasi,dengan gejala seperti bicara dan tertawa sendiri,bicara tidak
jelas,marah- marah tanpa sebab dan lain sebagainya. Pada studi pendahuluan ini juga didapatkan 7 dari 10
keluarga menyatakan pasien mengalami kekambuhan ≥ 2 kali dalam setahun dan 3 orang keluarga mengatakan
kambuh kurang dari ≤ 1 kali dalam setahun. Keluarga juga tidak tahu harus melakukan apa untuk mengatasi
masalah anggota keluarganya yang menderita halusinasi. Tindakan yang dilakukan keluarga antara lain hanya
membiarkan pasien mengurung dalam rumah atau kamar dan jika pasien membahayakan orang lain atau
lingkungan baru kemudian dibawa ke Rumah Sakit.
Tingginya angka pasien yang mengalami halusinasi dan kekambuhan pasien memerlukan upaya
diantaranya program intervensi dan terapi yang implementasinya bukan di rumah sakit tetapi di lingkungan
masyarakat.Maka dari itu pengetahuan dan peran serta keluarga dalam merawat anggota keluarga yang
mengalami halusinasi sangat dibutuhkan untuk mengurangi angka kejadian halusinasi.Keluarga merupakan
sistem pendukung utama yang memberikan perawatan langsung pada setiap keadaan sakit pasien khususnya
ketika pasien di rumah.Umumnya, keluarga meminta tenaga kesehatan jika mereka tidak mampu lagi
merawatnya.Perawatan yang berfokus pada keluarga bukan hanya memulihkan keadaan penderita, tetapi
bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan serta kemampuan keluarga dalam mengatasi

2
masalah kesehatan dalam keluarga tersebut (Yusnipah, 2012).
Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan
tingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan halusinasi dengan tingkat kekambuhan pasien halusinasi di
Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali.

BAHAN DAN METODE


Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif korelasi yaitu penelitian yang bertujuan untuk
mengungkapkan hubungan korelasi antar variable (Nursalam, 2017).Rancangan dalam penelitian ini
menggunakan pendekatan cross-sectional.Menurut(Nursalam, 2017). Penelitiancross-sectional adalah jenis
penelitian yang menekankan waktu pengukuran/observasi data variabel independen dan dependen dinilai secara
simultan pada suatu saat, jadi tidak ada tindak lanjut. Peneliti ini tidak menggunakan intervensi, melainkan hanya
menggumpulkan data tingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan halusinasi dan tingkat kekambuhan
pasien halusinasi. Penelitian dilaksanakan di poliklinik Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali, pada bulan maret 2019
Populasi dalam penelitian ini adalah semua keluarga yang merawat pasien halusinasi yang sedang
rawat inap maupun rawat jalan dan kambuh di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali pada bulan oktober
sampai desember 2018 tercatat 135 pasien. Penelitian ini menggunakan non-probability sampling dengan
“Purposive sampling” yaitu tehnik penetapan sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi yang
dikehendaki peneliti sehingga sampel tersebut mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya
(Nursalam, 2017). Sampel penelitian ini adalah 57 orang .
Instrument dalam penelitian ini menggunakan kuesioner tingkat pengetahuan keluarga tentang
perawatan halusinasi dan observasi kekambuhan pasien halusinasi. Pengolahan data dilakukan dengan
menggunakan langkah editing, coding, tabulating. Selanjutnya data dianalisa secara Analisis univariat dilakukan
secara deskriptif, yaitu menampilkan frekuensi, varian data (mean, median, standar devisiasi) tentang
karakteristik responden, variabel tingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan halusinasi dan variabel
tingkat kekambuhan pasien halusinasi di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali dan Analisis bivariat yang dilakukan
terhadap dua periabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi yaitu variabel bebas tingkat pengetahuan
keluarga tentang perawatan halusinasi dan variabel terikat adalah tingkat kekambuhan pasien halusinasi di
Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali.
HASIL
Data yang di dapatkan pada penelitian ini berdasarkan karakteristik responden yaitu umur, pendidikan
dan pekerjaan sebagai berikut
Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Subyek Penelitian Berdasarkan Umur Di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali

No Umur Frekuensi %
1 28-40 tahun 22 38,6%
2 41-53 tahun 24 42,1%
3 54-65 tahun 11 19,3%
Total 57 100 %

Hasil distribusi berdasarkan umur responden dapat diketahui bawhwa umur 28 – 40 tahun sebanyak 24
responden atau 42,1%, 41 – 53 tahun sebanyak 22 responden atau 38,6% dan 54 – 65 sebanyak 11 responden
atau 19,3%. Maka dapat disimpulkan bahwa umur responden sebagian besar 41 – 53 tahun yaitu sebanyak 24
responden atau 42,1 %.
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Subyek Penelitian Berdasarkan Pendidikan Di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali

No Pendidikan Frekuensi %
1 Perguruan Tinggi 4 7,0%
2 SMA 21 36,8%
3 SMP 14 24,6%
4 SD 13 22,8%
5 Tidak sekolah 5 8,8%

3
Total 57 100 %
Hasil distrinusi berdasarkan pendidikan responden dapat diketahui bahwa pendidikan terakhir
perguruan tinggi sebanyak 4 responden atau 7,0%, SMA sebanyak 21 responden atau 36,8%, SMP sebanyak
14 responden atau 24,6%, SD sebanyak 13 responden atau 22,8%, dan tidak sekolah sebanyak 5 responden
atau 8,8%. Maka dapat di simpulkan sebagian besar responden pendidikan terakhirnya SMA dengan 21
responden atau 36,8%
Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Subyek Penelitian Berdasarkan Pekerjaan Di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali

No Pekerjaan Frekuensi %
1 Swasta 13 22,8%
2 Wiraswasta 11 19,3%
3 Buruh 8 14,0%
4 Petani 14 24,6%
5 PNS 3 5,3%
6 Tidak Bekerja 8 14,0%
Total 57 100 %
Hasil distribusi berdasarkan pekerjaan responden dapat diketahui swasta sebanyak 13 responden atau
22,8%, wiraswasta sebanyak 11 responden atau 19,3%, buruh sebanyak 8 responden atau 14,0%, petani
sebanyak 14 responden atau 24,6%, PNS sebanyak 3 responden atau 5,3%,dan tidak bekerja sebanyak 8
responden atau 14,0%. Maka dapat disimpulkan sebagian besar responden bekerja sebagai petani yaitu
sebanyak 14 responden atau 24,6%.
Data yang didapatkan berdasarkan variable penelitian sebagai berikut:
Tabel 4.5
Distribusi Frekuensi Subyek Penelitian Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Keluarga Di Poliklinik Rumah Sakit
Jiwa Provinsi Bali
No Tingkat Pengetahuan Keluarga Frekuensi %
1 Tinggi 37 64,9%
2 Sedang 13 22,8%
3 Rendah 7 12,3%
Total 57 100 %
Hasil perhitungan berdasarkan tingkat pengetahuan responden dapat diketahui bahwa tingkat
pengetahuan pada kategori tinggi sebanyak 37 responden atau 64,9%, sedang sebanyak 13 responden atau
22,8%, dan rendah sebanyak 7 responden atau 12,3%. Maka dapet disimpulkan sebagian besar responden
penelitian dengan tingkat pengetahuan pada kategori tinggi, yaitu sebanyak 37 responden atau 64,9%.
Tabel 4.6
Distribusi Frekuensi Subyek Penelitian Berdasarkan Tingkat Kekambuhan Halusinasi Di Poliklinik Rumah Sakit
Jiwa Provinsi Bali
No Tingkat Kekambuhan Halusinasi Frekuensi %
1 Tinggi 13 22,8%
2 Rendah 44 77,2%
Total 57 100 %
Hasil perhitungan berdasarkan tingkat kekambuhan pasien halusinasi dapat diketahui bahwa pada
kategori tinggi sebanyak 13 responden atau 22,8%, dan kategori rendah sebanyak 44 responden atau 77,2%.
Maka dapat disimpulkan sebagian besar pasien halusinasi dengan tinggkat kekambuhan rendah, yaitu sebanayk
44 responden atau 77,2%.

4
Hasil analisis data
Tabel 4.7
Analisis Bivariat Tingkat Pengetahuan Keluarga Tentang Perawatan Pasien Halusinasi Dengan Tingkat
Kekambuhan Pasien Halusinasi Di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali

Tingkat Tingkat Kekambuhan Pasien


Pengetahuan Halusinasi Jumlah ᵪ2 p-value
Keluarga Tinggi Rendah
Tinggi 3 (23,1%) 34 (77,3%) 37 (64,9%)
Sedang 4 (30,8%) 9 (20,5%) 13 (22,8%)
20.743 0,000
Rendah 6 (46,2%) 1 (2,3%) 7 (12,3%)
Jumlah 13 (22,8%) 44 (77,2%) 57 (100%)

Hasil perhitungan pada tabel diketahui tingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan pasien
halusinasi kategori rendah dengan tingkat kekambuhan kategori tinggi sebanayk 6 orang (46,2%) sedangkan
kategori rendah dengan tingkat kekambuhan kategori rendah sebanyak 1 orang (12,3%),tingkat pengetahuan
keluarga tentang perawatan pasien halusinasi kategori sedang dengan tingkat kekambuhan pasien halusinasi
kategori tinggi 4 orang (30,8%) sedangkan kategori sedang dengan tingkat kekambuhan kategori rendan 9 orang
(20,5%), dan tingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan pasien halusinasi kategori tinggi dengan tingkat
kekambuhan kategori tinggi sebanyak 3 orang (23,1%) sedangkan kategori tingkat pengetahuan tinggi dengan
tingkat kekambuhan rendah sebanyak 34 orang (77,3%).

PEMBAHASAN
Setelah dilakukan analisis data dan melihat hasilnya, dalam sub bab ini penelitian akan membahas hasil
penelitian yang sudah diuraikan sebelumnya, untuk akhirnya menjawab tujuan dari penelitian yang dilakukan.
Berdasarkan karakteristik responden :
Umur Responden, Hasil penelitian karakteristik tingkat pengetahuan keluarga berdasarkan umur
responden dapat diketahui bawhwa umur 28 – 40 tahun sebanyak 24 responden atau 42,1%, 41 – 53 tahun
sebanyak 22 responden atau 38,6% dan 54 – 65 sebanyak 11 responden atau 19,3%.
Menurut (Notoatmodjo, 2014) umur mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang.
Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin
bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya sehingga yang diperolehnya
semakin membaik.
Menurut peneliti sebelumnya (Andriani, 2015) tentang tingkat pengetuan keluarga dalam merawat
pasien halusinasi bahwa umur responden sebagian besar 41 – 53 tahun yaitu sebanyak 45 responden atau
48,9%.Umur yang lebih dewasa lebih memiliki banyak pengalaman, sehingga dapat diartikan bahwa semakin
dewasa umur seseorang maka semakin tinggi tingkat pengalamannya.
Menurut penelitiumur semakin bertambahnya usia maka akan semakin berkembang pula daya tangkap
dan pola pikirnya sehingga pengetahuan yang diperoleh juga akan semakin membaik dan bertambah, akan
tetapi ketika memasuki usia lansia seseorang akan mulai menurun tingkat pengetahuannya. Sehingga usia yang
dewasa tua merupakan usia paling bagus tingkat pengetahuannya
Pendidikan Responden, Hasil penelitian karakteristik berdasarkan pendidikan responden dapat
diketahui bahwa pendidikan terakhir perguruan tinggi sebanyak 4 responden atau 7,0%, SMA sebanyak 21
responden atau 36,8%, SMP sebanyak 14 responden atau 24,6%, SD sebanyak 13 responden atau 22,8%, dan
tidak sekolah sebanyak 5 responden atau 8,8%. Maka dapat di simpulkan sebagian besar responden pendidikan
terakhirnya SMA dengan 21 responden atau 36,8%.
Menurut (Notoatmodjo, 2014)Faktor pendidikan memberikan wawasan yang baru kepada
seseorang.Secara umum, orang yang berpendidikan memiliki tingkat pengetahuan dan wawasan yang luas
dibandingkan dengan orang yang tingkat pendidikannya rendah.
Menurut penelitian sebelumnya (Andriani, 2015) dalam tingkat pengetahuan keluarga dalam merawat
pasien halusinasi bahwa sebagian besar responden berpendidikan SMA yaitu sebanyak 58,7%, semaakin tinggi
Pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka menerima informasi, dan pada ahkrinya makin banyak pula
pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya, jika seseorang tingkat pendidikannya rendah, akan menghambat
perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan informasi dan nilai-nilai baru diperkenalkan

5
Menurut peneliti semakin tinggi pendidikan seseorang semakin banyak pula pengetahuan yang dimiliki
seseorang, hal ini menyebabkan seseorang yang memiliki pendidikan yang tinggi akan lebih mudah menerima
dan menerapkan ilmu yang dimilikinya
Pekerjaan Responden, Hasil distribusi berdasarkan pekerjaan responden dapat diketahui swasta
sebanyak 13 responden atau 22,8%, wiraswasta sebanyak 11 responden atau 19,3%, buruh sebanyak 8
responden atau 14,0%, petani sebanyak 14 responden atau 24,6%, PNS sebanyak 3 responden atau 5,3%,dan
tidak bekerja sebanyak 8 responden atau 14,0%. Maka dapat disimpulkan sebagian besar responden bekerja
sebagai petani yaitu sebanyak 14 responden atau 24,6%.
Menurut (Notoatmodjo, 2014)Pengalaman belajar dalam bekerja yang berkembang memberikan
pengetahuan dan keterampilan professional serta pengalaman belajar selama bekerja akan dapat
mengembangkan kemampuan mengambil keputusan. Pekerjaan juga dapat memperoleh pengalaman sehingga
dari pengalaman tersebut akan memperoleh pengetahuan yang lebih luas.
Menurutpenelitian sebelumnya (Saragih, 2013) dalam gambaran tingkat pengetahuan dan sikap
keluarga tentang perawatan pasien perilaku kekerasan di rumah bahwa pasien rata bekerja sebagai wiraswata
sebanyak 42,4%. Pekerjaan adalah kegiatan yang harus dilakukan seseorang dalam menunjang dan
mempertahankan kehidupannya, pekerjaan juga merupakan suatu sarana dalam mendapatkan sumber informasi
dari lingkunangannya.
Menurut peneliti pekerjaan yang lebih banyak mendapatkan waktu luang akan lebih banyak pula
berkesempatan lebih dekat dengan pasien, dimna pasien akan merasa lebih diperhatikan dan akan
mempercepat proses penyembuhannya.

Berdasarkan variabel penelitian:


Tingkat Pengetahuan Keluarga Tentang Perawatan Pasien Halusinasi di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali ,
Tingkat Pengetahuan Keluarga Tentang Perawatan Pasien Halusinasi di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali
dominan dalam kategori tinggi yaitu sebesar 64,9% sebagian besar keluarga tahu dan memahami isi kuesioner
tingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan pasien halusinasi di rumah sakit jiwa provinsi bali. Hal ini
disebabkan informasi mengenai perawatan pasien halusinasi sudah banyak didapat keluarga melalui media
informasi seperti Koran, televisi, internet.Serta keluarga dapat penyuluhan kesehatan dari petugas kesehatan di
Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali.(Taufik, 2014). Pengetahuan (knowledge) diartikan sebagai hasil pengindraan
manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan
sebagainya), dengan sendirinya pada waktu pengindraan sehingga menghasilkan pengetahuan (Notoatmodjo,
2014). Keluarga adalah caregiver untuk pasien halusinasi di rumah.Perannya menggantikan peran perawat saat
di rumah sakit.Pendidikan kesehatan diperlukan untuk meningkatkan kemampuan dan pengetahuan keluarga.
Menurut (Yusnipah, 2012) dalam tingkat pengetahuan keluarga dalam merawat psien halusinasi
menunjukan hasil bahwa sebanyak 57,7% responden memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi dalam merawat
pasien halusinasi. Hal ini memperlihatkan pentingnya pengetahuan keluarga untuk proses penyembuhan pasien
(Yusnipah, 2012).
Menurut penelitipengetahuan akan mempengaruhi keluarga dalam merawat pasien gangguan jiwa
dimana dalam melakukan tindakan perawatan pasien gangguan jiwa, seseorang harus belajar untuk
mendapatkan ilmu melalui panca indranya kemudian ilmu tersebut akan di terapkan dalam menangani pasien
gangguan jiwa sehingga dapat mempercepat proses penyembuhan pasien.
Tingkat Kekambuhan Pasien Halusinasi, Hasil distribusi tingkat kekambuhan pasien halusinasi di rumah
sakit jiwa provinsi bali dominan dalam kategori rendah yaitu sebesar 77,2%. Hal ini disebabkan oleh faktor
keluarga yang mampu mengenali kondisi halusinasi di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali yang membuat keyakinan
pasien akan kesembuhan tentang dirinya meningkat sehingga menyebabkan pasien memiliki semangat dan
motivasi daalam proses pengembuhan dirinya. Sedangkat tingkat kekambuhan yang tinggi disebabkan oleh
kurangnya pengetahuan keluarga dalam merawat pasien halusinasi.Kekambuhan merupakan peristiwa
timbulnya kembali gejala-gejala gangguan psikis atau jiwa yang sebelumnya sudah diperoleh kemajuan (Stuart,
2013).
Menurut (Nadia,2012) dalam hubungan dukungan keluarga dengan tingkat kekambuhan klien
halusinasi menunjukan hasil tingkat kekambuhan yang rendah yaitu 40% dari 84 sampel yang mungkin
disebabkan oleh peran keluarga.
Menurut peneliti, kambuhnya pasien gangguan jiwa sering diakibatkan oleh kurangnya perawatan dari
keluarga dimna keluarga tidak memperdulikan pasien dan membiarkan pasien begitu saja, hal itu

6
mengakibatkan pasien merasa tidak di pedulikan oleh keluarga dan merasa membebani keluarga sehingga
mengakibatkan kekambuhan pasien kembali terulang .

Hasil analisis data


Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Keluarga Tentang Perawatan Pasien Halusinasi Dengan
Tingkat Kekambuhan Pasien Halusinasi di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali, Hasil penelitian ini terdapat
hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan pasien halusinasi dengan
tingkat kekambuhan pasien halusinasi di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali dengan nilai ᵪ2 hitung sebesar 20,743 (p=
0,000 < 0,05). Keluarga merupakan faktor penting yang menentukan keberhasilan asuhan keperawatan pasien
halusinasi, keluarga yang mendukung pasien secara konsisten akan membuat pasien mampu mempertahankan
program pengobatan secara optimal. Namun jika keluarga tidak mampu merawat pasien halusinasi, maka akan
kambuh dan sangat sulit untuk bisa memulihkannya lagi,hal ini tentunya tidak lepas dari tingkat pengetahuan
dan kemampuan keluarga dalam merawat anggota keluarganya. (Yusnipah, 2012)memberikan kepercayaan dan
motivasi bagi penderita gangguan jiwa dalam menjalani kehidupannya, selain itu, dorongan yang kuat dari dalam
diri tentunya dapat memotivasi pasien kembali menepatkan dirinya dalam masyarakat (Yusnipah, 2012).
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian (Rhamdany,2013) hasil penelitian diperoleh ada
hubungan yang signifikan hubungan keterlibatan keluarga terhadap kemampuan klien mengontrol halusinasi.
Menurut peneliti,Seseorang dengan peengetahuan yang tinggi akan lebih mudah merawat pasien
dengan gangguan jiwa, dengan ilmu yang dimilikinya seseorang yang berpengetahuan tinggi akan menerapkan
ilmu yang di dapat untuk propes penyembuhan pasien, sehingga pasien merasa dirinya di perhatikan oleh
keluarganya , kemudian hal tersebut dapat menurunkan tingkat kekambuhan pasien dengan gangguan jiwa.

SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan
Karakteristik responden berdasarkan umur responden sebagian besar 28-40 tahun sebanyak 24
responden (42,1%), Pendidikan sebagian besar SMA sebanyak 21 responden (36,8%), dan pekerjaan sebagian
besar petani 14 responden (24,6%).
Tingkat Pengetahuan Keluarga Tentang Perawatan Pasien Halusinasi di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali
sebagianbesar respondentingkat pengetahuan pada kategori tinggi, yaitu sebanyak 37 responden atau 64,9%.
Tingkat Kekambuhan Pasien Halusinasi Pasien Halusinasi di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali sebagian
besar tinggkat kekambuhan rendah, yaitu sebanayk 44 responden atau 77,2%.
Hasil Dari Analisis Data MenunjukanAda Hubungan Yang Signifikan Antara Tingkat Pengetahuan
Keluarga Tentang Perawatan Pasien Halusinasi dengan Tingkat Kekambuhan Pasien Halusinasi di Rumah Sakit
Jiwa Provinsi Bali dengan nilai ᵪ2 hitung sebesar 20,743 (p= 0,000 < 0,05). Nilai koefisien kontigensi sebesar 0,516
berada pada kisaran 0,40-0,59 (ada hubungan cukup kuat)
Saran
Bagi Rumah Sakit
Sebaiknya rumah sakit meningkatan pelayanan edukasi bagi keluarga pasien penderita gangguan jiwa
sehingga menurunkantingkat kekambuhan pasien.
Kepada Peneliti Selanjutnya
Peneliti selanjutnya diharapkan agar dapat melanjutkan dan mengembangkan penelitian ini kejenjang
yang lebih tinggi seperti multivariate sehingga peneliti ini dapat lebih ditingkatkan.

Anda mungkin juga menyukai