Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN HIPERTENSI

DI PUSKESMAS MOJOPANGGUNG
BANYUWANGI
2019

Oleh:
Afrisa Maulana Ayu P. (2017.01.002)

PROGRAM STUDI DIPLOMA III


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BANYUWANGI
2019
LEMBAR PERSETUJUAN

Laporan pendahuluan ini dibuat berdasarkan praktik di Puskesmas Mojopanggung


Banyuwangi
Banyuwangi, Desember 2019

Mengetahui
Mahasiswa

Afrisa Maulana Ayu P.


2017.01.001

Mengetahui

Pembimbing Klinik Pembimbing Institusi

( ) ( )
BAB I
HIPERTENSI
KONSEP PENYAKIT
A. DEFINISI
 Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan
sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastolok di atas 90 nnHg. Pada manula
hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90
mmHg. (Smeltzer, Suzanne.2002;896).
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan
diastolic 90 mmHg, atau bila pasien memakai obat antihipertensi ( Arif
Mansjoer,2010;518 )
Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah yang menetapdiatas
batas normal yang disepakati, yaitu diastolic 90 mmHg atau sistolik 140 mmHg. (Sylvia
A price, 2010)
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik >140 mmHg dan tekanan darah diastolik
>90 mmHg, atau bila pasien memakai obat antihipertensi.
B. Klasifikasi
Klasifikasi hipertensi menurut WHO
1. Tekanan darah normal yaitu bila sistolik kurang atau sama dengan 140 mmHg dan diastolik
kurang atau sama dengan 90 mmHg
2. Tekanan darah perbatasan (broder line) yaitu bila sistolik 141-149 mmHg dan diastolik 91-
94 mmHg
3. Tekanan darah tinggi (hipertensi) yaitu bila sistolik lebih besar atau sama dengan 160
mmHg dan diastolik lebih besar atau sama dengan 95mmHg.
Klasifikasi menurut The Joint National Committee on the Detection and Treatment of
Hipertension
1. Diastolik
a. < 85 mmHg : Tekanan darah normal
b. 85 – 99 : Tekanan darah normal tinggi
c. 90 -104 : Hipertensi ringan
d. 105 – 114 : Hipertensi sedang
e. >115 : Hipertensi berat
2. Sistolik (dengan tekanan diastolik 90 mmHg)
a. < 140 mmHg : Tekanan darah normal
b. 140 – 159 : Hipertensi sistolik perbatasan terisolasi
c. > 160 : Hipertensi sistolik teriisolasi
Krisis hipertensi adalah Suatu keadaan peningkatan tekanan darah yang mendadak
(sistole ≥180 mmHg dan/atau diastole ≥120 mmHg), pada penderita hipertensi, yg
membutuhkan penanggulangan segera yang ditandai oleh tekanan darah yang sangat
tinggi dengan kemungkinan timbulnya atau telah terjadi kelainan organ target (otak, mata
(retina), ginjal, jantung, dan pembuluh darah).
Tingginya tekanan darah bervariasi, yang terpenting adalah cepat naiknya tekanan
darah. Dibagi menjadi dua:
a. Hipertensi Emergensi
Situasi dimana diperlukan penurunan tekanan darah yang segera dengan obat
antihipertensi parenteral karena adanya kerusakan organ target akut atau progresif target
akut atau progresif. Kenaikan TD mendadak yg disertai kerusakan organ target yang
progresif dan di perlukan tindakan penurunan TD yg segera dalam kurun waktu
menit/jam.
b. Hipertensi urgensi
Situasi dimana terdapat peningkatan tekanan darah yang bermakna tanpa adanya gejala
yang berat atau kerusakan organ target progresif bermakna tanpa adanya gejala yang
berat atau kerusakan organ target progresif dan tekanan darah perlu diturunkan dalam
beberapa jam. Penurunan TD harus dilaksanakan dalam kurun waktu 24-48 jam
(penurunan tekanan darah dapat dilaksanakan lebih lambat (dalam hitungan jam sampai
hari).

C. Etiologi
Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik (idiopatik).
Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan tekanan
perifer. Namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi:

a) Genetik: Respon neurologi terhadap stress atau kelainan eksresi atau transport Na.
b) Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkan tekanan
darah meningkat.

c) Stress Lingkungan.

d) Hilangnya Elastisitas jaringan dan arterosklerosis pada orang tua serta pelebaran
pembuluh darah.
Berdasarkan etiologinya Hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu:
a) Hipertensi Esensial (Primer)
Penyebab tidak diketahui namun banyak factor yang mempengaruhi seperti genetika,
lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf simpatik, system rennin angiotensin, efek dari
eksresi Na, obesitas, merokok dan stress.
b) Hipertensi Sekunder
Dapat diakibatkan karena penyakit parenkim renal/vaskuler renal. Penggunaan
kontrasepsi oral yaitu pil. Gangguan endokrin dll.
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan
perubahan pada :
a. Elastisitas dinding aorta menurun
b. Katub jantung menebal dan menjadi kaku
c. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur
20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan
menurunnya kontraksi dan volumenya.
d. Kehilangan elastisitas pembuluh darah
Hal ini terjadi karena kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk
oksigenasi Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.
Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-data
penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan terjadinya
hipertensi. Faktor tersebut adalah sebagai berikut :
1. Faktor keturunan
Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar
untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi
Ciri perseorangan
1) Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah:
2) Umur ( jika umur bertambah maka TD meningkat )
3) Jenis kelamin ( laki-laki lebih tinggi dari perempuan )
4) Ras ( ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih )
5) Kebiasaan hidup
6) Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah :
7) Konsumsi garam yang tinggi ( melebihi dari 30 gr )
8) Kegemukan atau makan berlebihan
9) Stress
10) Merokok
11) Minum alcohol
12) Minum obat-obatan ( ephedrine, prednison, epineprin )
b. Sedangkan penyebab hipertensi sekunder adalah :
1) Ginjal
2) Glomerulonefritis
3) Pielonefritis
4) Nekrosis tubular akut
5) Tumor
6) Vascular
7) Aterosklerosis
8) Hiperplasia
9) Trombosis
10) Aneurisma
11) Emboli kolestrol
12) Vaskulitis
13) Kelainan endokrin
14) DM
15) Hipertiroidisme
16) Hipotiroidisme
17) Saraf
18) Stroke
19) Ensepalitis
20) SGB
21) Obat – obatan
22) Kontrasepsi oral
23) Kortikosteroid
D. Faktor Resiko
 Riwayat keluarga dengan penyakit jantung dan hipertensi
 Pria usia 35 – 55 tahun dan wanita > 50 tahun atau sesudah menopause
 Kebanyakan mengkonsumsi garam/natrium
 Sumbatan pada pembuluh darah (aterosklerosis) disebabkan oleh beberapa hal seperti
merokok, kadar lipid dan kolesterol serum meningkat, caffeine, DM, dsb.
 Factor emosional dan tingkat stress
 Gaya hidup yang monoton
 Sensitive terhadap angiotensin
 Kegemukan
 Pemakaian kontrasepsi oral, seperti esterogen.
E. Patofisiologi
Dari pusat vasomotor bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke
korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan
abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak
ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron
preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion
ke pembuluh darah. Pada saat bersamaan dimana system saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin
dan korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid, semuanya memperkuat respons
vasokonstiktor pembuluh darah.. Vasokontriksi mengakibatkan penurunan aliran darah ke
ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Rennin merangsang pembentukan angiotensin I
yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada
gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormone ini menyebabkan
peningkatan volume intravaskuler.
Pertimbangan gerontologis. Perubahan structural dan fungsional pada system
pembuluh darah perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada
usia lanjut.perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat
dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya
menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya,
aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah
yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curah jantung
dan peningkatan tahanan perifer.(Smeltzer C Suzanne,2002;897)
F. Manifestasi Klinis
Peningkatan tekanan darah kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala. Bila
demikian gejala baru muncul setelah komplikasi pada ginjal, mata, otak, atau jantung.
Gejala lain yang sering ditemukan adalah sakit kepala, epistaksis, marah, telinga
berdengung, rasa berat di tengkuk, sukar tidur, mata berkunang-kunang dan pusing. (Arif
mansjoer,2001;518).Nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari), azotemia
(peningkatan nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin). (Smeltzer C Suzanne,2002;897)

 Sakit kepala
 Vertiogo dan muka merah
 Efitaksis kontan
 Penlihatan kabur atau scotonas dengan perubahan retina
 Kekerapan nokturnal akibat peningkatan tekanan dan bukan oleh gangguan ginjal
 Sebagai akibat hipertensi yang berkepanjangan:
1) Insifuensi koroner dan penyumbatan
2) Kegagalan jantung
3) Kegagalan ginjal
4) Cerebro vaskular accident (struke)
G. PATHWAY
Umur jenis kelamin gaya hidup obesitas
Elastisitas , arteoskleros

Hipertensi

Kerusakan vaskuler pembuluh darah

Perubahan struktur

Penyumbatan pembuluh darah

Vasokontriksis

Gangguan sirkulasi

Resistensi
pembuluhOtak ginjal pembuluh darah retina
darah otak
Spasme
Vasokonstriksi sisitemik
Suplai O2 koroner asrteriola
pembulu darah
menurun
ginjal Vasokontriksi Iskemic diplopia
miokard
Blood flow Afterload
Nyeri Gangguan Resti injuri
menurun meningkat
kepala pola tidur
Nyeri
Respon dada
RAA Penurunan fatiqu
curah jantung
Rangsangan
aldosteron Intoleransi
aktivitas
Retensi
Na

edema
H. Tanda Dan Gejala
Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi :
a. Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan tekanan
darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti
hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.
b. Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri kepala
dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang mengenai
kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.
Menurut Rokhaeni ( 2001 ), manifestasi klinis beberapa pasien yang menderita
hipertensi yaitu : Mengeluh sakit kepala, pusing Lemas, kelelahan, Sesak nafas, Gelisah,
Mual Muntah, Epistaksis, Kesadaran menurun.

I. Pemeriksaan Penunjan
Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu :
1) Pemeriksaan yang segera seperti :
 Darah rutin (Hematokrit/Hemoglobin): untuk mengkaji hubungan dari sel-sel
terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko
seperti: hipokoagulabilitas, anemia.
 Blood Unit Nitrogen/kreatinin: memberikan informasi tentang perfusi / fungsi
ginjal.
 Glukosa: Hiperglikemi (Diabetes Melitus adalah pencetus hipertensi) dapat
diakibatkan oleh pengeluaran Kadar ketokolamin (meningkatkan hipertensi).
 Kalium serum: Hipokalemia dapat megindikasikan adanya aldosteron utama
(penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretik.
 Kalsium serum : Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan
hipertensi
 Kolesterol dan trigliserid serum : Peningkatan kadar dapat mengindikasikan
pencetus untuk/ adanya pembentukan plak ateromatosa ( efek kardiovaskuler )
 Pemeriksaan tiroid : Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan
hipertensi
 Kadar aldosteron urin/serum : untuk mengkaji aldosteronisme primer
(penyebab)
 Urinalisa: Darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal dan ada DM.
 Asam urat : Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko hipertensi
 Steroid urin : Kenaiakn dapat mengindikasikan hiperadrenalisme
 EKG: 12 Lead, melihat tanda iskemi, untuk melihat adanya hipertrofi ventrikel
kiri ataupun gangguan koroner dengan menunjukan pola regangan, dimana luas,
peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung
hipertensi.
 Foto dada: apakah ada oedema paru (dapat ditunggu setelah pengobatan
terlaksana) untuk menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup, pembesaran
jantung.
2) Pemeriksaan lanjutan ( tergantung dari keadaan klinis dan hasil pemeriksaan yang
pertama ) :
 IVP :Dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti penyakit parenkim
ginjal, batu ginjal / ureter.
 CT Scan: Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.
 IUP: mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti: Batu ginjal,
perbaikan ginjal.
 Menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi: Spinal tab, CAT scan.
 (USG) untuk melihat struktur gunjal dilaksanakan sesuai kondisi klinis pasien
J. PENATALAKSANAAN
Banyak penelitian menunjukkan bahwa pentingnya terapi hipertensi pada lanjut usia;
dimana terjadi penurunan morbiditas dan mortalitas akibat penyakit kardiovaskuler dan
serebrovaskuler.1,2 Sebelum diberikan pengobatan, pemeriksaan tekanan darah pada lanjut
usia hendaknya dengan perhatian khusus, mengingat beberapa orang lanjut usia
menunjukkan pseudohipertensi (pembacaan spigmomanometer tinggi palsu) akibat
kekakuan pembuluh darah yang berat. Khususnya pada perempuan sering ditemukan
hipertensi jas putih dan sangat bervariasinya TDS
1) Sasaran tekanan darah

Pada hipertensi lanjut usia, penurunan TDD hendaknya mempertimbangkan aliran


darah ke otak, jantung dan ginjal. Sasaran yang diajukan pada JNCVI dimana
pengendalian tekanan darah (TDS<140 mmHg dan TDD<90mmHg) tampaknya terlalu
ketat untuk penderita lanjut usia. Sys-Eur trial merekomendasikan penurunan TDS <
160 mmHg sebagai sasaran intermediet tekanan darah, atau penurunan sebanyak 20
mmHg dari tekanan darah awal.

2) Modifikasi pola hidup


Mengubah pola hidup/intervensi nonfarmakologis pada penderita hipertensi
lanjut usia, seperti halnya pada semua penderita, sangat menguntungkan untuk
menurunkan tekanan darah. Beberapa pola hidup yang harus diperbaiki adalah :
menurunkan berat badan jika ada kegemukan, mengurangi minum alcohol,
meningkatkan aktivitas fisik aerobik, mengurangi asupan garam, mempertahankan
asupan kalium yang adekuat, mempertahankan asupan kalsium dan magnesium yang
adekuat, menghentikan merokok, mengurangi asupan lemak jenuh dan kolesterol.1,4,15
Seperti halnya pada orang yang lebih muda, intervensi nonfarmakologis ini harus
dimulai sebelum menggunakan obat-obatan.

3) Terapi farmakologis

Umur dan adanya penyakit merupakan faktor yang akan mempengaruhi


metabolisme dan distribusi obat, karenanya harus dipertimbangkan dalam memberikan
obat antihipertensi. Hendaknya pemberian obat dimulai dengan dosis kecil dan
kemudian ditingkatkan secara perlahan. Menurut JNC VI pilihan pertama untuk
pengobatan pada penderita hipertensi lanjut usia adalah diuretic atau penyekat beta.
Pada HST, direkomendasikan penggunaan diuretic dan antagonis kalsium. Antagonis
kalsium nikardipin dan diuretic tiazid sama dalam menurunkan angka kejadian
kardiovaskuler.16 Adanya penyakit penyerta lainnya akan menjadi pertimbangan dalam
pemilihan obat antihipertensi. Pada penderita dengan penyakit jantung koroner,
penyekat beta mungkin sangat bermanfaat; namun demikian terbatas penggunaannya
pada keadaan-keadaan seperti penyakit arteri tepi, gagal jantung/ kelainan bronkus
obstruktif. Pada penderita hipertensi dengan gangguan fungsi jantung dan gagal jantung
kongestif, diuretik, penghambat ACE (angiotensin convening enzyme) atau kombinasi
keduanya merupakan ptlihan terbaik.

Penatalaksanaan berdasarkan factor resiko:

Tekanan Darah Kelompok Risiko A Kelompok risiko B Kelompok


risiko C
130-139/85-89 Modifikasi gaya hidup Modifikasi gaya hidup Dengan obat
140-159/90-99 Dengan obat
> 160/> 100 Modifikasi gaya hidup Modifikasi gaya hidup Dengan obat

Dengan obat Dengan obat

Langkah-langkah yang dinjurka dalam dalam modifikasi gaya hidup:


 Menurunkan berat badan bila terdapat kelebihan
 Membatasi alcohol
 Meningkatkan aktivitas fisik aerobic ( 30-45 menit/hari )
 Mengurangi asupan natrium ( < 100 mmol Na/2,4 g Na/6 g NaCl/hari )
 Mempertahankan asupan kalsium dan magnesium yang adekuat
 Berhenti merokok dan mengurangi asupan lemak jenuh dan kolesterol dalam makanan.
 Penatalaksanaan dengan obat antihipertensi bagi sebagian besar pasien dimulai dengan
dosis rendah kemudian ditingkatkan secara titrasi sesuai dengan umur, kebutuhan dan
usia.(Arif mansjoer,2001;519)
K. Konsep Asuhan Keperawatan
a. Aktivitas / istirahat
Gejala :
 Kelemahan
 Letih
 Napas pendek
 Gaya hidup monoton
Tanda :
 Frekuensi jantung meningkat
 Perubahan irama jantung
 Takipnea
b. Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner / katup,
penyakit serebrovaskuler
Tanda :
 Kenaikan TD
 Nadi : denyutan jelas
 Frekuensi / irama : takikardia, berbagai disritmia
 Bunyi jantung : murmur
 Distensi vena jugularis
 Ekstermitas
Perubahan warna kulit, suhu dingin ( vasokontriksi perifer ), pengisian kapiler
mungkin lambat
c. Integritas Ego
Gejala: Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, marah, faktor stress
multiple ( hubungsn, keuangan, pekerjaan )
Tanda :
 Letupan suasana hati
 Gelisah
 Penyempitan kontinue perhatian
 Tangisan yang meledak
 otot muka tegang ( khususnya sekitar mata )
 Peningkatan pola bicara
d. Eliminasi
Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu ( infeksi, obstruksi, riwayat penyakit
ginjal )
e. Makanan / Cairan
Gejala :
 Makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi garam, lemak dan
kolesterol
 Mual
 Muntah
 Riwayat penggunaan diuretik
Tanda :
 BB normal atau obesitas
 Edema
 Kongesti vena
 Peningkatan JVP
 glikosuria
f. Neurosensori
Gejala :
 Keluhan pusing / pening, sakit kepala
 Episode kebas
 Kelemahan pada satu sisi tubuh
 Gangguan penglihatan ( penglihatan kabur, diplopia )
 Episode epistaksis
Tanda :
 Perubahan orientasi, pola nafas, isi bicara, afek, proses pikir atau memori ( ingatan )
 Respon motorik : penurunan kekuatan genggaman
 Perubahan retinal optik
g. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala :
 nyeri hilang timbul pada tungkai
 sakit kepala oksipital berat
 nyeri abdomen
h. Pernapasan
Gejala :
 Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas
 Takipnea
 Ortopnea
 Dispnea nocturnal proksimal
 Batuk dengan atau tanpa sputum
 Riwayat merokok
Tanda :
 Distress respirasi/ penggunaan otot aksesoris pernapasan
 Bunyi napas tambahan ( krekles, mengi )
 Sianosis
i. Keamanan
Gejala : Gangguan koordinasi, cara jalan
Tanda : Episode parestesia unilateral transien
j. Pembelajaran / Penyuluhan
Gejala :
  Factor resiko keluarga ; hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung, DM , penyakit
serebrovaskuler, ginjal
  Faktor resiko etnik, penggunaan pil KB atau hormon lain
  Penggunaan obat / alkohol
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

KONSEP LANSIA

A. Definisi Lansia

Lanjut usia adalah seseorang yang memiliki usia lebih dari atau sama dengan 55

tahun (WHO 2013). Lansia dapat juga diartikan sebagai menurunnya kemampuan

jaringan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan struktur serta fungsi normalnya,

sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (Darmojo, 2015).

Seseorang dikatakan lanjut usia (lansi) apabila usianya 65 tahun ke atas. Lansia

bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang

ditandai dengan prnurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres

lingkungan. Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan orang untuk

mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologi. Kegagalan ini

berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan

secara individual (Efendi, 2010).

B. Klasifikasi lansia

WHO (2013), klasifikasi lansia adalah sebagai berikut :

1) Usia pertengahan (middle age), yaitu kelompok usia 45-54 tahun.

2) Lansia (elderly), yaitu kelompok usia 55-65 tahun.

3) Lansia muda (young old), yaitu kelompok usia 66-74 tahun.

4) Lansia tua (old), yaitu kelompok usia 75-90 tahun.

5) Lansia sangat tua (very old), yaitu kelompok usia lebih dari 90 tahun.
C. Proses Penuaan

Proses menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam

kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya

dimulai dari suatu waktu tertentu tetapi dimulai sejak pemulaan kehidupan, menjadi tua

merupaka proses alamiah, yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupan ,

yaitu anak, dewasa, dan tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara biologis maupun

psikologis. Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran , misalnya kemunduran

fisik yang di tandai dengan kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong,

pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin memburuk, gerakan lambat, dan figur

tubuh yang tidak proposional.

Proses menua merupakan proses yang terus-menerus atau berkelanjutan secara

alamiah yang umumnya dialami oleh semua makhluk hidup. Misalanya, dengan

kejadian hilangnya jaringan pada otot susunan saraf, dan jaringan lain, hingga tubuh

“mati” sedikit demi sedikit. Kecepatan proses menua setiap individu pada organ tubuh

tidak akan sama. Adalakalahnya seseorang belum tergolong lanjut usia atau masih

mudah, tetapi telah menunjukan kekurangan yang mencolok (deskriminasi). Ada pula

orang yang tergolong lanjut usia, penampilannya masih sehat, segar bugar, dan badan

tegap. Walaupun demikian, harus diakui bahwa ada berbagai penyakit yang sering di

alami lanjut usia. Manusia secara lambat dan progresif akan kehilangan daya tahan

terhadap infeksi dan akan menempuh semakin banyak distorsi meteoritik dan struktural

yang disebut sebagai penyakit degeneratif, (misalnya hipertensi, arteriosklerosis,

diabetes militus, dan kanker) yang akan menyebabkan berakhirnya hidup dengan
episode terminal yang dramatis, misalnya stroke , infark miokard, koma asidotik, kanker

metastasis dan sebagainya (Nugroho, 2011).

Ada beberapa teori yang berkaitan dengan proses penuaan, yaitu teori biologi, teori

psikologis, teori sosial dan teori konsekuensi personal.

1) Teori biologi

a. Teori Jam Genetik

Teori genetik menyebutkan bahwa manusia secara genetik sudah terprogram bahwa

material didalam inti sel di katakan bagaikan memiliki jam genetis terkait dengan frekuensi

mitosis. Teori ini di dasarkan pada kenyataan bahwa spesies-spesies tertentu memiliki

harapan hidup (lifespan) yang tertentu. Manusia memiliki rentang kehidupan maksimal

sekitar 110 tahun, sel- sel di perkirakan hanya mampu membela sekitar 50 kali, sesudah itu

akan mengalami deteriorasi (Padila, 2013)

b. Wear and Tear Theory

Teori wear and tear disebutkan bahwa proses menua terjadi akibat kelebihan usaha dan

stres yang menyebabkan sel tubuh menjadi lelah dan tidak mampu meremajakan

fungsinya (Padila, 2013).

c. Teori Stres

Menua terjadi akibat hilangnya sel – sel yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi

jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha dan

stress menyebabkan sel- sel tubuh telah terpakai (Padila, 2013).

d. Slow Immunology Theory


Sistem imun menjadi kurang efektif dalam mempertahankan diri, regulasi dan

responbilitas. Didalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat khusus.

Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak dapat bertahan sehingga zat tersebut menjadi

jaringan lemah (Padila, 2013).

e. Teori Radikal Bebas

Radikal bebas terbentuk di alam bebas, tidak stabilnya radikal bebas mengakibatkan

oksidasi oksigen bahan-bahan organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal ini

menyebabkan sel-sel tidak dapat melakukan regenerasi (Padila, 2013).

f. Teori Rantai Silang

Kolagen yang merupakan unsur penyusun tulang diantara susunan molecular, lama

kelamaan akan meningkat kekakuanya(tidak elastis), hal ini disebabkan oleh karena sel-

sel yang sudah tua dan reaksi kimianya menyebabkan jaringan yang sangat kuat (Padila,

2013).

g. Teori Mutasi Somatik

Terjadi kesalahan dalam proses transkrip DNA dan RNA dan dalam proses translasi

RNA protein/enzim. Kesalahan ini terjadi terus-menerus sehingga akhirnya akan terjadi

penurunan fungi organ atau perubahan sel normal menjadi sel kanker atau penyakit (Sofia,

2014).

h. Teori Nutrisi

Nutrisi yang baik pada setiap perkembangan akan membantu meningkatkan makanan

bergizi dalam rentang hidupnya, maka ia akan lebih lama sehat. (Sofia, 2014).

2) Teori Psikologis
Usia lanjut atau proses penuaan terjadi secara ilmiah seiring dengan penambahan usia.

Perubahan psikologis yang terjadi dapat dihubungkan pula dengan keakuratan mental dan

keadaan fungsional yang efektif termasuk pemenuhan kebutuhan dasar dan tugas

perkembangan.

Teori yang merupakan psikososial adalah sebagi berikut :

a. Teori integritas Ego

Teori perkembangan yang mengidentifikasi tugas- tugas yang harus di capai dalam

tahap perkembangannya. Tugas perkembangan terkahir merefleksikan kehidupan

seseorang dan pencapaianya.

b. Teori integritas personal

Merupakan suatu bentuk kepribadian seseorang pada masa kanak- kanak dan tetap

bertahan secara stabil.perubahan yang radikal pada usia tua bisa menjadi mengindikasi

penyakit otak (Padila, 2013)

3) Teori Sosial

Interaksi sosial pada lansia terjadi penurunan kekuasaan, kehilangan peran, hambatan

kontak sosial dan berkurangnya komitmen sehingga interaksi sosial mereka juga berkurang,

yang tersisa hanyalah harga diri dan kemampuan mereka mengikuti perintah (Padila, 2013).

4) Teori konsekuensi fungsional

Teori konsekuensi fungsional lanjut usia berhubungan dengan perubahan-perubahan

karena usia dan faktor resiko tambahan (Padila, 2013).

2.1.4 Perubahan- Perubahan yang terjadi pada Lansia


Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia meliputi perubahan fisik, sosial, dan

psikologis.

1) Perubahan Fisik

a. Perubahan sel dan ekstrasel pada lansia mengakibatkan penurunan tampilan dan

fungsi fisik. lansia menjadi lebih pendek akibat adanya pengurangan lebar bahu dan

pelebaran lingkar dada dan perut, dan diameter pelvis. Kulit menjadi tipis dan keriput,

masa tubuh berkurang dan masa lemak bertambah.

b. Perubahan kardiovaskular yaitu pada katup jantung terjadi adanya penebalan dan

kaku, terjadi penurunan kemampuan memompa darah (kontraksi dan volume)

elastisistas pembuluh darah menurun serta meningkatnya resistensi pembuluh darah

perifer sehingga tekanan darah meningkat.

c. Perubahan sistem pernapasan yang berhubungan dengan usia yang mempengaruhi

kapasitas fungsi paru yaitu penurunan elastisitas paru, otot- otot pernapasan

kekuatannya menurun dan kaku, kapasitas residu meningkat sehingga menarik nafas

lebih berat, alveoli melebar dan jumlahnya menurun, kemampuan batuk menurun dan

terjadinya penyempitan pada bronkus.

d. Perubahan integumen terjadi dengan bertambahnya usia mempengaruhi fungsi dan

penampilan kulit, dimana epidermis dan dermis menjadi lebih tipis, jumlah serat

elastis berkurang dan keriput serta kulit kepala dan rambut menipis, rambut dalam

hidung dan telinga menebal, vaskularisasi menurun, rambut memutih (uban), kelenjar

keringat menurun, kuku keras dan rapuh serta kuku kaki tumbuh seperti tanduk.

e. Perubahan sistem persyarafan terjadi perubahan struktur dan fungsi sistem saraf.

Saraf pancaindra mengecil sehingga fungsi menurun serta lambat dalam merespon
dan waktu bereaksi khususnya yang berhubungan dengan stress, berkurangnya atau

hilangnya lapisan mielin akson sehingga menyebabkan berkurangnya respon motorik

dan refleks.

f. Perubahan musculoskeletal sering terjadi pada wanita pasca monopause yang dapat

mengalami kehilangan densitas tulang yang masif dapat mengakibatkan

osteoporosis, terjadi bungkuk (kifosis), persendian membesar dan menjadi kaku

(atrofi otot), kram, tremor, tendon mengerut dan mengalami sklerosis.

g. Perubahan gastroinstestinal terjadi pelebaran esofagus, terjadi penurunan asam

lambung, peristaltik menurun sehingga daya absorpsi juga ikut menurun, ukuran

lambung mengecil serta fungsi organ aksesoris menurun sehingga menyebabkan

berkurangnya produksi hormon dan enzim pencernaan.

h. Perubahan genitourinaria terjadi pengecilan ginjal, pada aliran darah ke ginjal

menurun, penyaringan di glomerulus menurun dan fungsi tubulus menurun sehingga

kemampuan mengonsentrasikan urine ikut menurun.

i. Perubahan pada vesika urinaria terjadi pada wanita yang dapat menyebabkan otot-

otot melemah, kapasitasnya menurun, dan terjadi retensi urine.

j. Perubahan pada pendengaran yaitu terjadi membran timpani atrofi yang dapat

menyebabkan ganguan pendengaran dan tulang-tulang pendengaran mengalami

kekakuan.

k. Perubahan pada penglihatan terjadi pada respon mata yang menurun terhadap sinar,

adaptasi terhadap menurun, akomodasi menurun, lapang pandang menurun, dan

katarak (Siti dkk, 2015)

2) Perubahan Psikologis
Pada lansia dapat dilihat dari kemampuanya beradaptasi terhadap kehilangan fisik,

sosial, emosional serta mencapai kebahagiaan, kedamaian dan kepuasan hidup.ketakutan

menjadi tua dan tidak mampu produktif lagi memunculkan gambaran yang negatif tentang

proses menua. Banyak kultur dan budaya yang ikut menumbuhkan angapan negatif

tersebut, dimana lansia dipandang sebagai individu yang tidak mempunyai sumbangan

apapun terhadap masyarakat dan memboroskan sumber daya ekonomi (Fatimah, 2010)

3) Perubahan Kognitif

Pada lansia dapat terjadi karena mulai melambatnya proses berfikir, mudah lupa, bingung

dan pikun. Pada lansia kehilangan jangak pendek dan baru merrupakan hal yang sering

terjadi (Fatimah, 2010).

4) Perubahan Sosial , Post power syndrome, single woman,single parent, kesendirian,

kehampaan, ketika lansia lainnya meninggal, maka muncul perasaan kapan meninggal (Siti

dkk, 2008).
BAB 3
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul pada pasien hipertensi berdasarkan teori, yaitu :
a. Penurunan curah jantung b.d peningkatan afterload, vasokonstriksi, hipertrofi, iskemia
miokard
b. Nyeri akut b.d peningkatan tekanan vaskuler serebral dan iskemia
c. Kelebihan volume cairan
d. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan
B. Intervensi
1. Penurunan curah jantung
 Tujuan
Menunjukkan curah jantung yang memuaskan, dibuktikan oleh efektivitas pompa
jantung, status sirkulasi, perfusi jaringan (organ abdomen, jantung serebral, selular,
perifer, dan pulmonal); dan status tanda-tanda vital

 Criteria hasil

1. Mempunyai indeks jantung dan fraksi ejeksi dalam batas normal


2. Mempunyai haluaran urine, berat jenis urine, blood urea nitrogen (BUN) dan keratin
plasma dalam batas normal
3. Mempunyai warna kulit yang normal
4. Menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas fisik (mis. Tidak mengalami
dispnea, nyeri dada, atau sinkope)
5. Menjelaskan diet, obat, aktivitas, dan batasan yang diperlukan (mis. Untuk penyakit
jantung)
6. Mengidentifikasi tanda dan gejala perburukan kondisi yang dapat dilaporkan
 Intervensi NIC
Aktivitas Keperawatan
1. Kaji dan dokumentasikan tekanan darah, adanya sianosis, status pernapasan, dan status
mental
2. Pantau tanda kelebihan cairan (mis. Edema dependen, kenaikan berat badan)
3. Kaji toleransi aktifitas pasien dengan memerhatikan adanya awitan napas pendek, nyeri,
palpitasi, atau limbung
4. Evaluasi respon psien terhadap terapi oksigen
5. Kaji kerusakan kognitif
Penyuluhan untuk pasien/keluarga
1. Jelaskan tujuan pemberian oksigen per kanula nasal atau sungkup
2. Intruksikan mengenai pemeliharaan keakuratan asupan dan haluaran
3. Ajarkan penggunaan, dosis, frekuensi, dan efek samping obat
4. Ajarkan untuk melaporkan dan menggambarkan awitan palpitasi dan nyeri, faktor pencetus,
daerah, kualitas, dan intesitas
5. Intruksikan pasien dan keluarga dalam perencanaan untuk perawatan dirumah, meliputi
pembatasan aktivitas, pembatasan diet, dan penggunaan alat terapeutik
6. Berikan informasi tentang teknik penurunan stress seperti biofeed-back, relaksasi otot
progresif, meditsi dan latihan fisik
7. Ajarkan kebutuhan untuk menimbang berat badan setiap hari
Aktivitas kolaboratif
1. Konsultasikan dengan dokter menyangkut parameter pemberian atau penghentian obat
tekanan darah
2. Berikan dan titrasikan obat antiaritmia, inotropik, nitrogliserin,dan vasodilator untuk
mempertahankan kontraktilitas, preload, dan afterload sesuai dengan program medis atau
protocol
3. Berikan antikoagulan untuk mencegah pembentukan thrombus perifer, sesuai dengan
program atau protocol
(Wilkinson, 2016, pp. 65-66)

2. Nyeri akut

 Tujuan
Memperlihatkan pengendalian nyeri, yan dibuktikan oleh indicator sebagai berikut
(sebutkan 1-5: tidak oernah, jarang, kadang-kandang, sering, atau selalu).
a. Mengenali awitan nyeri
b. Menggunakan tindakan pencegahan
c. Melaporkan nyeri yang dapat dikendalikan
 Criteria hasil
1. Memperlihatkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk mencapai
kenyamanan
2. Mempertahankan tingkat nyeri pada atau kurang (dengan skala 0-10)
3. Melaporkan kesejahteraan fisik dan psikologi
4. Mengenali faktor penyebab dan menggunakan tindakan untuk memodifikasi faktor
tersebut
5. Melaporkan nyeri kepada penyedia layanan kesehatan
6. Menggunakan tindakan meredakan nyeri dengan analgesic dan non analgesic
secara teapat
7. Tidak mengalami gangguan dalam frekuensi pernapasan, denyut jantung, atau
tekanan darah
8. Mempertahankan selera makan yang baik
9. Melaporkan pola tidur yang baik
10. Melaporkan kemampuan untuk mempertahankan performa peran dan hubungan
interpersonal
 Intervensi NIC
Aktivitas keperawatan
1. Gunakan laporan dari pasien sendiri sebagai pilihan pertama untuk mengumpulkan onformasi
pengkajian.
2. Minta pasien untuk menilai nyeri atau ketidaknyamanan pada skala 0 sampai 10 (0= tidak
ada nyeri atau ketidaknyamanan, 10= nyeri berat)
3. Gunakan bagan alir nyeri untuk memantau peredaan nyeri oleh analgesic dan kemungkinan
efek sampingnya
4. Kaji dampak agama, budaya, kepercayaan, dan lingkungan terhadap nyeri respon pasien
5. Dalam mengkaji pasien, gunakan kata-kata yang sesuai usia dan tingkat perkembangan
pasien
Penyuluhan untuk pasien/keluarga
1. Sertakan dalam intruksi pemulangan pasien obat khusus yang harus diminum, frekuensi
pemberian, kemungkinan efek samping, kemungkinan interksi obat, kewaspadaan khusus
saat mengonsumsi obat tersebut (mis, pembatasan aktivitas fisik, pembatasan diet)l dan nama
orang yang harus dihubungi bila mengalami nyeri membandel
2. Intruksikan oasien untuk menginformasikan kepada perawat jika peredaan nyeri tidak dapat
dicapai
3. Informasikan kepada pasien tentang prosedur yang dapat meningkatkan nyeri dan tawarkan
strategi koping yang disarankan
4. Perbaiki kesalahan presepsi tentang analgesic narkotik atau opioid (mis, risiko
ketergantungan atau overdosis)
Aktivitas kolaboratif
1. Kelola nyeri pasca bedah awal dengan pemberian opiate yang terjadwal (mis, setiap 4 jam
selam 36 jam) atau PCA
2. Manajemen nyeri NIC
Gunakan tindakan pengendalian nyeri sebelum nyeri menjadi lebih berat

Laporkan kepada dokter jika tindakan tidak berhasil atau jika keluhan saat ini merupakan
perubahan yang bermakna dari pengalaman nyeri pasien dimasalalu

(Wilkinson, 2016, pp. 297-298)

3. Intoleransi aktivitas

 Tujuan
Menoleransi aktivitas yang bisa dilakukan, yang dibuktikan oleh toleransi aktivitas, ketahanan,
penghematan energy, tingkat kelelahan, energy psikomotorik, istirahat, dan perawatan diri : ASK
(dan AKSI)

 Criteria hasil
1. Mengidentifikasi aktivitass atau situasi yang menimbulkan kecemasan yang dapat
mengakibatkan intoleran aktivitas
2. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik yang dibutuhkan dengan peningkatan denyut jantung,
frekuensi pernapasan, dan tekanan darah serta memantau pola dalam batas normal
3. Pada (tanggal target) akan mencapai tingkat aktivitas (uraikan tingkat yang diharapkan dari
daftar pada saran penggunaan)
4. Mengungkapkan secara verbal pemahaman tentang kebutuhan oksigen, obat dan atau
peralatan yang dapat meningkatkan toleransi terhadap aktivitas
5. Menampilkan aktivitas kehidupas sehrihari (AKS) dengan beberapa bantuan (mis, eliminasi
dengan bantuan ambulasi tuntuk kekamar mandi)
6. Menampilkan managemen pemeliharaan rumah dengan bantuan (mis, membutuhkan bantuan
untuk kebersihan setiap minggu)
 Intervensi NIC
Aktifitas keperawatan
1. Kaji tingkat kemmpuan pasien untuk berpindah dari tempat tidur, berdiri, ambulasi, dan
melakukan AKS dan AKSI
2. Kaji respon emosi, sosial, dan spiritual terhadap aktivitas
3. Evaluasi metovasi dan keinginan pasien untuk meningkatkan aktivitas
Penyuluhan untuk pasien/keluarga
1. Penggunaan teknik napas terkontrol selama aktivitas, jika perlu
2. Mengenali tanda dan gejala intoleran aktivitas, termasuk kondisi yang belum dilaporrkan
kepada dokter
3. Pentingnya nutrisi yang baik
4. Penggunaan peralatan, seperti oksigen selama aktivitas
5. Penggunaan teknik relaksasi (mis, distraksi, fisualisasi) selama aktivitas
6. Dampak intoleran aktivitas terhadap tanggung jawab peran dalam keluarga dan tempat kerja
7. Tindakan untuk menghemat energy, sebagai contoh : menyimpan alat atau benda yang sering
digunaakan ditempat yang mudah terjangkau
Aktivitas kolaboratif
1. Berikan pengobatan nyeri sebelum aktivitas, apabila nyeri merupakan salah satu faktor
penyebab
2. Kolaborasikan dengan alat ahli terapi okupasi, fisik (mis, untuk latihan ketahanan), atau reasi
untuk merencanakan dan memantau program aktivitas, jika perlu
3. Untuk pasien yang mengalami sakit jiwa, rujuk pelayanan kesehatan jiwa dirumah
4. Rujuk pasien kepelayanan kesehatan rumah untuk mendapatkan pelayanan bantuan peralatan
rumah, jika perlu
5. Rujuk pasien kepelayanan kesehatan rumah untuk mendapatkan pelayan bantuan perawatan
rumah, jika perlu
6. Rujuk pasien keahli gizi untuk pelayanan diet guna meningkatlan asupan yang kaya energy
7. Rujuk pasien kepusat rehabilitasi jantung jika keletihan berhubungan dengan penyakit
jantung
(Wilkinson, 2016, pp. 17-18)

B. Implementasi
Implementasi adalah pengelolahan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pad
a tahap perencanaan. (Nasrul Effendy, 2012)
Jenis tindakan yang dapat dilakukan dalam pelaksanaan intervensi keperawtan antara lain.
1) Secara mandiri (independen)

Adalah tindakan yang diprakarsai sendiri oleh perawat untuk mem-bantu pasien

dalam mengatasi masalahnya atau menanggapi reaksi karena adanya nyeri (Nasrul

Effendy, 2012)

2) Saling ketergantungan atau kolaborasi (Dependent)

Adalah tindakan keperawatan atas dasar kerjasama sesame tim perawat atau denga

n tim kesehatan lainnya seperti : Dokter, fisioterapi, analisis kesehatan (Nasrul

Effendy, 2012)

3) Rujukan atau ketergantungan

Adalah tindakan keperawatan atas dasar rujukan dari lain diantaranya Dokter, psik

ologi, ahli gizi, fisioterapi dan lain-lain. (Nasrul Effendy, 2012)


C. Evaluasi

Evaluasi adalah mengykur keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan tindakan

keperawatan yang dilaksanakan dalam memenuhi kebutuhan pasien. (Nasrul Effendy,

2012)
DAFTAR PUSTAKA
Baughman, Diane C.2000. KMB: Buku saku untuk Brunner dan Suddarth. EGC, Jakarta
Carpenito, Lynda juall.1999. Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi II.EGC.
Jakarta
Doengoes, Marylin E.2000. Rencana Asuhan Keperawatan: : Pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien, EGC: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai