Anda di halaman 1dari 19

TUGAS SOSIOLOGI

MENGAPLIKASIKAN BUDAYA KATA TABE’ DI KALANGAN MASYARAKAR


BUGIS

Di Susun Oleh:

Abelia Regina Putri


Andi Hildayani
Nurfadillah
Richal Akbar
Yuswanto

UPT SATUAN PENDIDIKAN SMA NEGERI 11 WAJO


KABUPATEN WAJO SULAWESI SELATAN
2019

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan karya tulis ini. Sungguh penulis
menyadari bahwa sejak awal hingga selesainya penulisan karya tulis ini, cukup banyak kesulitan
hambatan yang dialami. Akan tetapi berkat dorongan jiwa, kesungguhan, dan ketekunan yang
dimiliki penulis serta bantuan dari berbagai pihak, maka kesulitan dan hambatan itupun dapat
teratasi untuk mewujudkan karya tulis ini.
Oleh karena itu, sepatutnya penulis menyampaikan ucapan terima kasih sebanyak-
banyaknya dan penghargaan yang setinggi-tingginya, terutama kepada:
1. Ibu Upisartika, S.Pd. yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan yang intensif
sejak persiapan hingga terwujudnya karya tulis ini.
2. Segenap pembina dan rekan-rekan dalam lingkungan SMA Negeri 11 Wajo yang telah
memberikan bantuan kepada penulis dalam memperoleh data yang sehubungan dengan
penulisan karya tulis ini.
3. Keluarga masing-masing penulis yang telah memberikan bantuannya yang tidak ternilai
harganya baik moral maupun materil.
4. Semua pihak yang tidak sempat disebutkan namanya satu-persatu yang turut membantu
penulis dalam menyelesaikan karya tulis ini.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih banyak kekurangan. Hal ini disebabkan oleh
berbagai faktor diluar kemampuan dan jangkauan pemikiran penulis. Oleh karena itu kritikan
dan saran-saran dari berbagai pihak sangat penulis harapkan.Semoga karya tulis ini dapat
memberikan manfaat bagi pembaca. Semoga Allah SWT memberkati kita semua.

Tim Peneliti

ii
MENGAPLIKASIKAN BUDAYA KATA TABE’ DI KALANGAN MASYARAKAR
BUGIS

ABSTRAK

Seperti yang kita ketahui, masyarakat Indonesia sangat beragam. Ada banyak suku, bangsa,
bahasa, adat istiadat, dan kesenian. Budaya menghargai menjadi sikap langka yang sangat
penting dan hurus dikembangkan kembali. Tabe’ merupakan salah satu contohnya terutama
untuk wilayah pulau sulawesi. Tabe’ adalah sikap minta permisi untuk melewati arah orang lain,
dengan kata-kata tabe’ kata tersebut diikuti gerakan tangan kanan turun kebawah dengan melihat
pada orang-orang yang dilewati lalu memberikan senyuman. Makna dari perilaku seperti
demikian adalah bahwa tabe, simbol dari upaya menghargai dan menghormati siapapun orang
dihadapan kita. Budaya Tabe’ perlahan-lahan mulai tenggelam dalam masyarakat, khususnya
pada kalangan anak-anak dan remaja bahkan sering ditemukan pada kalangan anak remaja.
Entahlah.. apakah ini karena kesalahan orang tua yang tidak mengajarkannya atau karena budaya
Barat yang telah mengkontaminasi pemikiran mereka. Mereka tidak lagi menghargai orang yang
lebih tua dari mereka, bahkan yang sering saya temukan banyak anak-anak yang memakai kata
‘BROO’ untuk menyapa orang yang lebih tua dari mereka, melewati orang tanpa permisi,
bahkan kepada orangtua mereka sendiri. Budaya tabe’ sangat berperan penting dalam
pembentukan karakter anak dalam sifat santun dan hormat. Oleh karena kami berinisiatif untuk
mengaplikasikan budaya kata tabe’ kepada kalangan masyarakat bugis untuk menanamkan sikap
tabe’ ini dalam menghormati orang yang lebih tua. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif
dengan menggunakan metode survei yaitu mengumpulkan data dengan menggunakan angket
dengan topik utama yaitu kata tabe’ dilanjutkan dengan analisis kuantitatif dan kualitatif.
Penelitian ini mencangkup seluruh masyarakat Kecamatan Takkalalla Kabupaten Wajo dengan
sampel yang dipilih secara acak.. Sebab tabe’ memiliki nilai-nilai leluhur antaralain sipakkatau,
sipakkalebbi, sipakkainge dan merupakan kecerdasan sikap yang akan membentuk dan mendidik
anak-anak atau generasi muda agar tercipta nilai-nilai bangsa yang saling menghormati. Jika
terealisasikan dengan baik akan mencegah banyak keributan dan akan mempererat rasa
persaudaraan sehigga tdk dapat teradinya konflik antar masyarakat bugis. Jadi budaya “Tabe” itu
sangat penting untuk diri sendiri dan orang lain untuk menjaga keakraban, kenyamanan dan
persaudaraan. Budaya “tabe” mungkin terlihat sepele, namun hal ini sangat penting dalam tata
krama masyarakat di kalangan masyarakat bugis. Sikap “Tabe” dapat memunculkan rasa
keakraban meski sebelumnya tidak saling kenal. Pada zaman sekarang ini Budaya “Tabe” sudah
mulai terdegradasi. Nilai-nilai pendidikan dan karakternya perlahan-lahan mulai hilang, seakan
budaya “Tabe” tak mempunyai makna apa-apa lagi bahkan sering diplesetkan. Budaya tabe
merupakan nilai luhur dan budaya lokal yang sangat tinggi sehingga harus dilestarikan untuk
menopang kehidupan yang lebih baik serta mengurai dampak dari zaman yang semakin modern
yaitu tengah memasuki era revolusi industri 4.0 atau revolusi industri dunia ke-empat yang
banyak menganut budaya kebarat-baratan.

Keywords: Kata Tabe


iii
DAFTAR ISI

JUDUL PENELITIAN .........................................................................................................i


KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii
ABSTRAK ......................................................................................................................... iii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................1
A. Latar Belakang ..........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah .....................................................................................................1
C. Tujuan Penelitian .......................................................................................................1
BAB II TINAUAN PUSTAKA ........................................................................................... 2
A. Budaya ....................................................................................................................... 2
B. Kata Tabe................................................................................................................... 2
C. Masyarakat Bugis ......................................................................................................3
D. Masyarakat ................................................................................................................3
BAB III METODE PENELITIAN ...................................................................................... 5
A. Jenis Penelitian ..........................................................................................................5
B. Devinisi Oprasional Variabel .................................................................................... 5
C. Teknik Pengupulan Data ........................................................................................... 5
D. Populasi Dan Sampel ................................................................................................ 5
E. Teknik Pengambilan Sapel ........................................................................................ 5
F. Teknik Analisis Data...................................................................................................6
G. Jadwal Dan Tempat Penelitian ................................................................................. 6
BAB IV HASIL DAN PEBAHASAN ................................................................................. 7
A. Filosofi Budaya Tabe’ Dalam Masyarakat Bugis .................................................... 7
B. Iplemen Tabe’ Sebagai Tata Krama Masyarakat Bugis ...........................................8
C. Nilai-Nilai Yang Terkandung Dalam Budaya Tabe’ ................................................. 9
BAB V PENUTUP ............................................................................................................13
A. Kesipulan ................................................................................................................ 13
B. Kesimpulan ..............................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................................v
LAMPIRAN ........................................................................................................................vi

iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tabe (permisi) merupakan budaya yang sangat indah yang ditinggalkan oleh leluhur, yang
mewariskan sopan santun yang tidak hanya melalui ucapan tetapi juga dengan gerak.
Bagaimanapun itu, hal ini perlu tetap dijaga karena tidak hanya diperuntukkan kepada yang
muda melakukan ke yang lebih tua tetapi juga sebaliknya.

Realita Saat Ini Adalah budaya tabe’ perlahan-lahan telah luntur dalam masyarakat,
khususnya pada kalangan anak-anak dan remaja. Mereka tidak lagi memiliki sikap tabe’ dalam
dirinya. Entah karena orangtua mereka tidak mengajarkannya atau memang karena kontaminasi
budaya Barat yang menghilangkan budaya tabe’ ini. Mereka tidak lagi menghargai orang yang
lebih tua dari mereka. Mereka melewati tanpa permisi, bahkan kepada orangtua mereka sendiri.
Padahal sopan santun itu jika digunakan akan mencegah banyak keributan, akan mencegah
terjadi pertengkaran dan akan mempererat rasa persaudaraan. Bahkan jika budaya tabe
diterapkan dalam masyarakat maka tidak ada egosentris yang memicu konflik seperti tawuran
pelajar, dan jika dikerucutkan kewilayah anak SD, anak-anak yang mengenal budaya tabe’ akan
berperilaku sopan dan tidak mengganggu temannya.

Tata krama ataupun sopan santun hendaknya tidak hilang dalam diri kita. Orang yang sopan
akan disenangi oleh orang lain. Oleh karena itu sangat penting mengajarkan budaya tabe’ melalui
pola asuhan keluarga, sekolah dan lingkungan bermain. Karena sopan santun itu tidak mahal,
tidak mengeluarkan banyak biaya. Seorang kakak, ajarkan kepada adiknya untuk berbuat sopan
santun. Tentunya seorang guru, maka wajib untuk mengajarkan kepada anak didiknya untuk
mengajarkan sopan santun karena sekolah adalah gerbang dari watak seseorang.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian kami adalah:
1. Apakah filosofi budaya Tabe’?
2. Bagaimana pola asuhan dan penerapan budaya tabe’ dalam kehidupan masyarakat bugis?
3. Untuk apa budaya tabe’ diterapkan?

C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dalam penelitian kami adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui filosofi budaya tabe’.
2. Untuk mengetahui pola asuhan dan penerapan budaya tabe’ dalam masyarakat bugis.
3. Untuk mengetahu nilai- nilai yang terkandung dalam budaya tabe”.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Budaya
Kata “Budaya” berasal dari Bahasa Sansekerta “Buddhayah”, yakni bentuk jamak dari
“Budhi” (akal). Jadi, budaya adalah segala hal yang bersangkutan dengan akal. Selain itu kata
budaya juga berarti “budi dan daya” atau daya dari budi. Jadi budaya adalah segala daya dari
budi, yakni cipta, rasa dan karsa. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia budaya artinya
pikiran, akal budi, hasil, adat istiadat atau sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sukar
diubah. Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah
kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur
yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian,
bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan
dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis.
Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan
menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.

Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral,


hukum, adat dan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh sekumpulan anggota masyarakat.
Merumuskan sebagai semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Karya masyarakat
menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan atau kebudayaan jasmaniah (material
culture) yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam sekitarnya agar kekuatan serta
hasilnya dapat diabdikan untuk keperluan masyarakat. Ki Hajar Dewantara mengemukakan
bahwa kebudayaan berarti buah budi manusia adalah hasil perjuangan manusia terhadap dua
pengaruh kuat, yakni zaman dan alam yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk
mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran didalam hidup dan penghidupannya guna mencapai
keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan damai. Jadi, kebudayaan
mencakup semuanya yang di dapatkan atau dipelajari oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Kebudayaan terdiri dari segala sesuatu yang dipelajari dari pola-pola perilaku yang normatif.
Artinya, mencakup segala cara-cara atau pola-pola berpikir, merasakan dan bertindak. Seorang
yang meneliti kebudayaan tertentu akan sangat tertarik objek-objek kebudayaan seperti rumah,
sandang, jembatan, alat-alat komunikasi dan sebagainya.

B. Kata Tabe
Kata TABE’ dalam bahasa Bugis berarti Permisi dan Maaf, yakni kata sapaan atau ungkapan
yang sifatnya lebih halus, umumnya diucapkan ketika lewat di depan orang, khususnya orang
yang kita hormati, teman, sahabat, orang tua, atau siapa saja yang kita hormati.

Mengucapkannya sambil menatap dengan ramah kepada orang di depan kita, sedikit
membungkuk dan menundukkan kepala sedikit dan menurunkan tangan kanan. Dalam
komunikasi sosial, kata TABE’ sebagai “kata yang sopan”, orang yang mengucapkannya akan
mendapatkan apresiasi dari orang sekitarnya.
2
Di kalangan Bugis, manakala seseorang yang lewat di depan orang tanpa TABE maka ia
dianggap tidak sopan. Seperti halnya jika seseorang minta tolong atau ingin mengambil sesuatu
di depan orang maka ia harus menyapa dengan TABE

Sama halnya kalau seseorang memotong pembicaraan orang lain ia harus minta TABE,
kalau tidak, maka ia dianggap tidak sopan, kurang adab (makurang ajara, makurang
pangadereng). Dalam bahasa Indonesia, kata Tabe biasa disebut TABIK, yang artinya salam atau
selamat tinggal. Kata tabik ini berasal dari bahasa Sansekerta. (Mursalim)

C. Masyarakat Bugis
Masyarakat bugis merupakan kelompok etnik dengan wilayah asal Sulawesi Selatan.
Penciri utama kelompok etnik ini adalah bahasa dan adat-istiadat, sehingga
pendatang Melayu dan Minangkabau yang merantau ke Sulawesi sejak abad ke-15 sebagai
tenaga administrasi dan pedagang di Kerajaan Gowa dan telah terakulturasi, juga dikategorikan
sebagai orang Bugis.

Berdasarkan sensus penduduk Indonesia tahun 2000, populasi orang Bugis sebanyak sekitar
enam juta jiwa. Kini orang-orang Bugis menyebar pula di berbagai provinsi Indonesia,
seperti Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Papua, DKI Jakarta, Kalimantan
Timur, Kalimantan Selatan, Jambi, Riau, dan Kepulauan Riau.
Disamping itu orang-orang Bugis juga banyak ditemukan di Malaysia dan Singapura yang
telah beranak pinak dan keturunannya telah menjadi bagian dari negara tersebut. Karena jiwa
perantau dari masyarakat Bugis, maka orang-orang Bugis sangat banyak yang pergi merantau ke
mancanegara.

D. Masyarakat
Masyarakat (sebagai terjemahan istilah society) (kadang
disebut Gesellschaft atau patembayan) adalah sekelompok orang yang membentuk
sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), di mana sebagian besar interaksi adalah antara
individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Kata "masyarakat" sendiri berakar dari
kata dalam bahasa Arab, musyarak. Lebih abstraknya, sebuah masyarakat adalah suatu jaringan
hubungan-hubungan antar entitas-entitas. Masyarakat adalah sebuah komunitas yang
interdependen (saling tergantung satu sama lain). Umumnya, istilah masyarakat digunakan untuk
mengacu sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur.

Menurut Syaikh Taqyuddin An-Nabhani, sekelompok manusia dapat dikatakan sebagai


sebuah masyarakat apabila memiliki pemikiran, perasaan, serta sistem/aturan yang sama. Dengan
kesamaan-kesamaan tersebut, manusia kemudian berinteraksi sesama mereka berdasarkan
kemaslahatan.

Masyarakat sering diorganisasikan berdasarkan cara utamanya dalam bermata pencaharian.


Pakar ilmu sosial mengidentifikasikan ada: masyarakat pemburu, masyarakat pastoral nomadis,
3
masyarakat bercocok tanam, dan masyarakat agrikultural intensif, yang juga disebut
masyarakat peradaban. Sebagian pakar menganggap masyarakat industri dan pasca-industri
sebagai kelompok masyarakat yang terpisah dari masyarakat agrikultural tradisional.

Masyarakat dapat pula diorganisasikan berdasarkan struktur politiknya: berdasarkan urutan


kompleksitas dan besar, terdapat masyarakat band, suku, chiefdom, dan masyarakat negara.

Kata society berasal dari bahasa latin, societas, yang berarti hubungan persahabatan dengan
yang lain. Societas diturunkan dari kata socius yang berarti teman, sehingga arti society
berhubungan erat dengan kata sosial. Secara implisit, kata society mengandung makna bahwa
setiap anggotanya mempunyai perhatian dan kepentingan yang sama dalam mencapai tujuan
bersama.

Untuk menganalisis secara ilmiah tentang proses terbentuknya masyarakat sekaligus


masalah-masalah yang ada sebagai proses-proses yang sedang berjalan atau bergeser kita
memerlukan beberapa konsep. Konsep-konsep tersebut sangat perlu untuk menganalisis proses
terbentuk dan tergesernya masyarakat dan kebudayaan, serta dalam sebuah penelitian
antropologi dan sosiologi yang disebut dinamik sosial (social dynamic). Konsep-konsep penting
tersebut antara lain:

 Internalisasi (internalization)
 Sosialisasi (socialization)
 Enkulturasi (enculturation)

4
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan metode survei yaitu
mengumpulkan data dengan menggunakan angket dengan topik utama yaitu kata budaya tabe’
dilanjutkan dengan analisis kuantitatif dan kualitatif.

B. Definisi Operasional Variabel


Variabel
Dimensi Indikator No. Keus.
Penelitian
Budaya kata a. Mengetahui tentang budaya kata tabe 1
tabe’
a. Pengetahuan
b. Kerja sama b. Mengajak masyarakat mengaplikasikan 2
c. Sikap budaya tabe

Kearifan lokal c. Meningkatkan interaksi sosial 3


Sikap masyarakat yang bersifat positif

C. Teknik Pengumpulan Data


Penelitian menggunakan tiga teknik pengumpulan data yaitu:
A. Teknik studi pustaka, teknik ini berupa pengumpulan data dengan menggunakan
berbagai literatur.
B. Teknik wawancara, teknik ini berupa penelitian yang terjun langsung ke lapangan untuk
mewawancarai narasumber secara langsung.
C. Teknik kuesioner, teknik ini berupa pengumpulan data dengan menggunakan angket
yang diberikan kepada narasumber.

D. Populasi dan Sampel


Populasi mencakup seluruh masyarakat Kecamatan Takkalalla Kabupaten Wajo, sedangkan
sampel untuk kuesioner sebanyak 20 orang responden yang dipilih secara secara acak atau
random dan untuk wawancara sebanyak 4 orang responden dari tokoh masyarakat yang dipilih
secara acak atau random.

E. Teknik Pengambilan Sampel


Penelitian ini menggunakan penarikan sampel menggunakan teknik acak atau random.
F. Teknik Analisis Data

5
Penelitian ini menggunakan dua teknik analisis data yaitu:
1. Data Kuantitatif
Data yang telah terkumpul diolah secara kuantitatif sehingga menghasilkan suatu
karya ilmiah yang bersifat deskriptif. Cara ini terdiri atas angka-angka dengan
menggunakan rumus persentase. Data yang ada dianalisis lebih lanjut dalam bentuk
tabulasi. Analisis kuantitatif yang digunakan adalah analisis persentase dengan
menggunakan rumus:
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑅𝑒𝑠𝑝𝑜𝑛𝑑𝑒𝑛 𝑀𝑒𝑛𝑔𝑎𝑡𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑌𝑎/𝑇𝑖𝑑𝑎𝑘
𝑥 100% (Khafid Ahmad, 2010)
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑅𝑒𝑠𝑝𝑜𝑛𝑑𝑒𝑛

2. Teknik kualitatif
Data yang telah terkumpul diolah secara kualitatif sehingga menghasilkan suatu
karya ilmiah yang bersifat deskriptif yang ditarik oleh kesimpulan yang diambil pada saat
proses survei dan wawancara.

G. Jadwal dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Takkalalla Kabupaten Wajo Provinsi Sulawesi
Selatan Tanggal 1 Januari s.d. sampai dengan Tanggal 7 April 2019 meliputi perencanaan,
persiapan, study pustaka, pengumpulan data menggunakan teknik angket maupun wawancara
dan penyusunan laporan.

6
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Filosofi Budaya Tabe Dalam Masyarakat Bugis


Kebudayaan didefenisikan pertama kali oleh EB. Taylor pada tahun 1871 di mana dalam
bukunya Primitive Culture, kebudayaan diartikan sebagai keseluruhan yang mencakup
pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat serta kemampuan dan kebiasaan lainya yang
diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. Yang menjadi dasar dari kebudayaan adalah
nilai. Di samping nilai ini kebudayaan diwujudkan dalam bentuk tata hidup yang merupakan
kegiatan manusia yang mencerminkan nilai budaya yang di kandungnya. Pada dasarnya tata
hidup merupakan pencerminan yang konkret dari nilai budaya yang bersifat abstrak: kegiatan
manusia ini dapat ditangkap oleh panca indera sedangkan nilai budaya hanya tertangguk oleh
budi manusia. Di samping itu nilai budaya dan tata hidup manusia ditopang oleh sarana
kebudayaan.

Salah satu kebudayaan bugis yang mengajarkan cara hidup adalah Pangaderreng,
pangaderreng adalah sistem norma dan aturan-aturan adat. Dalam keseharian suku bugis,
pangaderreng sudah menjadi kebiasaan dalam berinteraksi dengan orang lain yang harus
dijunjung tinggi. Salah satu pangaderreng dalam suku bugis dikenal dengan budaya tabe’.

Tabe’ adalah minta permisi untuk melewati arah orang lain, dengan kata-kata “tabe”. kata
tabe tersebut diikuti gerakan tangan kanan turun kebawah mengarah ketanah atau ketanah.
makna dari perilaku orang bugis seperti demikian adalah bahwa kata tabe simbol dari upaya
menghargai dan menghormati siapapun orang dihadapan kita, kita tidak boleh berbuat
sekehendak hati.

Makna lain dari budaya tabe’ adalah satunya kata dan perbuatan (Taro Ada Taro Gau),
bahwa orang bugis dalam kehidupan sehari-hari harus berbuat sesuai dengan perkataan. Antara
kata tabe dan gerakan tubuh (tangan kanan) harus seiring dan sejalan. sehingga suatu pemaknaan
yang dalam orang bugis jauh lebih dalam lagi.

Rumusan Sikap tabe’ adalah serupa dengan sikap mohon ijin atau mohon permisi ketika
hendak melewati orang-orang yang sedang duduk berjajar terutama bila yang dilewati adalah
orang-orang yang usianya lebih tua ataupun dituakan. Sikap tabe’ dilakukan dengan melihat pada
orang-orang yang dilewati lalu memberikan senyuman, setelah itu mulai berjalan sambil sedikit
menundukkan badan dan meluruskan tangan disamping lutut. Sikap tabe’ dimaksudkan sebagai
penghormatan kepada orang lain yang mungkin saja akan terganggu akibat perbuatan kita
meskipun kita tidak bermaksud demikian. Mereka yang mengerti tentang nilai luhur dalam
budaya tabe’ ini biasanya juga akan langsung merespon dengan memberikan ruang seperti
menarik kaki yang bisa saja akan menghalangi atau bahkan terinjak orang yang lewat, membalas
senyuman, memberikan anggukan hingga memberikan jawaban “ye, de’ megaga” (bahasa bugis)
atau dapat diartikan sebagai “iya tidak apa-apa” atau “silahkan lewat”.
7
Sekilas sikap tabe’ terlihat sepele, namun hal ini sangat penting dalam tata krama
masyarakat di daerah Sulawesi Selatan khususnya pada Suku Bugis. Sikap tabe’ dapat
memunculkan rasa keakraban meskipun sebelumnya tidak pernah bertemu atau tidak saling
kenal. Apabila ada yang melewati orang lain yang sedang duduk sejajar tanpa sikap tabe’ maka
yang bersangkutan akan dianggap tidak mengerti adat sopan santun atau tata krama.

Bila yang melakukannya adalah anak-anak atau masih muda, maka orang tuanya akan
dianggap tidak mengajari anaknya sopan santun. Oleh karena itu biasanya orang tua yang
melihat anaknya yang melewati orang lain tanpa sikap tabe’ akan langsung menegur sang anak
langsung di depan umum atau orang lain yang dilewati, sebagaimana yang dilakukan Ayah-Ibu
yang menegur saya saat tidak bersikap tabe’ kala melewati tamu yang sedang duduk di lantai.

B. Implementasi Tabe’ Sebagai Tata Krama Masyarakat Bugis


1. Tabe’ sebagai pola asuhan
Pola berarti corak, model, atau cara kerja, sedangkan asuh berarti menjaga, mendidik,
membimbing dan memimpin. Jadi pola asuhan dalam budaya tabe adalah pengasuhan
dengan menampilkan orang tua sebagai model yang mengargai, menghormati, dan
mengingatkakan, memimpin sesuai dengan budaya tabe yaitu sopan mendidik anak,
sehingga mencertak anak yang berkarakter sopan pula. Sebenarnya, budaya tabe’
berperan besar dalam pembentukan karakter anak dalam perkembangan sifat santun dan
hormat. Oleh karena mangaktualkan sikap tabe’ ini dalam menghormati orang yang lebih
tua demi nilai etika dan budaya yang harus diingat. Sebab tabe’ merupakan sejenis
kecerdasan sikap yang memungkinkan terbentuknya nilai-nilai luhur bangsa atas anak
didik atau generasi muda.
Tabe menurut orang bugis merupakan nilai budaya yang sudah menjadi sebuah
karakter yang sarat dengan muatan pendidikan yang memiliki makna anjuran untuk
berbuat baik, bertata krama melalui ucapan maupun gerak tubuh. Pola asuhan keluarga
sangat mempengaruhi keawetan budaya tabe’ dalam masyarakat bugis. Didikan keluarga
akan mencetak generasi yang beradat, sopan, dan saling menghargai.

2. Implementasi Tabe Dalam kehidupan sehari hari masyarakat bugis


Menerapkan budaya tabe dengan implementasi makna konseptual yaitu: tidak
menyeret sandal atau menghentakkan kaki, tetapi dengan mengucapkan salam atau
menyapa dengan sopan, juga bahwa sikap tabe adalah permohonan untuk melintas. Tabe
mengoptimasi untuk tidak berkacak pinggang, dan tidak usil mengganggu orang lain.
Tabe berakar sangat kuat sebagai etika dalam tradisi atau sama halnya seperti pelajaran
dalam hidup yang didasarkan pada akal sehat dan rasa hormaat terhadap sesama.
Budaya tabe’ sesunggunya sangat tepat diterapkan dalam kehidupan sehari–hari,
terutama dalam mendidik anak dengan cara mengajarkan hal–hal yang berhubungan
dengan akhlak sesama, seperti mengucapkan tabe’ (permisi) sambil berbungkuk setengah
badan bila lewat di depan sekumpulan orang-orang tua yang sedang bercerita,
mengucapkan iyé’ (dalam bahasa Jawa nggih), jika menjawab pertanyaan sebelum
8
mengutarakan alasan, ramah, dan menghargai orang yang lebih tua serta menyayangi
yang muda. Inilah di antaranya ajaran–ajaran suku Bugis sesungguhnya yang termuat
dalam Lontara‘ yang harus direalisasikan dalam kehidupan sehari–hari oleh masyarakat
Bugis

3. Nilai-Nilai yang Terkandung Dalam Budaya Tabe’


Pembangunan insan yang berbudaya dan bermoral dapat dikembangkan melalui pelestrarian
nilai-nilai luhur dalam budaya tabe’. Adapun nilai-nilai luhur yang terkandung dalam budaya
tabe adalah yang dikenal dengan falsafah 3-S sebagai berikut:

1. Sipakatau
Mengakui segala hak tanpa memandang status social ini bisa juga diartikan sebagai
rasa kepedulian sesame.

2. Sipakalebbi
Sikap hormat terhadap sesama, senantiasa memperlakukan orang dengan baik. Budaya
tabe menunjukkan bahwa yang ditabe’ ki dan yang men ’tabe adalah sama-sama tau
(orang) yang dipakalebbi.

3. Sipakainge
Tuntunan bagi masyarakat bugis untuk saling mengingatkan.

Demikianlah kearifan lokal masyarakat masyarakat bugis, Sangat sederhana memang,


namun memiliki makna yang mendalam agar kita saling menghormati dan tidak mengganggu
satu sama lainnya. Daerah-daerah lainnya di Indonesia juga memiliki budaya yang serupa.
Budaya luhur dan kearifan lokal seperti ini sangat perlu dilestarikan baik dengan
mengajarkannya kepada anak-anak dan generasi muda. Kearifan lokal yang terus dipertahankan
akan menjadi jati diri kita sebagai bangsa Indonesia yang memiliki budaya dan nilai-nilai luhur.

Untuk mengetahui respon dari responden tentang budaya kata tabe’ dilakukan pengisian
kuesioner. Dari hasil penelitian diperoleh data sebagai berikut:

9
1. Untuk kalangan Orang Tua
a. Masyarakat yang melakukan budaya kata tabe’ pada saat elewati tamu, orang tua maupun
guru.

100

80

60 TIDAK

40 YA

20

0
YA TIDAK

Grafik 1

Menurut hasil kuesioner dari grafik diatas dapat diketahui bahwa 20 responden yang
mengatakan ya dengan presentase 100%. Hal ini menunjukkan bahwa budaya kata tabe’
adalah tradisi yang sangat sering dilakukan oleh orang tua.

b. Kata budaya tabe’ memiliki pengaruh nilai-nilai budaya di lingkungan masyarakat bugis.

100

80

60 TIDAK
40 YA

20

0
YA TIDAK

Grafik 2

Menurut hasil kuesioner dari grafik diatas dapat diketahui bahwa 20 responden yang
mengatakan ya dengan presentase 100%. Hal ini menunjukkan bahwa menurut kalangan
oarng tua yang ada di kecamatan takkalalla, budaya kata tabe’ adalah buadya yang meiliki
pengaruh nilai-nilai budaya di lingkungan masyarakat bugis.

10
c. Budaya kata tabe’dapat meningkatkan interaksi sosial yang bersifat positif di kalangan
masyarakat bugis.

100

80

60 TIDAK
40 YA

20

0
YA TIDAK

Grafik 3

Menurut hasil kuesioner dari grafik diatas dapat diketahui bahwa 20 responden yang
mengatakan ya dengan presentase 100%. Hal ini menunjukkan bahwa menurut kalangan
oarng tua yang ada di kecamatan takkalalla, budaya kata tabe’ dapat meningkatkan interaksi
sosial yang bersifat positif di kalangan masyarakat bugis.

2. Untuk Kalangan Anak Remaja


a. Masyarakat yang melakukan budaya kata tabe’ pada saat elewati tamu, orang tua maupn
guru.

100

80

60 TIDAK
40 YA

20

0
YA TIDAK

Grafik 1

Menurut hasil kuesioner dari grafik diatas dapat diketahui bahwa 20 responden yang
mengatakan ya dengan presentase 100%. Hal ini menunjukkan bahwa budaya kata tabe’
adalah tradisi yang sangat sering dilakukan oleh orang tua.

11
b. Kata budaya tabe’ memiliki pengaruh nilai-nilai budaya di lingkungan masyarakat bugis.

100

80

60 TIDAK
40 YA

20

0
YA TIDAK

Grafik 2

Menurut hasil kuesioner dari grafik diatas dapat diketahui bahwa 17 responden yang
mengatakan ya dengan presentase 85% dan 3 orang yang mengatakan tidak dengan
presentase 15%. Hal ini menunjukkan bahwa menurut sebagian dari kalangan anak remaja
yang ada di kecamatan takkalalla, budaya kata tabe’ adalah buadya yang meiliki pengaruh
nilai-nilai budaya di lingkungan masyarakat bugis.

c. Budaya kata tabe’dapat meningkatkan interaksi sosial yang bersifat positif di kalangan
masyarakat bugis.

100

80

60 TIDAK
40 YA

20

0
YA TIDAK

Grafik 3

Menurut hasil kuesioner dari grafik diatas dapat diketahui bahwa 20 responden yang
mengatakan ya dengan presentase 100%. Hal ini menunjukkan bahwa menurut kalangan
oarng tua yang ada di kecamatan takkalalla, budaya kata tabe’ dapat meningkatkan interaksi
sosial yang bersifat positif di kalangan masyarakat bugis.

12
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Dari analisis yang telah dilakukan, maka peneliti menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Budaya tabe merupakan simbol dari upaya menghargai dan menghormati siapapun orang
dihadapan kita, kita tidak boleh berbuat sekehendak hati. kata tabe tersebut diikuti
gerakan tangan kanan turun kebawah mengarah ketanah atau ketanah, dengan melihat
pada orang-orang yang dilewati lalu memberikan senyuman, setelah itu mulai berjalan
sambil sedikit menundukkan badan dan meluruskan tangan disamping lutut. Niilai yang
terkandung dalam budaya tabe adalah, sipakatau (tidak membeda-bedakan semua orang),
sipakalebbi (saling menghormati), sipakainge (saling mengingatkan).

2. Budaya kata tabe’ sangat efektif dalam melestarikan kearifan lokal karena budaya kata
tabe’ memiliki nilai-nilai budaya yang dapat meningkatkantata nilai atau perilaku hidup
masyarakat bugis dalam berinteraksi dengan lingkungan tempatnya hidup secara arif.
Seperti nilai-nilai budaya leluhur yang ditandai 3-S yaitu sipakkatau, sipakkalebbi,
sipakkainge.

B. SARAN

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan maka peneliti mengajukan beberapa masukan
kepada masyarakat dan pemerintah setempat yaitu:

1. Budaya kata tabe’ merupakan nilai lokalitas dan nilai luhur yang sangat tinggi, jadi setiap
warga asyarakat bugis harus melestarikan budaya kata tabe’ untuk menopang kehidupan
yang lebih baik serta tidak hanyut sebagai danpak modernisasi.
2. Masyarakat bugis harus selalu memperkenalkan kepada generasi penerus tentang budaya
kata tabe’ dengan cara selalu engucapkan kata tabe ke masyarakat bugis.
3. Orang tua selalu mengajarkan anak-anak nya tentang pentingnya berkata tabe ketika alan
di depan orang apalagi orang yang lebih tua dari mereka

13
DAFTAR PUSTAKA

Koentjaraningrat. (2010). Manusia dan kebudayaan di indonesia. Jakarta:djambatan. H.277

Ningsih, kidding Elvirah.2012. Vhychocolatenurse.blogspot.com. diakses, rabu 10 desember,


01.05 WIB

Suriasumantri, jujun. S.(2005) Filsafat ilmu. Jakarta: pustaka sinar harapan. H.261

Koentjaraningrat. (2010). Manusia dan kebudayaan di indonesia. Jakarta:djambatan. H.277

Ningsih, kidding Elvirah.2012. Vhychocolatenurse.blogspot.com. diakses, rabu 10 desember,


01.05 WIB.

v
LMAPIRAN

vi

Anda mungkin juga menyukai