DASAR TEORI
Geometri peledakan sangat berpengaruh terhadap hasil peledakan itu sendiri, baik
itu dari segi fragmentasi batuan hasil peledakan, jenjang yang terbentuk, keamanan
alat – alat mekanis yang bekerja maupun kondisi lingkungan sekitarnya. Geometri
peledakan merupakan faktor utama yang perlu diperhatikan untuk mendapat hasil
peledakan yang baik dengan fragmentasi yang diinginkan. Besaran – besaran
geometri peledakan berdasarkan geometri peledakan menurut persamaan R.L.Ash
yang tediri dari: Burden, Spasi, Stemming, Kedalaman lubang bor dan Subdrilling,
Tinggi jenjang, Kedalaman lubang ledak dan Panjang kolom isian. Hubungan
antara variabel – variabel tersebut akan menentukan baik atau tidaknya hasil dari
peledakan.
III - 1
B
T
Keterangan
B = Burden
T = Stemming
J = Subdrilling
L Pc = Kolom isian
H L = Tinggi jenjang
H = Kedalaman lubang ledak
Pc
Untuk menentukan arah lubang bor yang akan diterapkan dalam upaya peningkatan
produktivitas pengeboran, maka terlebih dahulu ditinjau arah lubang bor vertikal
maupun arah lubang bor dengan kemiringan tertentu adalah :
III - 2
1. Arah lubang bor vertikal
Keuntungannya :
Pada ketinggian jenjang yang sama maka kedalaman lubang bor vertical lebih
pendek dari lubang bor miring sehingga membutuhkan waktu pemboran yang
relatif cepat.
Untuk menempatkan alat bor pada posisi yang akan dibor tidak memerlukan
ketelitian yang cermat sehingga membutuhkan waktu yang cepat.
Pelemparan batuan (flyrock) lebih dekat.
Kerugiannya :
Mudah terjadi longsoran pada jenjang.
Adanya bongkahan besar dari hasil peledakan.
Tejadinya tonjolan pada lantai jenjang.
Ada beberapa metode yang dikembangkan oleh para ahli peledakan untuk
menentukan besaran-besaran geometri peledakan. Salah satu diantaranya adalah
metoda yang dikembangkan oleh R.L. Ash tentang perhitungan geometri peledakan
secara teoritis.
III - 3
pada jenis atau grup batuan dan bahan peledak. Konstanta KB dihitung dirumuskan
sebagai berikut :
Rock Group
Medium
Type of explosive
Soft (<2 (2-2,5 Hard (>2,5
t/m3) t/m3) t/m3)
III - 4
Selanjutnya dimensi geometri peledakan dihitung sebagai berikut :
K B X D in
Burden (B), Ft
12
Kedalaman lubang ledak (L) = KL x B = KL antara 1,5 – 4.
Sub Drilling (J) = KJ x B = KJ antara 0,2 – 0,4.
Stemming (T) = KT x B = KT antara 0,7 – 1,0.
Burden adalah jarak dari lubang tembak dengan bidang bebas yang terdekat, dan
arah di mana perpindahan akan terjadi.
Kb x De
B= ......................................................................................... (3.2)
12
Dimana :
De = Diameter lubang bor
Spasi dapat diartikan sebagai jarak terdekat antara dua lubang tembak yang
berdekatan dalam satu baris. Yang perlu diperhatikan dalam memperkirakan spasi
adalah apakah ada interaksi di antara isian yang saling berdekatan. Besar spasi dapat
ditentukan dengan rumus sebagai berikut :
S = Ks x B .............................................................................................. (3.3)
Di mana :
S = Spasi (m)
B = Burden (m)
Ks = Spacing ratio
Stemming adalah tempat material penutup di dalam lubang bor di atas kolom isian
bahan peledak. Fungsi stemming adalah agar terjadi stress balance dan untuk
mengurung gas-gas hasil ledakan agar dapat menekan batuan dengan kekuatan yang
III - 5
besar. Sedangkan di dalam penggunaan stemming yang perlu diperhatikan adalah
panjang stemming dan ukuran material stemming.
Biasanya Stemming ratio KT (Stemming ratio) standar yang dipakai adalah 0,70
dan ini sudah cukup untuk mengontrol ‘ Air Blast ‘ dan ‘Stress Balance ‘.
T = KT x B ............................................................................................. (3.4)
Dimana :
T = Stemming (m)
Kt = Ketentuan dari stemming (0,7-0,9)
B = Burden (m)
Atau:
Panjang stemming
Stemming yang pendek dapat menyebabkan pecahnya batuan pada bagian
atas, tapi mengurangi fragmentasi keseluruhan karena gas hasil ledakan
menuju atmosfir dengan mudah dan cepat, juga akan menyebabkan terjadinya
flyrock, overbreak pada bagian permukaan dan juga akan menimbulkan
airblast.
III - 6
3.1.2.4. Subdrilling (J)
Subdrilling adalah tambahan kedalaman dari lubang bor di bawah lantai jenjang
yang dibuat agar jenjang yang dihasilkan sebatas dengan lantainya dan lantai yang
dihasilkan rata. Bila jarak subdrilling terlalu besar maka akan menghasilkan efek
getaran tanah, sebaliknya bila subdrilling terlalu kecil maka akan mengakibatkan
problem tonjolan pada lantai jenjang (toe) karena batuan tidak akan terpotong
sebatas lantai jenjangnya. Panjang subdrilling dapat ditentukan dengan
menggunakan rumus sebagai berikut 11) :
J = Kj x B ............................................................................................... (3.6)
Di mana :
J = subdrilling, meter
Kj = subdrilling ratio (0,2 – 0,3)
B = Burden
Tinggi jenjang adalah jarak antara lantai jenjang dengan bagian atas jenjang. Tinggi
jenjang harus diukur untuk mendapatkan rencana kedalaman lubang tembak yang
akan dibuat.
Secara spesifik tinggi jenjang maksimum ditentukan oleh peralatan pemboran dan
alat muat yang tersedia, seberapa dalam alat bor dapat membuat lubang ledak
dengan efektif. Pada tambang kuari diusahakan agar tinggi jenjang ditentukan
terlebih dahulu. Semakin tinggi jenjang maka kedalaman lubang bor akan semakin
dalam, sehingga hal ini dibutuhkan keakuratan sewaktu dilakukan pemboran.
Dasar pemilihan tinggi jenjang, adalah berdasarkan besarnya ukuran mangkuk yang
terpasang pada alat muat. Untuk perhitungan maka digunakan rumusan sebagai
berikut 4) :
III - 7
H = 10 + 0,57 (CC – 6) ....................................................................... (3.7)
Dimana :
CC = Ukuran mangkuk dari alat muat/shovel (m3)
H = Tinggi jenjang (m)
Tinggi jenjang juga akan berpengaruh terhadap hasil peledakan seperti fragmentasi
batuan, ledakan udara, batuan terbang dan getaran tanah. Hal ini dipengaruhi oleh
jarak burden.
Berdasarkan perbandingan ketinggian jenjang dan jarak burden yang diterapkan
(Stiffness Ratio), maka akan diketahui hasil dari peledakan tersebut seperti pada
(lihat Tabel 3.2).
Tabel 3.2. Potensi Yang Terjadi Akibat Variasi Stiffnes Ratio (L/B)
Stiffnes Fragmentasi Ledakan Batu Getaran Komentar
s Udara Terbang Tanah
Ratio
1 Banyak muncul
back-break di
Buruk Besar Banyak Bessar bagian toe.Jangan
dilakukan dan
rancang ulang
2 Sedang Sedang Sedang Sedang Bila
memungkinkan
rancang ulang
3 Baik Kecil Sedikit Kecil Kontrol dan
fragmentasi baik
III - 8
Dimana :
L = Tinggi jenjang minimum (ft)
De = Diameter lubang tembak (inch)
Kedalaman lubang ledak dipengaruhi oleh tinggi jenjeng dan kedalamannya tidak
boleh lebih kecil dari burden untuk menghindari retakan yang melewati batas
jenjang (over break). Sebaliknya kedalaman lubang ledak yang terlalu dalam
mengakibatkan penghancuran batuan ke arah horizontal lebih besar dibandingkan
dengan penghancuran batuan ke arah vertikal sehingga banyak menghasilkan
boulder dan menimbulkan lubang pada lantai jenjang.
H = L + J .............................................................................................. (3.9)
Dimana :
H = Kedalaman lubang ledak (m)
L = Tinggi jenjang (m)
J = Subdrilling (m)
Dimana :
PC = panjang kolom isian (m)
H = kedalaman lubang tembak (m)
T = stemming (m)
III - 9
3.1.2.8. Batuan Terbongkar
Secara sederhana berat batuan yang di ledakkan dapat di hitung dengan persamaan:
W = n x ( B x S) x L x SG ...................................................................... (3.11)
Dimana :
W = Berat batuan (ton)
n = jumlah lubang tembak
B = Burden (m)
S = spasi (m)
L = Tinggi jenjang (m)
SG = Spesifik Grafity
Ukuran diameter lubang tembak merupakan faktor yang penting dalam merancang
suatu peledakan, karena akan mempengaruhi dalam penentuan jarak burden dan
jumlah bahan peledak yang digunakan pada setiap lubangnya.
Untuk diameter lubang tembak yang kecil, maka energi yang dihasilkan akan kecil.
Sehingga jarak antar lubang bor dan jarak ke bidang bebas haruslah kecil juga,
dengan maksud agar energi ledakan cukup kuat untuk menghancurkan batuan,
begitu pula sebaliknya.
Namun dalam hal ini panjang stemming juga dapat mempengaruhi fragmentasi
batuan hasil peledakan. Dimana stemming yang terlalu panjang dapat
mengakibatkan terbentuknya bongkah apabila energi ledakan tidak mampu untuk
menghancurkan batuan di sekitar stemming tersebut, dan stemming yang terlalu
pendek bisa mengakibatkan terjadinya batuan terbang dan pecahnya batuan menjadi
lebih kecil.
III - 10
Stemming
Stemming pendek
panjang
Ǿ besar Ǿ kecil
Loding density atau kerapatan pengisian (de) merupakan berat bahan peledak
dalam lubang ledak persatuan panjang kolom bahan peledakan dalam satuan feet
(R.L. Ash). Maka jumlah bahan peledak untuk setip lubang ledak (E) adalah :
E = Pc x de ............................................................................................. (3.13)
Dimana :
Pc = Panjang kolom isian (ft)
de = Loding density bahan peledak
III - 11
3.2. Pola pemboran
Pola pengeboran lubang tembak yang biasanya digunakan pada tambang terbuka
yaitu :
1. Square Pattern (pola bujur sangkar) yaitu pola yang jarak antar burden dan
spasi sama dimana letak baris pertama dan kedua sejajar (lihat gambar 3.4).
2. Rectangular Pattern (pola persegi panjang) dimana letak jarak spasi lebih
panjang dari jarak burden (lihat gambar 3.5).
3. Stanggered Pattern (pola selang seling) dimana letak baris pertama dan kedua
tidak sejajar atau selang-seling yang tujuannya agar distribusi energi
peledakan lebih merata (lihat gambar 3.6).
Baris 1
Baris 2
Baris 3
III - 12
Gambar 3.6. Pola pemboran selang seling ( Staggered Square Pattern)
Setiap lubang tembak yang akan diledakkan harus memiliki ruang yang cukup
kearah bidang bebas terdekat agar energi terkonsentrasi secara maksimal sehingga
lubang tembak akan terdesak, mengembang, dan pecah.
Secara teoritis, dengan adanya tiga bidang bebas (free face) maka kuat tarik batuan
akan berkurang sehingga meningkatkan energi ledakan untuk pemecahan batuan
dengan syarat lokasi dua bidang bebasnya memiliki jarak yang sama terhadap
lubang tembak.
Waktu edar adalah waktu yang diperlukan oleh mesin bor untuk menyelesaikan satu
lubang bor dapat di hitung dengan persamaan (Hult,1998)
Ct = Pt + Bt + St + Dt
Keterangan :
Ct = Waktu edar (detik)
Bt = Waktu pemboran (detik)
At = Waktu mengangkat batang bor (menit)
Dt = Waktu untuk mengatasi hambatan (menit)
Pt = Waktu pindah ke lubang yang lain, dan mempersiapkan alat bor hingga siap
untuk melakukan pemboran (menit). (lihat lampiran 2).
III - 13
3.3. Pola Peledakan
Pola peledakan merupakan urutan waktu peledakan antara lubang – lubang bor
dalam satu baris dengan lubang bor pada baris berikutnya ataupun antara lubang
bor yang satu dengan lubang bor yang lainnya. Pola peledakan ini ditentukan
berdasarkan urutan waktu peledakan serta arah runtuhan material yang diharapkan.
1 1 1 1 1 1
1 1
2 2 2 2 2 2
3 2 1 2 3
4 3 2 3 4
Keterangan :
1, 2, … = Nomor urutan peledakan
= Arah runtuhan batuan
1 1 1 1 1
2 2 2 2 2
Keterangan :
3 3 3 3 3 1, 2, … = Nomor urutan peledakan
= Arah runtuhan batuan
III - 14
Berdasarkan urutan waktu peledakan, maka pola peledakan diklasifikasikan sebagai
berikut :
a. Pola peledakan serentak, yaitu suatu pola yang menerapkan peledakan secara
serentak untuk semua lubang tembak.
b. Pola peledakan beruntun, yaitu suatu pola yang menerapkan peledakan
dengan waktu tunda antara baris yang satu dengan baris lainnya.
Pola peledakan merupakan pengaturan lubang ledak atau baris mana yang di
ledakkan kemudian. Agar peledakan berjalan dengan baik, maka perlu perencanaan
yang teliti dalam menentukan pola peledakan. Ada beberapa hal penting yang perlu
diperhatikan dalam merencanakan pola peledakan, yaitu :
1. Kuat tekan batuan yang diledakkan
2. Fragmentasi hasil peledakan yang diinginkan
3. Bidang bebas yang ada serta arah jatuhnya batuan
4. Jenis bahan peledak yang akan digunakan
5. Jumlah baris yang didasarkan pada lebar daerah yang diledakkan sesuai untuk
kebutuhan produksi
Sebagai penyuplai oksigen, maka apabila suatu zat yang mudah terbakar di campur
dengan AN akan memperkuat intensitas proses pembakaran dibanding dengan bila
zat yang mudah terbakar tadi dibakar pada kondisi udara normal. Udara normal atau
atmosfir hanya mengandung oksigen 21%, sedangkan AN mencapai 60%.
III - 15
Ammonium nitrart tidak digolongkan ke dalam bahan peledak. Namun bila
dicampur atau diselubungi oleh hanya beberapa persen saja zat-zat yang mudah
terbakar, misalnya bahan bakar minyak (solar, dan sebagainya).
Bahan peledak emulsi terbuat dari campuran antara fase larutan oksidator berbutir
sangat halus sekitar 0,001 mm (disebut droplets) dengan lapisan tipis matrik
minyak hidrokarbonat. Perbedaan ukuran butir oksidator bahan peledak dapat
dilihat pada Tabel 3.4. Emulsi ini disebut tipe “air-dalam-minyak” (water-in-
oilemulsion). Emulsifier ditambahkan untuk mempertahankan fase emulsi. Dengan
memperhatikan butiran oksidator yang sangat halus dapat difahami bahwa untuk
membuat emulsi ini cukup sulit, karena untuk mencapai oxygen balance diperlukan
6% berat minyak di dalam emulsi harus menyelimuti 94% berat butiran droplets.]
III - 16
Tabel 3.3. Perbedaan ukuran butir oksidator bahan peledak (Bamfield and Morrey,
1984)
Bahan peledak Ukuran, mm Bentuk VoD, m/s
ANFO 2.000 Semua padat 3200
Dinamit 0.200 Semua padat 4000
Slurry 0.200 Padat/liquid 3300
Emulsi 0.001 Liquid 5000-6000
Emulsion blends adalah bahan peledak campuran antara matrix (bahan peledak
bulk emulsion) dengan Amonium Nitrat atau ANFO dalam komposisi yang
bervariasi tergantung dari kondisi lubang tembak atau sesuai dengan kebutuhan
konsumen.
Merupaka campuran dari Amonium Nitrat (AN) dan Matrix Emulsion. Adapun
persentase campuran antara keduanya ialah AN sebanyak 30% dan Matrix
Emulsion sebanyak 70%. Keunggulan dari penggunaan Emulsion Blend ini ialah
peledakan yang dihasilkan akan tetap berjalan dengan baik walaupun pada lubang
bor terdapat air. Dengan adanya Matrix Emulsin yang telah dicampur dengan AN
(Emultion Blend) tadi maka air pada lobang bor akan naik keatas, sehingga antara
emulsion blend dan air tidak akan bercampur karena memiliki berat jenis yang
berbeda. Emulsion blend akan diangkut dengan menggunakan Mobile Mixing unit
(MMU).
III - 17
Gambar 3.9. Emulsion
Sumbu ledak merupakan sumbu yang terdiri dari inti (initiating exsplosive) yang
dibalut lapisan plastik dan bungkus dengan kombinasi tekstil, kawat dan lapisan
plastik. Sumbu ledak apabila dinyalakan dengan plain detonator dapat
merambatkan gelombang detonasi ke semua tempat di sepanjang sumbu.
III - 18
Gambar 3.10. Anzomex booster
Sumbu bakar (safety fuse) adalah sumbu yang berfungsi untuk menghantarkan
nyala/panas ke dalam detonator biasa. Sumbu bakar ini beri bahan peledak
berkekuatan lemeh, seperti black powder, yang dibungkus dengan bahan textil dan
kemudian dilapisi dengan bahan kelep air, seperti bitumen.
Cukup kuat terhadap pengaruh gesekan.
Bila terdapat pengaruh tekanan dari luar, misalnya pengaruh stemming yang
terlalu padat, maka penurunan kecepetan rambat api di dalam sumbu tidak
lebih dari 10%.
Variasi cepat rambat 85-160 detik/meter.
Sumbu api merupakan aksesoris peledak yang berupa sumbu yang berfungsi untuk
merambatkan api ke detonator dengan kecepatan tetap. Perambatan api tersebut
akan menimbulkan ledakan kecil pada plain detonator sehingga dapat meledakkan
isian primer.
III - 19
3.5.4. Plain Detonator
Detonator cord adalah alat pemicu awal yang menimbulkan inisiasi dalam bentuk
letupan (ledakan kecil) sebagai bentuk aksi yang memberikan efek kejut terhadap
bahan peledak peka detonator atau primer yang di teruskan oleh Nonel.
Power gel magnum adalah suatu detonator yang berkekuatan tinggi dan merupakan
emulsi bahan peledak yang sensitif. Produknya berwarna putih. Power gel magum
3000 didesain untuk tambang bawah tanah dan terbuka.
Dynamite merupakan bahan peledak lain yang digunakan untuk secondary blasting.
Dynamite ini biasanya dihubungkan/diikatkan dengan detonating cord sehingga
dapat meledak. Detonating cordnya tidak akan terbakar apabila hanya dibakar
dengan api, karena membutuhkan gelombang detonasi yang besar untuk membakar
detonating cordnya agar dapat meledakkan Dynamite dengan sempurna. Selain itu
dynamite juga dapat dihubungkan ke Nonel dan dimasukkan kedalam lubang bor
untuk melakukan pengisian Double Deck yang digunakan apabila terdapat banyak
crack pada lubang bor. Dynamite yang di gunakan adalah jenis Dayagel.
III - 20
Gambar 3.12. Dinamit powergel
3.5.6. Nonel
Sumbu nonel berupa sumbu yang dihubungkan dengan booster yang nantinya akan
dimasukkan ke dalam lubang bor. Sumbu nonel ini akan meledakkan booster dan
booster akan memperkuat energi ledak primer. Jenis yang dipakai yaitu dayadet
benchmaster 18 meter 500 MS eks Dhana.
Nonel adalah sejenis detonator tetapi cara penyalaannya tidak dengan nyala api/
panas (sumbu bakar) atau arus listrik (kabel listrik),melainkan dengan gelombang
detonasi yang dihantarkan melelui pipa plastik (diameter 3 mm yang berisi atau
bahan mudah bereaksi.
III - 21
Gambar 3.13. Nonel
III - 22
3.5.7. Time Long Delay (TLD)
Pada delay detonator begitu arus listrik dilepaskan dan mengalir dari sumber arus,
maka kawat halus dalam detonator berpijar dan membakar ”ramuan pembakar”
kemudian membakar ” delay element” dan api/panas tersebut menjalar dulu
sepanjang delay element sebelum mencapai ”isian utama”.
Delay detonator, terdiri atas 3 jenis sesuai dengan satuan tenggang waktunya.
Half second delay
Selang (interval) satuan waktunya adalah setiap ½ detik (second) misalnya: ½
; 1 ; 1 ½ ; 2 … detik
Quarter second delay
Selang (interval) satuan waktuknya adalah setiap ¼ detik, misalnya ¼ ; ½ ; 1
; 1 ¼… detik
Millisecond delay
Satuan waktu yang dipakai adalah milli detik atau 1/1000 detik. Selang
(interval) waktu terkecil yang umum adalah 25 milli detik, misalnya : 25 ; 42
; 50 ; 75 ; 100 ; 125 ….. milli second
III - 23
3.6. Sifat Bahan Peledak
Bahan peledak diartikan sebagai suatu rakitan yang terdiri dari bahan-bahan
berbentuk padat atau cair atau campuran dari keduanya, yang apabila terkena suatu
aksi seperti panas, benturan, gesekan, dan sebagainya dapat bereaksi dengan
kecepatan tinggi, membentuk gas dan menimbulkan efek panas serta tekanan yang
sangat tinggi. Karakteristik bahan peledak yang sangat mempengaruhi operasi
peledakan pada tambang terbuka adalah kekuatan, kecepatan detonasi, kepekaan,
bobot isi, tekanan detonasi, sifat gas beracun dan ketahanan bahan peledak terhadap
air.
Kekuatan (strength) suatu bahan peledak adalah ukuran yang dipergunakan untuk
mengukur energi yang terkandung pada bahan peledak dan kerja yang dapat
dilakukan oleh bahan peledak. Tes yang digunakan untuk mengukur kekuatan
adalah Ballistic Mortar Test. Kekuatan bahan peledak dapat diukur melalui tiga
cara, yaitu :
1. Weight Strenght
Menyatakan dalam persen (%) berat NG yang terdapat dalam Straight-NG
Dynamite, yang menghasilkan simpangan ballastic mortar yang sama dengan
bahan peledak yang diukur apabila keduanya diledakkan pada berat yang sama.
2. Volume Strenght
Menyatakan dalam persen (%) berat NG yang terdapat dalam Straight-NG
Dynamite ,yang menghasilkan simpangan ballistic mortar yang sama dengan bahan
peledak yang diukur apabila keduanya diledakkan pada volume yang sama.
III - 24
a = Simpangan yang disebabkan oleh BG
b = Simpangan yang disebabkan oleh bahan peledak yang diukur
Kecepatan detonasi dapat dinyatakan dalam kondisi terkurung dan kondisi tidak
terkurung. Kecepatan detonasi terkurung adalah ukuran kecepatan detonasi dimana
gelombang merambat melalui kolom bahan peledak di dalam lubang ledak atau
ruang terkurung lainnnya, sedangkan kecepatan detonasi tidak terkurung adalah
suatu kecepatan yang menunjukan kecepatan detonasi bahan peledak apabila bahan
peledak diledakkan dalam keadaan terbuka atau tidak terkurung.
Untuk peledakan pada batuan keras dipakai bahan peledak yang mempunyai
kecepatan detonasi tinggi sedangkan pada batuan yang lunak dipakai bahan peledak
dengan kecepatan detonasi rendah. Ukuran butir yang semakin kecil
memungkinkan terjadinya kontak permukaan antar partikel semakin besar sehingga
dapat meningkatkan kecepatan reaksi. Pada umumnya, kecepatan detonasi
meningkat apabila diameter semakin besar besar meskipun tidak secara linear.
III - 25
3.6.3. Kepekaan (Sensitivity)
Kepekaan adalah ukuran besarnya sifat peka bahan peledak untuk mulai bereaksi
menyebarkan reaksi peledakan ke seluruh kolom isian. Penyerapan air dan
terlapisinya kristal-kristal oleh zat lilin cenderung mengurangi kepekaan,
sedangkan peningkatan temperatur dapat menyebabkan kepekaan. Jika dimeter
bahan peledak cukup besar, maka perambatan reaksinya akan lebih mudah karena
permukaan bahan peledak lebih luas, sedangkan tingkat pengurungan cenderung
memusatkan tenaga reaksinya mengarah sepanjang isian dan menghindari
penyebaran tenaga reaksi.
Bobot isi bahan peledak merupakan salah satu sifat terpenting bahan peledak yang
dinyatakan dalam satuan gr/cm3. Bobot isi dapat dinyatakan dalam beberapa cara,
yaitu:
Berat Jenis (SG), tanpa satuan.
Stick Count (SC), yaitu jumlah dodol ukuran standar 3,175 cm x 20,32 cm
yang terdapat dalam satu doos seberat 22,68 kg.
Loading Density (de), yaitu berat bahan peledak per meter panjang isian yang
dinyatakan dalam kg/m.Pada umunya bahan peledak yang mempunyai bobot
isi tinggi akan menghasilkan kecepatan detonasi dan tekanan yang tinggi.
Tekanan akibat ledakan akan terjadi di sekitar dinding lubang ledak kemudian
tersebar ke segala arah. Intensitasnya dipengaruhi oleh:
III - 26
Jenis bahan peledak (kekuatan, bobot isi, VOD)
Tingkat / derajat pengurungan.
Jumlah dan temperatur gas hasil ledakan.
Secara emperis, Konya (1990) merumuskannya sebagai berikut :
P = 4,18 x 10 –7 x Sge x Ve2 ....................................................... (3.15)
( 1 + 0,8 x SGe )
Dimana:
P = Tekanan detonasi (kilobar)
1 kilobar = 14.504 psi
SGe = Berat jenis bahan peledak
Ve = Kecepatan detonasi bahan peledak (ft/detik)
1 ft = 0.3048 meter
Bahan peledak yang meledak dapat menghasilkan dua jenis gas yang saling berbeda
sifatnya yaitu smoke dan fumes. Smoke terjadi apabila di dalam bahan peledak
terdapat jumlah oksigen yang tepat sehingga selama reaksi seluruh hydrogen akan
membentuk uap air (H2O), karbon bereaksi membentuk karbon dioksida (CO2) dan
nitrogen menjadi N2 bebas, dengan kata lain terjadi keseimbangan antar oksigen
dengan bahan-bahan penyusun lainnya. Gas – gas beracun ini terbentuk karena hasil
suatu proses peledakan yang tidak Zero Oxygen Balance. Nilai gas beracun dari
suatu bahan peledak didasarkan pada anggan bahwa bahan peledak yang dalam
bentuk cartridge. Pengupasan pembungkus cartidge suatu bahan peledak akan
mengganggu Oxgygen Balance dan akan mempengaruhi kurang baiknya terhadap
gas – gas beracun yang dihasilkan.
3.6.7. Ketahanan Terhadap Air (Resistivity)
Ketahanan terhadap air suatu bahan peledak adalah kemampuan bahan peledak
tersebut untuk menahan rembesan air dalam waktu tertentu dan masih dapat
diledakkan dengan baik. Ketahanan ini dinyatakan dalam satuan jam. Sifat ini
sangat penting terutama sebagai parameter dalam pemilihan bahan peledak, dalam
hubungannya dengan kondisi tempat kerja. Untuk sebagian besar jenis bahan
peledak, adanya air di dalam lubang ledak dapat mengakibatkan panambahan unsur
III - 27
H dan O sehingga memerlukan panas yang lebih banyak untuk menguapkan
menjadi uap air. Disamping itu air dapat melarutkan sebagian kandungan bahan
peledak sehingga menyebabkan bahan peledak rusak. Untuk itu perlu dilakukan
pemakaian bahan peledak dengan nilai water resistance baik yang sudah memenuhi
syarat, supaya bahan peledak yang berada dalam lubang tembak tidak melarut.
Berdasarkan posisi alat – alat mekanis yang bekerja dan jalan – jalan tambang serta
posisi unit pengolahan, maka arah peledakan diusahakan sedemikan rupa sehingga
tidak mengganggu kerjanya alat mekanis dan memudahkan pengangkutan ke unit
pengolahan.
Dari segi kekar batuan, maka arah peledakan yang baik untuk menghasilkan
fragmentasi batuan yang seragam yaitu arah peledakan yang menuju sudut tumpul
perpotongan antara arah umum kedua kekar utama. Apabila arah peledakan menuju
sudut runcing, maka akan terjadi penerobosan energi peledakan melalui rekahan
yang ada. Hal ini mengakibatkan terjadinya pengurangan energi ledakan untuk
menghancurkan batuan dan akhirnya terbentuk fragmentasi yang tidak seragam
bahkan terjadinya bongkah.
III - 28
horizontal dari suatu jenjang akibat perpotongan antara kekar mayor dan kekar
minor.
Waktu tunda merupakan penundaan waktu peledakan antara baris yang di depan
dengan baris di belakangnya. Penerapan waktu tunda dalam peledakan dengan
menggunakan delay detonator.
Pada peledakan yang menerapkan waktu tunda antar baris terlalu pendek, maka
batuan di baris depan akan menghalangi pergeseran batuan pada baris berikutnya
dan mengakibatkan pecahan material pada baris selanjutnya akan tersembur keatas
dan menumpuk diatas batuan dari baris sebelumnya. Tetapi bila waktu tundanya
terlalu lama maka hasil peledakan akan terlempar jauh kedepan serta kemungkinan
akan terjadi batuan terbang, hal ini disebabkan karena tidak adanya dinding batuan
yang berfungsi sebagai penahan lemparan batuan didepannya.
III - 29