Anda di halaman 1dari 29

III.

DASAR TEORI

3.1. Tahap Kegiatan Peledakan


Untuk mendapatkan hasil peledakan yang baik dalam suatu aktivitas peledakan,
perencanaan parameter perlu dilakukan. Dalam suatu kegiatan penambangan upaya
untuk memberaikan batuan dari keadaan insitunya perlu proses pemberaian batuan
dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan penggalian dan peledakan
pemberaian batu granit dari keadaan insitunya diperlukan proses peledakan. Salah
satu metode pemberaian pada batuan adalah metode pemboran dan peledakan.
Metode pemboran dan peledakan bertujuan untuk menghancurkan, melepas
ataupun membongkar suatu bahan galian dari batuan induknya. Pada pemberaian
batuan dengan metode pemboran dan peledakan, ukuran fragmentasi batuan hasil
peledakan merupakan suatu faktor yang sangat penting, dimana ukuran fragmentasi
batuan diharapkankan sesuai dengan kebutuhan pada kegiatan penambangan
selanjutnya.

3.1.1. Penentuan Geometri Peledakan

Geometri peledakan sangat berpengaruh terhadap hasil peledakan itu sendiri, baik
itu dari segi fragmentasi batuan hasil peledakan, jenjang yang terbentuk, keamanan
alat – alat mekanis yang bekerja maupun kondisi lingkungan sekitarnya. Geometri
peledakan merupakan faktor utama yang perlu diperhatikan untuk mendapat hasil
peledakan yang baik dengan fragmentasi yang diinginkan. Besaran – besaran
geometri peledakan berdasarkan geometri peledakan menurut persamaan R.L.Ash
yang tediri dari: Burden, Spasi, Stemming, Kedalaman lubang bor dan Subdrilling,
Tinggi jenjang, Kedalaman lubang ledak dan Panjang kolom isian. Hubungan
antara variabel – variabel tersebut akan menentukan baik atau tidaknya hasil dari
peledakan.

III - 1
B

T
Keterangan

B = Burden
T = Stemming
J = Subdrilling
L Pc = Kolom isian
H L = Tinggi jenjang
H = Kedalaman lubang ledak
Pc

Gambar 3.1. Geometri peledakan vertikal.

Gambar 3.2. Geometri peledakan miring.

Untuk menentukan arah lubang bor yang akan diterapkan dalam upaya peningkatan
produktivitas pengeboran, maka terlebih dahulu ditinjau arah lubang bor vertikal
maupun arah lubang bor dengan kemiringan tertentu adalah :

III - 2
1. Arah lubang bor vertikal
Keuntungannya :
 Pada ketinggian jenjang yang sama maka kedalaman lubang bor vertical lebih
pendek dari lubang bor miring sehingga membutuhkan waktu pemboran yang
relatif cepat.
 Untuk menempatkan alat bor pada posisi yang akan dibor tidak memerlukan
ketelitian yang cermat sehingga membutuhkan waktu yang cepat.
 Pelemparan batuan (flyrock) lebih dekat.
Kerugiannya :
 Mudah terjadi longsoran pada jenjang.
 Adanya bongkahan besar dari hasil peledakan.
 Tejadinya tonjolan pada lantai jenjang.

2. Arah lubang bor miring


Keuntungannya :
 Memperkecil bahaya longsoran pada jenjang.
 Memperbaiki fragmentasi batuan.
 Hasil peledakan mempunyai permukaan yang lebih rata.
Kerugiannya :
 Pelemparan batuan (fly rock) lebih jauh.
 Pada ketinggian jenjang yang sama maka kedalaman lubang bor yang sama di
buat lebih panjang dari lubang bor vertikal, sehingga membutuhkan waktu
pemboran yang relatif lama.

Ada beberapa metode yang dikembangkan oleh para ahli peledakan untuk
menentukan besaran-besaran geometri peledakan. Salah satu diantaranya adalah
metoda yang dikembangkan oleh R.L. Ash tentang perhitungan geometri peledakan
secara teoritis.

3.1.2. Rancangan Menurut R.L. Ash.

Adapun persamaan yang diberikan R.L. Ash. Burden dihitung berdasarkan


diameter lubang ledak dengan mempertimbangkan konstanta KB yang tergantung

III - 3
pada jenis atau grup batuan dan bahan peledak. Konstanta KB dihitung dirumuskan
sebagai berikut :

KB = KB.std x AF1 x AF2 ................................................................. (3.1)


Dimana:
KB = Konstanta burden
KB.std = Konstanta yang tergantung jenis batuan dan bahan peledak (lihat
Tabel 3.1)

Tabel 3.1. Burden standar (KB.std) menurut R.L. Ash.

Rock Group
Medium
Type of explosive
Soft (<2 (2-2,5 Hard (>2,5
t/m3) t/m3) t/m3)

Low density (0,8-0,9 g/cc) and low


strength 30 25 20

Medium density (0,1-1,2 g/cc) and


medium strength 35 30 25

High density (1,3-1,6 g/cc) and high


strength 40 35 30

 Energi potensial bahan peledak yang dipakai 


AF 1  3  
 Energi potensial bahan peledak s tan dar 

 Energi potensial  SGhandak x VOD 2 ;VoD dalam fps


 Energi potensial standart = 1,20 x 12.0002

 Densitas batuan s tan dar 


AF2  3  
 Densitas batuan yang akan diledakkan 
 Densitas batuan standar = 160 1b/cuff

III - 4
Selanjutnya dimensi geometri peledakan dihitung sebagai berikut :
K B X D in 
 Burden (B), Ft 
12
 Kedalaman lubang ledak (L) = KL x B = KL antara 1,5 – 4.
 Sub Drilling (J) = KJ x B = KJ antara 0,2 – 0,4.
 Stemming (T) = KT x B = KT antara 0,7 – 1,0.

3.1.2.1. Burden (B)

Burden adalah jarak dari lubang tembak dengan bidang bebas yang terdekat, dan
arah di mana perpindahan akan terjadi.

Kb x De
B= ......................................................................................... (3.2)
12
Dimana :
De = Diameter lubang bor

3.1.2.2. Spasi (S)

Spasi dapat diartikan sebagai jarak terdekat antara dua lubang tembak yang
berdekatan dalam satu baris. Yang perlu diperhatikan dalam memperkirakan spasi
adalah apakah ada interaksi di antara isian yang saling berdekatan. Besar spasi dapat
ditentukan dengan rumus sebagai berikut :

S = Ks x B .............................................................................................. (3.3)

Di mana :
S = Spasi (m)
B = Burden (m)
Ks = Spacing ratio

3.1.2.3. Stemming (T)

Stemming adalah tempat material penutup di dalam lubang bor di atas kolom isian
bahan peledak. Fungsi stemming adalah agar terjadi stress balance dan untuk
mengurung gas-gas hasil ledakan agar dapat menekan batuan dengan kekuatan yang

III - 5
besar. Sedangkan di dalam penggunaan stemming yang perlu diperhatikan adalah
panjang stemming dan ukuran material stemming.

Biasanya Stemming ratio KT (Stemming ratio) standar yang dipakai adalah 0,70
dan ini sudah cukup untuk mengontrol ‘ Air Blast ‘ dan ‘Stress Balance ‘.

T = KT x B ............................................................................................. (3.4)
Dimana :
T = Stemming (m)
Kt = Ketentuan dari stemming (0,7-0,9)
B = Burden (m)
Atau:

T  0,45  De  Stv / SGr 


0,33
.................................................................. (3.5)
Dimana :
T = stemming (m)
B = burden (m)
De = diameter lubang ledak (inch)
SGr = spesifik gravity batuan

Ada dua hal yang berhubungan dengan stemming yaitu :

 Panjang stemming
Stemming yang pendek dapat menyebabkan pecahnya batuan pada bagian
atas, tapi mengurangi fragmentasi keseluruhan karena gas hasil ledakan
menuju atmosfir dengan mudah dan cepat, juga akan menyebabkan terjadinya
flyrock, overbreak pada bagian permukaan dan juga akan menimbulkan
airblast.

 Ukuran material stemming


Ukuran material stemming sangat berpengaruh terhadap hasil peledakan,
apabila bahan stemming terdiri dari butiran-butiran halus hasil pemboran,
kurang memiliki gaya gesek terhadap lubang tembak sehingga udara yang
bertekanan tinggi akan dengan mudah mendorong material stemming tersebut,
sehingga energi yang seharusnya untuk menghancurkan batuan, banyak yang
hilang keluar melalui lubang stemming.

III - 6
3.1.2.4. Subdrilling (J)

Subdrilling adalah tambahan kedalaman dari lubang bor di bawah lantai jenjang
yang dibuat agar jenjang yang dihasilkan sebatas dengan lantainya dan lantai yang
dihasilkan rata. Bila jarak subdrilling terlalu besar maka akan menghasilkan efek
getaran tanah, sebaliknya bila subdrilling terlalu kecil maka akan mengakibatkan
problem tonjolan pada lantai jenjang (toe) karena batuan tidak akan terpotong
sebatas lantai jenjangnya. Panjang subdrilling dapat ditentukan dengan
menggunakan rumus sebagai berikut 11) :

J = Kj x B ............................................................................................... (3.6)

Di mana :

J = subdrilling, meter
Kj = subdrilling ratio (0,2 – 0,3)
B = Burden

3.1.2.5. Tinggi Jenjang (L)

Tinggi jenjang adalah jarak antara lantai jenjang dengan bagian atas jenjang. Tinggi
jenjang harus diukur untuk mendapatkan rencana kedalaman lubang tembak yang
akan dibuat.

Secara spesifik tinggi jenjang maksimum ditentukan oleh peralatan pemboran dan
alat muat yang tersedia, seberapa dalam alat bor dapat membuat lubang ledak
dengan efektif. Pada tambang kuari diusahakan agar tinggi jenjang ditentukan
terlebih dahulu. Semakin tinggi jenjang maka kedalaman lubang bor akan semakin
dalam, sehingga hal ini dibutuhkan keakuratan sewaktu dilakukan pemboran.

Dasar pemilihan tinggi jenjang, adalah berdasarkan besarnya ukuran mangkuk yang
terpasang pada alat muat. Untuk perhitungan maka digunakan rumusan sebagai
berikut 4) :

III - 7
H = 10 + 0,57 (CC – 6) ....................................................................... (3.7)

Dimana :
CC = Ukuran mangkuk dari alat muat/shovel (m3)
H = Tinggi jenjang (m)

Tinggi jenjang juga akan berpengaruh terhadap hasil peledakan seperti fragmentasi
batuan, ledakan udara, batuan terbang dan getaran tanah. Hal ini dipengaruhi oleh
jarak burden.
Berdasarkan perbandingan ketinggian jenjang dan jarak burden yang diterapkan
(Stiffness Ratio), maka akan diketahui hasil dari peledakan tersebut seperti pada
(lihat Tabel 3.2).

Tabel 3.2. Potensi Yang Terjadi Akibat Variasi Stiffnes Ratio (L/B)
Stiffnes Fragmentasi Ledakan Batu Getaran Komentar
s Udara Terbang Tanah
Ratio
1 Banyak muncul
back-break di
Buruk Besar Banyak Bessar bagian toe.Jangan
dilakukan dan
rancang ulang
2 Sedang Sedang Sedang Sedang Bila
memungkinkan
rancang ulang
3 Baik Kecil Sedikit Kecil Kontrol dan
fragmentasi baik

Dimana untuk penentuan ukuran tinggi jenjang berdasarkan Stiffness Ratio


digunakan rumusan sebagai berikut :
L = 5 x De .......................................................................................... (3.8)

III - 8
Dimana :
L = Tinggi jenjang minimum (ft)
De = Diameter lubang tembak (inch)

3.1.2.6. Kedalaman Lubang Tembak (H)

Kedalaman lubang ledak dipengaruhi oleh tinggi jenjeng dan kedalamannya tidak
boleh lebih kecil dari burden untuk menghindari retakan yang melewati batas
jenjang (over break). Sebaliknya kedalaman lubang ledak yang terlalu dalam
mengakibatkan penghancuran batuan ke arah horizontal lebih besar dibandingkan
dengan penghancuran batuan ke arah vertikal sehingga banyak menghasilkan
boulder dan menimbulkan lubang pada lantai jenjang.

Secara teoritis kedalaman lubang ledak dapat diketahui dengan menggunakan


persamaan berikut 11):

H = L + J .............................................................................................. (3.9)
Dimana :
H = Kedalaman lubang ledak (m)
L = Tinggi jenjang (m)
J = Subdrilling (m)

3.1.2.7. Kolom Isian (PC)

Panjang kolom isian dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

PC = H-T ................................................................................................ (3.10)

Dimana :
PC = panjang kolom isian (m)
H = kedalaman lubang tembak (m)
T = stemming (m)

III - 9
3.1.2.8. Batuan Terbongkar

Secara sederhana berat batuan yang di ledakkan dapat di hitung dengan persamaan:
W = n x ( B x S) x L x SG ...................................................................... (3.11)
Dimana :
W = Berat batuan (ton)
n = jumlah lubang tembak
B = Burden (m)
S = spasi (m)
L = Tinggi jenjang (m)
SG = Spesifik Grafity

3.1.2.9. Diameter Lubang Tembak

Ukuran diameter lubang tembak merupakan faktor yang penting dalam merancang
suatu peledakan, karena akan mempengaruhi dalam penentuan jarak burden dan
jumlah bahan peledak yang digunakan pada setiap lubangnya.
Untuk diameter lubang tembak yang kecil, maka energi yang dihasilkan akan kecil.
Sehingga jarak antar lubang bor dan jarak ke bidang bebas haruslah kecil juga,
dengan maksud agar energi ledakan cukup kuat untuk menghancurkan batuan,
begitu pula sebaliknya.

Diameter lubang tembak juga mempengaruhi terhadap panjang stemming. Untuk


menghindari getaran (vibrasi) maupun batuan terbang (flyrock), apabila lubang
tembak berdiameter besar maka stemming harus panjang sedangkan jika lubang
tembak berdiameter kecil maka stemming menjadi pendek (lihat gambar 3.3).

Namun dalam hal ini panjang stemming juga dapat mempengaruhi fragmentasi
batuan hasil peledakan. Dimana stemming yang terlalu panjang dapat
mengakibatkan terbentuknya bongkah apabila energi ledakan tidak mampu untuk
menghancurkan batuan di sekitar stemming tersebut, dan stemming yang terlalu
pendek bisa mengakibatkan terjadinya batuan terbang dan pecahnya batuan menjadi
lebih kecil.

III - 10
Stemming
Stemming pendek
panjang

Ǿ besar Ǿ kecil

Gambar 3.3. Pengaruh diameter lubang tembak bagi tinggi stemming

Jumlah pemakaian bahan peledak sangat mempengaruhi terhadap fragmentasi


batuan hasil peledakan. Bila pengisian bahan peledak terlalu banyak akan
mengakibatkan jarak stemming akan kecil sehingga mengakibatkan terjadinya
lontaran batuan (flyrock) dan ledakan tekanan udara (airblast). Sedangkan bila
pengisian terlalu sedikit maka jarak stemming akan besar sehingga menimbulkan
bongkahan dan backbreak disekitar dinding jenjang. Jumlah pemakaian bahan
peledakan dapat diketahui dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

De = 0,508 x D x SG ......................................................................... (3.12)


Dimana:
De = loading density bahan peledak (lb/ft)
D = diameter lubang tembak (inch)
SG = spesifik gravity bahan peledak

Loding density atau kerapatan pengisian (de) merupakan berat bahan peledak
dalam lubang ledak persatuan panjang kolom bahan peledakan dalam satuan feet
(R.L. Ash). Maka jumlah bahan peledak untuk setip lubang ledak (E) adalah :

E = Pc x de ............................................................................................. (3.13)
Dimana :
Pc = Panjang kolom isian (ft)
de = Loding density bahan peledak

III - 11
3.2. Pola pemboran

Pola pengeboran lubang tembak yang biasanya digunakan pada tambang terbuka
yaitu :
1. Square Pattern (pola bujur sangkar) yaitu pola yang jarak antar burden dan
spasi sama dimana letak baris pertama dan kedua sejajar (lihat gambar 3.4).
2. Rectangular Pattern (pola persegi panjang) dimana letak jarak spasi lebih
panjang dari jarak burden (lihat gambar 3.5).
3. Stanggered Pattern (pola selang seling) dimana letak baris pertama dan kedua
tidak sejajar atau selang-seling yang tujuannya agar distribusi energi
peledakan lebih merata (lihat gambar 3.6).

Gambar 3.4. Pola pemboran bujur sangkar (Square Pattern)

Baris 1

Baris 2

Baris 3

Gambar 3.5. Pola pemboran persegi panjang (Rectangular Pattern)

III - 12
Gambar 3.6. Pola pemboran selang seling ( Staggered Square Pattern)

Setiap lubang tembak yang akan diledakkan harus memiliki ruang yang cukup
kearah bidang bebas terdekat agar energi terkonsentrasi secara maksimal sehingga
lubang tembak akan terdesak, mengembang, dan pecah.

Secara teoritis, dengan adanya tiga bidang bebas (free face) maka kuat tarik batuan
akan berkurang sehingga meningkatkan energi ledakan untuk pemecahan batuan
dengan syarat lokasi dua bidang bebasnya memiliki jarak yang sama terhadap
lubang tembak.

3.2.1. Waktu Edar Mesin Bor

Waktu edar adalah waktu yang diperlukan oleh mesin bor untuk menyelesaikan satu
lubang bor dapat di hitung dengan persamaan (Hult,1998)
Ct = Pt + Bt + St + Dt
Keterangan :
Ct = Waktu edar (detik)
Bt = Waktu pemboran (detik)
At = Waktu mengangkat batang bor (menit)
Dt = Waktu untuk mengatasi hambatan (menit)
Pt = Waktu pindah ke lubang yang lain, dan mempersiapkan alat bor hingga siap
untuk melakukan pemboran (menit). (lihat lampiran 2).

III - 13
3.3. Pola Peledakan
Pola peledakan merupakan urutan waktu peledakan antara lubang – lubang bor
dalam satu baris dengan lubang bor pada baris berikutnya ataupun antara lubang
bor yang satu dengan lubang bor yang lainnya. Pola peledakan ini ditentukan
berdasarkan urutan waktu peledakan serta arah runtuhan material yang diharapkan.

Berdasarkan arah runtuhan batuan, pola peledakan diklasifikasikan sebagai berikut


(lihat gambar 3.7) :
a. Box Cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya ke depan dan
membentuk kotak
b. Corner cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya ke salah satu
sudut dari bidang bebasnya.
c. “V” cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya kedepan dan
membentuk huruf V.

Bidang Bebas BOX CUT

1 1 1 1 1 1
1 1

2 2 2 2 2 2

Bidang Bebas V CUT


2 1 0 1 2

3 2 1 2 3

4 3 2 3 4

Keterangan :
1, 2, … = Nomor urutan peledakan
= Arah runtuhan batuan

Bidang Bebas CORNER CUT

1 1 1 1 1

2 2 2 2 2
Keterangan :
3 3 3 3 3 1, 2, … = Nomor urutan peledakan
= Arah runtuhan batuan

Gambar 3.7. Pola peledakan berdasarkan arah runtuhan batuan

III - 14
Berdasarkan urutan waktu peledakan, maka pola peledakan diklasifikasikan sebagai
berikut :
a. Pola peledakan serentak, yaitu suatu pola yang menerapkan peledakan secara
serentak untuk semua lubang tembak.
b. Pola peledakan beruntun, yaitu suatu pola yang menerapkan peledakan
dengan waktu tunda antara baris yang satu dengan baris lainnya.

Pola peledakan merupakan pengaturan lubang ledak atau baris mana yang di
ledakkan kemudian. Agar peledakan berjalan dengan baik, maka perlu perencanaan
yang teliti dalam menentukan pola peledakan. Ada beberapa hal penting yang perlu
diperhatikan dalam merencanakan pola peledakan, yaitu :
1. Kuat tekan batuan yang diledakkan
2. Fragmentasi hasil peledakan yang diinginkan
3. Bidang bebas yang ada serta arah jatuhnya batuan
4. Jenis bahan peledak yang akan digunakan
5. Jumlah baris yang didasarkan pada lebar daerah yang diledakkan sesuai untuk
kebutuhan produksi

3.4. Bahan Peledak

3.4.1. Ammonium Nitrat (AN)

Ammonium nitrat (NH4NO3) merupakan bahan dasar yang berperan sebagai


penyuplai oksigen pada bahan peledak. Berwarna putih seperti garam dengan titik
lebur sekitar 169,60 C. Ammonium nitrat adalah zat penyokong proses pembakaran
yang sangat kuat, namun ia sendiri bukan zat yang mudah terbakar dan bukan pula
zat yang berperan sebagai bahan bakar sehingga pada kondisi biasa tidak dapat
dibakar.

Sebagai penyuplai oksigen, maka apabila suatu zat yang mudah terbakar di campur
dengan AN akan memperkuat intensitas proses pembakaran dibanding dengan bila
zat yang mudah terbakar tadi dibakar pada kondisi udara normal. Udara normal atau
atmosfir hanya mengandung oksigen 21%, sedangkan AN mencapai 60%.

III - 15
Ammonium nitrart tidak digolongkan ke dalam bahan peledak. Namun bila
dicampur atau diselubungi oleh hanya beberapa persen saja zat-zat yang mudah
terbakar, misalnya bahan bakar minyak (solar, dan sebagainya).

Gambar 3.8. Ammonium nitrat (AN)

3.4.2. Bahan Peledak Berbasis Emulsion (emulsion based explosives)

Bahan peledak emulsi terbuat dari campuran antara fase larutan oksidator berbutir
sangat halus sekitar 0,001 mm (disebut droplets) dengan lapisan tipis matrik
minyak hidrokarbonat. Perbedaan ukuran butir oksidator bahan peledak dapat
dilihat pada Tabel 3.4. Emulsi ini disebut tipe “air-dalam-minyak” (water-in-
oilemulsion). Emulsifier ditambahkan untuk mempertahankan fase emulsi. Dengan
memperhatikan butiran oksidator yang sangat halus dapat difahami bahwa untuk
membuat emulsi ini cukup sulit, karena untuk mencapai oxygen balance diperlukan
6% berat minyak di dalam emulsi harus menyelimuti 94% berat butiran droplets.]

III - 16
Tabel 3.3. Perbedaan ukuran butir oksidator bahan peledak (Bamfield and Morrey,
1984)
Bahan peledak Ukuran, mm Bentuk VoD, m/s
ANFO 2.000 Semua padat 3200
Dinamit 0.200 Semua padat 4000
Slurry 0.200 Padat/liquid 3300
Emulsi 0.001 Liquid 5000-6000

Karena butiran oksidator terlalu halus, maka diperlukan peningkatan kepekaan


bahan peledak emulsi dengan menambahakan zat pemeka (sensitizer), misalnya
agen gassing kimia agar terbentuk gelembung udara untuk menimbulkan fenomena
hot spot.

Emulsion blends adalah bahan peledak campuran antara matrix (bahan peledak
bulk emulsion) dengan Amonium Nitrat atau ANFO dalam komposisi yang
bervariasi tergantung dari kondisi lubang tembak atau sesuai dengan kebutuhan
konsumen.

Merupaka campuran dari Amonium Nitrat (AN) dan Matrix Emulsion. Adapun
persentase campuran antara keduanya ialah AN sebanyak 30% dan Matrix
Emulsion sebanyak 70%. Keunggulan dari penggunaan Emulsion Blend ini ialah
peledakan yang dihasilkan akan tetap berjalan dengan baik walaupun pada lubang
bor terdapat air. Dengan adanya Matrix Emulsin yang telah dicampur dengan AN
(Emultion Blend) tadi maka air pada lobang bor akan naik keatas, sehingga antara
emulsion blend dan air tidak akan bercampur karena memiliki berat jenis yang
berbeda. Emulsion blend akan diangkut dengan menggunakan Mobile Mixing unit
(MMU).

III - 17
Gambar 3.9. Emulsion

3.5. Perlengkapan Peledakan

3.5.1. Detonating Cord

Sumbu ledak merupakan sumbu yang terdiri dari inti (initiating exsplosive) yang
dibalut lapisan plastik dan bungkus dengan kombinasi tekstil, kawat dan lapisan
plastik. Sumbu ledak apabila dinyalakan dengan plain detonator dapat
merambatkan gelombang detonasi ke semua tempat di sepanjang sumbu.

3.5.2. Anzomex Booster

Anzomex booster terbuat dari komposisi Anzomex padat yang dimasukkan


kedalam tabung karton berbentuk silinder. Dilengkapi dengan dua lubang
memanjang untuk menempati sumbu ledak atau detonator. Anzomex booster
memiliki kerapatan dan kecepatan detonasi (VOD) yang tinggi untuk
memaksimumkan kinerjanya.

III - 18
Gambar 3.10. Anzomex booster

3.5.3. Sumbu Bakar (Safety fuse)

Sumbu bakar (safety fuse) adalah sumbu yang berfungsi untuk menghantarkan
nyala/panas ke dalam detonator biasa. Sumbu bakar ini beri bahan peledak
berkekuatan lemeh, seperti black powder, yang dibungkus dengan bahan textil dan
kemudian dilapisi dengan bahan kelep air, seperti bitumen.
 Cukup kuat terhadap pengaruh gesekan.
 Bila terdapat pengaruh tekanan dari luar, misalnya pengaruh stemming yang
terlalu padat, maka penurunan kecepetan rambat api di dalam sumbu tidak
lebih dari 10%.
 Variasi cepat rambat 85-160 detik/meter.

Sumbu api merupakan aksesoris peledak yang berupa sumbu yang berfungsi untuk
merambatkan api ke detonator dengan kecepatan tetap. Perambatan api tersebut
akan menimbulkan ledakan kecil pada plain detonator sehingga dapat meledakkan
isian primer.

III - 19
3.5.4. Plain Detonator
Detonator cord adalah alat pemicu awal yang menimbulkan inisiasi dalam bentuk
letupan (ledakan kecil) sebagai bentuk aksi yang memberikan efek kejut terhadap
bahan peledak peka detonator atau primer yang di teruskan oleh Nonel.

Gambar 3.11. Plain detonator

3.5.5. Dinamit Powergel

Power gel magnum adalah suatu detonator yang berkekuatan tinggi dan merupakan
emulsi bahan peledak yang sensitif. Produknya berwarna putih. Power gel magum
3000 didesain untuk tambang bawah tanah dan terbuka.

Dynamite merupakan bahan peledak lain yang digunakan untuk secondary blasting.
Dynamite ini biasanya dihubungkan/diikatkan dengan detonating cord sehingga
dapat meledak. Detonating cordnya tidak akan terbakar apabila hanya dibakar
dengan api, karena membutuhkan gelombang detonasi yang besar untuk membakar
detonating cordnya agar dapat meledakkan Dynamite dengan sempurna. Selain itu
dynamite juga dapat dihubungkan ke Nonel dan dimasukkan kedalam lubang bor
untuk melakukan pengisian Double Deck yang digunakan apabila terdapat banyak
crack pada lubang bor. Dynamite yang di gunakan adalah jenis Dayagel.

III - 20
Gambar 3.12. Dinamit powergel

3.5.6. Nonel

Sumbu nonel berupa sumbu yang dihubungkan dengan booster yang nantinya akan
dimasukkan ke dalam lubang bor. Sumbu nonel ini akan meledakkan booster dan
booster akan memperkuat energi ledak primer. Jenis yang dipakai yaitu dayadet
benchmaster 18 meter 500 MS eks Dhana.

Nonel adalah sejenis detonator tetapi cara penyalaannya tidak dengan nyala api/
panas (sumbu bakar) atau arus listrik (kabel listrik),melainkan dengan gelombang
detonasi yang dihantarkan melelui pipa plastik (diameter 3 mm yang berisi atau
bahan mudah bereaksi.

III - 21
Gambar 3.13. Nonel

Beberapa keuntungan dalan pemakaian nonel :


 Relatif aman terhadap kilat
 Aman terhadap pengaruh listrik atau gelombang radio
 Pipa plastik cukup kuat terhadap gesekan dan pukulan,cukup lentur

Hal-hal yang perlu di perhatikan pada pemakaian nonel :


 Cara menyimpan dan pengangkatan sama dengan detonator lainnya.
 Dilarang memotong ujung pipa plastiknya.
 Hubungan pipa plastik dari nonel dengan sumbu ledak harus benar-benar
baik.
 Pakailah nonel dengan panjang pipa plastiknya yang sesuai dengan
kebutuhannya.
 Dilarang menyambung pipa plastiknya

III - 22
3.5.7. Time Long Delay (TLD)

Pada delay detonator begitu arus listrik dilepaskan dan mengalir dari sumber arus,
maka kawat halus dalam detonator berpijar dan membakar ”ramuan pembakar”
kemudian membakar ” delay element” dan api/panas tersebut menjalar dulu
sepanjang delay element sebelum mencapai ”isian utama”.
Delay detonator, terdiri atas 3 jenis sesuai dengan satuan tenggang waktunya.
 Half second delay
Selang (interval) satuan waktunya adalah setiap ½ detik (second) misalnya: ½
; 1 ; 1 ½ ; 2 … detik
 Quarter second delay
Selang (interval) satuan waktuknya adalah setiap ¼ detik, misalnya ¼ ; ½ ; 1
; 1 ¼… detik
 Millisecond delay
Satuan waktu yang dipakai adalah milli detik atau 1/1000 detik. Selang
(interval) waktu terkecil yang umum adalah 25 milli detik, misalnya : 25 ; 42
; 50 ; 75 ; 100 ; 125 ….. milli second

Gambar 3.14. Time long delay (Tld)

III - 23
3.6. Sifat Bahan Peledak

Bahan peledak diartikan sebagai suatu rakitan yang terdiri dari bahan-bahan
berbentuk padat atau cair atau campuran dari keduanya, yang apabila terkena suatu
aksi seperti panas, benturan, gesekan, dan sebagainya dapat bereaksi dengan
kecepatan tinggi, membentuk gas dan menimbulkan efek panas serta tekanan yang
sangat tinggi. Karakteristik bahan peledak yang sangat mempengaruhi operasi
peledakan pada tambang terbuka adalah kekuatan, kecepatan detonasi, kepekaan,
bobot isi, tekanan detonasi, sifat gas beracun dan ketahanan bahan peledak terhadap
air.

3.6.1. Kekuatan (Strength)

Kekuatan (strength) suatu bahan peledak adalah ukuran yang dipergunakan untuk
mengukur energi yang terkandung pada bahan peledak dan kerja yang dapat
dilakukan oleh bahan peledak. Tes yang digunakan untuk mengukur kekuatan
adalah Ballistic Mortar Test. Kekuatan bahan peledak dapat diukur melalui tiga
cara, yaitu :

1. Weight Strenght
Menyatakan dalam persen (%) berat NG yang terdapat dalam Straight-NG
Dynamite, yang menghasilkan simpangan ballastic mortar yang sama dengan
bahan peledak yang diukur apabila keduanya diledakkan pada berat yang sama.

2. Volume Strenght
Menyatakan dalam persen (%) berat NG yang terdapat dalam Straight-NG
Dynamite ,yang menghasilkan simpangan ballistic mortar yang sama dengan bahan
peledak yang diukur apabila keduanya diledakkan pada volume yang sama.

3. Relative Weight Strenght (RWS)


Pada pengukuran berdasarkan RWS, bahan peledak standar yang digunakan
adalah BG. Formulasi RWS yang digunakan di PERUM DAHANA adalah :
RWS = ( b / a ) 2 x 100 % ................................................................... (3.14)
Dimana:

III - 24
a = Simpangan yang disebabkan oleh BG
b = Simpangan yang disebabkan oleh bahan peledak yang diukur

Kekuatan dinyatakan dalam persen (%) dengan Straight Nitroglycerin Dynamite


sebagai bahan peledak standar yang mempunyai bobot isi (spesific grafity) sebesar
1,6 dan kecepatan detonasi (VOD) sebesar 7.700 m/det. Pada umumnya semakin
besar bobot isi dan kecepatan detonasi suatu bahan peledak maka kekuatannya juga
akan semakin besar.

3.6.2. Kecepatan Detonasi

Kecepatan detonasi adalah kecepatan gelombang detonasi yang melalui bahan


peledak yang dinyatakan dalam meter per detik atau feet per detik. Kecepatan
detonasi suatu bahan peledak tergantung dari beberapa factor, yaitu bobot isi bahan
peledak, diameter bahan peledak, derajat pengurungan, ukuran partikel dari bahan
penyusunnya dan bahan-bahan yang terdapat dalam bahan peledak.

Kecepatan detonasi dapat dinyatakan dalam kondisi terkurung dan kondisi tidak
terkurung. Kecepatan detonasi terkurung adalah ukuran kecepatan detonasi dimana
gelombang merambat melalui kolom bahan peledak di dalam lubang ledak atau
ruang terkurung lainnnya, sedangkan kecepatan detonasi tidak terkurung adalah
suatu kecepatan yang menunjukan kecepatan detonasi bahan peledak apabila bahan
peledak diledakkan dalam keadaan terbuka atau tidak terkurung.

Untuk peledakan pada batuan keras dipakai bahan peledak yang mempunyai
kecepatan detonasi tinggi sedangkan pada batuan yang lunak dipakai bahan peledak
dengan kecepatan detonasi rendah. Ukuran butir yang semakin kecil
memungkinkan terjadinya kontak permukaan antar partikel semakin besar sehingga
dapat meningkatkan kecepatan reaksi. Pada umumnya, kecepatan detonasi
meningkat apabila diameter semakin besar besar meskipun tidak secara linear.

III - 25
3.6.3. Kepekaan (Sensitivity)

Kepekaan adalah ukuran besarnya sifat peka bahan peledak untuk mulai bereaksi
menyebarkan reaksi peledakan ke seluruh kolom isian. Penyerapan air dan
terlapisinya kristal-kristal oleh zat lilin cenderung mengurangi kepekaan,
sedangkan peningkatan temperatur dapat menyebabkan kepekaan. Jika dimeter
bahan peledak cukup besar, maka perambatan reaksinya akan lebih mudah karena
permukaan bahan peledak lebih luas, sedangkan tingkat pengurungan cenderung
memusatkan tenaga reaksinya mengarah sepanjang isian dan menghindari
penyebaran tenaga reaksi.

Berbagai pengujian dapat dilakukan untuk mengetahui kepekaan suatu bahan


peledak, misalnya pengujian kepekaan terhadap benturan, gesekan, panas, dan
pengujian kepekaan terhadap gelombang ledakan dari jarak tertentu.

3.6.4. Bobot Isi Bahan Peledak

Bobot isi bahan peledak merupakan salah satu sifat terpenting bahan peledak yang
dinyatakan dalam satuan gr/cm3. Bobot isi dapat dinyatakan dalam beberapa cara,
yaitu:
 Berat Jenis (SG), tanpa satuan.
 Stick Count (SC), yaitu jumlah dodol ukuran standar 3,175 cm x 20,32 cm
yang terdapat dalam satu doos seberat 22,68 kg.
 Loading Density (de), yaitu berat bahan peledak per meter panjang isian yang
dinyatakan dalam kg/m.Pada umunya bahan peledak yang mempunyai bobot
isi tinggi akan menghasilkan kecepatan detonasi dan tekanan yang tinggi.

3.6.5. Tekanan Detonasi

Tekanan detonasi adalah penyebaran tekanan gelombang ledakan dalam kolom


isian bahan peledak yang dinyatakan dalam kilobar (kb). Tekanan detonasi bahan
peledak komersial antara 5-150 kb.

Tekanan akibat ledakan akan terjadi di sekitar dinding lubang ledak kemudian
tersebar ke segala arah. Intensitasnya dipengaruhi oleh:

III - 26
 Jenis bahan peledak (kekuatan, bobot isi, VOD)
 Tingkat / derajat pengurungan.
 Jumlah dan temperatur gas hasil ledakan.
Secara emperis, Konya (1990) merumuskannya sebagai berikut :
P = 4,18 x 10 –7 x Sge x Ve2 ....................................................... (3.15)
( 1 + 0,8 x SGe )
Dimana:
P = Tekanan detonasi (kilobar)
1 kilobar = 14.504 psi
SGe = Berat jenis bahan peledak
Ve = Kecepatan detonasi bahan peledak (ft/detik)
1 ft = 0.3048 meter

3.6.6. Sifat Gas Beracun

Bahan peledak yang meledak dapat menghasilkan dua jenis gas yang saling berbeda
sifatnya yaitu smoke dan fumes. Smoke terjadi apabila di dalam bahan peledak
terdapat jumlah oksigen yang tepat sehingga selama reaksi seluruh hydrogen akan
membentuk uap air (H2O), karbon bereaksi membentuk karbon dioksida (CO2) dan
nitrogen menjadi N2 bebas, dengan kata lain terjadi keseimbangan antar oksigen
dengan bahan-bahan penyusun lainnya. Gas – gas beracun ini terbentuk karena hasil
suatu proses peledakan yang tidak Zero Oxygen Balance. Nilai gas beracun dari
suatu bahan peledak didasarkan pada anggan bahwa bahan peledak yang dalam
bentuk cartridge. Pengupasan pembungkus cartidge suatu bahan peledak akan
mengganggu Oxgygen Balance dan akan mempengaruhi kurang baiknya terhadap
gas – gas beracun yang dihasilkan.
3.6.7. Ketahanan Terhadap Air (Resistivity)

Ketahanan terhadap air suatu bahan peledak adalah kemampuan bahan peledak
tersebut untuk menahan rembesan air dalam waktu tertentu dan masih dapat
diledakkan dengan baik. Ketahanan ini dinyatakan dalam satuan jam. Sifat ini
sangat penting terutama sebagai parameter dalam pemilihan bahan peledak, dalam
hubungannya dengan kondisi tempat kerja. Untuk sebagian besar jenis bahan
peledak, adanya air di dalam lubang ledak dapat mengakibatkan panambahan unsur

III - 27
H dan O sehingga memerlukan panas yang lebih banyak untuk menguapkan
menjadi uap air. Disamping itu air dapat melarutkan sebagian kandungan bahan
peledak sehingga menyebabkan bahan peledak rusak. Untuk itu perlu dilakukan
pemakaian bahan peledak dengan nilai water resistance baik yang sudah memenuhi
syarat, supaya bahan peledak yang berada dalam lubang tembak tidak melarut.

3.7. Arah Peledakan

Arah peledakan merupakan suatu penunjukan arah dimana terjadi pemindahan


(displacement) batuan ataupun runtuhan batuan hasil peledakan yang kemudian
membentuk tumpukan. Dalam kegiatan peledakan, arah peledakan dipengaruhi
oleh struktur batuan, posisi alat – alat dan jalan tambang serta posisi bangunan –
bangunan maupun lingkungan di sekitarnya.

Berdasarkan posisi alat – alat mekanis yang bekerja dan jalan – jalan tambang serta
posisi unit pengolahan, maka arah peledakan diusahakan sedemikan rupa sehingga
tidak mengganggu kerjanya alat mekanis dan memudahkan pengangkutan ke unit
pengolahan.

Dari segi kekar batuan, maka arah peledakan yang baik untuk menghasilkan
fragmentasi batuan yang seragam yaitu arah peledakan yang menuju sudut tumpul
perpotongan antara arah umum kedua kekar utama. Apabila arah peledakan menuju
sudut runcing, maka akan terjadi penerobosan energi peledakan melalui rekahan
yang ada. Hal ini mengakibatkan terjadinya pengurangan energi ledakan untuk
menghancurkan batuan dan akhirnya terbentuk fragmentasi yang tidak seragam
bahkan terjadinya bongkah.

Sedangkan dari segi perlapisan batuan, untuk mendapatkan fragmentasi batuan


yang baik maka diterapkan arah lubang tembak yang berlawanan arah dengan
perlapisan batuan karena energi yang digunakan untuk menghancurkan batuan akan
menekan batuan secara maksimal. Cara untuk menentukan arah peledakan dapat
dilakukan menurut teori R.L.Ash, 1968 yaitu apabila batuan pecah, batuan akan
terpisah dalam bentuk blok hasil peledakan yang cenderung menyesuaikan arah
kekar. Dengan demikian akan terbentuk sudut lancip dan sudut tumpul pada bidang

III - 28
horizontal dari suatu jenjang akibat perpotongan antara kekar mayor dan kekar
minor.

3.8. Waktu Tunda (Delay)

Waktu tunda merupakan penundaan waktu peledakan antara baris yang di depan
dengan baris di belakangnya. Penerapan waktu tunda dalam peledakan dengan
menggunakan delay detonator.

Keuntungan melakukan peledakan dengan waktu tunda atau peledakan secara


beruntun adalah :
 Fragmentasi batuan hasil peledakan akan lebih seragam dan baik.
 Mengurangi timbulnya getaran.
 Menyediakan bidang bebas yang cukup untuk peledakan pada baris
berikutnya.
 Batuan tidak menumpuk terlalu tinggi.

Pada peledakan yang menerapkan waktu tunda antar baris terlalu pendek, maka
batuan di baris depan akan menghalangi pergeseran batuan pada baris berikutnya
dan mengakibatkan pecahan material pada baris selanjutnya akan tersembur keatas
dan menumpuk diatas batuan dari baris sebelumnya. Tetapi bila waktu tundanya
terlalu lama maka hasil peledakan akan terlempar jauh kedepan serta kemungkinan
akan terjadi batuan terbang, hal ini disebabkan karena tidak adanya dinding batuan
yang berfungsi sebagai penahan lemparan batuan didepannya.

III - 29

Anda mungkin juga menyukai