Anda di halaman 1dari 23

1

SISTEM PENGAWASAN INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP


HAKIM AGUNG DAN HAKIM KONSTITUSI DI INDONESIA

ISNALDI
Fakultas Hukum
Universitas Indonesia

Abstract
This study is a normative legal research aims to determine the development of
oversight systems for supreme court and constitutional Judges in Indonesia. Law
society and Indonesian constitutional require formation of a free, independent,
clean and respectable judiciary, however, a oversight system must be supported
and equipped with external oversight, which the existing control is an internal
one. Through the third amendments to the Constitution of the Republic of
Indonesia in 1945, Judicial Commission was formed as a state institution in
charge of maintaining the honor, dignity and behavior of judges. The study was
based on the statutory provisions on Judicial Power, the Supreme Court,
Constitutional Court and the Judicial Commission formed after the Constitutional
Court Decision No. 005/PUU-IV/2006 that limit the authority of the judicial
commission on oversight of judges.

Key Words : supervision of supreme court justice, supervision of constitutional


justice, internal control system of judges, external control system of judges.

Abstrak

Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Tujuan dari penelitian adalah
untuk mengetahui sejauh mana perkembangan sistem pengawasan Hakim Agung
dan Hakim Konstitusi di Indonesia. Kebutuhan Hukum Masyarakat dan
ketatanegaraan Indonesia terhadap terbentuknya lembaga peradilan yang bebas,
mandiri, bersih dan berwibawa menyebabkan sistem pengawasan selama ini yang
hanya bersifat internal harus didukung, dilengkapi dengan pengawasan eksternal.

Universitas Indonesia
Sistem Pengawasan..., Isnaldi, FH UI, 2013
2

Untuk itu melalui Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945 ketiga terbentuklah Komisi Yudisial sebagai Lembaga
Negara yang bertugas menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat
serta perilaku hakim. Penelitian ini didasarkan pada ketentuan perundang-
undangan tentang Kekuasaan Kehakiman, Mahkamah Agung, Mahkamah
Konstitusi dan Komisi Yudisial yang terbentuk pasca Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 005/PUU-IV/2006 yang memangkas kewenangan Komisi
Yudisial sepanjang mengenai pengawasan terhadap hakim.

Kata Kunci: pengawasan Hakim Agung, pengawasan Hakim Konstitusi, sistem


pengawasan hakim internal, sistem pengawasan hakim eksternal.

PENDAHULUAN

Tahun 2013 menandai 15 tahun berlangsungnya reformasi secara


menyeluruh di Indonesia. Masyarakat menuntut reformasi di segala bidang, salah
satu yang utama adalah reformasi bidang hukum dan peradilan. Lemahnya
penegakan hukum (law enforcement) di Indonesia telah memberikan kontribusi
yang sangat besar pada keterpurukan bangsa ini kedalam jurang krisis yang sangat
dalam dan berkepanjangan. Walaupun sudah berjalan selama 15 tahun reformasi
bidang ini masih jauh harapan. Berbagai bentuk penyalahgunaan wewenang oleh
aparat penegak hukum termasuk hakim, judicial corruption seperti hakim terima
suap, hakim terbukti narkoba, hakim melakukan tindakan asusila lainnya seperti
perjudian, perzinahan dan berbagai perilaku tidak terpuji lainnya telah menjadi
potret sehari-hari.
Penyebab utama lemahnya penegakan hukum di Indonesia, adalah
rendahnya moralitas dan integritas aparat penegak hukum. Moralitas aparat
penegak hukum (hakim, polisi, jaksa dan advokad) sangat lemah.1 Menurut
Wakil Ketua Komisi Yudisial Imam Anshori salah satu faktor penyebab lemahnya
penegakan hukum di Indonesia adalah rendahnya integritas aparat penegak hukum

1
Wasingatu Zakiyah, et al., Menyingkap Tabir Mafia Peradilan, cet. 1, (Jakarta:
Indonesia Corruption Watch, 2002), hal. 217.

Universitas Indonesia
Sistem Pengawasan..., Isnaldi, FH UI, 2013
3

seperti polisi, hakim, jaksa dan advokat.2 Rendahnya kualitas aparat penegak
hukum hampir di semua negara berkembang adalah menjadi penyebab
terhambatnya proses penegakan hukum. Peranan manusia yang menjalankan
hukum itu (penegak hukum) menempati posisi strategis. Seperti apa yang
diungkapkan oleh Frans Hendra Winarta yang mengutip pendapat dari Roscoe
Pound menjelaskan bahwa hukum itu sangat bergantung pada orang yang
mengatur hukum tersebut, bukan dari hukum itu sendiri.3
Makin maraknya penyalahgunaan wewenang dan judicial corruption
tersebut disebabkan lemahnya sistem pengawasan. Sistem pengawasan internal
(fungsional) yang ada di lembaga peradilan tidak berjalan secara efektif.4 Badan
Pengawas Mahkamah Agung yang merupakan lembaga pengawas internal di
Mahkamah Agung dan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi belum bekerja
dengan baik. Kondisi itu memicu tumbuh dan berkembangnya tindakan abuse of
power yang menyebabkan judicial corruption (mafia peradilan) sulit diberantas.5
Mengingat pentingnya lembaga khusus pengawasan terhadap hakim
tersebut, maka Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
hasil amandemen ketiga telah melahirkan Komisi Yudisial, yaitu lembaga baru
yang berada dalam lingkungan kekuasaan kehakiman yang kewenangan utamanya
adalah menjalankan fungsi pengawasan terhadap pelaksana kekuasaan kehakiman
yaitu Mahkamah Agung dan Mahkamah Konsitusi. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh A. Ahsin Thohari, di beberapa negara, Komisi Yudisial muncul
sebagai akibat dari salah satunya disebabkan oleh lemahnya monitoring secara
intensif terhadap kekuasaan kehakiman, karena monitoring hanya dilakukan
secara internal saja.6 Pembentukan Komisi Yudisial juga didasari pada ide
pentingnya pengawasan hakim dalam rangka melakukan reformasi yang mendasar
terhadap sistem peradilan, tidak saja menyangkut penataan kelembagaannya

2
Imam Anshori, “Tujuh Faktor Sebabkan Penegakan Hukum Lemah,”
<http://www.antaranews.com>, diakses 9 April 213.
3
Roscoe Pound sebagaimana dikutip dalam Frans Hendra Winarta, “Reformasi Lembaga
Hukum Sebagai Dasar Pelaksanaan Reformasi Hukum Nasional,“
<http://.www.komisihukum.go.id>, diakses 1 Maret 2013.
4
Hermansyah, “Peran Lembaga Pengawas Eksternal Terhadap Hakim,”
<http//www.pemantau peradilan.com, diakses 3 Desember 2012.
5
Bunga Rampai Komisi Yudisial, Refleksi Satu Tahun Komisi Yudisial Republik
Indonesia, (Jakarta: Komisi Yudisial Republik Indonesia, 2006), hal. 117.
6
Ibid., hal. 15.

Universitas Indonesia
Sistem Pengawasan..., Isnaldi, FH UI, 2013
4

(institutional reform) ataupun menyangkut mekanisme aturan yang bersifat


instrumental (instrumental atau procedural reform), tetapi juga menyangkut
personalitas dan budaya kerja aparat peradilan serta perilaku hukum masyarakat
kita sebagai keseluruhan (ethical dan bahkan cultural reform).7
Untuk melaksanakan Pasal 24B ini maka dibentuklah Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial. Langkah-langkah yang dilakukan
oleh Komisi Yudisial telah mendorong ke arah kemajuan, sebab dengan
gebrakannya menyorot dan memeriksa hakim-hakim yang dilaporkan dan diduga
nakal, mulai dari hakim pengadilan negeri sampai ke Hakim Agung ternyata telah
mampu meningkatkan gairah masyarakat untuk menyorot dan melaporkan hakim-
hakim nakal, meski tak semua laporan itu benar adanya. Namun Undang-Undang
ini di judicial review dan melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
005/PUU/2006 kewenangan Komisi Yudisial sepanjang menyangkut pengawasan
telah dibatalkan. Semenjak itu pula sistem pengawasan terhadap penyelenggara
kekuasaan kehakiman khususnya mengenai kedudukan Komisi Yudisial yang
merupakan produk reformasi menjadi tidak jelas.
Merespon desakan masyarakat terhadap pentingnya perubahan peraturan
perundang-undangan tentang kekuasaan kehakiman, maka Pemerintah dan Dewan
Perwakilan Rakyat secara berturut-turut merancang dan menetapkan beberapa
undang-undang yaitu: Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, Undang-Undang Nomor 18 Tahun
2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang
Komisi Yudisial.
Undang-Undang Nomor 3 tahun 2009 tentang Mahkamah Agung
mengatur 3 (tiga) macam bentuk pengawasan yaitu (1) pengawasan menyangkut

7
Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi,
(Jakarta: Setjen Mahkamah Konstitusi R.I, 2006), hal. 188.

Universitas Indonesia
Sistem Pengawasan..., Isnaldi, FH UI, 2013
5

penyelenggaraan peradilan,8 (2) pengawasan terhadap pelaksanaan tugas


administrasi dan keuangan,9 dan (3) pengawasan terhadap perilaku hakim.
Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi menyangkut
penyelenggaraan peradilan dan terhadap pelaksanaan tugas administrasi dan
keuangan. Adapun pengawasan terhadap perilaku Hakim Agung dan hakim yang
berada dalam lingkungan Mahkamah Agung yang meliputi lingkungan peradilan
umum, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara dan
lingkungan peradilan agama dilaksanakan oleh Mahkamah Agung sebagai
pengawas internal dan Komisi Yudisial sebagai pengawas eksternal.10
Pengawasan yang dilakukan oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial
terhadap perilaku hakim sebagaimana dimaksud harus berdasarkan pada Kode
Etik dan Pedoman Perilaku Hakim yang ditetapkan secara bersama-sama oleh
Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial.11 Sebagai implementasinya maka
lahirlah Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim dalam bentuk Surat Keputusan
Bersama (SKB) Nomor 047/KMA/SKB/IV/2001 dan 02/SKB/P.KY/IV/2009.
Surat Keputusan Bersama (SKB) yang dipandang sebagai wujud semangat
membersihkan peradilan Indonesia inipun kemudian di judicial review di
Mahkamah Agung. Dalam amar putusannya, MA menyatakan butir 8.1, 8.2, 8.3,
8.4 serta butir 10.1,10.2, 10,3 dan 10.4 dibatalkan.12
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi disebutkan bahwa
pengawasan hakim dalam lingkungan Mahkamah Konstitusi dilakukan oleh
Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi. Komposisi Majelis Kehormatan
Konstitusi diatur dalam pasal 27 A ayat (2) huruf c, huruf d, dan huruf e yang
terdiri dari 1 (satu) orang Hakim Konstitusi, 1 (satu) orang anggota Komisi
Yudisial, 1 (satu) orang dari unsur DPR, dan 1 (satu) orang dari unsur Pemerintah
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum, dan 1 (satu)

8
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung.
LN No. 3 Tahun 2009, Pasal 32 ayat (1).
9
Ibid., Pasal 32 ayat (2).
10
Ibid., Pasal 32A.
11
Ibid., Pasal 32A ayat (4)
12
“Uji materiil skb kode etik hakim dangkal ilmu pengetahuan,”
<http//www.tribunnews.com>, diakses 18 Maret 2012.

Universitas Indonesia
Sistem Pengawasan..., Isnaldi, FH UI, 2013
6

orang Hakim Agung.13 Dengan demikian sistem pengawasan hakim pada


Mahkamah Konstitusi sudah cukup ideal karena sudah melibatkan unsur-unsur
lain di luar Mahkamah Konstitusi termasuk unsur dari Komisi Yudisial sehingga
dapat dikatakan bahwa sistem pengawasan Hakim Konstitusi sudah mengandung
unsur internal dan eksternal. Namun Undang-Undang ini pun kemudian di judial
review di Mahkamah Konstitusi. Setelah adanya permohonan gugatan uji materi
kepada Mahkamah Konstitusi,14 salah satunya Pasal 27A ayat (2) huruf c, huruf
d, dan huruf e,15 yang mengatur tentang Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi.
Putusan Mahkamah Konstitusi ternyata tidak hanya mengabulkan apa yang
dimohonkan oleh pemohon yakni Pasal 27A ayat (2) huruf c, huruf d, dan huruf e
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011, tetapi juga mengabulkan Pasal 27A ayat
16
(3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) karena alasan adanya keterkaitan satu sama
lain, sehingga harus dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dengan adanya putusan Mahkamah Agung Nomor yang membatalkan
beberapa butir ketentuan dalam Surat Keputusan Bersama Bersama (SKB) Nomor
047/KMA/SKB/IV/2001 dan 02/SKB/P.KY/IV/2009 dan Putusan Mahkamah
Konstitusi terhadap judial review Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang
Perubahan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi
masyarakat kembali bertanya tentang bagaimana sesungguhnya konsep sistem
pengawasan hakim di Indonesia. Kondisi seperti inilah yang melatar belakangi
13
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 8Tahun 2011 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. LN No. 70 Tahun 2011,
Pasal 27A.
14
Para pemohon merupakan dosen hukum tata negara, seperti Saldi Isra, Fatmawati,
Yuliandri, Feri Amsari, Arief Hidayat, Zainul Daulay, Zainal Arifin Mochtar, Muchamad Ali
Safa’at.
15
Lihat pasal 27A ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2011 tentang Perubahan
Undang-Undang nomor 24 tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi : ayat (2) Untuk
menegakkan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim Konstitusi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), dibentuk Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi yang keanggotannya terdiri atas : a.
1 (satu) orang hakim konstitusi; b. 1 (satu) orang anggota Komisi Yudisial; c. 1 (satu) orang dari
unsur DPR; d. 1 (satu) orang dari unsur pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang hukum; dan e. 1 (satu) orang hakim agung.
16
Pasal 27A ayat (3) Dalam melaksanakan tugasnya, Majelis Kehormatan Mahkamah
Konstitusi berpedoman pada: a. Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim Konstitusi; b. tata
beracara persidangan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi; dan c. norma dan peraturan
perundang-undangan. Ayat (4) Tata beracara persidangan Majelis Kehormatan Mahkamah
Konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b memuat mekanisme penegakan Kode Etik
dan Pedoman Perilaku Hakim Konstitusi dan jenis sanksi. Ayat (5) Sanksi sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) dapat berupa: a. teguran tertulis; b. pemberhentian sementara; atau c. pemberhentian.

Universitas Indonesia
Sistem Pengawasan..., Isnaldi, FH UI, 2013
7

penulis dalam menulis karya tulis ini. Harapan penulis dengan adanya karya tulis
ini kita dapat mengetahui dan melihat dengan jelas tentang bagaimana sistem
pengawasan sebagaimana dimaksud.

POKOK PERMASALAHAN

Berdasarkan latar belakangan yang telah penulis jelaskan diatas, hal-hal


yang menjadi pokok permasalahan yang dibahas dalam tulisan ini adalah:
Pertama, bagaimana sistem dan mekanisme pengawasan terhadap Hakim Agung
dan hakim-hakim dibawah lingkungan Mahkamah Agung yang diatur dalam
peraturan perundang-undangan; kedua, bagaimana sistem dan mekanisme
pengawasan terhadap Hakim Konstitusi yang diatur dalam peraturan perundang-
undangan; dan ketiga, bagaimana perbandingan sistem pengawasan Hakim Agung
dan hakim dibawah lingkungan Mahkamah Agung dengan Hakim Konstitusi
Indonesia.

METODE PENELITIAN

Penelitian hukum ini menggunakan metode penelitian hukum yuridis


normatif (dogmatic),17 yang ditujukan untuk menemukan dan merumuskan
argumentasi hukum melalui analisis terhadap pokok permasalahan. Ada beberapa
jenis pendekatan (approach) yang dilakukan dalam sebuah penelitian hukum
yuridis normatif yaitu: pendekatan historis (historical approach), pendekatan
perundang-undangan (statute approach), pendekatan perbandingan (comparative
approach), pendekatan konsep (conceptual approach), dan pendekatan kasus (case
approach)18. Pada penelitian ini penulis menggunakan lebih dari satu pendekatan

17
Menurut J. Gijssel, Kajian Dogmatik Hukum berfokus pada hukum positif, antara lain :
(1) mempelajari aturan hukum dari segi teknis; (2) berbicara tentang hukum; (3) bicara hukum dari
segi hukum; dan (4) bicara problem yang konkret. Lihat J. Gijssel dalam Philipus M. Hadjon,
“Pengkajian Ilmu Hukum Dogmatik (Normatif)”, (Surabaya: Jurnal Yuridika Fakultas Hukum
Airlangga Vol. IX No. 6, November-Desember 1994).
18
Terry Hutchinson, Researching and Writing in Law, (Sydney: Lawbook. Co., Pyrmont-
NSW, 2002), hal. 29. Lihat juga Peter Mahmud Marzukki, “Jurisprudence As Sui Generis
Discipline”, (Surabaya, Jurnal Hukum Yuridika Fakultas Hukum Universitas Airlangga Vol. XVII
No. 4 Juli 2004), hal. 309-310.

Universitas Indonesia
Sistem Pengawasan..., Isnaldi, FH UI, 2013
8

yang bertujuan agar terjadinya saling melengkapi antara satu pendekatan dengan
pendekatan lainnya.
Langkah-langkah penelitian yang dilakukan adalah dengan menghimpun
bahan-bahan hukum, baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder
yang ada kaitannya dengan penelitian ini. Untuk menunjang penelitian, penulis
menggunakan metoda pengumpulan data dan analisa data sebagai berikut, yaitu
pengumpulan data dengan menggunakan penelitian pustaka.

PEMBAHASAN

Pengertian Kekuasaan Kehakiman


Istilah Kekuasaan Kehakiman dalam kalangan hukum kita disamakan
artinya dengan apa yang ada dalam istilah Belanda yang disebut dengan
“Rechterlijke Macht”, atau dalam istilah bahasa Perancis disebut “Pouvoir
Judiciaire”.19 Menurut Merrian Webster’s Dictionary of Law bahwa, “Judicial
power: the power granted to the judicial branch of a government”. Kata
Kekuasaan Kehakiman yang tercantum dalam pasal 24 (1) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 maupun pasal 1 Undang-Undang Nomor
4 tentang Pokok Kekuasaan Kehakiman merupakan terjemahan dari Rechterlijke
Macht atau Rechterlijke Autoriteit yang menurut ajaran Trias Politika seharusnya
terpisah dari cabang kekuasaan lainnya.20
Kekuasaan kehakiman merupakan pilar ketiga dalam sistem kekuasaan
negara modern. Dalam bahasa Indonesia, fungsi kekuasaan negara yang ketiga ini
seringkali disebut cabang kekuasaan ”yudikatif”, dari istilah Belanda judicatief.
Dalam bahasa Inggris, disamping istilah legislative, executive, tidak dikenal istilah
judicative sehingga untuk pengertian yang sama biasanya dipakai istilah judicial,
judiciary ataupun judicature.21
Sementara Kekuasaan Kehakiman menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan baik istilah maupun pengertiannya tidak banyak mengalami

19
H. Moch Koesnoe, Kedudukan Dan Tugas Hakim Menurut Undang-Undang Dasar
1945 (Surabaya: Ubhara Press, 1998), hal. 1.
20
M. Yahya Harahap, Kekuasaan Mahkamah Agung dalam Pemeriksaan Kasasi dan
Peninjauan Kembali Perkara Perdata (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal. 4.
21
Jimmly Asshiddiqie, Pengantar …..loc. cit., hal. 310.

Universitas Indonesia
Sistem Pengawasan..., Isnaldi, FH UI, 2013
9

perubahan. Istilah dan pengertian tentang Kekuasaan Kehakiman sebagaimana


dimaksud dapat kita lihat sebagai berikut: Pertama, menurut Pasal 1 Undang-
Undang Nomor 14 Tahun 1970 Kekuasaan Kehakiman adalah Kekuasaan Negara
yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan
keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik
Indonesia22; kedua, menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004
tentang Kekuasaan Kehakiman bahwa Kekuasaan Kehakiman adalah Kekuasaan
Negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan
hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya Negara
Hukum Republim Indonesia23; ketiga, menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor
48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman bahwa Kekuasaan Kehakiman
adalah Kekuasaan Negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna
menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara
Hukum Republik Indonesia.24

Konsep Independensi Kekuasaan Kehakiman


Konsep independensi Kekuasaan Kehakiman merupakan manifestasi
dari ‘Universal Declaration of Human Rights’, dan ‘International Covenant on
Civil and Political Rights’,25 dimana didalamnya mengatur tentang “independent
and impartial judiciary“. Di dalam Universal Declaration of Human Rights,
dinyatakan dalam Article 10, “Every one is entitled in full equality to a fair and
public hearing by in independent and impartial tribunal in the determination of
his rights and obligations and of any criminal charge against him”. Setiap orang
berhak dalam persamaan sepenuhnya didengarkan suaranya di muka umum dan
secara adil oleh pengadilan yang merdeka dan tidak memihak, dalam hal

22
Republik Indonesia, “Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 Tentang Ketentuan-
Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman”. LN tahun 1970 Nomor 74. Pasal 1.
23
Indonesia, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004…….loc. cit., Pasal 1.
24
Indonesia, Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 ……. loc. cit., Pasal 1.
25
Oemar Seno Adji, Peradilan Bebas Negara Hukum. (Jakarta: Erlangga, 1980), hal.
251; International Covenant on Civil and Political Rights, Adopted and opened for signature,
ratification and accession by General Assembly resolution 2200 A (XXI) of 16 December 1966,
Entry Into Force: 23rd March 1976, inaccordance with Article 49.

Universitas Indonesia
Sistem Pengawasan..., Isnaldi, FH UI, 2013
10

menetapkan hak-hak dan kewajibannya dan dalam setiap tuntutan pidana yang
ditujukan kepadanya.26
Kebebasan hakim pada lembaga peradilan hakikatnya merupakan
benteng (safeguard) dari rule of law.27 Kekuasaan kehakiman yang merdeka,
dalam arti bebas dari campur tangan pihak kekuasaan ekstra yudisial lain,
merupakan ideologi universal masa kini maupun masa datang. Kekuasaan
Kehakiman yang merdeka merupakan ideologi yang dicetuskan paham trias
politica dan konsep negara hukum (Rechtstaat) atau state under rule of law yang
dikenal dengan semboyan supremasi hukum (the law is supreme). Konsep dan
ideologi negara hukum memberikan kedudukan yang bebas dan merdeka kepada
kekuasaan kehakiman.28

Sistem Pengawasan Hakim Agung Menurut Peraturan Perundang-


Undangan yang berlaku

1. Menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung


dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Dalam Undang-
Undang ini pengawasan terhadap penyelenggaraan peradilan pada semua
lingkungan peradilan dalam menjalankan kekuasaan kehakiman berada
sepenuhnya di tangan Mahkamah Agung sendiri. Yang menjadi objek
pengawasan Mahkamah Agung dalam hal ini adalah tingkah laku dan
perbuatan para hakim di semua lingkungan peradilan meliputi lingkungan

26
Diimplementasikan dalam Pasal 17 UU No.39 Tahun 1999, tentang Hak Asasi
Manusia, yang menyatakan: “Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan
dengan mengajukan permohonan, pengaduan, dan gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata,
maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai
dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan yang obyektif oleh hakim yang jujur dan adil
untuk memperoleh putusan yang adil dan benar”.
27
Tetang Konsep Negara Hukum ini dapat dibaca secara lengkap dalam Sri Soemantri,
“Sistem Pemerintahan Republik Indonesia”, Jurnal Mimbar Hukum Vol. X No. 3 Nopember 2002,
hal. 190; Yance Arizona, “Konstitusi dalam Intaian Neoliberalisme”, Jurnal Konstitusi Vol. 1 No.
1 November 2008, Mahkamah Konstitusi RI, hal. 27.
28
M. Yahya Harahap, Kekuasaan…..loc. cit., hal. 5.

Universitas Indonesia
Sistem Pengawasan..., Isnaldi, FH UI, 2013
11

peradilan umum, lingkungan peradilan tata usaha negara, lingkungan


peradilan agama dan lingkungan peradilan militer.29

2. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua


atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Salah
satu substansi penting yang terdapat dalam Undang-Undang ini adalah
menyangkut hubungan kelembagaan antara Mahkamah Agung dan Komisi
Yudisial yaitu mengenai pemulihan kewenangan Komisi Yudisial dalam
mengawasi Hakim Agung. Sebelumnya melalui pengujian Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial Mahkamah Konstitusi telah
memangkas kewenangan Komisi Yudisial sepanjang menyangkut pengawasan
terhadap Hakim Agung. Undang-Undang ini mengatur 3 (tiga) macam bentuk
pengawasan yaitu: (1) pengawasan menyangkut penyelenggaraan peradilan
yang dilaksanakan oleh Mahkamah Agung; (2) pengawasan terhadap
pelaksanaan tugas administrasi dan keuangan dilaksanakan oleh Mahkamah
Agung; (3) Pengawasan terhadap perilaku Hakim Agung dan hakim
dilingkungan Mahkamah Agung dilaksanakan oleh Mahkamah Agung sebagai
pengawas internal dan Komisi Yudisial sebagai pengawas eksternal.30

29
Pasal 32 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung ini
selengkapnya berbunyi:
(1) Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap penyelenggaraan peradilan
di semua lingkungan peradilan dalam menjalankan kekuasaan kehakiman.
(2) Mahkamah Agung mengawasi tingkah laku dan perbuatan para Hakim di semua
lingkungan peradilan dalam menjalankan tugasnya.
(3) Mahmakah Agung berwenang untuk meminta keterangan tentang hal-hal yang
bersangkutan dengan teknis peradilan dari semua lingkungan Peradilan.
(4) Mahkamah Agung berwenang memberi petunjuk, teguran, atau peringatan yang
dipandang perlu kepada Pengadilan di semua Lingkungan Peradilan.
(5) Pengawasan dan kewenangan sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1) sampai dengan
ayat (4) tidak boleh mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksan dan memutus
perkara.
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 No. 73 dan Tambahan Lembaran Negara No.
3316
30
Republik Indonesia, Pasal 32 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan
Kedua atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985. LNRI Tahun 2009 No. 3. Selengkapnya
berbunyi:
(1) Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap penyelenggaraan peradilan
pada semua badan peradilan yang berada dibawahnya dalam menyelenggarakan
kekuasaan kehakiman.
(2) Selain pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Mahkamah Agung melakukan
pengawasan tertinggi terhadap pelaksanaan tugas administrasi dan keuangan.

Universitas Indonesia
Sistem Pengawasan..., Isnaldi, FH UI, 2013
12

Pengawasan terhadap perilaku hakim yang dilaksanakan oleh Mahkamah


Agung dan Komisi Yudisial harus berpedoman pada Kode Etik dan Pedoman
Perilaku Hakim yang ditetapkan secara bersama-sama oleh Mahkamah Agung
dan Komisi Yudisial. Disamping pembagian proporsi yang jelas antara
Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial dalam melaksanakan fungsi
pengawasan terhadap Hakim Agung dan hakim dilingkungan Mahkamah
Agung, dalam pembentukan Majelis Kehormatan Mahkamah Agung Komisi
Yudisial juga dilibatkan, bahkan mendapatkan proporsi yang lebih besar
dibandingkan Mahkamah Agung. Keanggotaan Majelis Kehormatan
Mahkamah Agung terdiri dari 4 (empat) orang anggota Komisi Yudisial dan 3
(orang) Hakim Agung.

3. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan atas


Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial.
Berdasarkan Pasal 13 Komisi Yudisial memiliki wewenang sebagai berikut:
(1) mengusulkan pengangkatan Hakim Agung dan Hakim ad hoc di
Mahkamah Agung kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan; (2) menjaga
dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim; (3)
menetapkan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim bersama-sama
dengan Mahkamah Agung; dan (4) menjaga dan menegakkan pelaksanaan
Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim.31

Sistem Pengawasan Terhadap Hakim Konstitusi Menurut Peraturan


Perundang-Undangan Yang Berlaku

Pembahasan mengenai pengawasan terhadap Hakim Konstitusi tidak


terlepas dari hubungan antar dua lembaga yaitu Mahkamah Konstitusi dan Komisi

(3) Mahkamah agung berwenang untuk meminta keterangan tentang hal-hal yang
bersangkutan dengan teknis peradilan dari semua badan peradilan yang berada
dibawahnya.
(4) Mahkamah Agung berwenang memberi petunjuk, teguran, atau peringatan kepada
pengadilan di semua badan peradilan yang berada dibawahnya.
(5) Pengawasan dan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan
ayat (4) tidak boleh mengurangi kebebasan hakim dalam memeriksa dan memutus
perkara.
31
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011…..op. cit., Pasal 13.

Universitas Indonesia
Sistem Pengawasan..., Isnaldi, FH UI, 2013
13

Yudisial. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia adalah lembaga (tinggi)


negara yang baru dan sederajat dengan Mahkamah Agung. Mahkamah Konstitusi
dan Mahkamah Agung sama-sama merupakan pelaksana cabang kekuasaan
kehakiman (judiciary) yang merdeka dan terpisah dari cabang-cabang kekuasaan
lain, yaitu pemerintah (executive) dan lembaga permusyawaratan-perwakilan
(legislature).32

Kedudukan Yuridis Komisi Yudisial ditegaskan dalam Pasal 24B ayat (1)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah:33
bahwa Komisi Yudisial bersifat mandiri, mempunyai kewenangan pokok
mengusulkan pengangkatan Hakim Agung dan mempunyai wewenang lain
dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat,
serta perilaku hakim. Dengan frasa “dalam rangka menjaga dan
menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.

Jika merujuk pada ketentuan diatas maka kata “hakim” diatas tidak hanya
terbatas pada Hakim Agung dan hakim dilingkungan Mahkamah Agung semata,
karena Undang-Undang Dasar 1945 tersebut tidak memberikan batasan terhadap
hakim mana yang dimaksud.
1. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 dan Undang-Undang
Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 2004 tidak mengatur secara eksplisit mengenai defenisi dan
pengertian Hakim Konstitusi. Pasal 12 Undang-Undang ini hanya mengatur
tentang tugas dan kewenangan Hakim Konstitusi.34 Sementara Undang-
Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman disamping
menegaskan kedudukan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi sebagai
organ negara yang melaksanakan Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang ini
juga mengatur tentang sistem pengawasan terhadap Hakim Agung dan hakim
di lingkungan Mahkamah Agung serta Hakim Konstitusi dan Komisi Yudisial

32
Jimly Asshiddiqie, “Kedudukan Mahkamah Konstitusi dalam struktur ketatanegaraan
Indonesia,” <http//www.jimly.com>. Di akses tanggal 25 Juni 2013. Makalah disampaikan pada
Workshop tentang Koordinasi, Konsultasi, Evaluasi Implementasi MOU Helsinki dan Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh serta Penyelenggaraan Pemilukada
Aceh 2011 yang Aman, Tertib dan Damai, di Jakarta, Kamis, 8 Desember 2011.
34
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004….. loc. cit., Pasal 12.

Universitas Indonesia
Sistem Pengawasan..., Isnaldi, FH UI, 2013
14

sebagai pengawas eksternal.35 Sementara Hakim Konstitusi diawasi oleh


Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi.36
2. Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah
Konstitusi. Undang-Undang ini tidak mengatur secara jelas mengenai
pengawasan terhadap Hakim Konstitusi. Undang-Undang ini mengatur
tentang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi. Pasal 23 ayat (5)
menyebutkan bahwa pembentukan, susunan dan tata kerja Mejelis
Kehormatan Mahkamah Konstitusi diatur lebih lanjut oleh Mahkamah
Konstitusi. Sebagai turunannya pada tanggal 24 September Tahun 2003
lahirlah Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 2/PMK/2003 tentang Kode
Etik dan Pedoman Tingkah Laku Hakim Konstitusi.
3. Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Undang-
Undang ini mewajibkan Mahkamah Konstitusi untuk menyusun Kode Etik
dan Pedoman Perilaku Hakim Konstitusi yang berisi norma yang harus
dipatuhi oleh setiap Hakim konstitusi dalam menjalankan tugasnya untuk
menjaga integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, dan negarawan.37
Penyusunan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim Konstitusi merujuk
kepada “The Bangalore Principles of Judicial Conduct 2002” yang telah
diterima baik oleh negara-negara yang menganut sistem “Civil Law” maupun
“Common Law”, disesuaikan dengan sistem hukum dan peradilan Indonesia
dan etika kehidupan berbangsa dan bernegara sebagaimana termuat dalam
Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa
yang masih tetap berlaku.
4. Menurut Undang-Undang No. 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial.
Mengutip Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 005/PUU-IV/2006, tanggal
23 Agustus 2006, bahwa Hakim Konstitusi berbeda dengan hakim badan
peradilan lain, Hakim Konstitusi pada dasarnya bukanlah hakim sebagai

35
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman, Pasal 39 ayat (4) dan Pasal 40 ayat (1). LN Tahun 2009 Nomor 157.
36
Ibid, Pasal 44
37
  Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011tentang Perubahan
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Pasal 27A ayat (1). LN.
Tahun 2011 Nomor 70.

Universitas Indonesia
Sistem Pengawasan..., Isnaldi, FH UI, 2013
15

profesi tetap, melainkan hakim karena jabatannya. Hakim konstitusi hanya


diangkat untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan setelah tidak lagi menduduki
jabatan Hakim Konstitusi, yang bersangkutan masing-masing kembali lagi
kepada status profesinya yang semula.Kalau kita mencermati pengaturan
tentang pengawasan Hakim Oleh Komisi Yudisial baik dimulai dari Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial pada pasal 20, bahwa
Komisi Yudisial dapat melakukan pengawasan terhadap perilaku hakim dalam
rangka menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga
perilaku hakim. Walaupun pasal 1 ayat (5) dan ketentuaan yang lain dalam
Undang-Undang Nomor 22 tahun 2004 tentang Komisi Yudisial dan Undang-
Undang Nomor 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman ini dinyatakan
tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.38 Namun dengan terbentuknya
Undang-Undang lain pasca putusan tersebut seperti Undang-Undang Nomor
48 Tahun tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2009 tentang Mahkamah Agung, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011
tentang Komisi Yudisial, dimana pengertian hakim tidak hanya terbatas
Hakim Agung dan hakim dibawah lingkungan Mahkamah Agung, namun juga
termasuk Hakim Konstitusi, maka menurut penulis Komisi Yudisial
mempunyai kewenangan melakukan tugas pengawasan baik terhadap Hakim
Agung dan Hakim Konstitusi.
5. Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 22 tahun 2004 tentang Komisi Yudisial. Dalam
perubahan Undang-Undang tentang Komisi Yudisial ini, pada pasal 1 jelas
ada perubahan tentang batasan dan pengertian Hakim. Hakim adalah hakim

38
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 005/PUU-IV/2006 menyatakan bahwa Pasal 1
angka (5) sepanjang mengenai kata-kata “hakim Mahkamah Konstitusi”, Pasal 20, Pasal 21, Pasal
22 ayat (1) huruf e, Pasal 22 ayat (5), Pasal 23 ayat (2), Pasal 23 ayat (3) dan Pasal 23 ayat (5),
Pasal 24 ayat (1) sepanjang mengenai kata-kata “dan/atau Mahkamah Konstitusi”, Pasal 25 ayat
(3) sepanjang mengenai kata-kata “dan/atau Mahkamah Konstitusi”, Pasal 25 ayat (4) sepanjang
mengenai kata-kata “dan/atau Mahkamah Konstitusi” Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004
tentang Komisi Yudisial tidak mempunyai kekuatan hukum mengingat; Pasal 34 ayat (3) Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman tidak mempunyai kekuatan hukum
mengikat.

Universitas Indonesia
Sistem Pengawasan..., Isnaldi, FH UI, 2013
16

dan hakim ad hoc di Mahkamah Agung dan Badan Peradilan.39 Jadi jelas
disini tidak termasuk Hakim pada Mahkamah Konstitusi. Dan dalam Undang-
undang perubahan ini tidak ada sama sekali mengatur tentang pengawasan
Hakim pada Mahkamah Konstitusi, praktis dalam Undang-Undang Komisi
Yudisial ini Hakim Mahkamah Konstitusi bukan merupakan Objek
Pengasawasan. Jika kita melihat rangkaian panjang tentang Judicial Review
semua hal yang berkaitan dengan pengawasan Hakim Mahkamah Konstitusi,
dimulai ketika pada Undang-Undang Nomor 22 tahun 2004, kemudian
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011, kemudian Surat Keputusan Bersama
(SKB) tentang Kode Etik dan Perilaku Hakim antara Mahkamah Agung dan
Komisi Yudisial yang juga di jucial review. Secara argumentasi hukum
memang bisa dibenarkan, tapi menurut penulis setiap Lembaga Negara, wajib
untuk bisa diawasi dan transparan dalam setiap kinerjanya, hal ini supaya
mencegah abuse of power dan mal administrasi, dan menurut penulis penting
sekali sebenarnya dalam rumusan tentang Pengawasan Hakim Oleh Komisi
Yudisial dalam Undang-Undang 1945 dibuat menjadi jelas dan disebutkan
objek pengawasannya, sehingga sesuai dengan asas kepatuhan terhadap hirarki
peraturan perundang-undangan, maka semua undang-undang yang mengatur
dan berhubungan dengan pengawasan hakim dalam hal lembaga yang
melaksanakan Kekuasaan Kehakiman wajib melaksanakan, karena kondisinya
sekarang adalah, Komisi yudisial yang dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 memang tidak secara jelas dan lugas
mengatur tentang wewenang untuk melakukan pengawasan terhadap
pelaksana Kekuasaan Kehakiman.

KESIMPULAN
Sebagai kesimpulan dalam tulisan ini berdasarkan pokok permasalahan
yang telah disebutkan pada awal tulisan ini diantaranya adalah: Pertama, Sistem
pengawasan terhadap perilaku Hakim Agung sudah cukup ideal. Karena
berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 telah mengatur adanya 2 (dua)
system pengawasan yaitu pengawaan internal oleh Mahkamah Agung dan
39
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011..... loc. cit., Pasal 1 ayat
(5).

Universitas Indonesia
Sistem Pengawasan..., Isnaldi, FH UI, 2013
17

pengawasan eksternal oleh Komisi Yudisial. Kedua, Sistem pengawasan terhadap


Hakim Konstitusi yang berlaku saat ini belum ideal. Sistem pengawasan yang ada
masih bersifat internal yang dilaksanakan oleh Majelis Kehormatan Hakim
Konstitusi. Walaupun keanggotaan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi
pasca putusan Mahkamah Konstitusi tinggal 2 (dua) orang yaitu 1 (satu) orang
dari Mahkamah Konstitusi dan 1 (satu) orang dari Komisi Yudisial, namun
menurut penulis masih banyak hal-hal yang harus diatur baik dari jumlah maupun
mekanisme pengawasannya sehingga pengawasan tersebut menjadi ideal. Ketiga,
Bila dibuat perbandingan antara sistem pengawasan terhadap Hakim Agung dan
sistem pengawasan terhadap Hakim Konstitusi, maka penulis sampai pada
kesimpulan bahwa sistem pengawasan yang ada pada Mahkamah Agung lebih
baik bila dibandingkan dengan sistem pengawasan yang ada di Mahkamah
Konstitusi.

SARAN
Agar tercipta sistem pengawasan yang baik terhadap penyelenggara

kekuasaan kehakiman yaitu Hakim Agung dan Hakim Konstitusi, maka penulis

menyarankan beberapa hal yaitu: Pertama, Agar tidak terjadi perbedaan

penafsiran sebagaimana selama ini mengenai kata ”hakim” dalam ketentuan pasal

24 B ayat (1), penulis menyarankan perlunya dilakukan amandemen kelima

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 khususnya

menyangkut kedudukan Komisi Yudisial, sehingga tidak terjadi lagi beberapa

penafsiran yang kontradiktif. Kedua, Amandemen UUD 1945 butuh waktu yang

lama karena harus melalui proses yang panjang, maka sebagai alternatif menurut

penulis harus dilakukan revisi atau perubahan terhadap Undang-Undang tentang

Mahkamah Konsitusi khususnya menyangkut pengawasan baik internal maupun

eksternal. Termasuk juga mengenai Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi

khususnya mengenai keanggotaan. Ketiga, Perlu ditingkatkan sinergi antara

Universitas Indonesia
Sistem Pengawasan..., Isnaldi, FH UI, 2013
18

lembaga pengawas internal dan eksternal baik di Mahkamah Agung maupun di

Mahkamah Konstitusi. Keempat, Penguatan dan penataan organisasi pada

lembaga atau badan pengawas baik struktur maupun sumber daya manusia.

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Adi Nugroho, Susanti. Eksaminasi Publik: Partisipasi Masyarakat Mengawasi


Peradilan. Jakarta: Indonesia Corruption Watch, 2003.
Asshiddiqie, Jimly. Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca
Reformasi. Jakarta: Sekjen Mahkamah Konstitusi R.I, 2006.
____________. Jimly. Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia. Jakarta:
Konstitusi Press, 2005.
____________. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara.Jakarta : Penerbit Konstitusi
Press, 2006.
Azhari, Negara Hukum Indonesia, Analisa Yuridis Normatif Tentang Unsur-
unsurnya. Jakarta: UI Press, 1995.
Alder, Jhon and Peter English. Constitutional and Administrative Law,
sebagaimana dikutip dalam Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu
Hukum Tata Negara. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010.
Broto, Wisnu. Hakim Dan Peradilan Di Indonesia: Dalam Beberapa Aspek
Kajian. Yogyakarta: Penerbit Universitas Atma Jaya, 1997.
Budiharjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik, cet. 14. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama, 1992.
Djohansyah, Johannes. Independensi Hakim di Tengah Benturan Politik dan
Kekuasaan’, dalam “Reformasi Peradilan Dan Tanggung Jawab
Negara. Jakarta: Komisi Yudial Republik Indonesia, 2010.
____________. Reformasi Mahkamah Agung Menuju Independensi Kekuasaan
Kehakiman. Jakarta: Kesaint Blanc, 2008.
Diecy, A.V. Pengantar Studi Hukum Konstitusi, terjemahan Introduction to the
Study of The Law of the Constitution, penerjemah Nurhadi, M.A.
Bandung: Nusamedia, 2007.
Hutchinson, Terry. Researching and Writing in Law. Sydney: Lawbook. Co.,
Pyrmont-NSW, 2002.
Harahap, M. Yahya. Kekuasaan Mahkamah Agung dalam Pemeriksaan Kasasi
dan Peninjauan Kembali Perkara Perdata. Jakarta: Sinar Grafika,
2008.

Universitas Indonesia
Sistem Pengawasan..., Isnaldi, FH UI, 2013
19

Ilyas, Karni. Catatan Hukum, cet. 1. Jakarta: Yayasan Karyawan Forum, 1996.
Koesnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia,
Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, 1976.
Kelsen, Hans. General Theory of Law and State. New York: Russel & Russel,
1973.
Koesnoe, H. Moch. Kedudukan Dan Tugas Hakim Menurut Undang-Undang
Dasar 1945. Surabaya: Ubhara Press, 1998.
Kusnardi, Moh dan Bintan R. Saragih. Susunan Pembagian Kekuasaan Negara
Menurut Sistem Undang-Undang Dasar 1945. Jakarta: PT
Gramedia, 1978.
Kaligis, O.C. Mahkamah Agung VS Komisis Yudisial di Mahkamah Konstitusi,
Reformasi Pengawasan Hakim.” Jakarta: O.C. Kaligis
&Associates, 2006.
Manan, Bagir. Kekuasaan Kehakiman Republik Indonesia. Bandung: LPPM-
UNISBA, 1995.
____________. Suatu Tinjauan Terhadap Kekuasaan Kehakiman Indonesia
dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004.” Mahkamah Agung
RI, 2005.
Mahfud MD, Moch. Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia. Jakarta:
Penerbit Rineka Cipta, 2001.
____________. Komisi Yudisial dalam Mosaik Ketatanegaraan kita.Bunga
Rampai Komisi Yudisial dan Reformasi Peradilan. Jakarta:
Komisi Yudisial Republik Indonesia, 2007
Montesquieu sebagaimana dikutip dalam O.Hood Philips, Paul Jackson, and
Patricia Leopold, Constitutional and Administrative Law. London:
Sweet and Maxwell , 2001.
____________. The Spirit of the Law, translated by Thomas Nugent. New York:
Hafner Press, 1949.
Mamudji, Sri, Et al. Metode Penelitian dan penulisan hukum.Depok: Badan
Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005.
Mahkamah Agung, Cetak Biru Pembaharuan Mahkamah Agung. Jakarta,:MARI
2003.
Nasrun, Andi. M. Krisis Peradilan Mahkamah Agung di Bawah Soeharto. Jakarta:
ELSAM, 2004.
Russell; Peter H; and David M. O’Brien, Judicial Independence In The Age Of
Democracy,Critical perspectives from around the world. Toronto:
Constitutionalism&Democracy Series, McGraw-Hill, 1985.

Universitas Indonesia
Sistem Pengawasan..., Isnaldi, FH UI, 2013
20

Soemantri, Sri. Tentang Lembaga-lembaga Negara Menurut UUD 1945.


Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1993.
Suyuthi, Wildan. Etika Profesi, Kode Etik, dan Hakim dalam Pandangan Agama,
dalam Pedoman Perilaku Hakim (Code of Conduct), Kode Etik
Hakim dan Makalah Berkaitan. Mahkamah Agung RI, 2006.
Seno Adji, Oemar. Peradilan Bebas Negara Hukum. Jakarta: Erlangga, 1980.
Soekanto, Soerjono dan R. Otje Salman. Disiplin Hukum dan Disiplin Sosial.
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), hal.113-114.
Soekanto, Soerjono dan Sri mamudji. Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan
Singkat.Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2008.
Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Depok: Penerbit Universitas
Indonesia Press, 2007.
Sirajuddin, Komisi Yudisial dan Eksaminasi Publik. Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti, 2006.
Shetreet, Shimon. Judicial Independence: New Conceptual Dimension and
Contemporary Challenges. dalam dalam Shimon Shetreet and J.
Deschends (eds), Judicial Independence. Netherlands: Martinus
Mijhoff Publisher, 1985.
Thohari, A. Ahsin. Komisi Yudisial dan Reformasi Peradilan. Jakarta: Elsam,
2004.
Tahir Azhary, Muhammad. Negara Hukum: Suatu Studi tentang Prinsip-
Prinsipnya Dilihat dari Segi Hukum Islam, Implementasinya pada
Periode Negara Madinah dan Masa Kini. Jakarta: Bulan Bintang,
1992.
____________. Negara Hukum: Suatu Studi tentang Prinsip-Prinsipnya. Jakarta:
Prenada Media, 1992
Voermans,Wim. Komisi Yudisial di Beberapa Negara Uni Eropa.
Jakarta:Lembaga Kajian dan Advokasi Untuk Independensi
Peradilan, 2002.
Yudisial, Komisi, et al. Bunga Rampai Komisi Yudisial, Refleksi Satu Tahun
Komisi Yudisial Republik Indonesia. Jakarta: Komisi Yudisial
Republik Indonesia, 2006.
Zakiyah, Wasingatu, et al. Menyingkap Tabir Mafia Peradilan, cet. 1. Jakarta:
Indonesia Corruption Watch, 2002.

B. Skripsi/ Tesis/ Disertasi

S. Attamimi, A. Hamid. “Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia dalam


penyelenggaraan Pemerintahan Negara: Suatu Studi Mengenai
Analisis Keputusan Presiden yang Berfungsi Pengaturan dalam
Kurun Waktu Pelita I – Pelita IV.” Disertasi Doktor Universitas

Universitas Indonesia
Sistem Pengawasan..., Isnaldi, FH UI, 2013
21

Indonesia, Jakarta: Fakultas Pascasarjana Universitas Indonesia,


1990.
Fatmawati. “Struktur dan Fungsi legislasi Parlemen Dengan Sistem Multikameral:
Studi Perbandingan antara Indonesia dan Berbagai Negara.”
Disertasi Doktor Universitas Indonesia, 2009.

C. Artikel

Arizona, Yance. “Konstitusi dalam Intaian Neoliberalisme”, Jurnal Konstitusi


Mahkamah Konstitusi RI. Vol. 1 No. 1 (November 2008) : 27.
“Kelalaian’ Hakim Yamanie.“ Majalah Tempo, edisi 26 November -2 Desember
2012, hal. 33.
Malik, Abdul. “Perspektif Fungsi Pengawasan Komisi Yudisial Pasca Putusan
Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 005/PUU- IV/2006.” Jurnal
Konstitusi Volume 6 (Juni 2008) : 4.
M. Hadjon, Philipus. “Pengkajian Ilmu Hukum Dogmatik (Normatif).” Surabaya:
Jurnal Yuridika Fakultas Hukum Airlangga Vol. IX No. 6
(November-Desember 1994).
Marzukki, Peter Mahmud. “Jurisprudence As Sui Generis Discipline.” Surabaya,
Jurnal Hukum Yuridika Fakultas Hukum Universitas Airlangga
Vol. XVII No. 4 (Juli 2004) : 309-310.
Santosa, Mas Achmad.“ Menjelang Pembentukan Komisi Yudisial,” Harian
Kompas (2 Maret 2005) : 5.
Soemantri, Sri. “Sistem Pemerintahan Republik Indonesia”, Jurnal Mimbar
Hukum Vol. X No. 3 (Nopember 2002) : 190.
Wahyudi Djafar, Wahyudi. “Menegaskan Kembali Komitmen Negara Hukum:
Sebuah Catatan atas Kecenderungan Defisit Negara Hukum di
Indonesia”. Jurnal Konstitusi Mahkamah Konstitusi RI Volume 7
(Juli 2008) : 2.

D. Makalah

Effendi Lotulung, Paulus. “Kedudukan Hakim Dalam Penyelenggaraan


Kekuasaan Kehakiman Yang Merdeka.” Makalah disampaikan
pada Panel Diskusi tentang Penyelenggaraan Kekuasaan
Kehakiman dalam Era Reformasi, Jakarta, 3 Maret 1999.
Mahfud MD, Moch. “Arah Politik Hukum Pasca Perubahan UUD 1945.”
Makalah disampaikan pada acara Stadium Generale di Fakultas
Hukum Universitas Andalas, Padang, 30 Maret 2007
Marzuki, Suparman, Prospek dan Peluang Komisi Yudisial dalam pengawasan
Hakim MK, Disampaikan pada Seminar Nasional “Sistem

Universitas Indonesia
Sistem Pengawasan..., Isnaldi, FH UI, 2013
22

Pengawasan dan Kode Etik Hakim Konstitusi di Jerman dan


Indonesia”. Senin 21 Maret 2011, Kerjasama antara Departemen
HTN & Program Pasca Sarjana FH UII dengan Hanns Seidel
Foundation (HSF) Indonesia.
Wahjono, Padmo. “Indonesia Ialah Negara Yang Berdasarkan Atas Hukum.”
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, Jakarta 15 November 1979.

E. Internet

Anshori, Imam”Tujuh Faktor Sebabkan Penegakan Hukum Lemah.”


http://www.antaranews.com. Diakses 9 April 2013.
Asshiddiqie, Jimly. “Gagasan Negara Hukum Indonesia.”
<http://www.docudesk.com>. Di akses 11 Mei 2013.
____________. Kedudukan Mahkamah Konstitusi dalam Struktur
Ketatanegaraan Indonesia,”< http://www.jimly.com>. Diakses 22
Juni 2013.
____________. “Kekuasaan Kehakiman di Masa Depan.” http:
//www.legalitas.org. diunduh tanggal 13 Oktober 2010.
Baswedan, Anis. “Penegak Hukum Simbol Lemahnya Hukum di Indonesia.”
http://www. news.okezone.com. Diakses 4 Juni 2013.
Hendra Winarta, Frans. “Reformasi Lembaga Hukum Sebagai Dasar Pelaksanaan
Reformasi Hukum Nasional.“
http://.www.komisihukum.go.id/article
opinion.php?mode=detil&id=103. Diakses 1 Maret 2013.
Hermansyah. “Peran Lembaga Pengawas Eksternal Terhadap Hakim.”
<http//www.pemantau peradilan.com>. Diakses 3 Desember 2012.
“Kamus Besar Bahasa Indonesia Online.”
<http://kamusbahasaindonesia.org/sistem>. Diakses 20 Desember
2012.
Mahkamah Agung RI, Badan Pengawasa.Tugas dan Fungsi.”
http://www.bawas.mahkamahagung.com. Diakses 22 Juni 2013.
“Pengawasan Hakim dan Persidangan Ditingkatkan.”
<http://www.regional.kompas.com Diakses 3 November 2012.
“Sambil Pesta Sabu, Hakim Puji Bahas Kasus PTUN”
<http//www.regional.kompas.com>. Diakses 1 Mei 2013 pukul
10.30 WIB.
“Terima Suap, Hakim Syarifuddin Divonis 4 (empat) Tahun Penjara.”
<http//www.tvonenews.tv>. Diakses 22 Desember 2012.
“Uji materiil skb kode etik hakim dangkal ilmu pengetahuan.”
<http//www.tribunnews.com>. Diakses 18 Maret 2012.
www.hukumpedia.com. Diakses 11 November 2012.

Universitas Indonesia
Sistem Pengawasan..., Isnaldi, FH UI, 2013
23

F. Peraturan Perundang-undangan

Republik Indonesia. Perubahan Pertama Undang-Undang Dasar Negara


Republik Indonesia Tahun 1945. LN. No. 11. LN Tahun 2006.
___________. Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. LN. No. 13. LN Tahun 2006.
___________. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman.LN. No.157.LN Tahun 2009.TLN No.5076.
__________. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua
Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.
LN. No. 3. Tahun 2009. TLN No. 4958.
__________. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi
Yudisial.LN. No.89.LN Tahun 2004.TLN No.4415.
__________.Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan
Kehakiman. LN. No.8.LN Tahun 2004.TLN No.4358.
__________. Undang-Undang Nomor.18 Tahun 2011 tentang perubahan UU
Komisi Yudisial No. 22 Tahun 2004.LN. No.106.LN Tahun 2011.TLN
No.5250.
__________. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas UU
Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi.LN.No.70. LN
Tahun 2011.TLN.5226
__________. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah agung.
LN Tahun 1985 Nomor 73.
__________. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 Tentang Ketentuan-
Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman”. LN tahun 1970 Nomor 74.

Universitas Indonesia
Sistem Pengawasan..., Isnaldi, FH UI, 2013

Anda mungkin juga menyukai