Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEPERAWATAN

PASIEN DENGAN HIV/AIDS DENGAN INFEKSI MENULAR


SEKSUAL (IMS) DAN PENYAKIT KULIT

Dosen Pengamu :
Ns. Pira prahmawati, Skep, Mkes

DISUSUN OLEH :
1. ANGGUN SULISTIAWATI 142012017228
2. BUDI UTOMO 142012017011
3. IVANA DHEA INDRASWARI 142012017024
4. ELDI HERMAZANI 142012017019

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)
MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA
sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga
mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin
masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Pringsewu, Maret 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................................... i


KATA PENGANTAR .................................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................................ iii

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................... 2
1.3 Tujuan ....................................................................................................................... 2
1.4 Manfaat ..................................................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Definisi ..................................................................................................................... 3
2.2 Etiologi ..................................................................................................................... 4
2.3 Patofisiolgi ................................................................................................................ 5
2.4 Manifestasi Klinis Herpes ........................................................................................ 8
2.5 Penatalaksanaan Medis ........................................................................................... 10
2.6 Pemeriksaan Penunjang .......................................................................................... 11

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN


3.1 Pengkajian .............................................................................................................. 13
3.2 Diagnosa Keperawatan yang Sering Muncul ......................................................... 15
3.3 Intervensi ................................................................................................................ 15

BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan ............................................................................................................. 19
4.2 Saran ....................................................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


AIDS (Acquired Immune Deficiency Sindrome) merupakan kumpulan gejala
penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh virus yang disebut
HIV.Dalam bahasa Indonesia dapat dialih katakan sebagai sindrome cacat kekebalan
tubuh dapatan.
Awalnya, tidak jelas dari mana berasal dan kapan munculnya. Pada tahun 1969
dilaporkan bahwa di Sub Sahara Afrika ditemukan darah yang ternyata positif
HIV.Pada tanggal 5 Juni 1969, sebagai awal mula kasus HIV/AIDS muncul.Hal ini
sesuai laporan kasus HIV/AIDS di USA Los Angeles CDC yang mengadakan
penelitian pada pria homoseksual.Dan kni, kasus HIV/AIDS semakin meluas dan
menyerang berbagai lapisan dan strata sosial.
Infeksi virus herpes sering terlihat pada paien AIDS. Baik herpes simplek
maupun herpes zoster. Herpes simplex adalah infeksi akut oleh virus Herpes Simplex
(virus Herpes Hominis) tipe I dan tipe II yang ditandai dengan vesikel berkelompok
diatas kulit yang eritematosa di daerah mukokutan. Herpes zoster adalah radang kulit
akut dengan sifat khas, yaitu terdapat vesikel yang tersusun berkelompok sepanjang
persarafan sensorik sesuai dengan dermatomnya dan biasanya unilateral. Virus
herpes zoster yang menyebabkan cacar dan sinanaga, dapat menginfeksi otak dan
mengakibatkan ensepalitis dan mielitis (peradangan saraf tulang
belakang).Insiden penyakit herpes zoster ini tersebar merata di seluruh dunia dan
tidak ada perbedaan angka kesakitan antara laki-laki dan perempuan. Angka
kesakitan meningkat seiring peningkatan usia. Diperkirakan kurang lebih terdapat
1,3-5 penderita per 1000orang/tahun . Lebih dari 2/3 penderita usia > 50 tahun dan
kurang dari 10% usia di bawah 20 tahun.
Sedangan eiemoloi hepes simpleks virus tipe II ditemukan pada wanita pelacur
10 x lebih tinggi dari pada wanita normal. HSV tipe I sering dijumpai pada
kelompok dengan sosial ekonomi rendah.

1
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakan asuhan keperawatan pasien dengan HIV/AIDS dengan komplikasi herpes
simpleks dan herpes zoster ?

1.3 Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Untuk mempelajari tentang asuhan keperawatan pada klien dengan HIV
AIDS dengan komplikasi herpes simpleks dan herpes zoster.
1.2.2. Tujuan Khusus
1 Untuk mengetahui konsep dasar teoritis penyakit dan herpes simpleks dan herpes zoster.
2 Untuk mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan klien dengan
herpessimpleks dan herpes zoster yang meliputi pengkajian, diagnosa
keperawatan dan intervensi.
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat teoritis :
Menambah pengetahuan dan keterampilan dalam memberikan asuhan
keperawatan pada klien dengan herpes simpleks dan herpes zoster.
1.4.2 Manfaat praktis :
1. Tenaga keprawatan
Dapat memberikan asuhan keperawatan yang baik dan tepat pada klien
dengan HIV/AIDS dengan komplikasi herpes simpleks dan herpes zoster.
2. Mahasiswa
Menambah wawasan bagi semua mahasiswa tentang asuhan keperawatan
pada klien dengan herpes simpleks dan herpes zoster.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
AIDS (Acquired Immune Deficiency Sindrome) merupakan kumpulan gejala
penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh virus yang disebut HIV.
Dalam bahasa Indonesia dapat dialih katakan sebagai sindrome cacat kekebalan tubuh
dapatan.
Acquired : Didapat bukan penyakit keturunan
Immune : Sistem kekebalan tubuh
Deficiency : Kekurangan
Sindrome : Kumpulan gejala-gejala penyakit.
Kerusakaan progresif pada sistem kekebalan tubuh menyebabkan ODHA (orang
dengan HIV/AIDS) amat rentan dan mudah terjangkit bermacam-macam penyakit.
Serangan penyakit yang biasanya tidak berbahaya pun lama kelamaan akan
menyebabkan pasien sakit parah dan meninggal.
Infeksi virus herpes sering terlihat pada paien AIDS. Baik herpes simplek
maupun herpes zoster. Herpes simplex adalah infeksi akut oleh virus Herpes Simplex
(Virus Herpes Hominis) tipe I dan tipe II yang ditandai dengan vesikel berkelompok
diatas kulit yang eritematosa di daerah mukokutan. Herpes Zoster adalah
penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus akut dan menular yang disebabkan
Varicella oster Virus (VZV) yang menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini
merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi primer.
baik Infeksi menular seksual atau IMS adalah penyakit yang ditularkan melalui
hubungan seksual dengan pasangan yang sudah tertular yang menyebabkan infeksi
pada alat reproduksi laki-laki maupun wanita, baik hubungan seks melalui senggama
(vaginal), lewat mulut (oral/karaoke) ataupun lewat dubur (anal). Dalam Bahasa
Inggris sering disebut Sexual Transmitted Desease (STD).IMS sudah sangat umum,
yang paling banyak dikenali adalah GO (Gonorrhea), Sifilis dan AIDS. Menurut
WHO diperkirakan di seluruh dunia terdapat 333 juta kasus IMS baru setiap tahunnya
dan sekitar 1 juta kasus terjadi setiap harinya. Infeksi Menular seksual akan lebih
berisiko apabila melakukan hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan melalui
vagina, anal maupun oral.

3
Bila tidak diobati dengan tepat, infeksi dapat menjalar dan menyebabkan
penderitaan, sakit berkepanjangan, kemandulan dan kematian. Untuk remaja
perempuanperlu disadari mereka lebih rentan terkena IMS, sebab alat
reproduksinya lebih rentan. Dan sering berakibat lebih parah karena gejala awal
tidak segera dikenali. Infeksi Menular Seksual dapat mempermudah penularan HIV
begitu juga sebaliknya.

2.2 Etiologi
AIDS disebabkan oleh virus yang mempunyai beberapa nama yaitu HTL II, LAV,
RAV.Yang nama ilmiahnya disebut Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) yang
berupa agen viral yang dikenal dengan retrovirus yang ditularkan oleh darah dan
punya afinitas yang kuat terhadap limfosit T.
Herpes simpleks disebabkan oleh Virus Herpes Simplek (VHS) tipe I dan tipe II
adalah Herpes hominis yang termasuk virus DNA. Seperti virus DNA yang lain
mempunyai karakteristik melakukan replikasi didalam inti sel dan
membentukintranuclear inclusion body. Perbedaan HSV I dan HSV II adalah sebagai
beriut :

Pembeda HSV tipe I HSV tipe II


Predileksi Kulit dan mukosa luar Kulit, dan mukosa daerah
genetalia dan anal
Kulur Membentuk bercak kecil Membentuk pock besar dan
tebal
Serologi Antibodi terhadap HSV tipe I Antibodi terhadap HSV tipe
II
Sifat lain Tidak bersifat onkogeni Bersifat onkogeni

Faktor pencetus herpes simpleks :


Replikasi virus Herpes orolabial
1. Herpes orolabial 1. Hubungan seksual
2. Suhu dingin 2. Alkohol
3. Anas sinar matahari 3. Keadaan yang menimbulkan penurunan
4. Penyakit infeksi (febris) daya tahan tubuh (Kanker, HIV)
5. Kelelahan 4. Penyakit DM berat
6. Menstruasi 5. Obat-obatan immunosupresif,
7. Herpes genetal kortikosterod
6. Radiasi

4
Sedangkan herpes zoster disebabkan oleh Varicella Zoster Virus (VZV), termasuk
sekelompok herpes virus dengan diameter kira-kira 150-200 nm. Varisela Zoster
Virusdapat ditemukan dalam cairan vesikel dan dalam darah penderita varisela
sehingga mudah dibiakkan dalam media yang terdiri dari fibroblast paru embrio
manusia.
Kontak pertama dengan penyakit ini akan menyebabkan varisella, sedangkan bila
terjadi serangan kembali, yang akan muncul adalah herpes zoster, sehingga varisela
sering disebut sebagai infeksi primer virus ini. Virus ini masuk ke dalam tubuh melalui lesi pada
kulit, mukosa saluran napas atas dan orofaring. Virus ini berkembangbiak serta menyebar
ke berbagai organ, terutama ke kulit dan lapisan mukosa selanjutnya masuk ke ujung
saraf sensoris dan menuju ganglion saraf tepi dan kornu posterior.
Faktor resiko herpes zoster :
1. Usia lebih dari 50 tahun, akibat daya tahan tubuh yang menurun. Makin tua usia makin tinggi
resikonya.
2. Orang mengalami penurunan kekebalan tubuh seperti HIV/AIDS, leukemia.
3. Orang yang terapi radiasi dan kemoterapi
4. Orang yang tranplantasi mayor misal sumsum tulang belakang..

Faktor pencetus kekambuhan herpes zoster :


1. Kelelahan 4. Obat-obatan
2. Demam 6. Sinar ultraviolet
3. Alkohol 7. Haid
4. Gangguan pencernaan 8. Stres

2.3 Patofisiolgi
1.3.1 Patofisiologi HIV /AIDS
Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans (sel imun) adalah sel-
sel yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan terkonsentrasi
dikelenjar limfe, limpa dan sumsum tulang. Human Immunodeficiency
Virus(HIV) menginfeksi sel lewat pengikatan dengan protein perifer CD 4,
dengan bagian virus yang bersesuaian yaitu antigen grup 120. Pada saat sel T4
terinfeksi dan ikut dalam respon imun, maka Human Immunodeficiency Virus
(HIV) menginfeksi sel lain

5
dengan meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian sel T4 yang
juga dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam usaha
mengeliminasi virus dan sel yang terinfeksi.
Virus HIV dengan suatu enzim, reverse transkriptase, yang akan
melakukan pemograman ulang materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi untuk
membuat double-stranded DNA. DNA ini akan disatukan ke dalam nukleus sel
T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian terjadi infeksi yang permanen.
Enzim inilah yang membuat sel T4 helper tidak dapat mengenali virus HIV
sebagai antigen. Sehingga keberadaan virus HIV didalam tubuh tidak
dihancurkan oleh sel T4 helper. Kebalikannya, virus HIV yang
menghancurkan sel T4 helper. Fungsi dari sel T4 helper adalah mengenali
antigen yang asing, mengaktifkan limfosit B yang memproduksi antibodi,
menstimulasi limfosit T sitotoksit, memproduksi limfokin, dan
mempertahankan tubuh terhadap infeksi parasit. Kalau fungsi sel T4 helper
terganggu, mikroorganisme yang biasanya tidak menimbulkan penyakit akan
memiliki kesempatanuntuk menginvasi dan menyebabkan penyakit yang serius.
Dengan menurunya jumlah sel T4, maka sistem imun seluler makin
lemah secara progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag serta
menurunnya fungsi sel T penolong. Seseorang yang terinfeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat tetap tidak memperlihatkan gejala
(asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah selT4 dapat
berkurang dari sekitar 1000 sel per ml darah sebelum infeksi mencapai sekitar
200-300 per ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi. Sewaktu sel T4 mencapai
kadar ini, gejala-gejala infeksi (seperti herpes simpleks, herpes zoster dan
jamur oportunistik) muncul. Jumlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya
penyakit baru akan menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi
yang parah. Seorang didiagnosis mengidap AIDS apabila jumlah sel T4 jatuh
dibawah 200 sel per ml darah, atau apabila terjadi infeksi opurtunistik, kanker
atau dimensia AIDS.

6
1.3.2 Patofisiologi herpes sebagai komplikasi HIV/AIDS
Infeksi oportunistik oleh virus herpes simpleks ditandai dengan episode
berulang dari lepuhan-lepuhan kecil di kulit atau selaput lendir, yang berisi
cairan dan terasa nyeri. Ciri-ciri Herpes simpleks adalah adanya bintil-bintil
kecil, bisa satu atau sekumpulan, yang berisi cairan, dan jika pecah bisa
menyebabkan peradangan. Bintil-bintil ini biasanya muncul di daerah muco-
cutaneous, atau daerah dimana kulit bertemu dengan lapisan membrane
mukosa. Di wajah, daerah ini berlokasi di pertemuan bibir dengan kulit wajah.
Para penderita herpes simpleks biasanya merasakan adanya perasaan geli di
daerah tersebut sebelum munculnya bintil-bintil tadi.
Pada tubuh seseoarang yang terinfeksi HIV/AIDS Varisela Zoster Virus
yang masuk kedalam tubuh berdiam di ganglion posterior susunan syaraf tepi
dan ganglion kranalis, kelainan kulit yang timbul memberikan lokasi yang
setingkat dengan daerah persyarafan ganglion tersebut.. Kadang virus ini juga
menyerang ganglion anterior, bagian motorik kranalis sehingga memberikan
gejala-gejala gangguan motorik.
Varisela mulai dengan pemasukan virus ke mukosa yang dipindahkan dalam
sekresisaluran pernapasan atau dengan kontak langsung lesi kulit varisela.
Pemasukan disertai dengan masa inkubasi 10-21 hari.
Virus ini masuk ke dalam tubuh melalui lesi pada kulit, mukosa , saluran saluran
napas,dan orofaring. Virus ini berkembangbiak serta menyebar ke berbagai
organ, terutama kekulit dan lapisan mukosa, selanjutnya masuk ke ujung
syaraf sensoris, dan menuju ganglion syaraf tepi dan kornu posterior.
Setelah infeksi primer tersebut selesai, virus tidak hilang sepenuhnya dari
tubuh melainkan menetap pada ganglion serta bersembunyi disana untuk
beberapa tahun. Pertahanan dan kekebalan tubuh yang menurun seperti pada
penderita HIV/AIDS dapat menjadi faktor utama penyebab virus ini aktif
kembali. Syaraf yang sering terkena adalah daerah torakalis, kemudian daerah-
daerah cranial, lumbal, servikal dan sacral. Masa inkubasinya 2-3 hari setelah
kontak dengan varisella. Bila tidak diketahui adanya kontak, kasus tersebut
merupakan infeksi laten.
Varisela mulai dengan pemasukan melalui saluran pernapasan dan
berkolonisasi ditraktus respiratorius bagian atas. Saat virus masuk pertama kali
ke dalam tubuh disebut infeksi primer yang kemudian menimbulkan vesikel. Masa

7
inkubasi varisela berkisar 10-21hari. kemudian virus bereplikasi dalam kelenjar
limfe regional 4-6 hari kemudian mulai terjadi viremia dan menyebar melalui
peredaran darah masuk ke dalam organ reticulo endothelial seperti limpa,
hepar. Setelah seminggu terjadi lagi viremia kedua saat virus mulai menyebar
masuk ke dalam visera dan kulit dan berakhir dengan manifestasi lesi pada kulit
yang khas. Selanjutnya masuk ke ujung syaraf sensoris dan menuju ganglion syaraf tepi dan
kornu posterior.

2.4 Manifestasi Klinis Herpes


Sebelum timbul gejala kulit terhadap gejala prodormal baik sistemik seperti
demam, pusing, malaise maupun lokal seperti nyeri otot-tulang, gatal, pegal dan
sebagainya. Setelah timbuleri tema yang dalam waktu singkat menjadi vesikel yang
berkelompok dengan dasar kulit yang eritema dan edema. Vesikel ini berisi cairan
jernih kemudian menjadi keruh (berwarna ababu) dapat menjadi pastala dan krusta.
Kadang vesikel mengandung darah yang disebut herpes zoster haemoragik dapat pula
timbul infeksi sekunder sehingga menimbulkan ulkus dengan penyembuhan berupa
sikatriks.
Massa tunasnya 7-12 hari, Massa aktif penyakit ini berupa lesi-lesi baru yang
tetap timbul berlangsung kurang lebih 1-2 minggu. Disamping gejala kulit dapat juga
dijumpai pembesaran kelenjar getah bening regional. Lokalisasi penyakit ini adalah
unilateral dan bersifat dermatomal sesuai dengan tempat persyarafan. Pada susunan
saraf tepi jarang timbul kelainan motoric tetapi pada susunan saraf pusat kelainan ini
lebih sering karena struktur ganglion kranialis memungkinan hal tersebut. Hiperestesi
pada daerah yangterkenamemberigejala yangkhas Kelainan pada muka sering
disebabkan oleh karena gangguan pada nervus trigeminus atas nervus fasialis dan
otikus.
Herpes zoster oftalmikus disebabkan oleh infeksi cabang-cabang pertama nervus
trigeminus Sehingga menimbulkan kelainan pada mata, disamping itu juga cabang
keduadan ketiga menyebabkan kelainan kulit pada daerah persyarafannya. Sindrom
Ramsay Hunt diakibatkan oleh gangguan nervus fasalis dan otikus sehingga
menyebabkan pengelihatan ganda paralisis otot muka (Paralisis Bell), kelainan kulit
yang sesuai dengan tingkat persyarafan, tinnitus vertigo, gangguan pendengaran,
nistagmus, nausea, dan gangguan pengecapan. Herpes zoster abortif artinya penyakit
ini berlangsnug dalam waktu yang singkat dan kelainan kulit hanya berupa vesikel dan

8
eritema. Pada Herpes Zoster generalisata kelainan kulitnya unilateral dan segmental
ditambah kelainan kulit yang menyebar secara generalisa berupa vesikel yang solitar
dan ada umbilikasi. Nauralgia pasca laterpetik adalah rasa nyeri yang timbul pada
daerah bekas penyembuhan. Nyeri ini dapat berlangsung sampai beberapa bulan
bahkan bertahun-tahun dengan gradasi nyeri yang bervariasi. Hal ini cenderung
dijumpai pada usia lebih dari 40 tahun.
Stadium herpes zoster adalah sebagai berikut :
1. Stadium Prodromal (gejala awal)
Gejala prodromal dapat bersifat sistemik dan lokal. Gejala lokal berupa rasa gatal
atau nyeri pada dermatom yang terserang disertai dengan rasa panas atau terbakar.
Gejala sistemik berupa demam, malaise, dan nyeri kepala.
2. Stadium Erupsi
Mula-mula timbul papula atau plakat berbentuk urtikari. Setelah 1-2 hari ,akan
timbul gerombolan vesikel atau bintil-bintil berair yang tersusun berkelompok di
atas kulit yang eritematosa, sedangkan kondisi kulit di antara gerombolan lain
tidak sama. Stadium ini biasanya berlangsung selama 2 minggu dengan gejala utama berupa
rasa nyeri di ikuti dengan rasa terbakar.
3. Stadium Krustasi
Vesikula menjadi purulen, mengalami krustasi dan lepas dalam waktu 1-2 minggu.

Stadium pada herpes simpleks :


1. Infeksi primer yang biasanya disertai gejala ( simtomatik ) meskipun dapat pula
tanpa gejala ( asimtomatik ). Masa inkubasi yang khas selama 3 – 6 hari ( masa
inkubasi terpendek yang pernah ditemukan 48 jam ) yang diikuti dengan erupsi
papuler dengan rasa gatal, atau pegal-pegal yang kemudian menjadi nyeri dan
pembentukan vesikel dengan lesi vulva dan perineum yang multipel. Adenopati
inguinalis yang bisa menjadi sangat parah. Gejala sistemik mirip influenza yang
bersifat sepintas sering ditemukan dan mungkin disebabkan oleh viremia. Vesikel
yang terbentuk pada perineum dan vulva mudah terkena trauma dan dapat terjadi
ulserasi serta terjangkit infeksi sekunder. Lesi pada vulva cenderung
menimbulkan nyeri yang hebat dan dapat mengakibatkan disabilitas yang berat.
Retensi urin dapat terjadi karena rasa nyeri yang ditimbulkan ketika buang air
kecil atau terkenanya nervus sakralis. Dalam waktu 2 – 4 minggu, semua keluhan
dan gejala infeksi akan menghilang tetapi dapat kambuh lagi karena terjadinya

9
reaktivasi virus dari ganglion saraf. Kelainan pada serviks sering ditemukan pada
infeksi primer dan dapat memperlihatkan inflamasi serta ulserasi atau tidak
menimbulkan gejala klinis.
2. Pada fase laten tidak ditemukan gejala klinis , tetapi VHS dapat ditemukan dalam
keadaan tidak aktif pada ganglion dorsalis. Penularan dapat terjadi pada fase ini,
akibat pelepasan virus terus berlangsung meskipun dalam jumlah sedikit.
3. Infeksi laten dimana partikel-partikel virus terdapat dalam ganglion saraf secara
berkala akan terputus oleh reaktivasi virus yang disebut infeksi rekuren yang
mengakibatkan infeksi yang asimtomatik secara klinis (pelepasan virus) dengan
atau tanpa lesi yang simtomatik. Lesi ini umumnya tidak banyak, tidak begitu
nyeri serta melepaskan virus untuk periode waktu yang lebih singkat (2 – 5 hari)
dibandingkan dengan yang terjadi pada infeksi primer.

2.5 Penatalaksanaan Medis


2.5.1 Herpes Zoster
1. Terapi sistemik umumnya bersifat simtomatik, untuk nyerinya diberikan
analgetik, jika disertai infeksi sekunder diberikan antibiotik.
2. Pada herpes zoster oftalmikus mengingat komplikasinya diberikan obat
antiviral atau imunostimulator. Obat-obat ini juga dapat diberikan pada
penderita dengan defisiensi imunitas.
3. Indikasi pemberian kortikosteroid ialah untuk Sindrom Ramsay Hunt.
Pemberianharus sedini-dininya untuk mencegah terjadinya parasialis. Terapi
seiring digabungkan dengan obat antiviral untuk mencegah fibrosis ganglion.
4. Pengobatan topikal bergantung pada stadiumnya, jika masih stadium vesikel
diberikan bedak dengan tujuan protektif untuk mencegah pecahnya vesikel
agar tidak terjadi infeksi sekunder bila erosit diberikan kompres terbuka.
Kalau terjadi ulserasi dapat diberikan salep antibiotik.

2.5.2 Herpes simples


1. Belum ada terapi medical
2. Pada episode pertama berikan :
ü Siclovyr 200mg per oral 5 x sehari selama 7 hari, atau
ü Asiclovyr 5mg/kgBB, Intravena tiap 8 jam selama 7 hari(bila gejala
sistemik berat)

10
ü Preparat isoprinosin sebagai imunomodulator
ü Asiclovyr parenteral atau preparat adenine arabinosid (vitarabin) untuk
penyakit yang lebih berat atau jika timbul komplikasi pada alat dalam.
3. Pada episode rekurensi , umumnya tidak perlu diobati karena bisa membaik,
namun bila perlu dapat diobati dengan krim Asiclovyr. Bila pasien dengan
gejala berat dan lama, berikan asiclovyr 200mg per oral 5 x sehari, selama 5
hari. Jika timbul ulserasi dapat dilakukan kompres.

Untuk sebagian besar penderita, satu-satunya pengobatan herpes labialis


adalah menjaga kebersihan daerah yang terinfeksi dengan mencucinya dengan
sabun dan air. Lalu daerah tersebut dikeringkan karena jika dibiarkan lembab
maka akan memperburuk peradangan, memperlambat penyembuhan dan
mempermudah terjadinya infeksi bakteri.
Untuk mencegah atau mengobati suatu infeksi bakteri, bisa diberikan salep
antibiotik (misalnya neomisin-basitrasin). Jika infeksi bakteri semakin hebat
atau menyebabkan gejala tambahan, bisa diberikan antibiotik per-oral atau
suntikan.
Krim anti-virus (misalnya idoksuridin, trifluridin dan asiklovir) kadang
dioleskan langsung pada lepuhan. Asiklovir atau vidarabin per-oral bisa
digunakan untuk infeksi herpes yang berat dan meluas. Kadang asiklovir perlu
dikonsumsi setiap hari untuk menekan timbulnya kembali erupsi kulit, terutama
jika mengenai daerah kelamin. Untuk keratitis herpes simpleks atau herpes
genitalis diperlukan pengobatan khusus.

2.6 Pemeriksaan Penunjang


2.6.1 Herpes zoster
1. Tzanck’s smear dan punch biopsy: adanya sel raksasa berinti banyak dan sel
epitel mangandung badan inklusi eosinofilik, yang tidak terdapat pada lesi
yang lain, kecuali virus herpes simpleks.
2. Isolasi virus: cairan vesikel, darah, cairan serebrospinalis, jaringan terinfeksi,
antigen VVZ.

11
2.6.2 Herpes Simpleks
Virus Herpes dapat ditemukan pada vesikel dan dapat dibiakkan . Jika tidak
ada lesi dapat diperiksa antibody VHS. Pada percobaan Tzanck dengan
pewarnaan Giemsa dari bahan vesikel dapat ditemukan sel datia berinti banyak
dan badan inklusi intranuklear.

12
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HIV/AIDS DENGAN KOMPLIKASI
HERPESSIMPLEKS DAN ZOSTER

3.1 Pengkajian
Anamnese
1. Biodata
Dapat terjadi pada semua umur, namun pada herpes simpleks sering terjadi pada remaja dan
dewasa muda dan pada herpes zoster sering terjadi pada usia dewasa dari pada anak-anak. Jenis
kelamin ; dapat terjadi pada pria maupun wanita. Pekerjaan pada herpes simpleks berisiko tinggi
pada penjajak seks komersial.
2. Keluhan utama
Gejala yang sering menyebabkan penderita datang ke tempat pelayanan kesehatan adalah nyeri
pada lesi yang timbul.
3. Riwayat kesehatan
a) Riwayat penyakit sekarang
Kembangkan pola PQRST pada setiap keluhan klien. Pada beberapa kasus, timbul lesi/vesikel
perkelompok pada penderita yang mengalami demam atau penyakit yang disertai peningkatan
suhu tubuh atau pada penderita yang mengalami trauma fisik maupun psikis. Penderita
mengalami nyeri yang hebat, terutama pada area kulit yang mengalami peradangan berat dan
vesikulasi yang hebat.
b) Riwayat penyakit dahulu
Sering terjadi pada orang yang pernah mengalami penyakit herpes atau memiliki riwayat
penyakit seperti ini. Terjadi juga pada pasien denagan penurunan sistem kekebalan tubuh
(HIV/AIDS) sebagai komplikasi.
c) Riwayat keluarga
Ada anggota keluarga atau teman dekat yang terinfeksi virus herpes.
d) Riwayat psikososial
Biasanya mengalami gangguan konsep diri karena adanya lesi pada kulit terutama pada muka
yang dapat diluihat orang. Hal ini meliputi perubahan citra tubuh, ideal diri, harga diri,
penampilan peran, atau identitas diri. Reaksi yang mungkin timbul adalah :
- Menolak untuk menyentuh atau melihat salah satu bagian tubuh
- Menarik diri dari kontak sosial
- Kemampuan untuk mengurus diri berkurang

13
e) Pola kehidupan
1. Aktivitas dan istirahat
Klien merasa cemas, tidak bisa tidur karena gatal dan nyeri.
2. Nutrisi dan metabolik
Penurunan nafsu makan, anoreksia
3. Eliminasi
Terjadi gangguan BAB dan BAK pada herpes simpleks genetalis.
4. Psikoseksual
sering terjadi pada seseorang yang terbiasa menggunakan alat secara bersama-sama atau
klien yang mempunyai kebiasaan melakukan hubungan seksual dengan berganti-ganti
pasangan.
5. Aktivitas dan latihan
Terjadi penurunan aktivitas karena nyeri dan gatal
6. Hubungan dan peran sosial
Penurunan psikologis, isolasi adanya karena gangguan citra tubuh.

Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum : bergantung pada luas, lokasi timbulnya lesi, dan daya tahan tubuh klien
2. TTV : secara umum mengalami peningkatan TTV , pada kondisi awal atau saat peradangan dapat
terjadi peningkatan suhu tubuh atau demam.
3. Fokus Pengkajian pada Pemeriksaan head to toe
a) General survei
b) Intugumen : adanya vesikel-vesikel berkelompok yang nyeri, edema disekitar lesi, dapat pula
timbul ulkus, pada infeksi sekunder. Juga dapat timbul diaforesis.
c) Kepala : mata ; dikaji adanya vesikel atau tida, tidak ada masa, nyeri tekan, dan
penurunan penglhatan. Hidung ; tidak ada sekret, tidak ada lesi. Telinga ; tidak ada edema,
tidak ada nyeri tekan .
d) Leher : trakea simetris, pembesaran kelenjar tiroid dan vena jugularis (-), tidak ada nyeri tekan.
e) Thoraks : bentuk; simetris, pernafasan; reguler, tidak ada otot bantu nafas,
f) Abdomen : bentuk; simetris, tidak ada benjoan, tidak nyeri tekan, tidak ada pembesaran hepar.
Perkusi; suara timpani.
g) Genetalia : Pria ; daerah yang perlu diperhatikan adalah gland penis, batang penis, uretra, dan
daerah anus. Wanita ; daerah yang per lu diperhatikan adalah labia mayora dan minora, klitoris,

14
introitus vaginalis, dan serviks. Jika timbul lesi maka harus dicatat jenis, bentuk, ukuran,/luas,
warna, dan keadaan lesi.
h) Ekstremitas : tidak ada luka dan spasme otot.
7. Pengkajian nyeri
Pada pengkaijan nyeri dapat ditemukan perilaku menangis, merintih, atau marah. Dilakukan
pengukurang nyeri dengan menggunakan skala nyeri.

Pemeriksaan diagnostik
1. Biopsy kulit dari vesikel karena virus yang khas akan menunjukkan : lesi inta
epidermal atau di dermis tengah sampai atas, degerasi hidropik dari sel-sel raksasa
karena virus besar dan berinti banyak
2. Suatu preparat apus sitologi dari vesikula, tujuannya mencari sel-sel raksasa
3. Virus bisa dibiakkan dengan mudah dan cepat dari cairan vesikula (48 jam)
4. Titer antibody pentral akan meningkat sesuadah minggu pertama dari infeksi
primer dan mencapai puncak dalam 2-3 minggu.

3.2 Diagnosa Keperawatan yang Sering Muncul


1. Nyeri akut berhubungan dengan infeksi virus dan erupsi dermal.
2. Gagguan integritas kulit berhubungan dengan lesi , krusta pada kulit, dan pruitis
3. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi virus herpes
4. Gangguan citra tubuh behubungan dengan perubahan penampilan, sekunder akibat penyakit
(timbulnya becak-bercak vesikel di tubuh)
5. Resiko infeksi berhubungan dengan lesi dan urupsi dermal

3.3 Intervensi
Diagnosa Intervensi Rasional
1 Nyeri akut berhubungan dengan 1. Observasi lokasi dan 1. Mengetahui lokasi
. infeksi virus dan erupsi dermal. intensitas nyeri, dan intensitas nyeri
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan gatal sehingga dapat
keperawatan pasien menunjukkan merencanakan
nyeri berkurang / hilang. tindakan
Kriteria Hasil : 2. Anjurkan klien klien selanjutnya
1. Skala nyeri berkurang untuk tidak 2. Menghindari

15
2. Klien tidak menggaru-garuk menggaruk terlalu terjadinya lesi yang
daerah yang bervesikel keras pada daerah terlalu dalam
3. TTV normal yang gatal
3. Ajarkan dan anjurkan 3. Dapat menyebabkan
klien melakukan otot-otot menjadi
tehnik relaksasi dan relaksasi dan
distraksi mengurangi
rangsangan
4. Anjurkan mengganti / hantaran
pakaian dalam nyeri,gatal
sesering mungkin 4. Dapat menghindari
berkembangnya
5. Kolaborasi dengan bakteri/virus yang
dokter dapat
memperberat keada
an klien
5. Dapat mengurangi /
menghilangkan
keluhan nyeri
2 Gagguan integritas kulit berhubungan 1. Anjurkan klien 1. Mencegah
. dengan lesi , krusta pada kulit, dan meningkatkan penyebaran virus
pruitis personal hygiene serta mencegah
Tujuan : setelah dilakukan tindakan kulit dengan mandi terjadinya
keperawatan pasien menunjukkan 3x sehari secara infeksi sekunder
inetegritas kulit yang baik teratur dengan air
Kriteria Hasil : bersih
1. Tidak ada lesi 2. Anjurkan 2. Status gizi yang
2. Kulit tampak utuh memperbaiki status baik mencegah
3. Vesikel hilang gizi, dan diet TKTP terjadinya infeksi
semakin berat
3. Anjurkan untuk 3. Mencegah lesi
selalu memakai obat menyebar luas dan
kumur / obat rendam semakin dalam

16
yang sesuai dengan
infeksi yang diderita
4. Ajarkan cara oral 4. Mencegah infeksi
hygiene dan vulva menyebar
hygiene sesuai
prosedur
3 Hipertermia berhubungan dengan 1. Pantau adanya tanda- 1. Menghindari resiko
. proses infeksi virus herpes. tanda kejang dan yang fatal akibat
Tujuan : setela dilakukan keperawatan hidrasi peningkatan suhu
pasien menunjukkan suhu tubuh tubuh
dalam rentang normal (36,5-37,5 C) 2. Pantau TTV 2. Mengetahui
Kriteria Hasil : perkembangan
1. Suhu tubuh normal pasien
Gangguan citra tubuh 3. Lepaskan pakaian 3. Mengurangi
behubungan dengan yang berlebih produksi
perubahan penampilan, panasyang berlebih
sekunder akibat 4. Gunakan kompres 4. Menuunkan suhu
penyakit (timbulnya dingin/hangat sesuai tubuh
becak-bercak vsikel di kenaikan suhu tubuh
tubuh) 5. Anjurkan cairan per 5. Menhindai
Tujuan : setelah oral yang adekuat dehidrasi akibat
dilakukan keperawatan peningkatan suhu
pasien menunjukkan tubuh
konsep diri yang baik
1. Klien dapat
menerima
keadaannya
2. Klien tidak malu
bergaul
3. Klien tidak merasa
rendah diri

17
Resiko infeksi
berhubungan dengan
lesi dan urupsi dermal
Tujuan : setelah
dilakuka tindakan
keperawtan
menunjukkan resiko
penularan
berkurang/hilang

18
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
AIDS (Acquired Immune Deficiency Sindrome) merupakan kumpulan gejala
penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh virus yang disebut
HIV.Infeksi virus herpes sering terlihat pada paien AIDS. Baik herpes simplek
maupun herpes zoster. Herpes simplex adalah infeksi akut oleh virus Herpes Simplex
(Virus Herpes Hominis) tipe I dan tipe II yang ditandai dengan vesikel berkelompok
diatas kulit yang eritematosa di daerah mukokutan. Herpes Zoster adalah penyakit
yang disebabkan oleh infeksi virus akut dan menular yang disebabkan
VaricellaZosterVirus (VZV) yang menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan
reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi primer.
Pada penderita HIV/AIDS muah sekali terinfeksi virus herpes karena tejadi
penurunan sistem kekebalan tubuh. Sehingga sangat diperlukan penghindaran faktor
pencetus herpes oleh penderita. Faktor pencetus tersebut antara lain suhu yang terlalu
dingin atau panas, kelelahan, berhubungan seks dengan penderita herpes, alkohol, dan
pajanan radiasi. Selain itu, menjaa kebersihan individu dan lingkungan juga sangan
penting untuk menghindari pajanan dari agen infeksi yang lain.
Konsep asuhan keperawatan pada pasien HIV /AIDS dengan komplikasi herpes terdiri dari
pengkajian, diagnosa yang sering muncul, serta intevensi. Diagnosa yang sering muncul adalah nyeri
akut, gagguan integritas kulit, hipertermia, gangguan citra tubuh, dan resiko infeksi .

4.2 Saran
1. Bagi institusi
Diharapkan dapat memberikan penanganan dan asuhan keperawatan yang tepat
pada pasien HIV/AIDS dengan komplikasi herpes. Serta terus meningkatkan
kualitas pelayanan bagi klien (36,5-37,5 C)
2. TTV normal
3. Warna kulit kemerahan (norma)
4. Tidak mengaami distres pernafasan, gelisah, atau letargi

19
DAFTAR PUSTAKA

Charles. 1998. Mengelola Herpes. Bagaimana Hidup dan Cinta Dengan STD
kronisAmerika Sosial Asosiasi Kesehatan. http://monosit.wordpress.com.
Diakses pada tanggal 20 Mei 2012.

Manjur,A.,dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius FKUI.

Predato, Heri. 2012. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan


Herpes.http://mydocumentku.blogspot.com. Diakses pada tanggal 20 Mei 2012.

Wald, A., Zeh, J., Selke, S. 2000. Reaktivasi Genital Herpes Simplex Tipe Virus. New
England Journal of Medicine. http://monosit.wordpress.com. Diakses pada
tanggal 20 Mei 2012.

Wilkinson,J.M. 2006. Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil
NOC. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

20

Anda mungkin juga menyukai