Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

PASIEN DENGAN GANGGUAN KEBUTUHAN


CAIRAN DAN ELEKTROLIT
(KEKURANGAN VOLUME CAIRAN)

A. Konsep Dasar
1. Pengertian
a. Kebutuhan cairan dan elektrolit adalah suatu proses dinamik karena
metabolisme tubuh membutuhkan perubahan yang tepat dalam
berespons terhadap stressor fisiologis dan lingkungan. Cairan dan
elektrolit saling berhubungan yang berdiri sendiri jarang terjadi dalam
bentuk berlebihan / kekurangan (Wartonah, 2006)
b. Kebutuhan cairan merupakan bagian dari kebutuhan dasar manusia
secara fisiologis, yang memiliki proporsi besar dalam bagian tubuh,
hampir 90% dari total tubuh (Hidayat, 2006).

2. Macam-macam Cairan Tubuh


Cairan tubuh terdiri dari :
a. Cairan intraseluler (CIS)
CIS adalah cairan yang terdapat dalam sel tubuh dan menyusun sekitar
70% dari total cairan tubuh (total body water CTBWJ). CIS
merupakan media tempat terjadinya aktivitas kimia sel (Tylor, 1989).
Pada individu dewasa, CIS menyusun sekitar 40% berat tubuh atau 2/3
dari TBW. Sisanya, yaitu 1/3 TBW atau 20% berat tubuh, berada
diluar sel yang disebut cairan ekstraseluler (CES) (Price & Wilson,
1986).
b. Cairan Ekstraseluler (CES)
CES merupakan cairan yang terdapat diluar sel dan menyusun sekitar
30% dari total cairan tubuh. CES meliputi cairan intravaskular, cairan
intestisal, dan cairan transeluler. Cairan intestisial terdapat dalam
ruang antar sel, plasma darah, cairan serebrospinal, limfe, serta cairan
rongga serosa dan sendi. Guna mempertahankan keseimbangan kimia
dan elektrolit tubuh serta mempertahankan pH yang normal, tubuh
melakukan mekanisme pertukaran dua arah antara CIS dan CES.
Elektrolit yang berperan adalah : anion dan kation.

3. Cara Perpindahan Cairan Tubuh


Regulasi cairan tubuh meliputi hubungan timbal balik antara sejumlah
komponen, termasuk air dalam tubuh dan cairannya, bagian-bagian cairan,
ruang cairan, membran transport, enzim dan tonisitas. Sirkulasi cairan dan
elektrolit dalam tiga tahap. Pertama, plasma darah bergerak diseluruh
tubuh melalui sistem sirkulasi. Kedua, cairan intestisial dan komponennya
bergerak diantara kapiler darah dan sel. Terakhir, cairan dan substansi
bergerak dari cairan intestisial ke dalam sel. Sedangkan mekanisme
pergerakan cairan tubuh berlangsung dalam tiga proses, yaitu :
a. Difusi
Difusi adalah perpindahan larutan dari area berkonsentrasi tinggi
menuju area berkonsentrasi rendah dengan melintasi membran
semipermeable. Pada proses ini, cairan dan elektrolit masuk melintasi
membran yang memisahkan dua kompartemen sehingga konsentrasi di
kedua kompartemen itu seimbang. Kecepatan difusi dipengaruhi oleh
tiga hal, yaitu :
1) Ukuran molekul
Molekul yang ukurannya lebih besar cenderung bergerak lebih
lambat dibandingkan molekul yang ukurannya kecil.
2) Konsentrasi larutan
Larutan berkonsentrasi tinggi bergerak lebih cepat dibandingkan
larutan berkonsetrasi rendah.
3) Temperatur larutan
Semakin tinggi temperatur larutan, semakin besar kecepatan
difusinya.
Dinding pembuluh darah yang sifatnya semipermeable
memungkinkan molekul kecil dan elektrolit melintasi dengan bebas.
Molekul besar yang tidak dapat lewat melalui proses difusi (misal :
glukosa) diangkut dengan bantuan bahan pembawa melalui proses
yang disebut difusi terbantu (facilitated diffusion).
b. Osmosis
Osmosis adalah perpindahan cairan melintasi membran
semipermeable dari area berkonsentrasi rendah menuju area
berkonsentrasi tinggi. Pada proses ini, cairan melintasi membran
untuk mengencerkan larutan yang berkonsetrasi tinggi sampai
diperoleh keseimbangan pada kedua sisi membran. Perbedaan osmotik
ini salah satunya dipengaruhi oleh distribusi protein yang tidak
merata. Karena ukuran molekulnya yang besar, protein tidak dapat
bebas melintasi membran plasma. Akibatnya terjadiny
ketidakseimbangan tekanan osmotik koloid (tekanan onkotik)
sehingga cairan tertarik ke dalam ruang intravaskuler).
c. Transport Aktif
Transport aktif adalah proses pengangkutan yang digunakan oleh
molekul untuk berpindah melintasi membran sel melawan gradien
konsentrasinya. Dengan kata lain, transport aktif adalah gerakan
partikel dari konsentrasi satu ke konsentrasi lain tanpa memandang
tingkatannya. Proses ini membutuhkan energi dalam bentuk adenosin
trifosfat (ATP). ATP berguna untuk mempertahankan konsentrasi ion
natrium dan kalium dalam ruang ekstrasel dan intrasel melalui suatu
proses yang disebut pompa ”Natrium-Kalium”.

4. Pengaturan Keseimbangan Cairan


Pengaturan keseimbangan cairan terjadi melalui mekanisme haus, hormon
anti diuretik (ADH), hormon aldosteron, prostaglandin, dan
glukokostikoid.
a. Rasa Haus
Rasa haus adalah keinginan yang disadari terhadap kebutuhan cairan.
Rasa haus biasanya muncul apabila osmolalitas plasma mencapai 295
mosm/kg.
Osmorespon yang terletak dipusat rasa haus hipotalamus sensitif
terhadap perubahan osmolalitas pada cairan ekstrasel. Bila osmolalitas
meningkat, sel akan mengkerut dan sensasi rasa haus akan muncul
akibat kondisi dehidrasi. Mekanismenya adalah sebagai berikut :
1) Penurunan perfusi ginjal merangsang pelepasan renin, yang
akhirnya menghasilkan angiotensin II. Angiotensin II merangsang
hipotalamus untuk melepaskan substrat neuron yang bertangungg
jawab meneruskan sensai haus
2) Osmoreseptor di hipotalamus mendeteksi peningkatan tekanan
osmotik dan mengaktivasi jaringan saraf sehingga menghasilkan
sensasi haus
3) Rasa haus dapat diinduksi oleh kekeringan lokal pada mulut akibat
status hiperosmolar. Selain itu, rasa haus bisa juga muncul untuk
menghilangkan sensasi kering yang tidak nyaman akibat
penurunan saliva.
b. Hormon ADH
Hormon ini dibentuk di hipotalamus dan disimpan dalam
neurohipofisis pada hipofisis posterior. Stimuli utama untuk sekresi
ADH adalah peningkatan osmolalitas dan penurunan cairan ekstrasel.
Selain itu sekresi juga dapat terjadi pada kondisi stress, trauma,
pembedahan, nyeri, dan pada penggunaan beberapa jenis anastetik dan
obat-obatan. Hormon ini meningkatkan reabsorbsi air pada duktus
pengumpul sehingga dapat menahan air dan mempertahankan volume
cairan ektrasel. ADH juga disebut sebagai vasoprepsi karena
mempunyai efek vasokontriksi minor pada anteriol yang dapat
meningkatkan TD.
c. Hormon Aldosteron
Hormon ini disekresi oleh kelenjar adrenal dan bekerja tubulus ginjal
untuk meningkatkan absorbsi natrium. Retensi natrium meningkatkan
retensi air. Pelepasan aldosteron dirangsang oleh perubahan
konsentrasi kalium, kadar natrium serum, dan sistem renin-
angiotensin.
d. Prostaglandin
Prostaglandi merupakan asam lemak alami yang terdapat dibanyak
jaringan dan berperan dalam respons radang, pengontrolan TD,
kontraksi uterus, dan mobilitas gastrointestinal. Di ginjal
prostaglandin berperan mengatur sirkulasi ginjal, resorpsi natrium.
e. Glukokortikoid
Glukokortikoid meningkatkan resorpsi natrium dan air sehingga
memperbesar volume darah dan mengakibatkan retensi natrium. Oleh
karena itu, perubahan kadar glukokortikoid mengakibatkan perubahan
pada keseimbangan volume darah (Tambayong, 2000).

5. Sistem yang berperan dalam kebutuhan cairan dan elektrolit


Asupan cairan pada individu dewasa berkisar 1500-3500 ml/hari.
Sedangkan haluaran cairannya adalah 2300 ml/hari. Pengeluaran cairan
dapat terjadi melalui beberapa organ, yaitu :
a. Kulit
Pengeluaran cairan melalui kulit diatur oleh kerja saraf simpatis yang
merangsang aktivitas kelenjar keringat. Rangsangan pada kelenjar
keringat ini disebabkan oleh aktivitas otot, temperatur lingkungan
yang tinggi, dan kondisi demam. Pengeluaran cairan melalui kulit
dikenal dengan istilah ”insensible water lass” (IWL). Hal yang sama
juga berlaku pada paru-paru. Sedangkan pengeluaran cairan melalui
kulit berkisar 15-20 ml/ 24 jam atau 300-400 ml/hari.
b. Paru-paru
Meningkatkan jumlah cairan yang keluar melalui paru merupakan
suatu bentuk respons terhadap perubahan kecepatan dan kedalaman
nafas karena pergerakan atau kondisi demam. IWL untuk paru adalah
350-400 ml/hari.
c. Pencernaan
Dalam kondisi normal, jumlah cairan yang hilang melalui sistem
pencernaan setiap harinya berkisar 100-200 ml. Perhitungan IWL
secara keseluruhan adalah 10-50 ml/kg BB/24 jam dengan
penambahan 10% dan IWL normal setiap kenaikan suhu 10 C.
d. Ginjal
Ginjal merupakan organ pengekskresian cairan yang utama pada
tubuh. Pada individu dewasa, ginjal mengeksresi sekitar 1500 ml/hari.
Setiap harinya ginjal menerima hampir 170 liter / darah untuk disaring
menjadi urine. Produksi urine untuk semua kelompok usia adalah 1
ml/hari. Pada individu dewasa produksi urin sekitar 15 l/hari.
Jumlah urine yang diproduksi dipengaruhi oleh ADH dan aldosteron
(Tarwoto & Wartonah, 2003).

6. Faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan cairan dan


elektrolit
Kebutuhan cairan dan elektrolit dalam tubuh dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu :
a. Usia
Pada bayi atau anak-anak, keseimbangan cairan dan elektrolit
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Diantaranya adalah asupan cairan
yang besar yang diimbangi dengan haluaran yang besar pula,
metabolisme tubuh yang tinggi, masalah yang muncul akibat
imaturitas fungsi ginjal, serta banyaknya cairan yang keluar melalui
ginjal, paru-paru dan proses penguapan. Pada orang tua / lansia,
gangguan yang muncul berkaitan dengan masalah ginjal dan jantung
terjadi karena ginjal tidak lagi mampu mengatur konsentrasi urine.
b. Temperatur lingkungan
Lingkungan yang panas menstimulus sistem saraf simpatis dan
menyebabkan seseorang berkeringat. Pada cuaca yang sangat panas,
seseorang akan kehilangan 700-2000 ml air/jam dajn 15-30 g
garam/hari.
c. Kondisi stress
Kondisi stress mempengaruhi metabolisme sel, konsentrasi glukosa
darah, dan glukolisis otot. Kondisi stres mencetuskan pelepasan
hormon anti diuretik sehingga produksi urine menurun.
d. Kondisi sakit
Kondisi sakit yang dapat mempengaruhi keseimbangan cairan dan
elektrolit antara lain luka bakar, gagal ginjal, dan payah jantung.
e. Diet
Diet dapat mempengaruhi asupan cairan dan elektrolit. Asupan nutrisi
yang tidak adekuat dapat mempengaruhi terhadap kadar albumin
serum. Jika albumin serum menurun, cairan intestisial tidak bisa
masuk ke pembuluh darah sehingga terjadi edema.
7. Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
a. Ketidakseimbangan cairan
Hal ini dapat terjadi apabila mekanisme kompensasi tubuh tidak
mampu mempertahankan homeostasis. Gangguan keseimbangan
cairan dapat berupa :
1) Defisit volume cairan (fluid volume defisit FVDJ)
Merupakan suatu kondisi ketidakseimbangan yang ditandai
dengan defisiensi cairan elektrolit diruang ekstrasel, namun
proporsi antara keduanya (cairan dan elektrolit) mendekati normal.
Kondisi ini dikenal juga dengan istilah hipovolemia. Pada keadaan
hipovolemia, tekanan osmotic mengalami perubahan sehingga
cairan intestisial masuk ke ruang intravascular. Akibatnya ruang
intestisial menjadi kosong dan cairan intrasel masuk ke ruang
intestisial sehingga menganggu kehidupan sel. Secara umum,
kondisi deficit volume cairan (dehidrasi) terbagi menjadi tiga,
yaitu :
a) Dehidrasi isotonik
Ini terjadi apabila jumlah cairan yang hilang sebanding dengan
jumlah elektrolit yang hilang. Kadar Na+ dalam plasma 130-
145 mEq / 1.
b) Dehidrasi hipertonik
Ini terjadi jika jumlah cairan yang hilang lebih besar daripada
jumlah elektrolit yang hilang. Kadar Na+ dalam plasma 130-
150 mEq / 1.
c) Dehidrasi hipotonik
Ini terjadi apabila jumlah cairan yang hilang lebih sedikit
daripada jumlah elektrolit yang hilang. Kadar Na+ dalam
plasma 130 mEq / 1.
Kehilangan cairan ektrasel secara berlebihan dapat
menimbulkan beberapa perubahan. Diantaranya adalah penurunan
volume ektrasel (hipofolemia) & perubahan hematokrit. Kondisi
ini bisa disebabkan oleh banyak faktor, seperti kurangnya asupan
cairan, tingginya asupan pelarut (misal : protein & klorida /
natrium) yang dapat menyebabkan ekskresi urine berlebih,
berkeringat banyak dalam waktu yang lama. Lebih lanjut, kondisi
dehidrasi dapat digolongkan menurut derajat keparahannya
menjadi :
a) Dehidrasi ringan
Pada kondisi ini, kehilangan cairan mencapai 5% dari berat
tubuh atau sekitar 1,5 – 2 l. Kehilangan cairan sebesar 5%
pada anak yang lebih besar dan individu dewasa sudah
dikategorikan sebagai dehidrasi berat. Kehilangan cairan yang
berlebih dapat berlangsung melalui kulit, saluran pencernaan,
perkemihan, paru-paru, atau pembuluh darah.
b) Dehidrasi sedang
Kondisi ini terjadi apabila kehilangan cairan mencapai 5-10%
dari berat tubuh atau sekitar 2-4 l. Kadar natrium serum
berkisar 152-158 l. Salah satu gejalanya adalah mata cekung.
c) Dehidrasi berat
Kondisi ini terjadi apabila kehilangan cairan mencapai 4-6 l.
Kadar natrium serum berkisar 159-166 mEq/l. Pada kondisi ini
penderita dapat mengalami hipotensi.
2) Volume cairan berlebih (fluid volume eccess [FVE] )
Volume cairan berlebih (overhidrasi) adalah kondisi
ketidakseimbangan yang ditandai dengan kelebihan / retensi cairan
dan natrium di ruang ektrasel. Kondisi ini dikenal juga dengan
hiporvolemia. Overhidrasi umumnya disebabkan oleh gangguan
pada fungsi ginjal. Manifestasi yang kerap muncul terkait kondisi
ini adalah peningkatan volume darah dan edema. Manifestasi
kelebihan cairan ekstrasel.
a) Edema perifer atau edema pitting
b) Asites
c) Kelopak mata bengkak
d) Bunyi nafas ronkhi basah diseluruh lapang paru
e) Penambahan berat badan yang tidak lazim
b. Ketidakseimbangan elektrolt
Gangguan ketidakseimbangan elektrolit meliputi :
1) Hiponatremia dan hipernatremia
Hiponatremia adalah kekurangan kadar natrium dicairan ekstrasel
yang menyebabkan perubahan tekanan osmotik. Perubahan ini
mengakibatkan pindahnya cairan dari ruang ekstrasel ke intrasel
sehingga sel menjadi bengkak.
Hipertermia adalah kelebihan kadar natrium dicairan ekstrasel
yang menyebabkan peningkatan tekanan osmotik ekstra sel.
2) Hipokalemia dan hiperkalemia
Hipokalemia adalah kekurangan kadar kalium dicairan ekstrasel
yang menyebabkan pindahnya kalium keluar sel sehingga
menyebabkan perubahan pH.
Hiperkalemia adalah kelebihan kadar kalium dicairan ekstrasel.
Saat terjadi hiperkalemia salah satu upanya dilakukan memberikan
insulin, sebab insulin dapat membantu kalium masuk ke dalam sel.
3) Hipokalsemia dan hiperkalsemia
Hipokalsemia adalah kekurangan kadar kalsium dicairan ekstrasel.
Kondisi ini dapat menyebabkan pengeroposan tulang.
Hiperkalsemia adalah kelebihan kadar kalsium pada cairan
ekstrasel. Kondisi ini menyebabkan penurunan eksitabilitas otot
dan saraf yang pada akhirnya menimbulkan flaksiditas.
4) Hipomagnesemia dan hipermagnesemia
Hipomagnesemia terjadi apabila kadar magnesium serum kurang
dari 1,5 mEq / l. Umumnya, kondisi ini disebabkan oleh kondisi
alkohol yang berlebih.
Hipermagnesium adalajh kondisi meningkatnya kadar magnesium
didalam serum.
5) Hipokloremia dan hiperkloremia
Hipokloremia adalah penurunan kadar ion klorida dalam serum.
Hiperkloremia adalah peningkatan kadar ion klorida didalam
serum. Kondisi ini kerap dikaitkan dengan hipernatremia,
khususnya saat terjadi dehidrasi dan masalah ginjal.
6) Hipofosfatemia dan hiperfosfatemia
Hipofosfatemia adalah penurunan kadar fosfat didalam serum.
Kondisi ini dapat muncul akibat penurunan fosfat diusus.
Hiperfosfatemia adalah peningkatan kadar ion fosfat dalam serum.
Kondisi ini dapat muncul pada kasus gagal ginjal.

8. Penatalaksanaan
a. Farmakologi
1) Oralit
Oralit tidak menghentikan diare tetapi mengganti cairan tubuh
yang hilang bersama tinja. Dengan menggantikan cairan tubuh
tersebut, terjadinya dehidrasi dapat dihindarkan. Oralit tersedia
dalam bentuk serbuk untuk dilarutkan & dalam bentuk larutan,
diminum perlahan-lahan.
2) Adsorben dan obat pembentuk massa
Adsorben seperti kaolin tidak dianjurkan untuk diare akut. Obat-
obat pembentuk massa seperti ispaghula, metilselulosa, &
sterkulia bermanfaat dalam mengendalikan konsistensi tinja pada
neostomi & kolostomi, dan dalam mengendalikan diare akibat
penyakit divertikular.
3) Antimotilitas
Pada diare akut obat-obat antimotilitas perannya sangat terbatas
sebagai tambahan pada terapi penggantian cairan dan elektrolit.
Obat ini tidak dianjurkan untuk diare akut pada anak-anak.
4) Pengobatan diare kronis
Bila diare menetap, dan adanya telah dikesampingkan, beberapa
kondisi seperti penyakit crohn, kolitis pseudomembran, dan
penyakit diventikular perlu dipertimbangkan. Diperlukan terapi
spesifik, termasuk manipulasi diet, obat-obat dan pemeliharaan
hidrasi yang cukup.
b. Non Farmakologi
1) Pemberian cairan melalui infus
Pemberian cairan melalui infus merupakan tindakan keperawatan
yang dilakukan dengan cara memasukkan cairan melalui intravena
dengan bantuan infus set, bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
cairan dan elektrolit serta sebagai tindakan pengobatan dan
pemberian makanan. Cara menghitung tetesan infus.
2) Tranfusi darah
Tranfusi darah merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan
pada pasien yang membutuhkan darah dengan cara memasukkan
darah melalui vena dengan menggunakan alat tranfusi set.
Tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan darah dan
memperbaiki perfusi jaringan.

B. Konsep Askep
1. Pengkajian
a. Riwayat keperawatan
Pengkajian riwayat keperawatan penting untuk mengetahui klien yang
beresiko mengalami gangguan keseimbangan elektrolit. Pengkajian
tersebut meliputi :
1) Asupan cairan dan makanan (oral dan parenteral) haluaran cairan
2) Tanda dan gejala gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
3) Proses penyakit yang menyebabkan gangguan homeostasis cairan
dan elektrolit
4) Pengobatan tertentu yang tengah dijalani yang dapat menganggu
status cairan
5) Status perkembangan (usia atau kondisi sosial)
6) Faktor psikologis (perilaku emosional)
b. Pengukuran Klinis
Pengukuran klinis sederhana yang dapat perawat lakukan tanpa
instruksi dari dokter adalah pengukuran tanda-tanda vital,
penimbangan berat badan, serta pengukuran asuan dan haluaran
cairan.
1) Berat Badan …..

2) Tanda-tanda Vital
a) TD …..

…. .
b) RR

….
c) N

….
d) S

3) Asupan Cairan
Cairan oral (NGT dan oral) …..

Cairan parenteral (obat-obat intravena) …..

Makanan yang mengandung air …..

Irigasi kateter …..

4) Haluaran Cairan
Urine …..

Feses …..

…..
Drainase

IWL. …..

Bilas lambung …..

5) Status Hidrasi
Edema …..
Rasa haus yang berlebihan …..

Kekeringan pada membran mukosa …..

6) Proses Penyakit
DM …..

Kanker …..

Luka bakar …..

…..
Hematemesis

7) Riwayat Pengobatan
Steroid …..

Diuretik …..

…..
Dialisis

c. Pemeriksaan fisik
No Kategori YA TIDAK
1 Integumen
Apakah turgor kulit buruk ?
Apakah terjadi edema ?
Apakah terjadi kelemahan otot ?
2 Kardiovaskuler
Apakah terjadi distensi vena jugularis ?
Apakah tekanan darah menurun ?
Apakah terdapat bunyi jantung yang
abnormal ?
4 Neurologis
Apakah reflek menurun ?
Apakah kesadaran menurun ?
Apakah pasien gelisah ?
5 Gastrointestinal
Apakah mukosa mulut kering ?
Apakah lidah kotor ?
Apakah terjadi penurunan bising usus?

d. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan ini meliputi jumlah sel darah merah, hemoglobin
(Hb) dan hematokrit
a) Ht naik : adanya dehidrasi berat dan syok
b) Ht turun : adanya perdarahan akut, masif dan reaksi hemalitik
c) Hb naik : adanya hemokonsentrasi
d) Hb turun : adanya perdarahan hebat, reaksi hemoditik
2) Pemeriksaan elektrolit serum
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui kadar natrium,
kalium, klorida, ion bikarbonat.
3) pH dan berat jenis urine
Berat jenis menunjukkan kemampuan ginjal untuk mengatur
konsentrasi urine. Normalnya, pH urine adalah 4,5-8 dan berat
jenisnya 1,003-1,030.
4) Analisa gas darah
Biasanya yang diperiksa adalah pH, PO2, HCO3, PCO2 dan saturasi
O2. Nilai PCO2 normal : 35-40 mmHg; PO2 normal : 80-100
mmHg; HCO3 normal : 25-29 mEq/l. Sedangkan saturasi O2
adalah perbandingan oksigen dalam oksigen dalam darah dengan
jumlah oksigen yang dapat dibawa oleh darah, normalnya diarteri
(95%-98%) dan vena (60%-85%).

2. Diagnosa Keperawatan
a. Kelebihan volume cairan b.d gangguan mekanisme pengaturan.
Tujuan : Keseimbangan cairan terpenuhi.
Kriteria hasil : Keseimbangan asupan dan haluaran dalam 24 jam
BB stabil, tidak ada asites, dan edema periver, berat
jenis urine dalam batas normal.
Intervensi :
1) Kaji komplikasi pulmonel atau kardiovaskuler yang diindikasikan
dengan distres pernapasan.
Rasional : sistem kardiovaskuler berpengaruh terhadap kerja
sistem organ lain, jantung berfungsi sebagai
pemompa darah (mempengaruhi cairan ditubuh)
2) Kaji lokasi dan derajat edema terhadap gangguan sirkulasi dan
integritas kulit
Rasional : Derajat edema menentukan kapasitas tinggi
rendahnya gangguan kelebihan cairan.
3) Pantau haluaran urine dan keseimbangan cairan 24 jam.
Rasional : gagal ginjal adalah faktor pemberat utama berlebihan
cairan dapat dengan mudah terjadi.
4) Pantau hasil laboratorium yang relevan terhadap retensi cairan
(misal: perubahan elektrolit, penurunan hematokrit)
Rasional : laboratorium tes merupakan salah satu cara yang
bisa digunakan untuk menghasilkan data
pemeriksaan yang akurat.
Kolaborasi
1) Konsultasikan dengan dokter jika tanda dan gejala kelebihan
volume cairan muncul atau memburuk.
Rasional : kolaborasi dengan tenaga medis yang lain dapat
membantu menyelesaikan masalah pasien supaya
lebih cepat teratasi.
2) Berikan diuretik sesuai kebutuhan.
Rasional : obat diuretik sangat mempengaruhi kerja ginjal,
pengeluaran urine dan keseimbangan cairan.
b. Kekurangan volume cairan b/d kehilangan gastrik berlebihan : diare
Tujuan : Klien mampu menyeimbangkan air dalam ruang
intrasel dan ekstrasel tubuh.
Kriteria hasil : Diare akan dapat dikendalikan / dihilangkan yang
ditunjukkan dengan keseimbangan elektrolit dan
asam basa, keseimbangan cairan, hidrasi yang
adekuat, dan perilaku penanganan untuk
meringankan atau menghilangkan diare
Intervensi :
1) Dapatkan riwayat pasien / orang terdekat sehubungan dengan
lamanya / intensitas dari gejala seperti muntah, pengeluaran urine
yang sangat berlebihan
Rasional : Membantu dalam memperkirakan kekurangan
volume total
2) Monitor suhu, warna kulit, atau kelembabannya
Rasional : Demam dengan kulit yang kemerahan, kering
mungkin sebagai cerminan dari dehidrasi
3) Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran
mukosa
Rasional : Merupakan indikator dari tingkat dehidrasi / volume
sirkulasi yang adekuat
4) Pantau masukan dan pengeluaran
Rasional : Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan
pengganti, fungsi ginjal, dan keefektifan dari terapi
yang diberikan
5) Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml / hr
dalam batas yang dapat ditoleransi jantung jika pemasukan cairan
melalui oral sudah dapat diberikan
Rasional : Mempertahankan hidrasi / volume sirkulasi
Kolaborasi
1) Berikan terapi cairan sesuai indikasi
Rasional : Tipe dan jumlah dari cairan tergantung pada derajat
kekurangan cairan dan respons pasien secara
individu
DAFTAR PUSTAKA

Alimul, Aziz. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia : Aplikasi Konsep dan
Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan intervensi NIC dan kriteria hasil
NOC / Judith M. Wilkinson. Alih bahasa : Widyawati..... (et.all), editor
edisi bahasa indonesia, Eny Meliya, Monica Ester. Edisi 7. jakarta : EGC.
2006.

Departemen Kesehatan Republik Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan


Makanan Informatorium Obat Nasional Indonesia. Jakarta. 2000.

Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005-2006. Alih bahasa : Budi Santosa.


Editor : Budi Santosa. Jakarta : Prima Medika.

Wahit Iqbal Mubarak. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia : Teori dan Aplikasi
Dalam Praktek / oleh Wahid Iqbal Mubarak, Nurul Chayatin. Editor : Eko
Anisa, Nurdella. Jakarta : EGC. 2007.

Anda mungkin juga menyukai