Anda di halaman 1dari 3

Epistemologi, Pengetahuan dan Pendidikan

Oleh Agus Hari Santoso

Pengetahuan adalah salah satu kekuatan yang dapat membentuk sejarah


peradaban suatu bangsa, dan bahkan kemajuan suatu masyarakat selalu ditandai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Pengembangan ilmu pengetahuan dan
pendidikan persekolahan selalu dikatakan memiliki hubungan signifikan. Hal ini paling
tidak disebabkan karena sekolah adalah lembaga tempat memberikan bimbingan,
pengarahan, dan pembentukan kepribadian melalui pentransferan ilmu pengetahuan,
pembinaan sikap mental, dan keterampilan subjek didiknya. Guru sebagai subjek
pendidik mestilah memiliki pengetahuan dasar mengenai seluk beluk, sistem, metode,
dan segala sesuatu yang terkait dengan pengetahuan yang akan diajarkannya. Dengan
pemahaman akan hal ini guru harus memiliki sikap dan pengetahuan yang jelas yang
akan pada subjek. Tanpa semua itu guru tidak akan dapat menjiwai profesi keguruannya
dan juga menjadikan dirinya sukar mengembangkan keilmuan yang menjadi disiplin
tanggung jawabnya. Kecuali itu, guru juga akan mengalami hambatan epistemologis,
psikologis, dan aksiologis untuk memotivasi subjek didiknya agar tertarik dan senang
dengan materi-materi keilmuan yang diberikannya.
Tugas utama seorang guru selalu diasumsikan dengan aspek pengembangan
intelektual subjek didiknya. Hal ini tidak saja mengingat pengetahuan sebagai bukti
kemajuan, kecerdasan dan kematangan individu, tetapi juga ketika guru dihadapkan
pada kesehatan fisik dan psikis subjek didiknya, pengetahuan dan sikap mental pun
merupakan prinsip-prinsip yang selalu ada dalam lingkup kerja para pendidik. Oleh
karena itu, adalah suatu kemestian bagi seorang guru untuk mendasari apa pun
keputusan-keputusan dalam lingkup akademiknya pada prinsip-prinsip pengetahuan
yang reliabel. Hal ini hanya dimungkinkan jika guru memahami epistemologi disiplin
ilmu yang diajarkannya. Jadi, penting bagi setiap guru dalam tingkat apa pun untuk
memikirkan secara filosofis bangunan sistem dan metode pengetahuan yang menjadi
tugasnya.
Bangunan filosofis yang ada dalam diri seorang guru tentang sesuatu dalam
keseluruhan konstelasi realitasnya sangat penting bagi jati diri guru tersebut. Hal ini
terutama mengingat tugas-tugas kesehariannya yang hampir di setiap saatnya selalu
berhadapan dengan pertimbangan-pertimbangan filosofis. Tidak saja ketika ia membuat
pertimbangan dalam merumuskan rencana kegiatan pembelajaran, tetapi juga ketika ia
melaksanakan dan mengatur strategi dan metode yang tepat guna bagi pembelajaran itu
sendiri. Bahkan persoalan epistemologi ini juga diperlukan oleh guru dalam setiap gerak
langkah kependidikan yang telah digariskan dan ataupun dalam rangka mengembangkan
kemampuan akademik keilmuan guru itu sendiri. Di sinilah letak tanggung jawab tugas
seorang guru sebagai orang yang memegang otoritas penyampai, pembina dan bahkan
pengembang ilmu pengetahuan untuk subjek didiknya. Jadi dapat dikatakan, bahwa
seorang guru akan mengajarkan suatu ilmu itu secara profesional ketika
pengetahuannya disertai dengan kemampuannya mendalami dan mengembangkan ilmu
pengetahuan itu baik dalam lingkup sumber sistem maupun metodotogis dan aksiologis.
Dan memang seperti telah dibicarakan pada bab sebelumnya, cabang filsafat yang
berkaitan dengan persoalan pengetahuan ini disebut dengan epistemologi.
Epistemologi ilmu meliputi sumber, sarana, dan tata cara mengunakan sarana
tersebut untuk mencapai pengetahuan (ilmiah). Perbedaan mengenal pilihan landasan
ontologik akan dengan sendirinya mengakibatkan perbedaan dalam menentukan sarana
yang akan kita pilih. Akal (Verstand), akal budi (Vernunft) pengalaman, atau komunikasi
antara akal dan pengalaman, intuisi, merupakan sarana yang dimaksud dalam
epistemologik, sehingga dikenal adanya model-model epistemologik seperti:
rasionalisme, empirisme, kritisisme atau rasionalisme kritis, positivisme, fenomenologi
dengan berbagai variasinya. Ditunjukkan pula bagaimana kelebihan dan kelemahan
sesuatu model epistemologik beserta tolok ukurnya bagi pengetahuan (ilmiah) itu seped
teori koherensi, korespondesi, pragmatis, dan teori intersubjektif.
Epistemologi berdasarkan akar katanya episterne (pengetahuan) dan logos (ilmu
yang sistematis, teori), dapat diartikan sebagai suatu pengetahuan yang sistematis
tentang pengetahuan. Kendatipun banyak definisi yang diberikan para ahli tentang
epistemologi, namun secara umum dapat dipahami. Bahwa epistemologi adalah suatu
cabang filsafat yang berbicara persoalan hak sumber, struktur, metode dan validitas
pengetahuan. Di dalam Webster New International Dictionary, epistemologi diberi
definisi sebagai berikut: Epistimology is the theory or science the method and grounds of
knowledge, especially with reference to its limits and validity, yang artinya Epistemologi
adalah teori atau ilmu pengetahuan tentang metode dan dasar-dasar pengetahuan,
khususnya yang berhubungan dengan batas-batas pengetahuan dan validitas atau sah
berlakunya pengetahuan itu. (Darwis. A. Soelaiman, 2007, hal. 61). Epistemologi adalah
bagian dari filsafat yang membicarakan tentang terjadinya pengetahuan, sumber
pengetahuan, asal mula pengetahuan, batas-batas, sifat, metode, dan keshahihan
pengetahuan. Jadi objek material dari epistemology adalah pengetahuan dan objek
formalnya adalah hakikat pengetahuan itu.
Hal yang dipikirkan dalam wilayah epistemologis adalah tentang hakikat dan
seluk beluk ilmu pengetahuan dalam keseluruhan realitasnya, seperti persoalan apakah
esensi dan eksistensi pengetahuan: tentang persoalan-persoalan aktivitas apa saja yang
berkaitan dengan persoalan-persoalan seperti mengetahui, mengenai perbedaan
mendasar antara mengetahui dengan memercayai, mengenai apakah kita dapat
mengetahui sesuatu yang melampaui informasi indra kita? Apakah kaitan perbuatan
mengetahui dengan sesuatu yang diketahui? Bagaimana orang dapat melakukan aktivitas
mengetahui? Apa yang dapat dilakukan seorang ilmuan untuk menguji validitas data dan
atau informasi yang terkait dalam bangunan sebuah pengetahuannya? Bagaimana cara
yang paling refresentatif untuk membuktikan bahwa suatu pengetahuan itu benar dan
dapat dipercayai? Bagaimana cara yang dapat ditempuh seseorang dalam membuat
interpretasi atas apa yang telah diketahui sebagai pengetahuan yang benar dan lain
sebagainya yang berkenaan dengan sistem, prosedur, dan metode bangunan suatu ilmu
pengetahuan.
Tidak seperti sainstis, para epistemolog tertarik dalam konsep-konsep dari pada
perbuatan yang bersifat faktual. Perbedaan ini dapat dilihat seperti tugas yang dilakukan
seorang psikolog umpamanya, adalah menelaah, mencari dan mendiagnosis bagaimana
sesungguhnya orang berpikir dan merasa. Dalam hal ini, maka tugas seorang
epistemolog adalah menelaah apa arti perasaan yang dimaksudkan oleh psikolog itu,
apakah memiliki hubungan dengan wilayah persepsi, belajar, dan reinforcement, serta
kemudian memutuskan apakah psikolog itu telah menerapkan konsep-konsep itu secara
benar, apakah psikolog itu telah melihat dan menguji data atau intormasi yang tersedia
secara akurat. Jika psikolog tidak melakukan hal demikian, maka ia akan tersalah dalam
menilai fakta, yang pada akhirnya akan tersalah pula dalam upaya analisis yang akan
memberikan dampak salah pula dalam menentukan diagnosis yang akan dibuatnya.
Epistemologi merupakan sesuatu yang amat penting dalam pengembangan
humanitas manusia. Hal ini mengingat bahwa dunia ini sarat dengan berbagai aliran dan
ideologi yang secara niscaya tentu berlandaskan pada bagaimana pola dan caranya
memandang realitas, baik hakikat maupun strategi dan sistem yang digunakan yang
kesemua ini tidak lain tentu berdasarkan pada landasan epistemologi. Dari sudut
pandang guru, suatu perbedaan yang paling penting yang dibuat dalam epistemologi ini
adalah bagaimana membedakan antara tipe-tipe pengetahuan yang berbeda-beda baik
dalam hakikat maupun prosedur. Dalam bahasan ini, akan diungkap tipe tipe
pengetahuan ini dan kemudian melihat lebih umum lagi aliran-aliran epistemologi yang
ada dalam filsafat. Dalam teori epistemologi terdapat beberapa aliran. Aliran-aliran
tersebut mencoba menjawab pertanyaan bagaimana manusia memperoleh pengetahuan.
Pertama, golongan yang mengemukakan asal atau sumber pengetahuan yaitu aliran:
a) Rasionalisme, yaitu aliran yang mengemukakan, bahwa sumber pengetahuan
manusia ialah pikiran, rasio dan jiwa.
b) Empirisme, yaitu aliran yang mengatakan bahwa pengetahuan manusia berasal dari
pengalaman manusia itu sendiri, melalui dunia luar yang ditangkap oleh panca
inderanya.
c) Kritisme (transendentalisme), yaitu aliran yang berpendapat bahwa pengetahuan
manusia itu berasal dari dunia luar dan dari jiwa atau pikiran manusia sendiri.
Kedua, golongan yang mengemukakan hakikat pengetahuan manusia inklusif di
dalamnya aliran-aliran:
a) Realisme, yaitu aliran yang berpendirian bahwa pengetahuan manusia adalah
gambaran yang baik dan tepat tentang kebenaran. Dalam pengetahuan yang baik
tergambar kebenaran seperti sesungguhnya.
b) Idealisme, yaitu aliran yang berpendapat bahwa pengetahuan hanyalah kejadian
dalam jiwa manusia, sedangkan kanyataan yang diketahui manusia semuanya terletak di
luar dirinya.

Kesimpulan
Dari berbagai hal yang sudah kami sampaikan dapat ditarik kesimpulan
bahwasanya dalam belajar Filsafat Pendidikan ada satu komponen atau cabang penting
yang patut untuk dipelajari yaitu Epistemologi pendidikan. Pada dasarnya epistemologi
lebih mendalami kajian teoritis tentang makna dan esensi dari pengetahuan. Lalu
mengapa kita harus belajar cabang filsafat yang satu ini ? jawabannya adalah karena
dengan mengetahui hakikat, makna, dan esensi dari pengetahuan itu sendiri kita dapat
mengambil sebuah pernyataan yang sebelumnya tersirat menjadi output proses berupa
pernyataan tersurat. Kesemuanya itu bermula dari berfikir radikal, bermula dari rasa
keingintahuan yang menggebu-gebu kemudian menyertakan logika sebagai alat yang
fundamental dan pada akhirnya menghasilkan pemikiran-pemikiran yang filosofis dan
mendalam tentang hakikat pengetahuan. Demikian sekelumit tugas yang bisa kami
persembahkan. Tentunya masih banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu
kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat kami harapkan.

DAFTAR PUSTAKA
Beni, Ahmad Saebani (2009), Filsafat Ilmu. Bandung: Pustaka Setia.
Gie, The Liang. (2000). Pengantar filsafat ilmu. Yogyakarta: Liberty
Mustansyir, Rizal. dan Munir, Misnal. (2001). Filsafat ilmu. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
(anggota IKAPI).
Muhmidayeli. (2011). Filsafat Pendidikan. Bandung: PT. Refika Aditama.
Tafasir, Ahmad. (2010). Filsafat Ilmu. Bandung: Rosda
Rene Descartes “Cogito ergo sum” (aku berfikir maka aku ada)

Anda mungkin juga menyukai