Abstract
Lamtoro gung (Leucaena leucocephala) is one of the food materials containing high enough protein
which allow to be used as raw material for producing tempeh through fermentation. This study aimed
to determine the effect of fermentation time to the protein levels of lamtoro gung seeds tempeh with
variation fermentation times of 24 hours, 36 hours, 48 hours, 60 hours and 72 hours. Steps in this study
were sample preparation, producing lamtoro gung seeds tempeh,and protein levels analysis. The protein
level was determined by Kjeldahl method. The results showed that there was an effect of fermentation
time to the protein levels. The longer the fermentation time took effect to the lower the levels of protein
produced. The highest protein level was obtained at 24 hours of fermentation time that was equal to
7.943%, while the protein level on fermentation time of 36 hours was equal to 7.725%, 48 hours
fermentation time was equal to 7195%, 60 hours fermentation time was equal to 7197%, and 72
hours fermentation time was equal to 5733%.
Keywords: lamtoro gung (Leucaena leucocephala) seed, fermentation, protein
Pendahuluan
Masalah kecukupan gizi saat ini merupakan oleh manusia. Usaha penganekaragaman
masalah yang perlu mendapatkan perhatian pangan dapat dilakukan dengan mencari bahan
yang cukup serius terutama bagi negara yang pangan baru atau bahan dari pangan yang sudah
sedang berkembang. Hal ini disebabkan ada dan dikembangkan menjadi bahan pangan
karena kurang seimbangnya jumlah penduduk yang beraneka ragam dengan harga yang relatif
dengan jumlah produksi pangan sumber gizi. terjangkau oleh masyarakat (Setyaningsih,
Jumlah produksi pangan sumber gizi yang dkk., 2009)
kurang mencukupi disebabkan belum skrening Tempe sebagai sumber protein yang baik
terhadap bahan makanan sebagai sumber gizi, dalam menu makanan Indonesia. Tempe pada
serta tingkat tekhnologi negara berkembang umumnya terbuat dari kedelai rebus yang
khususnya dalam produksi dan pengolahan difermentasi oleh jamur rhizopus. Bahan pangan
pangan masih belum memadai (Widodo, berprotein nabati yang banyak dipergunakan
2012). sebagai bahan dasar fermentasi pangan adalah
Pangan merupakan kebutuhan yang paling kedelai atau jenis kacang-kacangan lain, seperti
esensial bagi manusia untuk mempertahankan kacang tanah, kara benguk, dan kacang gude.
hidup dan kehidupannya. Pangan sebagai Di antara bahan-bahan tersebut, kedelai
sumber zat gizi (karbohidrat, lemak, protein, paling sering digunakan sebagai bahan dasar
vitamin, mineral dan air) menjadi landasan makanan fermentasi di beberapa Negara karena
utama manusia untuk mencapai kesehatan kadar proteinnya yang tinggi (Rosida, dkk.,
dan kesejahteraan sepanjang siklus kehidupan. 2009). Protein kedelai memiliki peran dalam
Melalui penganekaragaman pangan, dapat mengurangi risiko kanker tertentu, terutama
dipenuhi kebutuhan zat gizi yang dibutuhkan kanker payudara, usus besar dan kanker prostat
*Korespondensi: (Babu, dkk., 2009).
Muthmainna Indonesia merupakan negara produsen
Program Studi Pendidikan kimia, Fakultas Keguruan dan tempe terbesar di dunia dan menjadi pasar
Ilmu Pendidikan, Universitas Tadulako
email: muthmainna07511@gmail.com kedelai terbesar di Asia. Sebanyak 50% dari
© 2016 - Universitas Tadulako konsumsi kedelai di Indonesia dilakukan dalam
50
Mutmaina Pengaruh Waktu Fermentasi Terhadap Kadar ................
bentuk tempe, 40% tahu dan 10% dalam pemilihan biji untuk mendapatkan biji lamtoro
bentuk lain (seperti touce, kecap, dll) (Hayati, yang berkualitas baik. Selanjutnya biji lamtoro
2009). tersebut direbus selama 30 menit lalu ditiriskan.
Kenaikan harga kedelai yang berimbas Kemudian biji lamtoro direndam selama 24
pada kenaikan harga tempe mengakibatkan jam dan airnya diganti sebanyak 3 kali sehari.
penurunan tempe sebagai salah satu sumber Setelah itu, kulit biji buah lamoro dihilangkan
protein oleh masyarakat. Kelangkaan kedelai dengan cara diremas-remas menggunakan
yang dialami Indonesia saat ini tentu tidak tangan untuk mempermudah jamur menembus
berarti telah terjadi krisis pangan, karena keping biji lamroro pada saat proses fermentasi.
kedelai hanya salah satu dari sekian banyak
Kemudian direbus kembali selama 30 menit
komoditas pangan yang menjadi menu
makanan kita sehari-hari. Tetapi, bagi keluarga dan ditiriskan sampai benar – benar kering.
yang mengandalkan tahu – tempe sebagai Lalu ditaburi ragi tempe dengan komposisi ragi
sumber protein, sekarang harus repot mencari 0.5% dari berat biji lamtoro, kemudian diaduk
sumber protein yang lain (Hayati, 2009). sampai rata. Selanjutnya biji lamtoro yang
Salah satu bahan pengganti kedelai sudah tercampur rata dengan ragi dibungkus
adalah biji lamtoro gung. Biji lamtoro gung dengan menggunakan plastik. Plastik tersebut
mempunyai kandungan protein yang cukup dilubangi dengan menggunakan jarum yang
tinggi bila dibandingkan dengan golongan biji- berukuran besar untuk setiap sisi atas dan sisi
bijian yang lain, yaitu berkisar antara 30-40%. bawah. Langkah terakhir yaitu difermentasikan
Biji lamtoro gung juga mengandung beberapa dengan variasi waktu 0 jam (tanpa fermentasi),
zat penting lain, di antaranya kalori, hidrat 24 jam, 36 jam, 48 jam, 60 jam dan 72 jam.
arang, kalsium, fosfor, zat besi dan vitamin A,
B1 dan C (Rosida, dkk., 2009). Analisis Kadar Protein
Penanganan, penyimpanan dan pengawetan Analisis kadar protein pada tempe lamtoro
bahan pangan sering menyebabkan terjadinya gung dilakukan dengan menggunakan metode
perubahan nilai gizinya, yang sebagian besar Kjeldahl. Langkah pertama yaitu sebanyak 0,5
tidak diinginkan. Zat gizi yang terkandung g sampel ditimbang lalu dimasukkan ke dalam
dalam bahan pangan akan rusak pada sebagian
besar proses pengolahan karena sensitif terhadap labu Kjeldahl, ditambahkan 10 mL H2SO4
pH, oksigen, dan sinar matahari (Palupi, dkk., pekat dan 1 butir tablet Kjeldahl. Kemudian
2007). Tulisan ini mendeskripsikan penelitian didestruksi menggunakan alat Kjeldahl term
tentang pengaruh waktu fermentasi terhadap pada suhu ±400 0C sampai semua bahan dalam
kadar protein dari tempe biji buah lamtoro labu Kjeldahl larut dan cairan menjadi bening
gung. kehijauan. Selanjutnya setelah proses destruksi
selesai, dibiarkan beberapa saat sampai dingin.
Metode Sebanyak 2 mL larutan yang telah didestruksi
Alat dan Bahan Penelitian diencerkan sampai 10 mL kemudian dianalisis
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian menggunakan spektrofotometer direct.
meliputi: spektrofotometer direct (RS232
Lovibond), Kjeldahl Term, Gelas kimia 50 mL, Analisis data
Pemanas listrik, neraca digital, gelas ukur 10 Berdasarkan hasil pengukuran yang
mL, batang pengaduk, spatula, botol semprot, diperoleh menggunakan alat spektrofotometer
pipet tetes, gegep, panci, kompor, saringan, direct, maka data yang diperoleh dapat dihitung
wadah (Loyang), plastik pembungkus dan menggunakan persamaan (Muctadi, 2010):
jarum. % Kadar Protein = % N x 6,25, dimana 6,25
Bahan-bahan yang digunakan meliputi:
merupakan faktor koreksi.
biji buah lamtoro gung kering, ragi tempe,
H2SO4 Pekat (Merck KGaA), aquades dan tablet
Kjeldahl. Hasil dan Pembahasan
Hasil Penelitian
Prosedur Penelitian Dari hasil penelitian yang telah dilakukan,
Pembuatan Tempe Lamtoro Gung secara umum dapat diketahui bahwa lama
Pembuatan tempe lamtoro gung diawali fermentasi memberi pengaruh terhadap kadar
dengan pengupasan kulit lamtoro dan protein. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.
51
Volume 5, No. 1, 2016: 50-54 Jurnal Akademika Kimia
Tabel 1. Kadar Protein Tempe Biji Buah Lam- katalisator untuk mempercepat terjadinya
toro Gung oksidasi pada proses destruksi (Hendrayati &
Askar, 2003).
Kadar protein sebelum fermentasi yaitu
sebesar 8.474%. Dari Tabel 1 dapat dilihat
bahwa setelah proses fermentasi terjadi
penurunan kadar kadar protein. Kadar protein
tertinggi diperoleh pada fermentasi 24 jam
yaitu 7.943%. Sedangkan kadar protein pada
waktu fermentasi 36 jam yaitu sebesar 7.725%,
fermentasi 48 jam sebesar 7.195%, fermentasi
60 jam sebesar 7.197% dan fermentasi 72 jam
yaitu sebesar 5.733%. Fermentasi selama 72
jam ini juga merupakan fermentasi dengan
kadar protein terendah. Perubahan tersebut
dapat dilihat pada Gambar 1
52
Mutmaina Pengaruh Waktu Fermentasi Terhadap Kadar ................
53
Volume 5, No. 1, 2016: 50-54 Jurnal Akademika Kimia
Listyawati, S., Moeljono, M. P. E. & Handari, Setyaningsih, E., Purwani, E. & Sarbini.
S. (2001). Gambaran histologis kelenjar (2009). Perbedaan kadar kalsium, albumin
tiroid pada tikus (rattus norvegicus) setelah dan daya terima pada selai cakar ayam dan
pemberian tempe lamtoro gung. Jurnal kulit pisang dengan variasi perbandingan
Biosmart, 3(1), 14-18. kulit pisang yang berbeda. Jurnal Ilmu
Kesehatan, 1(2), 27-37.
Muctadi, D. (2010). Teknik Evaluasi Nilai Gizi
Pangan. Bandung: Alfabeta. Silvia, I. (2009). Pengaruh penambahan variasi
berat inokulum terhadap kualitas tempe biji
Muslikhah, S., Anam, C. & Andriani, M. durian (durio zibenthinus). Universitas
(2013). Penyimpanan tempe dengan metode Sumatera Utara, Medan
modifikasi atmosfer (modified atmosphere)
untuk mempertahankan kualitas dan daya Widodo, T. (2012). Pemanfaatan biji nangka
simpan. Jurnal Teknosains Pangan, 2(3), 51- (artocarpus heterophyllus lam) sebagai substrat
60. pembuatan tempe biji nangka dengan variasi
kadar ragi dan lama fermentasi. Universitas
Onyango, C. A., Ochanda, S. O., Mwasaru, Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
54