ENSEFALITIS TOKSOPLASMA
Disusun oleh :
Leonie Avica Huningkor
NIM : 1361050100
Dokter Pembimbing :
dr. Wiwit Ida Chahyani, Sp.S
1
BAB I
PENDAHULUAN
etiologi infeksi intrakranial tersering yang muncul sebagai lesi desak ruang di otak
pada pasien HIV. Seroprevalensi toksoplasma di Indonesia sangat tinggi dan pernah
dilaporkan sebesar 80% pada populasi orang Indonesia sehat. Pasien HIV yang
infeksi dan dapat berkembang menjadi TE. Adanya defisit neurologis yang ebrsifat
progresif pada pasien HIV positif dengan CD4 <100 sel/μL serta pencitraan yang
sesuai dengan lesi fokal multipel di otak harus dicurigai ke arah infeksi
toksoplasma.1
Penyakit ini bisa diobati dan bisa sembuh secara total, namun jika tidak
dirawat, akan berakhir dengan kematian. Penyakit ini disebabkan oleh parasit
Toxoplasma gondii, yang merupakan penyakit parasit pada hewan yang dapat
akut karena proses reaktivasi organisme ini apabila jumlah CD4 T sel mereka
kurang di bawah 100sel/µL atau apabila jumlah CD4 T sel di bawah 200 sel/µL
2
menyebabkan toksoplasmosis serebral dan bisa membahayakan jiwa jika diagnosis
dan terapi tidak tepat. Penyakit ini cukup sulit didiagnosis dan diterapi, terutama di
gejala klinis dan terlibatnya organ sefal, menyebabkan kasus ini menjadi lebih
3
BAB II
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Agama: Islam
Pasien dibawa oleh keluarga ke IGD RSUD Pasar Minggu pada tanggal 17
November 2017 dengan keluhan kejang 2 jam SMRS. Kejang kelojotan terjadi saat
pasien istirahat dan berlangsung selama kurang lebih 5-10 menit, pasien dalam
keadaan sadar. Setelah kejang pasien gelisah dan muntah sebanyak empat kali
kemudian tidur. Pasien kejang setiap hari sejak kurang lebih 3 minggu lalu, dengan
frekuensi 1-3x sehari, biasanya setelah pasien BAB. Trauma kepala disangkal,
lemah separuh badan atau ekstremitas tertentu disangkal. Pasien juga mengeluhkan
adanya nyeri kepala, terkadang demam dan buang air besar (BAB) berdarah.
Riwayat Penyakit Dahulu: riwayat kejang sejak 3 minggu lalu akibat infeksi
pada otak dan sedang mengkonsumsi obat anti kejang, namun obat yang diminum
4
tidak teratur. Pasien merupakan pasien SIDA putus obat, dan sedang dalam
fenitoin 3x100 mg, omeprazole 2x20mg, ulsafat 3x10 cc, clindamisin 4x600 mg,
III.Pemeriksaan Fisik
KU : TSB
Kepala : Normocephali
Thoraks
Status Neurologis
5
Kaku kuduk : (-) Laseque : (-) / (-)
- N. I (Olfactorius)
- N. II (Optikus)
Pupil
6
Pergerakan mata normal normal
- N. V (Trigeminus)
- N. VII (Fascialis)
- N. VIII (Vestibulokokhlearis)
- N. IX (Glossofaringeus)
7
- N. X (Vagus)
- N. XI (Accecorisus)
- N. XII (Hipoglossus)
Artikulasi: baik
3. Motorik
Refleks Fisiologis: Bisep +4/+4, Trisep +4 +4, Patella +4 +4, Achilles +4+4
8
5. Alat vegetatif
1. CT scan (27/10/2017)
- Massa solid di kortikal subkortikal lobus frontoparietalis kiri disertai
edema perifokal dan menyebabkan pergeseran struktur garis tengah ke
kanan sejauh lk 0,5cm.
- mucous retention cyst di sinus maxillaris kanan
2. Laboratorium
Hb 12,3 g/dL (13,2-17,3)
Ht 35% (40-52%)
Leukosit 4.800/uL (3.800-10.600)
9
Trombosit 3,43 x 103/uL (150-440)
Eritrosit 4,2 x 106/uL (4,4 – 5,9)
MCV 86 fl (80 – 100)
MCH 30 pg (26 – 34)
MCHC 35 g/Dl (32 – 36)
Glukosa darah sewaktu 147 mg/dL (70 – 180)
Natrium 145 135 – 147 mEq/L
Kalium 4,1 3.50 – 5.00 mEq/L
Chlorida 105 95 – 105 mEq/L
V. RESUME
Pasien dibawa oleh keluarga ke IGD RSUD Pasar Minggu pada tanggal 17
November 2017 dengan keluhan kejang 2 jam SMRS. Kejang kelojotan terjadi saat
pasien istirahat dan berlangsung selama kurang lebih 5-10 menit, pasien dalam
keadaan sadar. Setelah kejang pasien gelisah dan muntah sebanyak empat kali
kemudian tidur. Pasien kejang setiap hari sejak kurang lebih 3 minggu lalu, dengan
frekuensi 1-3x sehari, biasanya setelah pasien BAB. Trauma kepala disangkal,
lemah separuh badan atau ekstremitas tertentu disangkal. Pasien juga mengeluhkan
adanya nyeri kepala, terkadang demam dan buang air besar (BAB) berdarah.
RPD: riwayat kejang sejak 3 minggu lalu akibat infeksi pada otak dan sedang
mengkonsumsi obat anti kejang, namun obat yang diminum tidak teratur. Pasien
merupakan pasien SIDA putus obat, dan sedang dalam pengobatan TB paru dengan
OAT bulan ketiga. Pasien meminum obat-obatan: fenitoin 3x100 mg, omeprazole
2x20mg, ulsafat 3x10 cc, clindamisin 4x600 mg, cotrimoksasol 2x960mg. Riwayat
HT (-), DM (-).
RPK: disangkal
10
RKP: Pasien jarang berolahraga, tidak merokok, dan tidak minum minuman
beralkohol.
• Status generalis:
• Status neurologis:
• Laboratorium : anemia
VI. DIAGNOSIS
11
VII. PENATALAKSANAAN
VIII. PROGNOSIS
12
Hb 12,3 g/dL (13,2-17,3) 4444/5555
Eritrosit 4,2 x 106/uL (4,4 – 5,9) Otonom : retensio uri (-), retensio
CT Scan (27/10/17):
Massa solid di kortikal
subkortikal lobus frontoparietalis
kiri disertai edema perifokal dan
menyebabkan pergeseran
struktur garis tengah ke kanan
sejauh lk 0,5cm.
13
-depakene loading 200mg/kgBB
(20x70) = 1400mg, lanjut 2x700
mg
- obat OAT diteruskan (RH FDC
1x5 tab, senin, rabu, jumat,
R750/H750)
- B6 3x 10mg
- dexamethasone loading 10 mg
iv lanjut 4x5 mg iv
- omeparzole 2x40 mg iv
- masih gelisah -> pro pasang
NGT
- clindamisin 4x600mg (mulai
28/10/17)
- cotrimoksasol 2x960mg (mulai
28/10/17)
- CT scan kepala dengan kontras
- cek SGOT, SGPT, dan albumin
besok pagi
19 November 2017
S Lemas, pusing, kejang 2x
O KU : TSS Status generalis : dbn
GCS E4M6V5 Status neurologis :
TD: 120/90 Tanda meningeal: (-)
N : 103x RCL +/+, RCTL +/+, pupil bulat
RR: 20x isokor d 3 mm
S : 36 Lesi nervus kranial (-)
Motorik: 4+4+4+4+/5555
14
Lab (18/11/17): 4+4+4+4+/5555
Hb 12,3 g/dL (13,2-17,3)
Sensoris: hemihipestesi (-)
Ht 35% (40-52%) Reflek fisiologis: B+4/+4, T+4/+4,
Leukosit 4.800/uL (3.800-
10.600) P+4/+4, A+4/+4
Trombosit 3,43 x 103/uL (150- Refleks Patologis: B +/+
440) Otonom : retensio uri (-), retensio
Eritrosit 4,2 x 10 /uL (4,4 – 5,9)
6
alvi (-)
MCV 86 fl (80 – 100)
MCH 30 pg (26 – 34)
MCHC 35 g/Dl (32 – 36)
Glukosa darah sewaktu 147
mg/dL (70 – 180)
Natrium 145 135 – 147 mEq/L
Kalium 4,1 3.50 – 5.00 mEq/L
Chlorida 105 95 – 105 mEq/L
CT Scan (27/10/17):
Massa solid di kortikal
subkortikal lobus
frontoparietalis kiri disertai
edema perifokal dan
menyebabkan pergeseran
struktur garis tengah ke kanan
sejauh lk 0,5cm.
Lab (19/11/2017):
Albumin 3,41 (3,4-4,8)
SGOT 24 U/L (<50)
SGPT 18 U/L (<50)
15
A - Status epileptikus pada epilepsi simptomatik pada infeksi intrakranial
susp toxoplasma ensefalitis dd tuberkuloma
- SIDA putus ARV
- TB paru on OAT bulan ke 3
P - Fenitoin 3x100 mg diteruskan 09.20: diazepam 1cc
(rencana tappering, ganti 10.20: diazepam 1cc
depakene)
-depakene 2x700 mg
- obat OAT diteruskan (RH FDC
1x5 tab, senin, rabu, jumat,
R750/H750)
- B6 3x 10mg
- dexamethasone loading 10 mg
iv lanjut 4x5 mg iv
- omeparzole 2x40 mg iv
- masih gelisah -> pro pasang
NGT
- clindamisin 4x600mg (mulai
28/10/17)
- cotrimoksasol 2x960mg (mulai
28/10/17)
20 November 2017
S Sakit kepala, nyeri ulu hati, kejang 1x
O KU : TSS Status generalis : dbn
GCS E3M5V4 Status neurologis :
TD: 130/90 Tanda meningeal: (-)
N : 89x RCL +/+, RCTL +/+, pupil bulat
RR: 26x isokor d 3 mm
16
S : 36,2 Lesi nervus kranial (-)
Motorik: 5555/5555
Lab (18/11/17): 5555/5555
Hb 12,3 g/dL (13,2-17,3)
Sensoris: hemihipestesi (-)
Ht 35% (40-52%) Reflek fisiologis: B+2/+2, T+2/+2,
Leukosit 4.800/uL (3.800-
10.600) P+2/+2, A+2/+2
3
Trombosit 3,43 x 10 /uL (150- Refleks Patologis: B -/-
440) Otonom : retensio uri (-), retensio
Eritrosit 4,2 x 106/uL (4,4 – 5,9) alvi (-)
MCV 86 fl (80 – 100)
MCH 30 pg (26 – 34)
MCHC 35 g/Dl (32 – 36)
Glukosa darah sewaktu 147
mg/dL (70 – 180)
Natrium 145 135 – 147 mEq/L
Kalium 4,1 3.50 – 5.00 mEq/L
Chlorida 105 95 – 105 mEq/L
CT Scan (27/10/17):
Massa solid di kortikal
subkortikal lobus frontoparietalis
kiri disertai edema perifokal dan
menyebabkan pergeseran
struktur garis tengah ke kanan
sejauh lk 0,5cm.
Lab (19/11/2017):
Albumin 3,41 (3,4-4,8)
SGOT 24 U/L (<50)
SGPT 18 U/L (<50)
17
A - riwayat status epileptikus pada epilepsi simptomatik pada infeksi
intrakranial susp toxoplasma ensefalitis dd tuberkuloma
- SIDA putus ARV
- TB paru on OAT bulan ke 3
P - Fenitoin 3x100 mg diteruskan Pukul 07.00:
(rencana tappering, ganti Diazepam 1cc+1cc
depakene) (total: 11cc)
-depakene lanjut 2x700 mg
- obat OAT diteruskan (RH FDC
1x5 tab, senin, rabu, jumat,
R750/H750)
- B6 3x 10mg
- dexamethasone loading 10 mg
iv lanjut 4x5 mg iv
- omeparzole 2x40 mg iv
- masih gelisah -> pro pasang
NGT
- clindamisin 4x600mg (mulai
28/10/17)
- cotrimoksasol 2x960mg (mulai
28/10/17)
- CT scan kepala dengan kontras
21/11/17
- konsul VCT untuk pemberian
ARV (dengan pertimbangan Ts
Paru & IPD)
21 November 2017
18
S Pusing, kejang (-)
O KU : TSS Status generalis : dbn
GCS E4M6V5 Status neurologis :
TD: 110/80 Tanda meningeal: (-)
N : 72x RCL +/+, RCTL +/+, pupil bulat
RR: 20x isokor d 3 mm
S : 36,2 Lesi nervus kranial (-)
Motorik: 4+4+4+4+/5555
Lab (18/11/17): 4+4+4+4+/5555
Hb 12,3 g/dL (13,2-17,3)
Sensoris: hemihipestesi (-)
Ht 35% (40-52%) Reflek fisiologis: B+2/+2, T+2/+2,
Leukosit 4.800/uL (3.800-
10.600) P+2/+2, A+2/+2
3
Trombosit 3,43 x 10 /uL (150- Refleks Patologis: (-)
440) Otonom : retensio uri (-), retensio
Eritrosit 4,2 x 106/uL (4,4 – 5,9) alvi (-)
MCV 86 fl (80 – 100)
MCH 30 pg (26 – 34)
MCHC 35 g/Dl (32 – 36)
Glukosa darah sewaktu 147
mg/dL (70 – 180)
Natrium 145 135 – 147 mEq/L
Kalium 4,1 3.50 – 5.00 mEq/L
Chlorida 105 95 – 105 mEq/L
CT Scan (27/10/17):
Massa solid di kortikal
subkortikal lobus
frontoparietalis kiri disertai
edema perifokal dan
menyebabkan pergeseran
19
struktur garis tengah ke kanan
sejauh lk 0,5cm.
Lab (19/11/2017):
Albumin 3,41 (3,4-4,8)
SGOT 24 U/L (<50)
SGPT 18 U/L (<50)
A - riwayat status epileptikus pada epilepsi simptomatik pada infeksi
intrakranial susp toxoplasma ensefalitis dd tuberkuloma
- SIDA putus ARV
- TB paru on OAT bulan ke 3
P - Fenitoin drip dapat distop
(instruksi dokter jaga)
- fenitoin 3x100 mg dapat
diteruskan
-depakene loading 200mg/kgBB
(20x70) = 1400mg, lanjut 2x700
mg
- obat OAT diteruskan (RH FDC
1x5 tab, senin, rabu, jumat,
R750/H750)
- B6 3x 10mg
- dexamethasone loading 10 mg
iv lanjut 4x5 mg iv, tapp off per
hari, hari ini mulai 3x5mg iv
- omeprazole 2x40 mg iv
- clindamisin 4x600mg (mulai
28/10/17)
- cotrimoksasol 2x960mg (mulai
28/10/17)
20
- VCT: ARV 1x1 (FDC: tonovir
& lamivudin)
-nystatin 4x1cc drop
- persiapan besok rawat jalan
22 November 2017
S Pusing, kejang 1x (07.30), kemarin 2x
O KU : TSS Status generalis : dbn
GCS E4M6V5 Status neurologis :
TD: 130/90 Tanda meningeal: (-)
N : 92x RCL +/+, RCTL +/+, pupil bulat
RR: 24x isokor d 3 mm
S : 36,5 Lesi nervus kranial (-)
Motorik: 4+4+4+4+/5555
Lab (18/11/17): 4+4+4+4+/5555
Hb 12,3 g/dL (13,2-17,3)
Sensoris: hemihipestesi (-)
Ht 35% (40-52%) Reflek fisiologis: B+2/+2, T+2/+2,
Leukosit 4.800/uL (3.800-
10.600) P+2/+2, A+2/+2
Trombosit 3,43 x 103/uL (150- Refleks Patologis: (-)
440) Otonom : retensio uri (-), retensio
Eritrosit 4,2 x 10 /uL (4,4 – 5,9)
6
alvi (-)
MCV 86 fl (80 – 100)
MCH 30 pg (26 – 34)
MCHC 35 g/Dl (32 – 36)
Glukosa darah sewaktu 147
mg/dL (70 – 180)
Natrium 145 135 – 147 mEq/L
Kalium 4,1 3.50 – 5.00 mEq/L
Chlorida 105 95 – 105 mEq/L
21
Lab (19/11/2017):
Albumin 3,41 (3,4-4,8)
SGOT 24 U/L (<50)
SGPT 18 U/L (<50)
CT Scan (27/10/17):
Massa solid di kortikal
subkortikal lobus
frontoparietalis kiri disertai
edema perifokal dan
menyebabkan pergeseran
struktur garis tengah ke kanan
sejauh lk 0,5cm.
22
- obat OAT diteruskan (RH FDC
1x5 tab, senin, rabu, jumat,
R750/H750)
- B6 3x 10mg
- dexamethasone dapat distop
- omeprazole 2x40 mg iv stop
ganti ranitidn 2x50 mg iv
- clindamisin 4x600mg (mulai
28/10/17)
- cotrimoksasol 2x960mg (mulai
28/10/17)
- VCT: ARV 1x1 (FDC: tonovir
& lamivudin), kontrol 16/12/17
-nystatin 4x1cc drop
- tunda pulang hari ini
- lab dpl ulang, cek elektrolit,
SGOT/PT hari ini
23 November 2017
S mual, kejang (-)
O KU : TSS Status generalis : dbn
GCS E4M6V5 Status neurologis :
TD: 130/90 Tanda meningeal: (-)
N : 80x RCL +/+, RCTL +/+, pupil bulat
RR: 21x isokor d 3 mm
S : 36,5 Lesi nervus kranial (-)
Motorik: 4+4+4+4+/5555
Lab (22/11/17): 4+4+4+4+/5555
Hb 10,6 g/dL (13,2-17,3)
Sensoris: hemihipestesi (-)
Ht 31% (40-52%)
Leukosit 4.400/uL (3.800-
10.600)
23
Trombosit 3,33 x 103/uL (150- Reflek fisiologis: B+2/+2, T+2/+2,
440) P+2/+2, A+2/+2
Eritrosit 3,51 x 106/uL (4,4 – 5,9) Refleks Patologis: (-)
RDW: 15,6% Otonom : retensio uri (-), retensio
MCV 88 fl (80 – 100) alvi (-)
MCH 30 pg (26 – 34)
MCHC 35 g/Dl (32 – 36)
Basofil 0.0% (0,0-1,0)
Eosinofil 0.0% (2,0-4,0)
Neutrofil batang 3.0% (3.0-5.0)
Segmen 60% (50-70)
Limfosit 25% (25-40)
Monosit 12% (2-8%)
SGOT 23 u/L (<50)
SGPT 24 u/L (<50)
Na 145 mEq/L (135-147)
K 3,6 (3,5-5)
Cl 106 (95-105)
Lab (19/11/2017):
Albumin 3,41 (3,4-4,8)
SGOT 24 U/L (<50)
SGPT 18 U/L (<50)
CT Scan (27/10/17):
Massa solid di kortikal
subkortikal lobus
frontoparietalis kiri disertai
edema perifokal dan
menyebabkan pergeseran
24
struktur garis tengah ke kanan
sejauh lk 0,5cm.
25
- depakote tab 2x750 mg po
- obat OAT diteruskan (RH FDC 1x5 tab, senin, rabu, jumat,
R750/H750)
- vitamin B6 3x10mg
- ranitidin 2x150mg po
- clindamisin 4x600mg (mulai 28/10/17)
- cotrimoksasol 2x960mg (mulai 28/10/17)
- VCT: ARV 1x1 (FDC: tonovir & lamivudin)
-nystatin 4x1cc drop
-tab tambah darah 3x1
- kontrol poli saraf, VCT
26
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
III.1. Definisi
radang pada kulit, kelnejar getah bening, jantung, paru, mata, otak, dan selaput
otak.4
III.2. Epidemiologi
IgG anti T. Gondii dalam tes serologi. Prevalensi zat anti T. gondii berbeda di
berbagai daerah geografik, seperti pada ketinggian yang berbeda di daerah rendah
prevalensi zat anti lebih tinggi dibandingkan dengan daerah yang tinggi. Prevalensi
zat anti ini juga lebih tinggi di daerah tropic. Pada umumnya prevalensi zat anti T.
gondii yang positif meningkat sesuai dengan umur, tidak ada perbedaan antara pria
dan wanita. Anjing sebagai sumber infeksi mendapatkan infeksi dari memakan tinja
kucing atau bergulingan pada tanah yang mengandung tinja kucing, yang
merupakan instrumen penyebaran secara mekanis dari infeksi T. gondii. Lalat dan
Pada sebuah penelitian di Meksiko pada 320 pasien AIDS, kondisi utama
27
(3,75%). Di Indonesia, prevalensi zat anti T. gondii pada hewan adalah sebagai
berikut: kucing 35-73 %, kambing 11-61 %, anjing 75 %, babi 11-36 %, ternak lain
III.3. Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh parasit Toxoplasma gondii, yang dibawa oleh
kucing, burung dan hewan lain yang dapat ditemukan pada tanah yang tercemar
oleh tinja kucing dan kadang pada daging mentah atau kurang matang. Apabila
parasit masuk ke dalam sistem kekebalan, ia dapat menetap di dalam tubuh tetapi
sistem kekebalan pada orang yang sehat dapat melawan parasit tersebut hingga
tuntas dan dapat mencegah penyakit. Transmisi pada manusia terutama terjadi bila
memakan daging babi atau domba yang mentah yang mengandung oocyst (bentuk
infektif dari T.gondii). Bisa juga dari sayur yang terkontaminasi atau kontak
langsung dengan feses kucing. Selain itu dapat terjadi transmisi lewat
tubuh yang rendah dapat terjadi reaktivasi dari infeksi laten, hal ini akan
Ookista:
28
Gambar 4. Siklus hidup Toxoplasma gondii
Trofozoit berbentuk oval dengan ukuran 3-7 um, dapat menginvasi semua
sel mamalia yang memiliki inti sel. Dapat ditemukan dalam jaringan selama
masa infeksi akut. Trofozoit yang membelah secara cepat disebut tachyzoit,
bila infeksi menjadi kronis, trofozoit dalam jaringan akan membelah secara
Gambar 5. Tachyzoit
29
Bentuk kedua adalah kista yang terdapat dalam jaringan dengan jumlah
dan paling banyak terdapa tdalam otot rangka, otot jantung dan organ-organ
visceral.6
Gambar 6. Kista
Bentuk yang ke tiga adalah bentuk ookista yang berukuran 10-12 um.
dengan feces kucing. Dalam epitel usus kucing berlangsung siklus aseksual
mengeluarkan jutaan ookista. Bila ookista ini tertelan oleh pejamu perantara
30
seksual tetapi dibentuk stadium istirahat yaitu kista. Bila kucing memakan
Gambar 7. Ookista
III.4. Patofisiologi
diikuti oleh terinfeksinya sel epitel usus halus oleh bradyzoites (dalam kista) atau
sistem limfatik. Parasit ini berubah bentuk menjadi kista begitu mencapai jaringan
perifer. Bentuk ini dapat bertahan sepanjang hidup pejamu,dan berpredileksi untuk
Pada manusia dengan imunitas tubuh yang rendah dapat terjadi reaktivasi
dari infeksi laten yang akan mengakibatkan timbulnya infeksi oportunistik dengan
31
(tachyzoit). Tachyzoit ini akan menghancurkan sel dan menyebabkan focus
nekrosis.6
Bradyzoit
Immunoc
Ookista (otak,
Tachyzoit Darah & Respon ompromi
(Daging skeletal,
(usus) Limfe Imun zed →
mentah) myocard,
reaktivasi
retina)
HIV dimediasi oleh perlekatan virus kepermukaan sel reseptor CD4, yang
menyebabkan kematian sel dengan meningkatkan tingkat apoptosis pada sel yang
berdampak pada 32 ystem saraf dan dapat mengakibatkan kelainan pada saraf.
Infeksi oportunistik dapat terjadi akibat penurunan kekebalan tubuh pada penderita
fungsi dan kesehatan sel saraf. Mekanisme bagaimana HIV menginduksi infeksi
oportunistik seperti toxoplasmosis sangat kompleks. Ini meliputi deplesi dari sel T
Limfosit T sitokin. Sel-sel dari pasien yang terinfeksi HIV menunjukkan penurunan
produksi IL-12 dan IFN-γ secara invitro dan penurunan ekspresi dari CD154
32
sebagai respon terhadap T. gondii. Pada keadaan imunokmpeten, infeksi
makrofag dan sel nonfagositik untuk bereaksi terhadap infeksi. Sebagai respons,
memiliki laju replikasi yang lebih rendah dari takizoit. Bila terjadi kondisi
sel
Aktivasi dendriti Respon
Tachyzo ekspresi Sel T →
CD4 sel k dan IL-12 antitoxo
it CD154 INF-y
T makrofa plasmik
g
33
Namun pasien dapat pula hanya mengeluhkan nyeri kepala tidak spesifik ataupun
gejala psikiatri. Bila tidak segera ditatalaksana, infeksi dapat berlanjut menjadi
infeksi berat yang menimbulkan afasia, kejang, hingga koma. Toksoplasmosis juga
dapat menginfeksi organ ekstraserebral, yang tersering ialah mata (korioretinitis
toksoplasma) dan paru.1,8
34
yang memiliki kecurigaan infeksi otak lain atau pada pasien dengan
kecurigaan toksoplasma yang tidak bersepons baik setelah pemberian terapi
empirik. Polymerase chain reaction (PCR) toksoplasma pada CSS dapat
dikerjakan untuk mengetahui adanya infeksi toksoplasma, namun hal ini
tidak dikerjakan secara rutin.
3. Pencitraan otak
CT scan atau MRI dengan kontras sebaiknya dikerjakan bila menemui
pasien dengan kecurigaan TE. Sebanyak 80% pasien akan menunjukan
adanya lesi multipel menyangat kontras di korteks serebri atau ganglia
basal, namun lesi tunggal juga cukup banyak ditemukan. Gambaran khas
pada toksoplasmosis otak ialah adanya asymmetric target sign, yaitu abses
menyangat kontras berbentuk cincin yang dapat tervisualisasi pada CT scan
atau MRI. Pada CT scan nonkontras, yang tampak hanyalah lesi hipodens
atau edema yang dapat menyerupai lesi fokal otak lainnya. Pada MRI
sekuens T1, dapat terlihat adanya lesi hipointens yang berubah menjadi
hiperintens pada sekuens T2. MRI merupakan modalitas utama yang dapat
mendiagnosis sekaligus mengevaluasi terapi TE karena dinilai lebih sensitif
daripada CT scan untuk mendeteksi lesi multipel.
penggunaan terapi empirik pada pasien yang diduga toxoplasmosis cerebral selama
2 minggu, kemudian dimonitor lagi setelah 2 minggu, bila ada perbaikan secara
ditegakkan dan terapi ini dapat di teruskan. Lebih dari 90% pasien menunjukkan
perbaikan klinis dan radiologik setelah diberikan terapi inisial selama 10-14 hari.
Jika tidak ada perbaikan lesi setelah 2 minggu, diindikasikan untuk dilakukan biopsi
otak.2
35
Salah satu diagnosa banding yang perlu dipertimbangkan ialah limfoma SSP
yang juga berupa lesi multipel dikelilingi edema dan efek massa. Diagnosis banding
lain yang pada lesi multipel menyangat kontras pada pasien HIV adalah
III.7. Tatalaksana
dengan daging mentah atau tanah, serta selalu mencuci buah dan sayur
menularkan toksoplasma.1
36
sulfametoxazol (TMP-SMX) 960mg satu kali/hari, yang juga efektif
menerima ARV dan CD4 >200 sel/μL selama 3 bulan berturut-turut. Oleh
toksisitas dan interaksi obat, serta dapat menciptakan patogen resisten obat,
3. Tatalaksana medikamentosa
menjadi profilaksis PCP, sehingga tetap perlu penambahan obat. Pada suatu
uji klinis dilaporkan bahwa pemberian TMP-SMX lebih mudah ditolerir dan
harus diberikan.1
37
Pasien umumnya memberikan respons klinis yang baik setelah 14
hari terapi fase akut. Pemberian terapi akut sebaiknya tidak dihentikan
terapi fase akut. Terapi rumatan diberikan hingga CD4 >200 sel/μL selama
deksametason dapat diberikan pada pasein yang memiliki lesi fokal disertai
Hingga saat ini belum ada rekomendasi waktu yang tepat untuk
memulai ARV pada pasien TE. Laporan mengenai IRIS pada TE sangat
jarang. Para klinisi umumnya memulai inisiasi ARV pada 2-3 minggu
setelah diagnosis.1,2
38
Tabel 1. Rekomendasi tatalaksana medikamentosa pada ensefalitis toksoplasma
III.8. Prognosis
mencegah terjadinya onset penyakit. Dengan adanya terapi HAART (Highly Active
dapat dikurangi.2
39
BAB IV
Pada pasien ini ditemukan adanya nyeri kepala, demam, dan penurunan
kesadaran yang merupakan gejala kronik progresif dan menunjukan adanya suatu
lesi desak ruang pada otak. Adanya demam menunjukan adanya infeksi sehingga
penurunan kesadaran pada pasien ini diduga karena adanya lesi desak ruang
intrakranial yang mungkin disebabkan oleh infeksi. Hal ini dikonfirmasi oleh hasil
berbentuk bulat pada lobus frontoparietal kiri yang disertai edema perifokal dan
midline shift sejauh 0,5cm. Pasien merupakan pasien SIDA (b20) putus obat dan
sulfadiazin 500mg dan pyrimethamin 25mg tiap 6 jam, clindamisin 600mg tiap 6
jam, dan asam folat 10mg/hari. Terapi yang diberikan pada pasien ini, yaitu
SMX). Kotrimoxazol menjadi obat pilihan karena kondisi anemia pasien yang tidak
40
kontras. Untuk menilai perbaikan, digunakan 2 parameter yaitu ukuran lesi dan
penyangatan lesi setelah pemberian kontras. Pada pasien ini, setelah terapi empirik
candidosis oral.9
dan E menunjukan adanya peningkatan CD4 dan penurunan viral load secara
dapat dipertimbangkan.10
HIV dengan CD4 kurang dari 200 sel/ml, dengan gejala (AIDS) atau limfosit total
kurang dari 1200. Setelah dikonsultasikan dengan pihak VCT, pasien mendapatkan
ARV lagi setelah sebelumnya putus obat selama beberapa bulan. Pasien diberikan
41
Kesimpulan
42
DAFTAR PUSTAKA
2017:243-7
2008:17-24.
indra%20c4.pdf
43
6. Advisory Commitee on the Microbiological Safety of Food: Risk profile in
https://www.food.gov.uk/sites/default/files/multimedia/pdfs/commit
tee/acmsfrtaxopasm.pdf
August 2011.
8. Sara Mathew George, MD, FRCPath, Ashok Kumar Malik, MD, FRCPath,
2014.
44
45