OLEH :
PEMBIMBING :
dr. Hanartoadjie Anggana Pribadi Sp.S
KEPANITERAAN KLINIK
ILMU NEUROLOGI
RSUD DR ABDUL AZIZ SINGKAWANG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
2019
BAB I
PENDAHULUAN
b) Tandem Gait
Penderita berjalan dengan tumit kaki kiri kanan diletakkan pada
ujung jari kaki kanan kiri ganti bergantin. Pada kelainan vestibuler,
perjalanannya akan menyimpang dan pada kelainan serebeler
penderitaakan cenderung jatuh.2
c) Tes Melangkah Di Tempat (Stepping Test)
Penderita harus berjalan di tempat dengan mata tertutup sebanyak
50 langkah dengan kecepatan seperti berjalan biasa dan tidak
diperbolehkan beranjak dari tempat semula. Tes ini dapat
mendeteksi ada tidaknya gangguan sistem vestibuler. Bila penderita
beranjak lebih dari 1 meter dari tempat semula atau badannya
berputar lebih dari 30 derajat dari keadaan semula, dapat
diperkirakan penderita mengalami gangguan sistem vestibuler.2
Gambar 3. Stepping Test
2.2.7 Tatalaksana
1. Non-Farmakologi
Benign Paroxysmal Positional Vertigo dikatakan adalah suatu
penyakit yang ringan dan dapat sembuh secara spontan dalam
beberapa bulan. Namun telah banyak penelitian yang membuktikan
dengan pemberian terapi dengan manuver reposisi partikel/
Particle Repositioning Maneuver (PRM) dapat secara efektif
menghilangkan vertigo pada BPPV, meningkatkan kualitas hidup,
dan mengurangi risiko jatuh pada pasien. Keefektifan dari
manuver-manuver yang ada bervariasi mulai dari 70%-100%.
Beberapa efek samping dari melakukan manuver seperti mual,
muntah, vertigo, dan nistagmus dapat terjadi, hal ini terjadi karena
adanya debris otolitith yang tersumbat saat berpindah ke segmen
yang lebih sempit misalnya saat berpindah dari ampula ke kanal
bifurcasio. Setelah melakukan manuver, hendaknya pasien tetap
berada pada posisi duduk minimal 10 menit untuk menghindari
risiko jatuh. Tujuan dari manuver yang dilakukan adalah untuk
mengembalikan partikel ke posisi awalnya yaitu pada makula
utrikulus.2
Ada lima manuver yang dapat dilakukan :
a. Manuver Epley
Manuver Epley adalah yang paling sering digunakan pada
kanal vertikal. Pasien diminta untuk menolehkan kepala ke sisi
yang sakit sebesar 45°, lalu pasien berbaring dengan kepala
tergantung dan dipertahankan 1-2 menit. Lalu kepala
ditolehkan 90° ke sisi sebaliknya, dan posisi supinasi berubah
menjadi lateral dekubitus dan dipertahan 30-60 detik. Setelah
itu pasien mengistirahatkan dagu pada pundaknya dan kembali
ke posisi duduk secara perlahan.3
c. Manuver Lempert
Manuver ini dapat digunakan pada pengobatan BPPV tipe
kanal lateral. Pasien berguling 360°, yang dimulai dari posisi
supinasi lalu pasien menolehkan kepala 90° ke sisi yang sehat,
diikuti dengan membalikkan tubuh ke posisi lateral dekubitus.
Lalu kepala menoleh ke bawah dan tubuh mengikuti ke posisi
ventral dekubitus. Pasien kemudian menoleh lagi 90° dan
tubuh kembali ke posisi lateral dekubitus lalu kembali ke
posisi supinasi. Masing-masing gerakan dipertahankan selama
15 detik untuk migrasi lambat dari partikel-partikel sebagai
respon terhadap gravitasi.2
2. Farmakologi
Secara umum, penatalaksanaan medika- mentosa mempunyai
tujuan utama: (i) mengeliminasi keluhan vertigo, (ii) memperbaiki
proses-proses kompensasi vestibuler, dan (iii) mengurangi gejala-
gejala neurovegetatif ataupun psikoafektif. Beberapa golongan
obat yang dapat digunakan untuk penanganan vertigo di antaranya
adalah : 2
a. Antikolinergik
Antikolinergik merupakan obat pertama yang digunakan untuk
penanganan vertigo, yang paling banyak dipakai adalah
skopolamin dan homatropin. Kedua preparat tersebut dapat
juga dikombinasikan dalam satu sediaan antivertigo.
Antikolinergik berperan sebagai supresan vestibuler melalui
reseptor muskarinik. Pemberian antikolinergik per oral
memberikan efek rata-rata 4 jam, sedangkan gejala efek
samping yang timbul terutama berupa gejala-gejala
penghambatan reseptor muskarinik sentral, seperti gangguan
memori dan kebingungan (terutama pada populasi lanjut usia),
ataupun gejala-gejala penghambatan muskarinik perifer,
seperti gangguan visual, mulut kering, konstipasi, dan
gangguan berkemih.2
b. Antihistamin
Penghambat reseptor histamin-1 (H-1 blocker) saat ini
merupakan antivertigo yang paling banyak diresepkan untuk
kasus vertigo,dan termasuk di antaranya adalah difenhidramin,
siklizin, dimenhidrinat, meklozin, dan pro- metazin.
Mekanisme antihistamin sebagai supresan vestibuler tidak
banyak diketahui, tetapi diperkirakan juga mempunyai efek
ter- hadap reseptor histamin sentral. Antihistamin mungkin
juga mempunyai potensi dalam mencegah dan memperbaiki
“motionsickness”. Efek sedasi merupakan efek samping utama
dari pemberian penghambat histamin-1. Obat ini biasanya
diberikan per oral, dengan lama kerja bervariasi mulai dari 4
jam (misalnya, siklizin) sampai 12 jam (misalnya, meklozin).1
c. Histaminergik
Obat kelas ini diwakili oleh betahistin yang digunakan sebagai
antivertigo di beberapa negara Eropa, tetapi tidak di Amerika.
Betahistin sendiri merupakan prekrusor histamin. Efek
antivertigo betahistin diperkirakan berasal dari efek
vasodilatasi, perbaikan aliran darah pada mikrosirkulasi di
daerah telinga tengah dan sistem vestibuler. Pada pemberian
per oral, betahistin diserap dengan baik, dengan kadar puncak
tercapai dalam waktu sekitar 4 jam. efek samping relatif
jarang, termasuk di antaranya keluhan nyeri kepala dan mual.1
d. Antidopaminergik
Antidopaminergik biasanya digunakan untuk mengontrol
keluhan mual pada pasien dengan gejala mirip-vertigo.
Sebagian besar antidopaminergik merupakan neuroleptik.
Efek antidopaminergik pada vestibuler tidak diketahui dengan
pasti, tetapi diperkirakan bahwa antikolinergik dan
antihistaminik (H1) berpengaruh pada sistem vestibuler
perifer. Lama kerja neuroleptik ini bervariasi mulai dari 4
sampai 12 jam. Beberapa antagonis dopamin digunakan
sebagai antiemetik, seperti domperidon dan metoklopramid.
Efek samping dari antagonis dopamin ini terutama adalah
hipotensi ortostatik, somnolen, serta beberapa keluhan yang
berhubungan dengan gejala ekstrapiramidal, seperti diskinesia
tardif, parkinsonisme, distonia akut, dan sebagainya.1
e. Benzodiazepin
Benzodiazepin merupakan modulator GABA, yang akan
berikatan di tempat khusus pada reseptor GABA. Efek sebagai
supresan vestibuler diperkirakan terjadi melalui mekanisme
sentral. Namun, seperti halnya obat-obat sedatif, akan
memengaruhi kompensasi vestibuler. Efek farmakologis
utama dari benzodiazepin adalah sedasi, hipnosis, penurunan
kecemasan, relaksasi otot, amnesia anterograd, serta
antikonvulsan. Beberapa obat golongan ini yang sering
digunakan adalah lorazepam, diazepam, dan klonazepam.3
f. Antagonis kalsium
Obat-obat golongan ini bekerja dengan menghambat kanal
kalsium di dalam sistem vestibuler, sehingga akan mengurangi
jumlah ion kalsium intrasel. Penghambat kanal kalsium ini
berfungsi sebagai supresan vestibuler. Flunarizin dan sinarizin
merupakan penghambat kanal kalsium yang diindikasikan
untuk penatalaksanaan vertigo; kedua obat ini juga digunakan
sebagai obat migren. Selain sebagai penghambat kanal
kalsium, ternyata unarizin dan sinarizin mempunyai efek
sedatif, antidopaminergik, serta antihistamin-1. Flunarizin dan
sinarizin dikonsumsi per oral. Flunarizin mempunyai waktu
paruh yang panjang, dengan kadar mantap tercapai setelah 2
bulan, tetapi kadar obat dalam darah masih dapat terdeteksi
dalam waktu 2-4 bulan setelah pengobatan dihentikan. Efek
samping jangka pendek dari penggunaan obat ini teru- tama
adalah efek sedasi dan peningkatan be- rat badan. Efek jangka
panjang yang pernah dilaporkan ialah depresi dan gejala
parkinso-nisme, tetapi efek samping ini lebih banyak terjadi
pada populasi lanjut usia.3
g. Simpatomimetik
Simpatomimetik, termasuk efedrin dan amfetamin, harus
digunakan secara hati-hati karena adanya efek adiksi.3
h. Asetilleusin
Obat ini banyak digunakan di Prancis. Mekanisme kerja obat
ini sebagai antivertigo tidak diketahui dengan pasti, tetapi
diperkirakan bekerja sebagai prekrusor neuromediator yang
memengaruhi aktivasi vestibuler aferen, serta diperkirakan
mempunyai efek sebagai “antikalsium” pada neurotransmisi.
Beberapa efek samping penggunaan asetilleusin ini di
antaranya adalah gastritis (terutama pada do- sis tinggi) dan
nyeri di tempat injeksi.2
i. Lain-lain
Beberapa preparat ataupun bahan yang diperkirakan
mempunyai efek antivertigo di antaranya adalah ginkgo
biloba, piribedil (agonis dopaminergik), dan ondansetron.2
BAB III
LAPORAN KASUS
1. Identitas pasien
a. Nama : Ny. H
b. Usia : 54 tahun
c. Tanggal lahir : 25 Desember 1964
d. Jenis kelamin : Perempuan
e. Alamat : Jl. Raya Pajintan 02/01, Singkawang Timur
f. Pekerjaan : Ibu rumah tangga
g. Agama : Islam
h. Suku : Melayu
i. Status : Menikah
j. Tanggal masuk RS : 28 November 2019
2. Riwayat penyakit sekarang
Keluhan utama: Pusing berputar
Pasien datang dengan keluhan pusing berputar sejak 4 hari yang lalu, pusing
berputar terjadi secara tiba-tiba dan disertai dengan pandangan menggelap,
keluhan pertama kali dirasakan pasien saat sedang menonton TV. Keluahn
pusing disertai mual, muntah sebanyak 1 kali saat pertama kali keluhan
dirasakan dan pandangan pada mata kiri berkurang. Pusing berputar diperberat
jika pasien sedang bangun dari posisi tidur/duduk, saat berjalan, dan saat
menggerakan kepala. Pusing dirasakan berkurang saat pasien menutup mata
sambil berbaring.
3. Riwayat penyakit dahulu
Keluhan pusing berputar pernah dirasakan pasien ±8 tahun yang lalu namun
hilang setelah pasien beristirahat, pasien memiliki riwayat diabetes melitus
(diketahun sejak 2 bulan terakhir), hipertensi sejak 1 tahun yang lalu, dispepsia
dan terdapat karies gigi.
4. Riwayat penyakit keluarga
Keluarga pasien tidak ada yang mengeluhkan gejala serupa. Saudara kandung
pasien memiliki riwayat diabetes melitus.
5. Riwayat pekerjaan, sosial dan ekonomi
Pasien tidak bekerja, namun pasien aktif bercocok tanam di halaman
rumahnya. Pasien tinggal dengan anaknya didaerah perkotaan Singkawang.
Pasien hanya tamat sekolah SD. Pasien berobat dengan menggunakan asuransi
kesehatan BPJS.
6. Pemeriksaan fisik
a. Tanda vital
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Komposmentis kooperatif
Tekanan darah : 160/100 mmHg
Frekuensi nadi : 97x/menit
Frekuensi nafas : 20x/menit
Suhu tubuh : 36,5 oC
SpO2 : 98%
b. Status Generalis
Kulit : Ikterik (-), sianosis (-), petekie (-)
Kepala : Normocephal, wajah sembab (-)
Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), edema
palpebra (-), mata cekung (-)
Mulut : bibir kering (-), bibir sianosis (-)
Leher : Pembesaran KGB (-), deviasi trakea (-), ↑JVP (-)
Dada : Dada kanan dan kiri simetris, retraksi (-)
Jantung :
Inspeksi : iktus jantung tidak terlihat
Palpasi : iktus cordis teraba di SIC 5 linea
midclavicula sinistra.
Perkusi : batas jantung normal
Auskultasi : bunyi murni, S1S2 reguler, gallop (-),
murmur (-)
Paru :
Inspeksi : simetris, statis dan dinamis.
Palpasi : fremitus kiri dan kanan sama, nyeri tekan
Perkusi : Sonor dikedua lapang paru
Auskultasi : Suara nafas dalam vesikuler (+/+),
rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen :
Inspeksi : soepl, datar, jejas (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal, bruit (-)
Palpasi : soepl, nyeri tekan (-)
Hepar : Tidak teraba
Limpa : Tidak teraba
Perkusi : timpani di seluruh lapang abdomen
Ekstremitas: akral hangat, edema: ekstremitas atas (-/-)
ekstremitas bawah (-/-), CRT <2 detik.
c. Status neurologi
GCS : 15; E: 4; V: 5; M: 6
Pupil : bulat, ishokor 3mm/3mm, RCL: (+/+), RCTL: (+/+)
Tanda rangsang meningeal:
Kaku kuduk (-)
Lasegue (-)
Kernig (-)
Brudzinski 1 (-)
Brudzinski 2 (-)
Nervus kranialis:
Nervus I. (Olfactorius) : dalam batas normal
Nervus II. (Opticus) : dalam batas normal
Nervus III. (Oculomotorius) : dalam batas normal
Nervus IV. (Trochlearis) : dalam batas normal
Nervus V. (Trigeminus) : dalam batas normal
Nervus VI. (Abducens) : dalam batas normal
Nervus VII. (Facialis) : dalam batas normal
Nervus VIII (Vestibulocochlear): dalam batas normal
Nervus IX (Glossopharyngeal): dalam batas normal
Nervus X (Vagus) : dalam batas normal
Nervus XI (Accessory) : dalam batas normal
Nervus XII (Hypoglossus) : dalam batas normal
Refleks fisiologis
Biceps : (+2/+2)
Triceps : (+2/+2)
Patella : (+2/+2)
Achilles : (+2/+2)
Refleks patologis
Hoffman-Tromner : (-/-)
Babinski : (-/-)
Chaddock : (-/-)
Oppenheim : (-/-)
Gordon : (-/-)
Schaeffer : (-/-)
Pemeriksaan sensorik
Ekstremitas Atas
Rangsangan raba : normoestesia/normoestesia
Rangsangan nyeri : normoalgesia/normoalgesia
Rangsangan suhu : tidak dilakukan
Proprioseptif : tidak dilakukan
Diskriminasi dua titik : tidak dilakukan
Ekstremitas bawah
Rangsangan raba : normoestesia/normoestesia
Rangsangan nyeri : normoalgesia/normoalgesia
Rangsangan suhu : tidak dilakukan
Proprioseptif : tidak dilakukan
Diskriminasi dua titik : tidak dilakukan
Pemeriksaan motorik
Gerakan involunter : Tidak ada
Kekuatan otot
Ekstremitas atas : 5555/5555
Ekstremitas bawah : 5555/5555
Sistem saraf otonom
BAB : normal
BAK : normal
Berkeringat : normal
Pemeriksaan fungsi luhur
Memori : baik
Kognitif : baik
Visuospatial : baik
Pemeriksaan keseimbangan dan koordinasi
Nistagmus : Unidirektional
Finger to finger : Baik
Finger to nose : Baik
Pronasi-supinasi test : Baik
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium
Kolesterol total : 248 mg/dL (<200 mg/dL)
Trigliserida : 165 mg/dL (<160 mg/dL)
Pemeriksaan EKG
Pemeriksaan CT-Scan tanpa kontras
Tampak lesi hipodens di kapsula interna kiri, thalamus kanan kiri
Sulkus kortikalis dan gyrus tampak normal
Ventrikel lateral, 3 dan 4 tidak tampak menyempit
Pons dan cerebelum baik
Tidak tampak midline shifting
Kesan:
Infark di kapsula interna kiri, thalamus kanan kiri.
8. Diagnosis
Benign paroxysmal positional vertigo (BPPV)
9. Terapi
Omeprazole capsul 20 mg 1x1 (Proton Pump Inhibitor)
Betahistine tablet 6mg 2x4 (Antihistamine H3)
Paracetamol tablet 500 3x1 (OAINS)
Simvastatin tablet 10mg 1x1 (Hipolipidemik: Statin)
Domperidon tablet 10mg 2x1 (Antiemetik)
Flunarizin tablet 10mg 1x1 (Preparat antimigrain)
Citicoline ampul 250mg 2x500mg (Vitamin saraf)
Diazepam tablet 2mg 1x2 (Benzodiazepin)
Aspilet tablet 80mg 1x1 (Antifibrinolitik)
10. Prognosis
Ad vitam : bonam
Ad fucntionam : bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
BAB IV
PEMBAHASAN
Vertigo perifer adalah rasa pusing berputar, oleng atau tak stabil yang
disebabkan karena adanya gangguan pada organ keseimbangan di telinga. Gejala-
gejala vertigo meliputi: pusing, rasa terayun, mual, keringat dingin, muntah,
sempoyongan sewaktu berdiri atau berjalan, nistagmus. Gejala tersebut dapat
diperhebat dengan berubahnya posisi kepala.
Pada pasien, Ny. H, keluhanan utama yang dirasakan adalah pusing berputar
yang diperberat dengan berubahnya posisi kepala dan disertai mual, muntah dan
sempoyongan saat sedang bangun dari posisi tidur atau posisi duduk dan saat
berjalan. Keluhan yang dirasakan oleh Ny. H disebabkan oleh otolith yang terdiri
dari kalsium karbonat yang berasal dari makula pada utrikulus yang lepas dan
bergerak dalam lumen dari salah satu kanal semisirkular, ketika kristal kalsium
karbonat bergerak dalam kanal semisirkular (kanalitiasis), mereka menyebabkan
pergerakan endolimfe yang menstimulasi ampula pada kanal yang terkena sehingga
menyebabkan vertigo.
Alasan terlepasnya kristal kalsium dari makula belum dipahami dengan
pasti. debris kalsium dapat pecah karena trauma atau infeksi virus, tapi pada banyak
keadaan dapat terjadi tanpa trauma atau penyakit lain (idiopatik), adapula yang
menyebutkan kaitannya dengan perubahan protein dan matriks gelatin dari
membran otolith yang berkaitan dengan usia.
BAB V
KESIMPULAN
Vertigo perifer adalah rasa pusing berputar, oleng atau tak stabil yang
disebabkan karena adanya gangguan pada organ keseimbangan di telinga. Gejala-
gejala vertigo meliputi: pusing, rasa terayun, mual, keringat dingin, muntah,
sempoyongan sewaktu berdiri atau berjalan, nistagmus. Gejala tersebut dapat
diperhebat dengan berubahnya posisi kepala.
Secara etiologis, vertigo disebabkan oleh adanya abnormalitas organ-organ
vestibuler, visual, ataupun sistem propioseptif. Secara umum vertigo dibagi
menjadi dua kategori berdasarkan yaitu vertigo vestibular dan non vestibular.
Vertigo non vestibular mencakup vertigo karena gangguan pada visual dan sistem
proprioseptif.
Pemeriksaan yang dilakukan untuk mendiagnosis vertigo baik perifer
maupun sentral adalah pemeriksaan keseimbangan dan koordinasi. Pemeriksaan
keseimbangan seperti Romberg Test, Stepping Gait dan Tandem Gait. Untuk
pemeriksaan koordinasi dilakukan Finger to finger test, Finger to nose, Pronasi-
supinasi Test dan Heel to Toe Test.
Penatalaksanaan BPPV meliputi non-farmakologis, farmakologis, dan
operasi. Penatalaksanaan BPPV yang sering digunakan adalah non-farmakologis
yaitu terapi manuver reposisi partikel (PRM) dapat secara efektif menghilangkan
vertigo pada BPPV, meningkatkan kualitas hidup, dan mengurangi risiko jatuh pada
pasien. Tujuan dari manuver yang dilakukan adalah untuk mengembalikan partikel
ke posisi awalnya yaitu pada makula utrikulus.
DAFTAR PUSTAKA
1. Wahyudi, Kupiya Timbul.Tinjauan Pustaka: Vertigo. CDK-198/ vol. 39 no. 10,
th. 2012
2. Lumbantobing, S.M. 2007. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental.
Balai Penerbit FKUI: Jakarta. hal 66-78
3. Purnamasari, Putu Prida. 2013. Diagnosis dan Tatalaksana Benign Paroxysmal
Positional Vertigo (BPPV). http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article
/viewFile/5625/4269 diakses pada 20 Desember 2019
4. Edward, Yan. Diagnosis dan Tatalaksana Benign Paroxysmal Position Vertigo
(BPPV). http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/download/31/26
diakses pada 20 Desember 2019