Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang menyediakan pelayanan rawat inap,

rawat jalan dan gawat darurat (Permenkes RI No. 340/MENKES/PER/III/2010).

Dalam pelayanan kesehatan di suatu rumah sakit seorang tenaga kesehatan harus

mampu meningkatkan mutu pelayanan secara efisien dan efektif sesuai dengan

standar profesi, standar pelayanan yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan

pasien. Setiap tindakan medis harus mengutamakan keselamatan pasien dan

meminimalkan resiko terulangnya keluhan (Susianti, 2008).

Menurut Cahyono (2008), keselamatan pasien secara sederhana diartikan

sebagai pemberian layanan yang tidak mencederai pasien. Keselamatan pasien

meliputi angka kejadian infeksi nosokomial, angka kejadian pasien jatuh,

dekubitus, kesalahan dalam pemberian obat dan tingkat kepuasan pasien terhadap

pelayanan kesehatan (Nursalam, 2011). Penilaian mutu asuhan keperawatan di

rumah sakit salah satunya adalah peningkatan kepatuhan perawat terhadap Standar

Operasional Prosedur (SOP) dan penurunan angka infeksi nosokomial.

Permasalahan yang sering dihadapi rumah sakit di negara berkembang

adalah infeksi nosokomial, sehingga di Indonesia angka kejadian infeksi

nosokomial pada saat ini digunakan sebagai indikator mutu pelayanan di rumah

sakit. Plebitis merupakan salah satu infeksi nosokomial yang menempati peringkat

pertama dibanding dengan infeksi lain (Depkes RI, 2013).

1
2

Kejadian plebitis merupakan indikator mutu pelayanan minimal rumah

sakit dengan standar kejadian 1,5 %. Indonesia tahun 2010 jumlah kejadian

plebitis pasien rawat inap menurut distribusi penyakit sistem sirkulasi darah,

berjumlah 744 pasien atau 17,11% (DepKes RI, 2008). Menurut World Health

Organization (WHO) (2013), bahwa sekitar 8,7% dari 55 rumah sakit dari 14

negara yang berasal dari Eropa, Timur Tengah, Asia Tenggara dan Pasifik

menunjukkan adanya infeksi nosokomial Hospital Acquired Infection (HAIs) dan

untuk Asia Tenggara sebanyak 10,0%.

Plebitis merupakan infeksi nosokomial yang berasal dari mikroorganisme

yang dialami pasien selama dirawat di rumah sakit (Darmadi, 2008). Menurut

Infusion Nursing Society (INS 2010), plebitis merupakan peradangan pada tunika

intima pembuluh darah vena, yang sering dilaporkan sebagai komplikasi

pemberian terapi infus. Hal ini dikarakteristikkan dengan adanya kemerahan dan

hangat di sekitar area penusukan atau sepanjang vena, nyeri atau rasa lunak di

area penusukan atau sepanjang vena dan pembengkakan (Smeltzer & Bare, 2013).

Angka kejadian plebitis di Indonesia sendiri belum ada angka yang pasti,

hal ini kemungkinan disebabkan karena penelitian yang berkaitan dengan insiden

kejadian plebitis dan publikasinya masih jarang. Berdasarkan data DepKes RI

(2013), angka kejadian plebitis di Indonesia sebesar 50,11 % untuk Rumah Sakit

Pemerintah, sedangkan untuk Rumah Sakit Swasta sebesar 32,70 %. Berdasarkan

penelitian sebelumnya yang dilakukan Pujasari dan Sumarwati (2002), angka

kejadian plebitis di sebuah rumah sakit di Jakarta didapatkan insiden kejadian

plebitis sebanyak 10%. Sementara Gayatri dan Handiyani (2007), angka kejadian

plebitis level I di tiga rumah sakit di Jakarta mendapatkan angka insiden kejadian
3

plebitis yang terjadi cukup tinggi, dengan persentase yaitu sebesar 35,8%.

Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya plebitis pada pasien yang

terpasang infus dengan salah satu diantaranya yaitu perawatan infus yang tidak

sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP). Upaya untuk menghindari

komplikasi dapat dilakukan dengan perawatan infus di sekitar area penusukan

kanul intra vena untuk mencegah terjadinya peradangan vena (Bouty et al., 2014).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mustofa (2016), menyatakan bahwa

perawatan infus yang dilakukan sesuai dengan SOP, menunjukkan bahwa terdapat

pengaruh perawatan infus dengan penurunan angka kejadian plebitis pasien yang

terpasang infus.

Faktor lain yang dapat menyebabkan kejadian plebitis adalah lokasi

pemasangan infus. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Barker et al., (2004),

bahwa pemindahan lokasi penusukan dengan terencana setiap 48 jam secara

signifikan dapat mengurangi insiden plebitis. Bagian intravena yang biasa

digunakan sebagai lokasi penusukan dalam pemasangan infus yaitu vena

metakarpal, sefalika dan basilika. Lama pemasangan infus dalam terapi intravena

juga mempengaruhi terjadinya plebitis. Semakin lama pemasangan tanpa

dilakukan perawatan, dapat menyebabkan bakteri akan mudah tumbuh dan

berkembang. Berdasarkan penelitian Bouty et al., (2014), menyatakan bahwa

terdapat hubungan antara lama pemasangan infus terhadap kejadian plebitis.

Angka kejadian plebitis yang direkomendasikan oleh Infusion Nurses

Society (INS) adalah 5% atau kurang, dan jika ditemukan angka kejadian

plebitis lebih dari 5%, maka data harus dianalisis kembali terhadap derajat

plebitis dan kemungkinan penyebabnya untuk menyusun pengembangan rencana


4

peningkatan kinerja perawat (Alexander et al., 2010). Menurut data Kemenkes

(2008), menyatakan bahwa angka kejadian plebitis di Indonesia sebesar 1,5%.

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di Instalasi Rawat

Inap RSUD Cilacap pada bulan Januari-Juli 2019, didapatkan data dari tim

Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) RSUD Cilacap yaitu sebesar 268

(39,82%) insiden plebitis. Sedangkan data yang didapat pada Ruang Rawat Inap

Kenanga pada bulan Juli tahun 2019 sebanyak 943 pasien yang terpasang infus,

dan angka kejadian plebitis sebesar 29 insiden (30,75%). Sehingga dari data

tersebut dapat disimpulkan bahwa angka kejadian plebitis di Ruang Rawat Inap

Kenanga RSUD Cilacap pada bulan Juli tahun 2019 melebihi standar maksimal

angka kejadian plebitis yang direkomendasikan oleh INS yaitu sebesar ≤5%. Oleh

sebab itu diperlukan perhatian khusus terhadap angka kejadian infeksi rumah sakit

(HAIs) dan plebitis, karena merupakan salah satu indikator mutu Komisi

Akreditasi Rumah Sakit (KARS) 2012.

Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian yang berjudul hubungan perawatan infus, lokasi dan lama penggunaan

infus dengan kejadian plebitis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

hubungan paling berpengaruh dari masing-masing variabel dengan kejadian

plebitis di Instalasi Rawat Inap RSUD Cilacap pada bulan Januari-Juli 2019.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan,

maka dapat dirumuskan rumusan masalah: “Apakah terdapat hubungan perawatan

infus, lokasi dan lama penggunaan infus dengan kejadian plebitis di RSUD

Cilacap ?”
5

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan perawatan infus, lokasi dan lama penggunaan

infus dengan kejadian plebitis di RSUD Cilacap

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran perawatan infus di RSUD Cilacap

b. Mengetahui gambaran lokasi infus di RSUD Cilacap

c. Mengetahui gambaran lama penggunaan infus di RSUD Cilacap

d. Mengetahui hubungan antara perawatan infus, lokasi dan lama penggunaan

infus dengan kejadian plebitis di RSUD Cilacap

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan pada penelitian ini antara lain:

1. Manfaat Teoritis

a. Bagi Ilmu Pengetahuan

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu referensi ilmu pengetahuan

dalam bidang keperawatan dan menambah pustaka tentang pengetahuan

plebitis

b. Bagi STIKES Al-Irsyad Al-Islamiyyah

Penelitian ini dapat menjadikan referensi bahan bacaan kompetensi dalam

bidang keperawatan di perpustakaan STIKES Al-Irsyad Al-Islamiyyah

Cilacap dan dapat dijadikan sebagai referensi penelitian selanjutnya

c. Bagi Masyarakat

Penelitian ini dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai

plebitis sehingga meningkatkan upaya kesehatan bagi masyarakat


6

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Mahasiswa

Penelitian ini dapat memberikan tambahan informasi dan sumber

pembelajaran di bidang keperawatan terutama mengenai plebitis

b. Bagi Rumah Sakit

Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan kepada perawat

ruang rawat inap RSUD Cilacap dalam hal perawatan infus, lokasi dan lama

penggunaan infus dengan kejadian plebitis

c. Bagi peneliti

Penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan serta pengalaman

dalam melakukan perawatan pasien yang mendapatkan terapi infus guna

mengurangi angka kejadian plebitis

E. Keaslian Penelitian

1. Hubungan Perawatan Infus Dengan Kejadian Plebitis Pada Pasien Rawat Inap

di Bangsal Penyakit Dalam dan Syaraf Rumah Sakit Nur Hidayah Bantul

Penelitian ini dilakukan oleh Abdul Rokhim Mustofa, Program Studi

Profesi Ners Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Alma Ata Yogyakarta 2016.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara perawatan infus

dengan kejadian plebitis pada pasien rawat inap di bangsal penyakit dalam dan

syaraf RS Nur Hidayah Bantul. Variabel dalam penelitian ini meliputi variabel

independen dan variabel dependen. Variabel independen (bebas) dalam

penelitian ini adalah perawatan infus dan variabel dependen (terikat) adalah

kejadian plebitis. Data penelitian diperoleh dengan chek list skala plebitis yang

diadopsi dari VIP Score dan check list yang telah diuji validitas CVI.
7

Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan metode observasional dan

pendekatan waktu prospektif. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 15 April

2016 sampai dengan 16 Mei 2016. Subjek penelitian adalah semua pasien yang

dirawat di RS Nur Hidayah Bantul dan terpasang infus berjumlah 158 pasien,

sampel penelitian berjumlah 113 pasien yang dihitung menggunakan rumus

slovin dan diambil dengan teknik accidental sampling. Instrumen penelitian

yang digunakan adalah berupa lembar observasi, dan uji hipotesa

menggunakan uji Chi-Square. Analisis data menggunakan uji Chi-Square

dengan bantuan SPSS 20.0. Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Abdul

Rokhim Mustofa menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara perawatan

infus dengan kejadian plebitis pada pasien rawat inap di bangsal penyakit

dalam dan syaraf RS Nur Hidayah Bantul dengan hasil penelitian yaitu pasien

yang dilakukan perawatan infus sesuai chek list dari penelitian tentang SOP

perawatan infus dan mengalami plebitis sebanyak 20 orang (27,03%),

sedangkan yang dilakukan perawatan tidak sesuai dengan chek list dari

penelitian tentang SOP perawatan infus dan mengalami plebitis sebanyak 54

orang (72,97%). Data tersebut dapat menggambarkan bahwa pasien yang

dilakukan perawatan tidak sesuai dengan SOP perawatan infus mempunyai

resiko lebih besar mengalami kejadian plebitis.

Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Abdul Rokhim Mustofa (2016)

dengan yang dilakukan oleh peneliti yaitu pada metode yang menggunakan

metode observasional dan pendekatan waktu prospektif, sedangkan peneliti

menggunakan metode observasional dengan pendekatan cross sectional.

Persamaan penelitian dengan peneliti yaitu pada variabel perawatan infus.


8

2. Hubungan Antara Teknik Insersi dan Lokasi Pemasangan Kateter Intravena

Dengan Kejadian Plebitis di RSUD Ambarawa

Penelitian ini dilakukan oleh Ninik Lindayanti dan Priyatno tahun 2013,

yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara lokasi pemasangan kateter

intravena dengan kejadian plebitis di RSUD Ambarawa. Penelitian ini

menggunakan dua variabel, yaitu variabel independen dan variabel dependen.

Variabel independen (bebas) dalam penelitian ini adalah teknik insersi dan

lokasi pemasangan kateter intravena, dan variabel dependen (terikat) dalam

penelitian ini adalah kejadian plebitis. Penelitian ini menggunakan metode

penelitian kuantitatif dengan desain penelitian korelasional. Subjek penelitian

diobservasi dengan menggunakan rancangan kohort prospektif.

Uji analisis untuk mengetahui hubungan antara teknik insersi pemasangan

kateter intravena terhadap kejadian plebitis yaitu uji kai kuadrat (chi-square)

dan untuk mengetahui hubungan antara lokasi pemasangan kateter intravena

terhadap kejadian plebitis digunakan uji Kruskal Wallis. Berdasarkan hasil

penelitian diketahui bahwa kejadian plebitis berdasarkan lokasi pemasangan

kateter intravena paling banyak terjadi pada daerah vena distal sebanyak 5

responden (45,5%), sedangkan kejadian tidak plebitis paling banyak pada

lokasi pemasangan kateter intravena pada vena medial. Hasil analisis statistik

dengan menggunakan uji Kruskal Wallis didapatkan nilai p sebesar 0,007

berarti terdapat hubungan yang signifikan antara lokasi pemasangan kateter

intravena dengan kejadian plebitis di RSUD Ambarawa.

Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Ninik Lindayanti dan Priyatno

(2013) dengan yang dilakukan oleh peneliti yaitu pada metode yang
9

menggunakan metode kuantitatif dengan desain penelitian korelasional,

sedangkan peneliti menggunakan metode observasional dengan pendekatan

cross sectional. Persamaan penelitian Ninik Lindayanti dan Priyatno (2013)

dengan peneliti yaitu pada uji analisis yaitu menggunakan uji chi square.

3. Pengaruh Lama Pemasangan Infus dengan Kejadian Plebitis pada pasien Rawat

Inap di Bangsal penyakit Dalam dan Syaraf Rumah Sakit Nur Hidayah Bantul

Penelitian ini dilakukan oleh Imram Radne Rimba Putri tahun 2016, yang

bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama pemasangan infus dengan kejadian

plebitis pada pasien rawat inap di bangsal penyakit dalam dan syaraf rumah

sakit Nur Hidayah Bantul. Penelitian ini menggunakan dua variabel yaitu

variabel independen dan variabel dependen. Variabel independen dalam

penelitian ini adalah lama penggunaan infus dan variabel dependen dalam

penelitian ini yaitu kejadian plebitis. Metode yang digunakan dalam penelitian

ini menggunakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross

sectional yang digunakan untuk pengaruh lama perawatan infus dengan

kejadian plebitis pada pasien di bangsal penyakit dalam dan syaraf Rumah

Sakit Nur Hidayah Bantul.

Uji analisis penelitian, peneliti menggunakan analisa univariat dan analisa

bivariat dengan uji chi square. Hasil penelitian dengan judul pengaruh lama

perawatan infus dengan kejadian plebitis pada pasien di bangsal penyakit

dalam dan syaraf Rumah Sakit Nur Hidayah Bantul, menunjukkan bahwa

sebagian besar responden di bangsal penyakit dalam dan syaraf rumah sakit

Nur Hidayah Bantul adalah >3 hari, yaitu sebanyak 76 responden dengan

persentase 67,2%, sebagian besar responden mengalami plebitis yaitu 80


10

responden dengan persentase 70,8% sedangkan yang tidak mengalami plebitis

yaitu 33 responden dengan persentase 29,2%. Ada pengaruh antara lama

pemasangan infus pada pasien rawat inap di bangsal penyakit dalam dan syaraf

Rumah Sakit Nur Hidayah Bantul.

Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Imram Radne Rimba Putri

(2016) dengan yang dilakukan oleh peneliti yaitu perbedaan variabel lama

pemasangan infus dengan kejadian plebitis, sedangkan variabel peneliti yaitu

perawatan infus, lokasi dan lama penggunaan infus. Persamaan penelitian

Imram Radne Rimba Putri (2016) dengan peneliti yaitu pada metode yang

digunakan menggunakan metode observasional dengan pendekatan cross

sectional.

Anda mungkin juga menyukai