Anda di halaman 1dari 114

Revolusi Proletariat dan

Kautsky si Pengkhianat
V.I. Lenin (1918)

Pendahuluan

Pamflet Kautsky[1], “The Dictatorship of Proletariat” (Kediktatoran


Proletariat), yang baru-baru ini diterbitkan di Wina (Wien, 1918, Ignaz Brand,
hal. 63), merupakan contoh paling jelas dari kebangkrutan Internasional Kedua
yang paling memalukan, yang telah lama dibicarakan oleh semua kaum sosialis
yang jujur di semua negeri. Revolusi proletariat sekarang sudah menjadi
persoalan praktis di sejumlah negeri, dan oleh karenanya pemeriksaan
terhadap cara-cara berpikir Kautsky yang sesat dan penuh pengkhianatan dan
penolakan sepenuhnya terhadap Marxisme menjadi sangat penting.

Namun, pertama-tama harus ditekankan bahwa sejak permulaan perang


[Perang Dunia Pertama – Ed.] sang penulis telah berulang kali menunjukkan
perpecahan Kautsky dengan Marxisme. Sejumlah artikel yang diterbitkan
antara tahun 1914-1916 di jurnal Sotsial-Demokrat[2] dan Kommunist[3], yang
diterbitkan di luar negeri, membahas soal itu. Artikel-artikel ini selanjutnya
dikumpulkan dan diterbitkan oleh Soviet Petrograd dengan judul “Against the
Stream” (Melawan Arus), oleh G. Zinoviev[4], dan N. Lenin (Petrograd, 1918.
hal. 550). Dalam sebuah pamflet yang diterbitkan di Jenewa pada 1915 dan
diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman dan Prancis pada tahun yang sama,
saya menjelaskan tentang “Kautskyisme” sebagaimana di bawah ini:

“Kautsky, pemimpin terkemuka Internasional Kedua, adalah contoh yang


paling jelas dan khas tentang bagaimana sebuah pengakuan verbal terbuka
terhadap Marxisme dalam prakteknya berubah menjadi “Struvisme”[5] atau
“Brentanoisme”[6] (dengan kata lain, menjadi teori borjuis liberal yang
mengakui adanya perjuangan “kelas” kaum proletariat yang non-revolusioner,
yang mana diungkapkan dengan jelas oleh Struve, seorang penulis dari Rusia,
dan Brentano, ekonom dari Jerman). Contoh lainnya adalah Plekhanov[7].
Melalui metode sofistri, Marxisme dilucuti dari semangat revolusionernya yang
hidup; segala sesuatunya diakui dalam kerangka Marxisme, kecuali metode-
metode perjuangan revolusioner, propaganda dan persiapan untuk metode-
metode tersebut, dan juga pendidikan bagi massa dalam rangka perjuangan
revolusioner. Kautsky dengan cara-cara yang tidak prinsipil mendamaikan ide
fundamental sovinisme-sosial, pengakuan atas pembelaan terhadap tanah air
dalam perang hari ini, dengan konsesi diplomatis palsu kepada kaum Kiri. Hal
ini dilakukannya dengan abstain dari pemungutan suara anggaran perang,
klaim verbalnya sebagai oposisi, dll. Kautsky, yang pada 1909 menulis sebuah
buku tentang periode revolusi yang semakin dekat dan tentang kaitan antara
perang dan revolusi, yang pada 1912 menandatangani Manifesto Basel[8] yang
berbicara mengenai menggunakan peluang revolusioner dari perang yang
akan datang, sungguh berusaha keras untuk membenarkan dan menghiasi
sovinisme-sosial, dan, seperti Plekhanov, bergabung dengan kaum borjuasi
untuk mencemooh setiap pemikiran tentang revolusi dan semua langkah
menuju perjuangan revolusioner yang segera.

“Kelas buruh tidak dapat memainkan peran revolusioner yang mendunia


kecuali jika kelas buruh mengobarkan sebuah perjuangan yang tanpa-belas-
kasihan untuk melawan kemunduran, kepengecutan, dan ketundukan terhadap
oportunisme, dan vulgarisasi terhadap teori-teori Marxisme yang tidak ada
paralelnya ini. Kautskyisme bukanlah sebuah kebetulan; ia adalah produk
sosial dari kontradiksi-kontradiksi di dalam Internasional Kedua, yang
merupakan campuran antara kesetiaan terhadap Marxisme dalam kata-kata
dan subordinasi terhadap oportunisme dalam praktek. “(G. Zinoviev dan N.
Lenin, “Sosialisme dan Perang” Jenewa, 1915, hal. 13-14).

Lagi, dalam buku saya yang berjudul “Imperialisme, Tahapan Tertinggi


Dalam Kapitalisme” yang ditulis pada 1916, dan diterbitkan di Petrograd pada
1917, saya membedah serinci-rincinya kesalahan teoritis dari semua argumen
Kautsky tentang imperialisme. Saya mengutip definisi Kautsky tentang
imperialisme: “Imperialisme adalah sebuah produk dari kapitalisme industrial
yang sangat berkembang, di mana setiap bangsa kapitalis industrial berusaha
mengontrol atau menganeksasi semua daerah agraris yang besar [italik dari
Kautsky], tidak peduli bangsa mana yang mendudukinya.” Saya menunjukkan
betapa kelirunya penjelasan ini, dan bagaimana penjelasan itu telah
‘diadaptasi” untuk menyembunyikan kontradiksi-kontradiksi yang paling dalam
dari imperialisme, dan kemudian “diadaptasi” untuk didamaikan dengan
oportunisme. Saya memberikan definisi saya sendiri tentang imperialisme:
“Imperialisme adalah kapitalisme pada tahap perkembangan di mana dominasi
monopoli dan kapital finansial telah menjadi kenyataan, di mana ekspor kapital
telah menjadi sangat penting; di mana pembagian dunia di antara sindikat-
sindikat internasional telah dimulai; di mana pembagian wilayah-wilayah dunia
di antara kekuatan-kekuatan kapitalis terbesar telah selesai.” Saya
menunjukkan bahwa kritik Kautsky terhadap imperialisme jauh lebih rendah
ketimbang kritik kaum borjuis filistin.

Akhirnya, pada bulan Agustus dan September 1917 — yakni, sebelum


revolusi proletar Rusia (25 Oktober [7 November] 1917), saya menulis sebuah
pamflet (yang diterbitkan di Petrograd di awal 1918) yang berjudul “Negara dan
Revolusi. Teori Marxis tentang Negara dan Tugas-Tugas Kaum Proletariat
dalam Revolusi”. Dalam Bab IV dari buku ini yang berjudul “Vulgarisasi
Marxisme oleh Kaum Oportunis,” saya memberikan perhatian khusus terhadap
Kautsky dengan menunjukkan bahwa dia telah sepenuhnya mendistorsi
pemikiran-pemikiran Marxisme, mengubahnya agar sesuai dengan
oportunisme, dan bahwa dia telah “menyangkal revolusi dalam praktek, kendati
menerimanya dalam ucapan.”

Pada intinya, kesalahan utama secara teoritis yang dibuat oleh Kautsky
dalam pamfletnya tentang kediktatoran proletariat terletak pada distorsi-
distorsinya yang oportunis terhadap pemikiran-pemikiran Marx tentang Negara
— distorsi-distorsi yang telah saya bedah secara rinci dalam pamflet saya yang
berjudul “Negara dan Revolusi.”

Pernyataan-pernyataan awal ini dibutuhkan karena mereka menunjukkan


bahwa saya telah menuduh Kautsky secara terbuka sebagai seorang
pengkhianat jauh sebelum kaum Bolshevik mengambil alih kekuasaan Negara
dan dikutuk oleh Kautsky sehubungan dengan perebutan kekuasaan tersebut.
Catatan

[1] Karl Kautsky (1854-1938) adalah teoretikus Marxis terkemuka dari Jerman. Dia
adalah salah satu pendiri Internasional Kedua dan teoretikus organisasi tersebut.
Awalnya Kautsky dianggap sebagai guru Marxis oleh kaum Bolshevik, termasuk Lenin.
Tetapi dengan semakin dekatnya revolusi, Kautsky menjadi semakin reformis. Saat
Perang Dunia I meledak, dia mengambil posisi yang ambigu. Ketika Revolusi Oktober
meledak, dia mengambil posisi menentangnya dan berdiri di pihak kontra-revolusi. Lenin
dan Trotsky lalu mencapnya sebagai pengkhianat.

[2] Koran Sotsial-Demokrat adalah koran ilegal Rusia, organ sentral dari Partai Buruh
Sosial Demokrat Rusia yang diterbitkan dari Februari 1908 hingga Januari 1917. Koran
ini diterbitkan di luar negeri. Dewan Editornya terdiri dari perwakilan Bolshevik,
Menshevik, dan kaum Sosial Demokrat Polandia. Lenin adalah salah satu editornya, dan
menulis banyak artikel di dalam koran ini.

[3] Majalah Kommunist adalah majalah yang didirikan oleh Lenin. Hanya dua edisi
yang berhasil terbit sebelum majalah ini ditutup karena perbedaan politik di antara dewan
editornya.

[4] Gregory Zinoviev (1883-1936) adalah seorang Bolshevik Tua. Bersama Lenin dan
Kamenev, mereka membangun Bolshevik sejak awal. Dengan Stalin dan Kamenev, ia
menentang Trotsky pada 1923. Setelah sadar bahwa bahaya sesungguhnya di dalam
Partai adalah Stalin dan kaum birokrasi, ia lalu bersatu dengan Trotsky untuk melawan
Stalin pada 1926-27. Oposisi Kiri ini kalah dalam perjuangannya melawan Stalin dan
birokrasi. Ia dipecat dari partai pada 1927, tetapi kemudian menyerah pada Stalin dan
diizinkan masuk kembali ke dalam Partai. Dipecat lagi pada 1932, dia lalu dihukum 10
tahun penjara. Pada 1935, Zinoviev diadili di dalam Pengadilan Moskow dan dihukum
eksekusi.

[5] Peter Struve (1870-1944) adalah seorang politisi dan intelektual terkemuka Rusia,
yang awalnya seorang Marxis, lalu menjadi liberal. Ia adalah salah seorang pendiri Partai
Konstitusional Demokratik (Kadet), sebuah partai borjuis liberal di Rusia.

[6] Lujo Brentano (1844-1931) adalah seorang ekonom Jerman, yang mendukung
gagasan “sosialisme negara”. Dia mencoba membuktikan kemungkinan mencapai
keadilan sosial di dalam kerangka kapitalisme, dengan cara reforma dan mendamaikan
kepentingan kapitalis dan buruh.

[8] Georgi Plekhanov (1856-1918) adalah Bapak Marxisme Rusia. Dia adalah salah
satu pendiri organisasi Marxis pertama di Rusia: Kelompok Emansipasi Buruh. Dianggap
oleh Lenin sebagai gurunya, dia pada akhirnya berseberangan dengan Lenin mengenai
masalah Revolusi Rusia 1917, dan menentang Revolusi Oktober.

[9] Manifesto Basel adalah manifesto yang ditandatangani oleh Internasionale Kedua
pada 1912, yang menyatakan bahwa Internasionale Kedua akan melakukan apapun
yang diperlukan untuk menghentikan perang dunia, dan akan menggunakan momen
krisis politik dan ekonomi yang ada untuk menumbangkan kekuasaan kapitalis. Namun,
ternyata pada 1914 ketika perang dunia meledak, mayoritas anggota Internasionale
Kedua mendukung pemerintahan borjuasi mereka sendiri. Ini menandai kematian
Internasionale Kedua.

Bagaimana Kautsky Mengubah Marx


Menjadi Seorang Liberal

Persoalan fundamental yang didiskusikan oleh Kautsky dalam pamfletnya


adalah esensi utama dari revolusi proletariat, yakni kediktatoran proletariat. Ini
adalah persoalan yang mempunyai arti penting terbesar bagi semua negeri,
terutama bagi negeri-negeri yang maju, terutama bagi negeri-negeri yang
sedang berperang, dan terutama pada saat ini. Seseorang bisa berkata tanpa
ketakutan untuk melebih-lebihkan bahwa kediktatoran proletariat merupakan
problem kunci dari semua perjuangan kelas proletar. Oleh karena itu, amat
penting untuk memberikan perhatian khusus terhadap masalah tersebut.
Kautsky merumuskan persoalan ini sebagai berikut: “Perbedaan antara dua
aliran sosialis (yakni kaum Bolshevik dan kaum non-Bolshevik) adalah
perbedaan antara metode-metode yang sangat berbeda: metode diktatorial
dan metode demokratis” (hal. 3).

Marilah kita ingat lagi, bahwa ketika Kautsky menyebut kaum non-Bolshevik
di Rusia (yakni kaum Menshevik dan kaum Sosialis-Revolusioner) kaum
sosialis, ia dibimbing oleh nama mereka, yakni oleh sebuah kata, dan bukan
oleh tempat yang sesungguhnya mereka tempati di dalam perjuangan antara
kaum borjuasi dan kaum proletar. Betapa indahnya pemahaman dan
penerapan Marxisme yang seperti demikian! Tetapi saya akan menjelaskan
lebih jauh tentang ini nanti.

Untuk saat ini, kita harus menghadapi masalah yang utama, yakni penemuan
Kautsky yang terbesar mengenai “perbedaan fundamental” antara “metode
demokratis dan metode diktatorial”. Inilah problem yang terutama; inilah esensi
dari pamflet Kautsky. Dan ini sungguh merupakan kekacauan teoritis yang
begitu buruk, penolakan yang sepenuh-penuhnya terhadap Marxisme, di mana
Kautsky, harus diakui, telah begitu jauh melebihi Bernstein.

Persoalan kediktatoran proletariat adalah persoalan relasi negara proletariat


terhadap negara borjuis, relasi demokrasi proletariat terhadap demokrasi
borjuis. Kita mungkin dapat berpikir bahwa ini begitu jelas dan mudah. Akan
tetapi Kautsky, seperti seorang guru sekolah yang telah menjadi kering
kerontang seperti debu karena mengutip buku-buku teks sejarah tua yang
sama, dengan berkeras-hati memalingkan punggungnya ke abad ke-20 dan
terus menatap ke abad ke-18, dan untuk keseratus kalinya, di dalam sejumlah
paragraf, dengan cara yang sungguh membosankan bermeditasi mengenai
relasi demokrasi borjuis terhadap absolutisme dan medievalisme!

Ini terdengar seperti dia sedang mengigau dalam tidur!

Akan tetapi, ini artinya ia telah sepenuhnya gagal memahami masalah ini.
Kita tidak bisa tidak tersenyum melihat usaha Kautsky untuk membuat bahwa
tampaknya ada orang-orang yang mengajarkan “kebencian terhadap
demokrasi” (hal. IA) dan sebagainya. Inilah omong kosong yang digunakan oleh
Kautsky untuk mengaburkan dan membuat masalah ini menjadi kacau-balau,
karena ia berbicara seperti kaum liberal, berbicara tentang demokrasi secara
umum, dan bukannya tentang demokrasi borjuis; bahkan ia menolak
menggunakan istilah kelas yang jelas ini, dan sebaliknya ia berusaha berbicara
tentang demokrasi “pra-sosialis”. Pembual ini menghabiskan sepertiga dari
pamfletnya, atau dua puluh halaman dari enam puluh tiga halaman pamfletnya,
untuk omong kosong ini, yang begitu menyejukkan hati kaum borjuasi karena
ini pada akhirnya sama dengan menghiasi demokrasi borjuis, dan
mengaburkan masalah revolusi proletariat.

Namun, bagaimanapun juga, judul dari pamflet Kautsky adalah “Kediktatoran


Proletariat”. Semua orang tahu, bahwa inilah esensi yang paling mendasar dari
doktrin Marx; dan setelah sekian banyak omong kosong yang tidak relevan
Kautsky merasa berkewajiban mengutip kata-kata Marx tentang kediktatoran
proletariat.

Akan tetapi cara bagaimana Kautsky, “sang Marxis”, mengutip Marx


sangatlah konyol! Coba dengar ini:

“Pandangan ini (yang Kautsky sebut “kebencian terhadap demokrasi”)


“bersandar pada sebuah kata tunggal dari Karl Marx.” Inilah yang Kautsky
katakan secara harfiah pada halaman 20. Dan pada halaman 60, hal yang
sama diulang kembali, bahkan dalam bentuk bahwa, mereka (kaum Bolshevik)
“secara oportunis mengungkit kembali kata kecil ini” (inilah yang secara harfiah
Kautsky tulis - des Wörtchens!!) “tentang kediktatoran proletariat yang
dipergunakan oleh Marx sekali saja pada tahun 1875 dalam sebuah surat“.

Inilah sedikit “kata kecil” dari Marx tersebut:

“Di antara masyarakat kapitalis dan komunis ada sebuah periode


transformasi revolusioner dari masyarakat kapitalis ke masyarakat komunis.
Bersamaan dengan ini terdapat juga sebuah periode transisi politik di mana
negara haruslah berupa kediktatoran proletariat yang revolusioner”

Pertama-tama, untuk menyebut pemikiran Marx klasik ini, yang


menyimpulkan seluruh ajarannya yang revolusioner, sebagai “sebuah kata
tunggal” dan bahkan “sebuah kata kecil” adalah penghinaan dan penolakan
penuh terhadap Marxisme. Kita tidak boleh lupa kalau Kautsky paham betul
tentang Marx, dan menimbang dari semua yang telah dia tulis, dia memiliki di
mejanya, atau di kepalanya, sejumlah laci di mana semua yang pernah ditulis
oleh Marx telah diarsipkan dengan hati-hati supaya dengan mudah dapat
digunakan sebagai kutipan. Kautsky mestinya tahu bahwa baik Marx maupun
Engels, dalam surat-suratnya sebagaimana juga karya-karyanya yang
dipublikasikan, berulang kali berbicara tentang kediktatoran proletariat,
sebelum dan terutama setelah Komune Paris. Kautsky harusnya tahu bahwa
formula “kediktatoran proletariat” adalah formulasi yang lebih konkret secara
historis dan lebih tepat secara ilmiah mengenai tugas-tugas kaum proletariat
untuk “menghancurleburkan” mesin negara borjuis. Inilah yang dinyatakan oleh
Marx dan Engels selama 40 tahun antara 1852 dan 1891 dalam menyimpulkan
pengalaman revolusi 1848, dan terlebih lagi, revolusi 1871.

Kemudian bagaimana menjelaskan distorsi yang begitu dahsyat terhadap


Marxisme yang dibuat oleh Kautsky, sang Marxis formalis itu? Sehubungan
dengan akar filsafat dari fenomena ini, ini adalah substitusi dialektika dengan
eklektisme dan sofisme. Kautsky adalah ahli substitusi seperti ini. Berangkat
dari sudut pandang politik praktis, ini adalah ketundukan terhadap kaum
oportunis, yakni pada analisa terakhir adalah ketundukan terhadap kaum
borjuis. Semenjak pecahnya perang, Kautsky telah tumbuh pesat dalam seni
menjadi seorang Marxis dalam kata-kata dan antek kaum borjuis dalam
perbuatan, hingga ia sekarang telah menjadi ahlinya.

Kita akan merasa bahkan lebih yakin tentang ini bila kita periksa betapa
hebatnya Kautsky dalam “menginterpretasi” “kata kecil” Marx tentang
kediktatoran proletariat. Perhatikan hal berikut ini:

“Sayangnya Marx lalai menunjukkan kepada kita dengan lebih terperinci


tentang bagaimana ia membentuk konsep kediktatoran ini…(Ini adalah sebuah
kalimat yang sungguh-sungguh palsu dari seorang pengkhianat, karena Marx
dan Engels sesungguhnya telah memberikan kepada kita sejumlah indikasi
yang sangat detil, yang mana Kautsky, sang Marxis formalis, telah dengan
sengaja mengabaikannya.) “Secara harfiah, istilah kediktatoran bermakna
penghapusan terhadap demokrasi. Namun tentunya juga secara harfiah istilah
ini juga bermakna kekuasaan absolut dari seorang individu yang tidak dibatasi
oleh satu hukum pun -- sebuah autokrasi yang berbeda dari despotisme hanya
jika kediktatoran ini bukan sebuah lembaga negara yang permanen, melainkan
kebijakan darurat sementara.

“Istilah kediktatoran proletariat, oleh karenanya bukan kediktatoran dari


seorang individu, tetapi kediktatoran kelas yang dalam dirinya sendiri (ipso
facto) menghindari kemungkinan bahwa Marx dalam hal ini memikirkan
kediktatoran secara harfiah.

“Di sini dia tidak berbicara mengenai bentuk pemerintahan, tetapi mengenai
sebuah kondisi yang harus muncul ketika proletariat telah meraih kekuasaan
politik. Bahwa Marx dalam hal ini tidak berbicara mengenai bentuk
pemerintahan terbukti oleh fakta bahwa dia berpendapat bahwa transisi di
Inggris dan Amerika dapat terjadi dengan damai, yakni dengan cara
demokratis.” (hal. 20)

Kita telah dengan sengaja mengutip argumen ini sepenuhnya sehingga


pembaca dapat melihat dengan jelas metode yang dipakai oleh Kautsky “sang
teoretikus”.

Kautsky memilih untuk melakukan pendekatan terhadap masalah ini dengan


memulai mendiskusikan definisi “kata” kediktatoran.

Baiklah. Setiap orang punya hak sakral untuk menggunakan pendekatan


apapun yang dia kehendaki terhadap sebuah masalah. Kita hanya harus
melihat mana pendekatan yang serius dan jujur, dan mana yang tidak jujur.
Setiap orang yang ingin serius dalam melakukan pendekatan terhadap
masalah ini harus memberikandefinisinya sendiri tentang “kata” kediktatoran.
Dengan demikian, masalah ini bisa ditelaah dengan sebaik-baiknya. Namun
Kautsky tidak melakukan ini. Dia menulis, “Secara harfiah, kata kediktatoran
bermakna penghapusan demokrasi.”

Pertama-tama, ini bukanlah sebuah definisi. Bila Kautsky ingin menghindari


pemberian definisi tentang konsep kediktatoran, mengapa dia memilih
pendekatan seperti ini?

Kedua, yang dikatakan oleh Kautsky itu jelas salah. Adalah hal yang alami
bagi seorang liberal untuk berbicara mengenai “demokrasi” secara umum;
tetapi seorang Marxis tidak akan pernah lupa bertanya: “untuk kelas mana?”
Setiap orang tahu, misalnya (dan Kautsky “sang sejarawan” juga tahu), bahwa
pemberontakan, atau bahkan gejolak yang besar, di antara para budak pada
zaman kuno dengan segera mengungkapkan bahwa negara zaman kuno
itu pada dasarnya adalah sebuah kediktatoran pemilik budak. Apakah
kediktatoran ini menghapus demokrasi di antara, dan bagi, para pemilik budak?
Semua orang tahu ini tidak.

Kautsky “sang Marxis” membuat pernyataan yang betul-betul tidak masuk


akal dan sama sekali tidak benar ini karena ia “melupakan” perjuangan kelas…

Agar kita dapat mengubah pernyataan Kautsky yang liberal dan keliru itu
menjadi pernyataan yang betul-betul Marxis dan benar, maka kita harus
berkata: kediktatoran itu tidak selalu berarti penghapusan terhadap demokrasi
bagi kelas yang melaksanakan kediktatoran di atas kelas-kelas yang lain; akan
tetapi ia berarti penghapusan (atau pembatasan material yang teramat ketat,
yang juga merupakan salah satu bentuk penghapusan) demokrasi bagi kelas
yang menjadi objek dari kediktatoran tersebut.

Akan tetapi, sebenar-benarnya pernyataan ini, tetap saja ini tidak


memberikan sebuah definisi untuk kediktatoran.

Marilah kita periksa kalimat Kautsky yang selanjutnya:

“… Tetapi, tentu saja, bila diambil secara harfiah, kata itu juga bermakna
kediktatoran absolut dari seorang individu yang tidak dibatasi oleh satu hukum
pun….”

Seperti seekor anjing buta yang mengendus ke sana ke mari, Kautsky secara
kebetulan menemukan sebuah ide yang benar (yaitu, bahwa kediktatoran
adalah kekuasaan yang tak terbatas oleh satu hukum pun). Meskipun
demikian, ia gagal untuk memberikan definisi tentang kediktatoran, dan,
terlebih lagi, ia membuat kesalahan besar historis yang sangat jelas, yakni
bahwa kediktatoran berarti kekuasaan dari seorang individu. Ini bahkan keliru
secara tata bahasa, karena kediktatoran bisa juga dilaksanakan oleh
sekelompok orang, atau oleh sebuah oligarki, atau oleh sebuah kelas dan
sebagainya.
Kautsky kemudian menunjukkan perbedaan antara kediktatoran dan
despotisme. Meskipun yang dikatakannya jelas-jelas salah, kita tidak akan
mendiskusikannya karena ini sama sekali tidak relevan untuk masalah yang
kita hadapi. Semua orang tahu kecenderungan Kautsky untuk berpaling dari
abad ke-20 ke abad ke-18, dan dari abad ke-18 ke zaman klasik kuno, dan kita
berharap bahwa kaum proletariat Jerman, setelah mereka telah meraih
kediktatorannya, akan mengingat kecenderungan Kautsky ini dan
menunjuknya untuk menjadi guru sejarah kuno di sebuah sekolah tertentu.
Untuk menghindari definisi kediktatoran proletariat dengan berfilsafat mengenai
despotisme adalah kebodohan yang kasar atau tipu daya yang canggung.

Sebagai akibatnya, kita menemukan bahwa, setelah berdiskusi tentang


kediktatoran, Kautsky mengulang-ulang begitu banyak kebohongan tetapi tidak
memberikan satu definisi pun tentang kediktatoran! Alih-alih menggunakan
kemampuan berpikirnya, dia bisa saja menggunakan memorinya untuk menarik
dari “laci-laci dokumennya” setiap saat Marx berbicara tentang kediktatoran.
Bila saja dia melakukan ini, dia tentu akan tiba pada definisi berikut ini atau
yang serupa dengannya:

Kediktatoran adalah kekuasaan yang didasarkan langsung atas kekerasan


dan tidak dibatasi oleh hukum apapun.

Kediktatoran revolusioner proletariat adalah kekuasaan yang dimenangkan


dan dipelihara dengan penggunaan kekerasan oleh proletariat dalam melawan
kaum borjuasi, kekuasaan yang tidak dibatasi oleh hukum apa pun.

Kebenaran yang sederhana ini, kebenaran yang begitu jelas ini bagi setiap
buruh yang sadar-kelas (yang mewakili massa rakyat, dan bukan lapisan atas
dari para bajingan borjuis-kecil yang telah disuap oleh kaum kapitalis, begitulah
kaum imperialis-sosial di semua negeri), kebenaran ini, yang begitu jelas bagi
setiap perwakilan dari kelas-kelas tertindas yang sedang berjuang bagi
emansipasinya, kebenaran ini, yang tidak bisa diganggu gugat bagi setiap
Marxis, harus “diperas dengan susah payah” dari tuan Kautsky yang terpelajar!
Bagaimana hal ini dapat dijelaskan? Ini dapat dijelaskan dengan mudah oleh
semangat penghambaan yang memenuhi para pemimpin Internasional Kedua,
yang telah menjadi penjilat kaum borjuasi yang hina
Kautsky pertama-tama menggunakan tipu daya dengan mengumbar omong
kosong bahwa kata kediktatoran, secara harfiah, berarti kediktatoran dari
seorang individu, dan kemudian – dengan menggunakan kekuatan dari tipu
daya ini – dia menyatakan bahwa “oleh karenanya” kata-kata Marx mengenai
kediktatoran sebuah kelas tidak dimaknakan dalam arti harfiahnya (tetapi di
dalam makna di mana kediktatoran tidak berarti kekerasan revolusioner, tetapi
berarti “secara damai” memenangkan mayoritas di bawah “demokrasi” borjuis).

Kita harus membedakan antara “kondisi” dan “bentuk pemerintahan”.


Sungguh perbedaan yang sangat dalam; ini seperti menggambarkan
perbedaan antara “kondisi” dari kebodohan seseorang yang berpikir bodoh,
dan “bentuk” kebodohannya.

Kautsky merasa perlu mengartikan kediktatoran sebagai sebuah “kondisi


dominasi” (inilah ungkapan harfiah yang digunakannya di halaman selanjutnya,
hal. 21), karena dengan demikian kekerasan revolusioner, dan revolusi yang
penuh dengan kekerasan menghilang. “Kondisi dominasi” adalah sebuah
kondisi di mana setiap mayoritas menemui dirinya di bawah ... “demokrasi”!
Berkat tipu daya seperti ini, revolusi lenyap dengan mudahnya!

Akan tetapi, penipuan itu begitu kasar dan tidak akan dapat menyelamatkan
Kautsky. Kita tidak dapat menyembunyikan fakta bahwa kediktatoran
mensyaratkan dan bermakna sebuah “kondisi”, sebuah kondisi yang begitu
tidak disetujui oleh para pengkhianat, kondisi kekerasan revolusioner satu
kelas terhadap kelas yang lainnya. Sangatlah konyol untuk menarik perbedaan
antara sebuah “kondisi” dan sebuah “bentuk pemerintahan”. Untuk berbicara
tentang bentuk pemerintahan dalam hal ini adalah sangat bodoh, karena setiap
anak sekolah tahu bahwa monarki dan republik adalah dua bentuk
pemerintahan yang berbeda. Kita harus menjelaskan kepada Tn. Kautsky
bahwa kedua bentuk pemerintahan ini, seperti semua “bentuk pemerintahan”
transisional di bawah kapitalisme, hanyalah variasi-variasi dari negara
borjuis, yakni, variasi-variasi dari kediktatoran borjuis.

Terakhir, berbicara tentang bentuk pemerintahan bukan hanya sesuatu yang


bodoh, tetapi juga pemalsuan yang kasar terhadap pemikiran Marx, yang jelas-
jelas berbicara mengenai bentuk negara dan bukan bentuk pemerintahan.
Revolusi proletariat tidak mungkin dapat diwujudkan tanpa penghancuran
paksa mesin negara borjuis, dan penggantiannya dengan negara yang
baru yang, seperti yang dikatakan oleh Engels, “bukan lagi negara dalam
makna kata yang sesungguhnya”.

Posisi Kautsky yang berkhianat membuat dirinya harus memungkiri dan


mengaburkan semua ini.

Maka kita lihat tipu muslihat yang dipergunakannya.

Muslihat yang pertama. “Bahwa Marx dalam hal ini tidak berbicara mengenai
bentuk pemerintahan terbukti oleh fakta bahwa dia berpendapat bahwa transisi
di Inggris dan Amerika dapat terjadi dengan damai, yakni dengan cara
demokratis.”

Bentuk pemerintahan tidak ada hubungannya sama sekali dengan ini, karena
ada monarki-monarki yang merupakan bentuk negara borjuis yang tidak tipikal,
di mana tidak ada klik militer. Dan ada republik-republik yang cukup tipikal
dalam hal ini, misalnya memiliki klik militer dan birokrasi. Ini adalah fakta historis
dan politis yang diketahui secara universal, dan Kautsky tidak dapat
memalsukannya.

Bila Kautsky hendak berargumen dengan cara yang serius dan jujur,
seharusnya ia bertanya pada dirinya sendiri: Apakah ada hukum sejarah
mengenai revolusi yang tidak ada pengecualian? Dan jawabannya: tidak ada
hukum seperti itu. Hukum seperti itu hanya berlaku untuk kasus-kasus tipikal,
yang Marx istilahkan sebagai “yang ideal,” yakni kapitalisme yang umum,
normal, dan tipikal.

Lebih jauh lagi, apakah terdapat sesuatu pada tahun 1870an yang membuat
Inggris dan Amerika harus dikecualikan sehubungan dengan apa yang kita
diskusikan saat ini? Seharusnya menjadi jelas bagi setiap orang yang
memahami persyaratan-persyaratan ilmiah dalam hubungannya dengan
permasalahan-permasalahan kesejarahan bahwa pertanyaan ini harus
diajukan. Bila kita gagal mengajukannya, ini sama halnya dengan memalsukan
pengetahuan ilmiah, sama halnya dengan melakukan sofisme. Dan, setelah
mengajukan pertanyaan ini, tidak ada keraguan sama sekali bahwa
jawabannya adalah: kediktatoran revolusioner proletariat
merupakan kekerasan terhadap kaum borjuasi; dan kekerasan semacam
itu terutama menjadi sebuah kebutuhan karena keberadaan militerisme dan
birokrasi, sebagaimana yang sudah dijelaskan oleh Marx dan Engels berulang
kali secara rinci (terutama dalam tulisan mereka “Perang Sipil di Prancis” dan
dalam pengantar dari karya tersebut). Justru institusi-institusi inilah yang tidak
eksis di Inggris dan Amerika pada tahun 70an, ketika Marx membuat
pengamatannya (mereka sekarang eksis di Inggris dan di Amerika)!

Kautsky harus menggunakan tipu daya di setiap langkahnya untuk menutupi


pengkhianatannya!

Dan perhatikan bagaimana dia secara tidak sengaja menunjukkan jati dirinya
ketika dia menulis: “secara damai, yakni dengan cara yang demokratis”!

Dalam mendefinisikan kediktatoran, Kautsky berusaha semaksimal mungkin


menyembunyikan dari para pembaca karakter fundamental dari konsep ini,
yaitukekerasan revolusioner. Namun sekarang sudah kelihatan kebenarannya:
ini adalah masalah perbedaan antara revolusi damai dan revolusi kekerasan.

Inilah duduk perkaranya. Kautsky harus menggunakan segala macam tipu


muslihat, sofisme dan pemalsuan hanya untuk menyelamatkan dirinya dari
revolusikekerasan, dan untuk menyembunyikan penolakannya terhadap
revolusi kekerasan dan pembelotannya ke sisi kebijakan buruh liberal, yakni ke
sisi kaum borjuasi. Inilah duduk perkaranya.

Kautsky “sang sejarawan” begitu tanpa malunya memalsukan sejarah,


sampai-sampai dia “melupakan” fakta fundamental bahwa kapitalisme pra-
monopoli -- yang sebenarnya mencapai puncaknya pada periode 1870an --
karena karakter-karakter fundamental ekonominya, memiliki karakter yang
unik, yakni secara relatif sangat berpihak pada perdamaian dan kebebasan.
Imperialisme di lain pihak, yakni kapitalisme monopoli, yang akhirnya matang
pada abad ke-20, karena karakter-karakter fundamental ekonominya, memiliki
karakter yang paling tidak berpihak pada perdamaian dan kebebasan, yang
mana perkembangan militernya mencapai tingkat tertinggi dan universal. Bila
kita “gagal mempertimbangkan” ini dalam mendiskusikan sejauh mana sebuah
revolusi damai atau kekerasan adalah hal yang tipikal atau hal yang
memungkinkan, maka kita telah jatuh ke level seorang kacung kaum borjuasi.

Muslihat yang kedua. Komune Paris merupakan kediktatoran proletariat,


namun kediktatoran itu dipilih melalui pemilu yang universal, yakni tanpa
merampas hak-hak demokrasi dari kaum borjuasi, yakni “secara demokratis”.
Dan Kautsky berkata dengan begitu yakinnya: “… kediktatoran proletariat bagi
Marx” (atau menurut Marx) adalah “sebuah kondisi yang secara niscaya
mengalir dari demokrasi murni, bila proletariat membentuk mayoritas.” (bei
überwiegendem Proletariat, S. 21)

Argumen Kautsky ini begitu luar biasanya sehingga membuat seseorang


menderita embarras de richesses (rasa malu karena kelimpahan ... keberatan-
keberatan yang dapat dilemparkan terhadap argumen tersebut). Pertama-
tama, semua orang mengetahui dengan sangat baik bahwa kepemimpinan dan
lapisan-lapisan atas kaum borjuasi telah melarikan diri dari Paris ke Versailles.
Di Versailles ada “sang sosialis” Louis Blanc – yang membuktikan kekeliruan
dari pernyataan Kautsky bahwa “semua tendensi” sosialisme mengambil
bagian dalam Komune Paris. Sungguh menggelikan kalau pembagian
penduduk Paris ke dalam dua kamp yang saling memusuhi, di mana salah
satunya adalah seksi borjuasi yang militan dan aktif secara politik, digambarkan
sebagai “demokrasi murni” dengan “pemilu universal”.

Yang kedua, Komune Paris melancarkan perang melawan Versailles sebagai


pemerintahan buruh Prancis melawan pemerintahan borjuis. Apa
hubungannya “demokrasi murni” dan “pemilu universal” dengan ini, ketika Paris
sedang menentukan nasib Prancis? Ketika Marx menyatakan pendapatnya
bahwa Komune Paris telah melakukan sebuah kesalahan ketika ia gagal
menyita bank, yang adalah milik seluruh Prancis,[1] apa dia berangkat dari
prinsip-prinsip dan praktek “demokrasi murni”?

Pada kenyataannya, jelas kalau Kautsky menulis di sebuah negeri di mana


polisi melarang rakyat untuk tertawa “secara bergerombolan,” kalau tidak
Kautsky sudah akan terbunuh oleh tawa ejekan.
Ketiga, mari saya ingatkan Tn. Kautsky, yang telah menghafal Marx dan
Engels dengan sangat baik, penilaian berikut ini yang diberikan oleh Engels
terhadap Komune Paris dari sudut pandang ... “demokrasi murni”:

“Apakah orang-orang ini” (kaum anti-otoriter) “pernah melihat sebuah


revolusi? Sebuah revolusi tentunya adalah hal yang paling otoriter yang ada;
sebuah tindakan di mana satu bagian dari penduduk memaksakan
kehendaknya atas bagian penduduk lainnya dengan penggunaan senapan,
bayonet dan meriam – yang semuanya adalah cara-cara yang sangatlah
otoriter. Dan pihak yang menang harus mempertahankan kekuasaannya
dengan menggunakan senjata-senjatanya yang akan mengilhami teror di
antara kaum reaksioner. Apakah Komune Paris dapat bertahan lebih dari sehari
jika tidak menggunakan otoritas dari rakyat yang bersenjata untuk melawan
kaum borjuasi? Sebaliknya, apakah kita tidak dapat menyalahkan Komune
Paris karena begitu sedikit menggunakan otoritas tersebut?”[2]

Inilah “demokrasi murni” Anda! Engels akan mencibir para borjuis kecil
vulgar, para “Sosial Demokrat” (di Prancis pada tahun 1840an dan di Eropa
secara umum pada 1915-1918), yang berbicara mengenai “demokrasi murni”
di dalam masyarakat kelas.

Namun, cukup sampai sini saja. Mustahil untuk menyebut satu demi satu
berbagai absurditas Kautsky, karena setiap kalimat yang dia ucapkan adalah
sumur pengkhianatan yang tak berdasar.

Marx dan Engels menganalisis Komune Paris secara detil dan menunjukkan
bahwa Komune Paris berusaha menghancurkan dan membubarkan “mesin
negara yang sudah jadi”. Marx dan Engels menganggap kesimpulan ini begitu
penting sehingga inilah satu-satunya perubahan yang mereka perkenalkan
pada tahun 1872 ke dalam program Manifesto Komunis yang sudah (sebagian)
“usang”. Marx dan Engels menunjukkan bahwa Komune Paris telah
membubarkan angkatan bersenjata dan birokrasi, telah
membubarkan parlementerisme, telah menghancurkan “negara, yakni bonggol
yang parasitik itu”, dan sebagainya. Namun Kautsky yang bijaksana, justru
mengenakan topi tidurnya, mengulang-ulang dongengnya tentang “demokrasi
murni”, yang sudah diceritakan ribuan kali oleh para profesor kaum liberal.
Tidak mengherankan jika Rosa Luxemburg pada 4 Agustus 1915
menyatakan bahwa Sosial Demokrasi Jerman tak ubahnya mayat yang
membusuk.

Muslihat yang ketiga. “Ketika kita berbicara tentang kediktatoran sebagai


sebuah bentuk pemerintahan, kita tidak dapat berbicara tentang kediktatoran
kelas, karena sebuah kelas sebagaimana yang sudah kita tunjukkan, hanya
dapat berkuasa tetapi tidak memerintah…“ Hanya “organisasi” dan “partai”
yang dapat memerintah.

Ini adalah sebuah kekacauan, sebuah kekacauan yang menjijikkan, Tn.


“Penasihat yang kacau-balau”. Kediktatoran bukanlah sebuah “bentuk
pemerintahan”; ini adalah omong kosong yang konyol. Dan Marx tidak
berbicara tentang “bentuk pemerintahan” namun bentuk atau tipe negara. Ini
adalah dua hal yang sangat berbeda satu dengan yang lainnya. Juga keliru
kalau kita mengatakan bahwa sebuah kelas tidak dapat memerintah:
absurditas seperti ini hanya dapat dikemukakan oleh seorang “kretin
parlementer” yang tidak bisa melihat apa-apa selain parlemen borjuis dan tidak
menyadari apapun selain “partai-partai berkuasa”. Setiap negeri di Eropa akan
memberikan kepada Kautsky banyak contoh pemerintahan oleh kelas yang
berkuasa, seperti misalnya, pemerintahan para tuan tanah di abad
pertengahan, kendati organisasi mereka yang tidak memadai.

Pendek kata: Kautsky telah, dengan cara yang sungguh tidak ada duanya,
telah mendistorsi konsep kediktatoran proletariat, dan telah mengubah Marx
menjadi seorang liberal. Dalam kata lain, dia sendiri telah tenggelam ke level
seorang liberal yang mengutarakan frase-frase kosong mengenai “demokrasi
murni,” mengabaikan demokrasi borjuis dan mengabaikan konten kelasnya,
dan di atas segalanya tidak berani berbicara mengenai penggunaan kekerasan
revolusioneroleh kelas yang tertindas. Dengan “menginterpretasikan” konsep
“kediktatoran revolusioner proletariat” seperti demikian, di mana dia
menghapus kekerasan revolusioner dari kelas tertindas terhadap penindasnya,
Kautsky telah memecahkan rekor dunia dalam mendistorsi Marx. Bernstein
sang pengkhianat terlihat seperti seekor anak anjing dibandingkan dengan
Kautsky sang pengkhianat.
Catatan

[1] Kata Pengantar Engels untuk Perang Sipil di Prancis oleh Marx (Marx dan
Engels, Selected Works, Moskow, 1962, Vol. I, hal. 581).

[2] Marx dan Engels, Selected Works, Moskow, 1962, Vol. I, hal. 630.

Demokrasi Borjuis dan Demokrasi


Proletariat
Masalah yang dikacau-balaukan oleh Kautsky sesungguhnya adalah ini.

Bila kita tidak ingin menghina akal sehat dan sejarah, jelas bahwa kita tidak
bisa berbicara mengenai “demokrasi murni” selama kelas-kelas yang berbeda
eksis; kita hanya dapat berbicara mengenai demokrasi kelas. (Mari kita katakan
dalam tanda kurung bahwa “demokrasi murni” bukan hanya sebuah frase
yang bodoh, yang mengungkapkan ketidakpahaman mengenai perjuangan
kelas dan watak negara, tetapi juga sebuah frase yang kosong, karena dalam
masyarakat komunis demokrasi akan melayu dalam proses di mana ia berubah
dan menjadi sebuah kebiasaan, tetapi tidak akan pernah menjadi demokrasi
“murni”.)

“Demokrasi murni” adalah sebuah frase tidak-jujur dari seorang liberal yang
ingin menipu para buruh. Sejarah mengenal demokrasi borjuis yang
menggantikan feodalisme, dan demokrasi proletariat yang akan menggantikan
demokrasi borjuis.

Ketika Kautsky membaktikan puluhan lembar halaman untuk “membuktikan”


bahwa demokrasi borjuis adalah sesuatu yang progresif dibandingkan dengan
abad pertengahan, dan bahwa kaum proletariat harus menggunakan
demokrasi ini dalam perjuangannya melawan kaum borjuasi, ini pada
kenyataannya tidak lebih dari omong kosong liberal untuk menipu buruh. Ini
adalah sebuah truisme, tidak hanya bagi Jerman yang terpelajar, tetapi juga
bagi Rusia yang tidak terpelajar. Kautsky sesungguhnya melemparkan debu
“pintar” ke mata buruh ketika, dengan sombongnya, dia berbicara mengenai
Weitling[1] dan kaum Jesuit Paraguay[2] dan banyak hal lainnya, guna
menghindari berbicara mengenai esensi borjuis dari demokrasi modern, atau
demokrasi kapitalis.

Kautsky mengambil dari Marxisme apa yang dapat diterima oleh kaum liberal,
oleh kaum borjuasi (kritik terhadap Abad Pertengahan, dan peran historis yang
progresif dari kapitalisme secara umum dan demokrasi kapitalis khususnya),
dan mencampakkan, bungkam, dan mengabaikan semua yang ada di dalam
Marxisme yang tidak dapat diterima oleh kaum borjuasi (kekerasan
revolusioner kaum proletariat terhadap kaum borjuasi dalam usahanya untuk
menghancurkannya). Inilah mengapa Kautsky, karena posisi objektifnya dan
tidak peduli apa kepercayaan subjektifnya, secara tak terelakkan membuktikan
dirinya sebagai seorang kacung kaum borjuasi.

Demokrasi borjuasi, walaupun adalah sebuah kemajuan historis yang besar


dibandingkan dengan abad pertengahan, akan selalu terbatas, tidak lengkap,
dan munafik, sebuah surga untuk yang kaya dan jebakan dan tipuan bagi yang
tertindas, bagi yang miskin. Kebenaran inilah yang membentuk bagian paling
penting dari ajaran Marx, yang gagal dipahami oleh Kautsky “sang Marxis”.
Mengenai isu fundamental ini Kautsky memberikan “rasa bahagia” kepada
kaum borjuasi, alih-alih kritik ilmiah terhadap kondisi-kondisi yang membuat
setiap demokrasi borjuis sebagai sebuah demokrasi untuk kaum kaya.

Mari kita ingatkan Tn. Kautsky yang sangat terpelajar ini mengenai proposisi
teoritis Marx dan Engels, yang telah begitu memalukan dilupakan oleh sang
formalis (untuk menyenangkan kaum borjuasi), dan lalu kita akan jelaskan
masalah ini dengan sejelas mungkin.

Tidak hanya negara zaman kuno dan feodal, tetapi juga “negara modern
adalah sebuah instrumen penindasan kerja-upahan oleh kapital” (Engels,
dalam karyanya mengenai negara).[3] “Karena negara hanyalah sebuah
institusi transisional yang digunakan di dalam perjuangan, di dalam revolusi,
untuk menekan musuh-musuh dengan kekerasan, maka adalah omong kosong
besar untuk berbicara mengenai ‘negara rakyat yang bebas’; selama kaum
proletariat masih membutuhkan negara, mereka memerlukannya bukan untuk
kepentingan kebebasan tetapi untuk menekan musuh-musuhnya, dan segera
setelah mungkin berbicara mengenai kebebasan maka negara akan berhenti
eksis.” (Engels, dalam suratnya kepada Bebel, 28 Maret, 1875) “Akan tetapi,
pada kenyataannya negara tidak lain adalah sebuah mesin penindas satu kelas
oleh kelas yang lain, dan ini benar di dalam republik demokratis seperti halnya
di dalam monarki” (Engels, Pembukaan untuk “Perang Sipil di Prancis” oleh
Marx).[4] Pemilu universal adalah “alat ukur kedewasaan dari kelas buruh.
Ia tidak bisa dan tidak akan pernah bisa menjadi lebih dari ini di bawah negara
yang ada hari ini.” (Engels, dalam karyanya mengenai negara.[5] Tn. Kautsky
mengulang-ulang bagian pertama dari kalimat Engels ini, yang dapat diterima
oleh kaum borjuasi. Tetapi bagian kedua yang dalam italik, yang tidak dapat
diterima oleh kaum borjuasi, Kautsky sang pengkhianat bungkam!) “Komune
harus menjadi badan kerja, bukan badan parlementer. Ia harus menjadi badan
legislatif dan eksekutif pada saat yang sama ... Alih-alih memutuskan setiap 3
atau 6 tahun anggota kelas penguasa yang mana yang akan mewakili dan
menindas (ver- und zertreten) rakyat di Parlemen, pemilu universal harus
melayani rakyat yang tergabungkan di dalam Komune, seperti halnya hak pilih
individual melayani setiap pemilik modal dalam mencari buruh, mandor, dan
akuntan untuk bisnisnya” (Marx, dalam karyanya mengenai Komune Paris,
“Perang Sipil di Prancis”).[6]

Setiap proposisi di atas, yang sangat diketahui oleh Tn. Kautsky yang sangat
terpelajar ini, adalah tamparan di pipinya dan mengekspos pengkhianatannya.
Di dalam pamfletnya tidak kita temukan satu pun pemahaman mengenai
kebenaran-kebenaran ini. Seluruh pamfletnya adalah penghinaan terhadap
Marxisme!

Mari kita lihat hukum-hukum dasar dari negara-negara modern, mari kita lihat
administrasi mereka, kebebasan berkumpul, kebebasan pers, atau “kesetaraan
semua warga negara di mata hukum,” dan kita akan temui di setiap langkah
bukti kemunafikan dari demokrasi borjuis, yang sangat dikenal oleh setiap
buruh yang sadar-kelas dan jujur. Tidak ada satu pun negara, sedemokratis
apapun, yang tidak punya celah di dalam hukum mereka yang menjamin kaum
borjuasi untuk bisa mengirim tentara untuk menindas buruh, untuk menyatakan
hukum darurat, dan sebagainya, ketika ada “pelanggaran ketertiban umum,”
dan ketika kelas tertindas “melanggar” posisi perbudakannya dan mencoba
bertingkah tidak seperti budak. Kautsky dengan tanpa malu menghiasi
demokrasi borjuis dan tidak menceritakan, misalnya, bagaimana kaum borjuasi
yang paling demokratis dan republiken di Amerika atau Swiss menghadapi
buruh yang sedang mogok.

Kautsky yang bijak dan terpelajar menutup mulutnya mengenai hal-hal ini!
Politisi terpelajar ini tidak menyadari bahwa bungkam mengenai hal ini adalah
hal yang hina. Dia lebih memilih untuk menceritakan kepada para buruh
dongeng-dongeng mengenai demokrasi yang berarti “melindungi minoritas”.
Sungguh luar biasa, tetapi inilah kenyataannya! Pada tahun 1918, pada tahun
ke-5 dari pembantaian imperialis dan pencekikan para minoritas internasional
(yakni mereka-mereka yang tidak mengkhianati sosialisme, seperti para
Renaudel[7] dan Longuet[8], para Scheidemann[9] dan Kautsky, para
Henderson[10] dan Webb[11], dan yang lainnya) di semua “negeri demokratis”
di dunia, Tn. Kautsky yang terpelajar dengan manis, dengan teramat manis,
menyanyikan puji-pujian mengenai “perlindungan terhadap kaum minoritas”.
Mereka-mereka yang tertarik dapat membaca ini pada halaman ke-15 dari
pamflet Kautsky. Dan pada halaman ke-16 individu terpelajar ini bercerita
mengenai kaum Whig[12] dan Tory[13] di Inggris pada abad ke-18!

Sungguh pengetahuan yang luar biasa! Sungguh penghambaan yang


teramat santun terhadap kaum borjuasi! Sungguh penyembahan dan penjilatan
yang sangat beradab di hadapan kaum kapitalis! Bila saya adalah
Krupp[14] atau Scheidemann, atau Clemenceau[15] atau Renaudel, saya akan
membayar Tn. Kautsky jutaan dolar, memberikannya ciuman Yudas,
memujinya di hadapan buruh dan menyerukan “persatuan sosialis” dengan
orang-orang “terhormat” seperti dia. Untuk menulis pamflet yang menentang
kediktatoran proletariat, untuk berbicara mengenai kaum Whig dan Tory di
Inggris pada abad ke-18, untuk menyatakan bahwa demokrasi berarti
“perlindungan terhadap kaum minoritas,” dan bungkam mengenai pogrom
terhadap kaum internasionalis di republik “demokratis” Amerika, bukankah ini
adalah pelayanan seorang kacung kepada kaum borjuasi?

Tn. Kautsky yang terpelajar telah “melupakan” -- secara kebetulan


“melupakan”, mungkin -- sebuah “hal sepele”, yakni bahwa partai yang
berkuasa di negara demokrasi borjuasi hanya memberikan perlindungan
minoritas untuk partai borjuis lainnya. Sementara kaum proletariat, dalam
semua isu-isu yang serius dan fundamental, mendapatkan hukum darurat atau
pogrom, dan bukannya “perlindungan terhadap minoritas”. Semakin maju
sebuah demokrasi, semakin mungkin pogrom atau perang sipil bila ada
penyimpangan politik yang berbahaya bagi kaum borjuasi. Tn. Kautsky yang
terpelajar dapat saja mempelajari “hukum” demokrasi borjuis ini dalam
hubungannya dengan kasus Dreyfus[16] di republik Prancis, dengan
pembantaian orang-orang Negro hitam dan kaum internasionalis di republik
demokratik Amerika, dengan kasus Irlandia dan Ulster di Inggris[17], dengan
penindasan terhadap kaum Bolshevik dan pogrom terhadap mereka pada April
1917 di republik demokratik Rusia. Saya dengan sengaja memberi sejumlah
contoh tidak hanya pada saat perang [Perang Dunia I – Ed.] tetapi juga sebelum
perang. Tetapi Tn. Kautsky lebih memilih menutup matanya dari fakta-fakta
abad ke-20 ini, dan memilih menceritakan kepada buruh hal-hal penting yang
luar biasa baru, menarik, dan mendidik mengenai kaum Whig dan Tory pada
abad ke-18!

Mari kita ambil parlemen borjuis. Apakah Kautsky tidak pernah mendengar
bahwa semakin berkembang demokrasi maka semakin parlemen borjuis ada
di bawah kendali bursa saham dan bankir? Ini bukan berarti bahwa kita tidak
boleh menggunakan parlemen borjuis (kaum Bolshevik menggunakan
parlemen borjuis lebih baik daripada semua partai yang ada di dunia, karena
pada 1912-15 kita memenangkan semua perwakilan buruh di Duma Keempat).
Tetapi ini berarti bahwa hanya seorang liberal yang dapat
melupakan keterbatasan historis dan watak konvensional dari sistem parlemen
borjuis, seperti halnya Kautsky. Bahkan di negara borjuis yang paling
demokratis, rakyat tertindas di setiap langkah menemui kontradiksi antara
kesetaraan formal yang diproklamirkan oleh “demokrasi” kapitalis dan
ribuanhambatan-hambatan dan akal-akalan riil yang membuat kaum proletar
menjadi budak-upah. Inilah kontradiksi yang membuka mata rakyat terhadap
kebangkrutan, kepalsuan, dan kemunafikan kapitalisme. Inilah kontradiksi yang
diekspos oleh para agitator dan propagandis sosialisme kepada rakyat, guna
menyiapkan mereka untuk revolusi! Dan sekarang ketika era revolusi telah
dimulai, Kautsky memalingkan punggungnya pada revolusi dan mulai memuji-
muji demokrasi borjuis yang sudah sekarat.

Demokrasi proletariat, yang mana pemerintahan Soviet adalah salah satu


bentuknya, telah membawa sebuah perkembangan dan perluasan demokrasi
yang tidak ada presedennya di dunia, bagi mayoritas besar rakyat tertindas dan
rakyat buruh. Untuk menulis sebuah pamflet mengenai demokrasi, seperti yang
dilakukan oleh Kautsky, di mana dua halaman didedikasikan untuk berbicara
mengenai kediktatoran dan puluhan halaman untuk “demokrasi murni”,
dan gagal menyadari fakta ini, ini berarti mendistorsi sepenuhnya kediktatoran
proletariat dengan metode liberal.

Mari kita ambil kebijakan luar negeri. Tidak ada satu pun negara borjuis,
bahkan yang paling demokratis sekalipun, yang melakukan kebijakan luar
negeri mereka secara terbuka. Rakyat di mana-mana dibohongi, dan di
Prancis, Swiss, Amerika dan Inggris yang demokratis, ini dilakukan dengan
sangat luas dan dengan cara yang jauh lebih halus daripada negeri-negeri lain.
Pemerintahan Soviet telah merobek kedok kebijakan luar negeri dengan cara
yang revolusioner. Kautsky mengabaikan ini. Dia diam seribu bahasa
mengenai ini, walaupun di era peperangan yang buas dan perjanjian-perjanjian
rahasia untuk “pembagian daerah-daerah pengaruh” (yakni, untuk partisi dunia
di antara bandit-bandit kapitalis) ini adalah hal yang teramat penting, karena
pada inilah tergantung masalah perdamaian dan hidup mati puluhan juta rakyat.

Mari kita ambil struktur negara. Kautsky memilah-milah semua hal yang
“remeh-temeh”, sampai ke argumen bahwa di bawah Konstitusi Soviet pemilu
adalah “tidak langsung”. Tetapi dia gagal melihat hal yang terpenting. Dia gagal
melihat karakter kelas dari aparatus negara, dari mesin negara. Di bawah
demokrasi borjuis, kaum kapitalis, dengan ribuan muslihat -- yang semakin licik
dan efektif dengan semakin “murninya” demokrasi – menyingkirkan rakyat dari
kerja administratif, dari kebebasan pers, dari kebebasan berkumpul, dll.
Pemerintahan Soviet adalah yang pertama di dunia (atau kalau mau lebih
tepat, yang kedua, karena Komune Paris sudah mulai melakukan ini)
yang melibatkan rakyat, terutama rakyat tertindas, dalam kerja administratif.
Rakyat pekerja dihalangi dari partisipasi di dalam parlemen borjuis
(mereka tidak pernah memutuskan hal-hal yang penting di bawah demokrasi
borjuis, yang diputuskan oleh bursa saham dan bank-bank) oleh ribuan
halangan, dan kaum buruh mengetahui dan merasakan, melihat dan menyadari
sepenuhnya bahwa parlemen borjuis adalah institusi yang asing bagi
mereka,instrumen penindasan terhadap kaum buruh oleh kaum borjuasi,
institusinya kelas yang memusuhi mereka, institusinya kaum minoritas yang
mengeksploitasi.

Soviet adalah organisasi langsung dari rakyat pekerja yang tertindas,


yang membantu mereka untuk mengorganisir dan mengurus masalah-masalah
mereka dengan berbagai cara. Dan di dalam soviet, kaum pelopor rakyat
pekerja tertindas, yakni kaum proletar urban, diuntungkan karena mereka
tersatukan oleh pabrik-pabrik besar. Lebih mudah bagi mereka untuk memilih
dan mengontrol orang-orang yang mereka pilih. Bentuk organisasi soviet
secara otomatis membantu menyatukan semua rakyat tertindas di sekitar kaum
pelopor mereka, yakni kaum proletariat. Aparatus borjuis lama – birokrasi,
privilese kekayaan, privilese pendidikan borjuis, privilese koneksi sosial, dsb.
(semua privilese riil ini semakin beragam bentuknya dengan semakin
berkembangnya demokrasi borjuis) -- semua ini menghilang di bawah bentuk
organisasi soviet. Kebebasan pers berhenti menjadi sebuah kemunafikan,
karena percetakan dan stok kertas direbut dari tangan borjuasi. Hal yang sama
juga berlaku untuk bangunan-bangunan terbaik, istana-istana, vila-vila dan
rumah-rumah bangsawan. Kekuasaan Soviet menyita ribuan bangunan-
bangunan terbaik ini dari tangan kaum penindas dengan satu pukulan, dan
dengan ini membuat hak untuk berkumpul, yang tanpanya maka demokrasi
adalah palsu, satu juta kali lebih demokratik bagi rakyat. Pemilu-pemilu tidak
langsung ke Soviet-soviet non-lokal membuat lebih mudah menyelenggarakan
kongres-kongres Soviet. Mereka membuat seluruh aparatus lebih murah, lebih
fleksibel, lebih mudah dijangkau oleh buruh dan tani di saat ketika situasi
bergejolak dan kita harus bisa dengan cepat me-recall seorang perwakilan
soviet kita atau mendelegasikannya ke kongres umum Soviet-soviet.

Demokrasi proletariat satu juta kali lebih demokratik dibandingkan demokrasi


borjuis manapun; kekuasaan Soviet satu juta kali lebih demokratik
dibandingkan dengan republik borjuis yang paling demokratik.

Kalau kita gagal menyadari ini, ini berarti entah kita dengan sukarela
melayani kaum borjuasi atau kita bebal secara politik seperti paku, tidak mampu
melihat kehidupan yang riil dari balik halaman buku-buku borjuis yang penuh
debu, dipenuhi dengan prasangka-prasangka demokrasi-borjuis, dan oleh
karenanya secara objektif mengubah diri sendiri menjadi seorang kacung
borjuasi.

Kalau kita gagal menyadari ini, ini berarti kita tidak mampu mengedepankan
masalah ini dari sudut pandang kelas-kelas yang tertindas:

Apakah ada satu negeri pun di dunia ini, bahkan di antara negeri-negeri
borjuis yang paling demokratik sekalipun, di mana buruh jelata, buruh
tani jelata, atau semi-proletar di pedesaan (yakni, perwakilan dari kaum yang
tertindas, dari mayoritas besar populasi), menikmati kebebasan untuk
menyelenggarakan pertemuan di gedung-gedung terbaik, kebebasan untuk
menggunakan percetakan terbesar dan stok kertas terbesar untuk
mengekspresikan gagasan mereka dan mempertahankan kepentingan
mereka, kebebasan untuk mengedepankan perwakilan dari kelasnya sendiri
untuk mengurus dan “membentuk” negara, seperti di Soviet Rusia?

Tn. Kautsky tidak akan dapat menemukan di negeri manapun bahkan satu
dari seribu buruh atau buruh tani yang maju yang tidak tahu jawaban dari
pertanyaan di atas. Mengikuti insting mereka, dari mendengar sepotong-
sepotong kebenaran dari pers borjuis, kaum buruh dari seluruh dunia
bersimpati dengan Republik Soviet karena mereka menganggapnya sebagai
demokrasi proletariat, sebuah demokrasi untuk yang miskin, dan bukan
demokrasi untuk yang kaya, yang sesungguhnya adalah demokrasi borjuis,
bahkan yang terbaik sekalipun.

Kita diperintah (dan negara kita “dibentuk”) oleh para birokrat borjuis, oleh
para anggota parlemen borjuis, oleh para hakim borjuis – ini adalah kebenaran
yang sederhana, jelas, dan tidak dapat diganggu gugat, sebuah kebenaran
yang dikenal oleh puluhan dan ratusan juta rakyat dari kelas-kelas tertindas dari
pengalaman mereka sendiri, pengalaman yang mereka rasakan dan jalankan
setiap hari.

Akan tetapi, di Rusia, mesin birokrasi ini telah sepenuhnya dihancurkan dan
diluluhlantakkan; para hakim yang lama telah diusir, parlemen borjuis telah
dibubarkan – dan perwakilan yang jauh lebih mudah diakses telah diberikan
kepada buruh dan tani; Soviet-soviet mereka telah menggantikan para birokrat,
atau Soviet-sovietmereka telah diberi kuasa untuk mengendalikan para
birokrat, dan Soviet-soviet mereka telah diberikan otoritas untuk memilih para
hakim. Fakta ini sendiri saja sudah cukup bagi semua kelas-kelas yang
tertindas untuk mengakui bahwa kekuasaan Soviet, yakni bentuk kediktatoran
proletariat yang sekarang, adalah satu juta kali lebih demokratis dibandingkan
republik borjuis yang paling demokratis.

Kautsky tidak memahami kebenaran ini, yang begitu jelas bagi setiap buruh,
karena dia telah “melupakan” untuk bertanya: demokrasi untuk kelas yang
mana? Dia berbicara dari sudut pandang demokrasi “murni” (yakni demokrasi
non-kelas? atau demokrasi yang di atas kelas?). Dia berargumen seperti
Shylock: “satu pon daging saya” dan tidak lebih[18]. Kesetaraan bagi semua
warga negara – kalau tidak demikian, maka ini bukan demokrasi.

Kita harus bertanya kepada Kautsky “sang Marxis” dan “sang Sosialis” yang
terpelajar ini:

Apakah mungkin bisa ada kesetaraan antara yang tereksploitasi dan yang
mengeksploitasi?

Sungguh memalukan kalau pertanyaan seperti ini harus ditanyakan dalam


mendiskusikan buku yang ditulis oleh pemimpin ideologi Internasional Kedua.
Tetapi “setelah siap untuk membajak, tidak boleh menoleh ke
belakang,”[19] dan setelah memulai menulis mengenai Kautsky, saya harus
menjelaskan kepada orang terpelajar ini mengapa tidak mungkin bisa ada
kesetaraan antara yang tereksploitasi dan yang mengeksploitasi.

Catatan

[1] Wilhem Weitling (1808-1871) adalah seorang sosialis radikal Eropa. Marx dan
Engels menganggap Weitling sebagai seorang sosialis utopis.

[2] Kaum Jesuit di Paraguay pada abad ke-17 dan ke-18 membangun pemukiman-
pemukiman di Paraguay untuk kaum pribumi (orang Indian). Di pemukiman ini, kaum
pribumi dikumpulkan untuk dijadikan Kristen, tetapi tanpa harus mengadopsi gaya hidup
dan nilai-nilai kebudayaan Eropa.

[3] Frederick Engels, The Origin of the Family, Private Property and the State (Marx
dan Engels, Selected Works, Moskow, 1962, Vol. II, hal. 320).

[4] Karl Marx, The Civil War in France (Marx and Engels, Selected Works, Moskow,
1962, Vol. I, hal. 585). hal. 253

[5] Frederick Engels, The Origin of the Family, Private Property and the State (Marx
dan Engels, Selected Works, Moskow, 1962, Vol. II, hal. 332).

[6] Marx dan Engels, Selected Works, Moskow, 1962, Vol. I, hal. 520-21
[7] Pierre Renaudel (1871-1935) adalah seorang politisi sosialis konservatif di Prancis.
Dia menentang ideologi Marxisme.

[8] Jean Longuet (1876-1938) adalah politisi sosialis Prancis dan cucu dari Karl Marx.
Dia adalah seorang pasifis tetapi pada 1914 mendukung Perang Dunia Pertama.

[9] Philipp Scheidemann (1865-1939) adalah salah seorang pemimpin Partai Sosial
Demokrasi Jerman. Pada 1914, dia memberikan dukungannya kepada pemerintahan
borjuis Jerman untuk melakukan perang. Pada saat Revolusi Jerman 1918-19, dia
memproklamirkan Jerman sebagai republik.

[10] Arthur Henderson (1863-1935) adalah pemimpin reformis terkemuka dari Partai
Buruh Inggris. Dia menjabat sebagai menteri dalam negeri pada 1924 dan menteri luar
negeri pada 1929-1931. Dia memenangkan hadiah Nobel Perdamaian pada 1934.

[11] Sidney Webb (1859-1947) adalah seorang sosialis dan ahli ekonomi Inggris.
Bersama istrinya, dia adalah anggota terkemuka dari Fabian Society. Ia adalah anggota
Partai Buruh Inggris dan menjadi anggota parlemen pada tahun 1922. Lalu dari tahun
1929 hingga 1931 dia menjadi Menteri Urusan Tanah Jajahan.

[12] Whig adalah partai politik di Inggris yang dibentuk pada 1678 dan bubar pada
tahun 1868. Mereka menentang monarki dan terlibat dalam Revolusi Agung 1688. Whig
kemudian berkoalisi dengan sejumlah organisasi politik lainnya dan menjadi Partai
Liberal, yang lalu sekarang menjadi Partai Liberal Demokrat.

[13] Tory adalah partai politik di Inggris dari 1678 hingga 1834. Mereka adalah partai
borjuasi konservatif, yang lalu bertransformasi menjadi Partai Konservatif di Inggris hari
ini. Sampai hari ini, anggota Partai Konservatif masih sering dipanggil dengan sebutan
Tory.

[14] Krupp adalah keluarga dinasti kapitalis besar di Jerman sejak abad ke-19. Dinasti
Krupp terkenal dengan produksi besi baja, amunisi dan senjata perang. Bisnis keluarga
yang dikenal dengan nama Friedrich Krupp AG ini adalah perusahaan terbesar di Eropa
pada awal abad ke-20. Pada 1999 Krupp melakukan merger dengan Thyssen AG dan
membentuk ThyssenKrupp AG, sebuah konglomerasi industri raksasa.
[15] Georges Benjamin Clemenceau (1841-1929) adalah politisi Prancis yang
menjabat sebagai perdana menteri Prancis dari tahun 1906-1909 dan 1917-1920.

[16] Pada 1895, lingkaran monarkis reaksioner di Prancis membawa ke pengadilan


seorang perwira Yahudi bernama Dreyfus, yang difitnah melakukan spionase dan
pengkhianatan. Pengadilan Dreyfus, yang dihukum penjara seumur hidup, menjadi dalih
bagi kaum reaksioner Prancis untuk melakukan kampanye anti-Yahudi dan menyerang
kebebasan demokratis. Pada 1898, kaum sosialis dan kaum demokrat progresif memulai
kampanye untuk peninjauan kembali kasus Dreyfus. Ini memberikan karakter politik pada
kasus ini. Karena tekanan dari opini publik, pada 1899 Dreyfus dimaafkan dan pada 1906
jabatannya di angkatan bersenjata dikembalikan.

[17] Ini merujuk pada penindasan pemberontakan Irlandia pada 1910, di mana rakyat
Irlandia berusaha merdeka dari penjajahan Inggris.

[18] Shylock adalah tokoh fiktif di dalam drama “The Merchant of Venice” oleh
Shakespeare. Dalam cerita ini, Shylock adalah seorang rentenir. Ia meminjamkan uang
kepada Antonio, dengan jaminan satu pon daging Antonio. Ketika Antonio tidak mampu
membayar hutangnya, dia tetap menuntut dengan keras kepala satu pon daging Antonio
yang menurutnya adalah haknya.

[19] Merujuk pada kitab Lukas 9:62, “Tetapi Yesus berkata, ‘Setiap orang yang siap
untuk membajak tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk Kerajaan Allah.”

Apakah mungkin bisa ada kesetaraan antara


yang tereksploitasi dan yang
mengeksploitasi?

Kautsky memaparkan argumennya seperti berikut ini:

(1) “Yang mengeksploitasi selalu hanya membentuk minoritas kecil di dalam


populasi.” (hal. 14 dari pamflet Kautsky)
Ini benar. Berangkat dari sini, apa argumennya? Kita dapat berargumen
dengan metode Marxis, dengan metode sosialis, yakni kita mulai dari hubungan
antara yang tereksploitasi dan yang mengeksploitasi. Atau kita dapat
berargumen dengan metode liberal, dengan metode demokrasi-borjuis. Dan
bila demikian, kita akan mulai dari hubungan antara mayoritas dan minoritas.

Bila kita berargumen secara Marxis, kita harus mengatakan: kaum yang
mengeksploitasi niscaya mengubah negara (dan kita sedang berbicara
mengenai demokrasi, yakni salah satu bentuk negara) menjadi sebuah
instrumen untuk kekuasaan kelas mereka. Oleh karenanya, selama ada kaum
pengeksploitasi yang berkuasa atas mayoritas yang tereksploitasi, negara
demokratis ini niscaya adalah demokrasi untuk kaum pengeksploitasi. Sebuah
negara kaum tereksploitasi secara fundamental harus berbeda dari negara
kaum pengeksploitasi; ia haruslah berupa demokrasi untuk yang tereksploitasi,
dan alat untuk menindas yang mengeksploitasi; dan penindasan terhadap
sebuah kelas berarti ketidaksetaraan untuk kelas tersebut, ini berarti kelas
tersebut disisihkan dari “demokrasi”.

Bila kita berargumen secara liberal, kita harus mengatakan: mayoritas


memutuskan, minoritas tunduk. Mereka yang tidak tunduk akan dihukum.
Begitu saja. Tidak ada yang perlu dikatakan mengenai karakter kelas dari
negara secara umum, atau mengenai “demokrasi murni” khususnya, karena ini
tidaklah relevan, karena mayoritas adalah mayoritas dan minoritas adalah
minoritas. Satu pon daging adalah satu pon daging, dan begitu saja.

Dan begini cara Kautsky berargumen:

(2) “Mengapa kekuasaan oleh kaum proletariat harus mengambil sebuah


bentuk yang tidak kompatibel dengan demokrasi?” (hal. 21)

Lalu ini disusul dengan penjelasan yang sangat terperinci dan panjang lebar,
yang didukung oleh sebuah kutipan dari Marx dan hasil pemilu Komune Paris,
di mana proletariat adalah mayoritas. Kesimpulannya adalah: “Sebuah rejim
yang mendapatkan dukungan yang sangat kuat dari rakyat tidak punya alasan
sama sekali untuk melanggar demokrasi. Ia tidak dapat menggunakan
kekerasan ketika kekerasan ini digunakan untuk menekan demokrasi.
Kekerasan hanya dapat dilawan dengan kekerasan. Tetapi sebuah rejim yang
tahu bahwa ia punya dukungan rakyat akan menggunakan kekerasan hanya
untuk melindungi demokrasi dan bukan untuk menghancurkan demokrasi.
Adalah bunuh diri kalau rejim ini mencampakkan dukungan yang begitu kuat
dari pemilu universal, yang merupakan sumber otoritas moral yang besar.” (hal.
22)

Seperti yang kita lihat, hubungan antara yang tereksploitasi dan yang
mengeksploitasi telah hilang di dalam argumen Kautsky. Yang ada hanya
mayoritas secara umum, minoritas secara umum, demokrasi secara umum,
“demokrasi murni” yang telah kita kenal dengan baik.

Dan semua ini katanya berkaitan dengan Komune Paris! Untuk lebih
jernihnya saya akan mengutip Marx dan Engels, guna menunjukkan apa yang
mereka katakan mengenai kediktatoran dalam kaitannya dengan Komune
Paris:

Marx: “... Ketika kaum buruh menggantikan kediktatoran borjuis dengan


kediktatoran revolusioner mereka ... untuk meluluhlantakkan perlawanan balik
dari kaum borjuasi ... kaum buruh memberikan negara ini bentuk yang
revolusioner dan transisional ...”[1]

Engels: “... Dan pihak yang memang (di dalam sebuah revolusi) harus
mempertahankan kekuasaannya dengan senjatanya yang akan mengilhami
teror di antara kaum reaksioner. Apakah Komune Paris dapat bertahan lebih
dari sehari jika tidak menggunakan otoritas dari rakyat yang bersenjata untuk
melawan kaum borjuis? Sebaliknya, apakah kita tidak dapat menyalahkan
Komune Paris karena begitu sedikit menggunakan otoritas tersebut?”[2]

Engels: “Karena negara hanyalah sebuah institusi transisional yang


digunakan di dalam perjuangan, di dalam revolusi, untuk menekan musuh-
musuh dengan kekerasan, maka adalah omong kosong besar untuk berbicara
mengenai ‘negara rakyat yang bebas’; selama kaum proletariat masih
membutuhkan negara, mereka memerlukannya bukan untuk kepentingan
kebebasan tetapi untuk menekan musuh-musuhnya, dan segera setelah
mungkin berbicara mengenai kebebasan maka negara akan berhenti eksis.”[3]
Kautsky begitu terpisah dari Marx dan Engels seperti surga dan neraka,
seperti seorang liberal dan seorang revolusioner proletariat. Demokrasi murni
dan “demokrasi” sederhana yang dibicarakan oleh Kautsky hanyalah parafrasa
dari “negara rakyat bebas”, yakni omong kosong besar. Kautsky, dengan aura
pengetahuan dari seorang bodoh yang terpelajar, atau dengan keluguan anak
sekolah yang berumur 10 tahun, bertanya: Mengapa kita membutuhkan sebuah
kediktatoran ketika kita memiliki mayoritas? Dan Marx dan Engels
menjelaskan:

-- Untuk meluluhlantakkan perlawanan balik dari kaum borjuasi;

-- Untuk mengilhami rasa takut di antara kaum reaksioner;

-- Untuk mempertahankan otoritas dari rakyat yang bersenjata dalam


melawan kaum borjuasi;

-- Agar kaum proletariat dapat menekan musuh-musuhnya secara paksa.

Kautsky tidak memahami penjelasan-penjelasan ini. Begitu jatuh cintanya dia


pada “kemurnian” demokrasi, dan tidak dapat melihat karakter borjuasinya, dia
“secara konsisten” menyerukan agar pihak mayoritas, karena mereka adalah
mayoritas, tidak perlu “menghancurkan perlawanan balik” dari pihak minoritas,
tidak perlu “secara paksa menekannya”. Kita hanya perlu menekan kasus-
kasus pelanggaran demokrasi. Begitu jatuh cintanya Kautsky dengan
“kemurnian” demokrasi, dia dengan tidak sengaja melakukan kesalahan kecil
yang selalu dilakukan oleh kaum demokrat borjuis, yakni dia menyamakan
kesetaraan formal (yang tidak lain adalah palsu dan munafik di bawah
kapitalisme) dengan kesetaraan yang sesungguhnya!

Yang mengeksploitasi dan yang dieksploitasi tidak bisa setara.

Kebenaran ini, tidak peduli betapa tidak menyenangkannya bagi Kautsky,


membentuk esensi dari sosialisme.

Kebenaran yang lain: tidak akan pernah bisa ada kesetaraan yang
sesungguhnya sampai semua kemungkinan eksploitasi satu kelas oleh kelas
yang lain telah benar-benar dihancurkan.
Kaum pengeksploitasi bisa dikalahkan dengan satu pukulan bila
pemberontakan berhasil di pusat, atau bila ada pemberontakan di dalam
angkatan bersenjata. Tetapi kecuali dalam kasus yang benar-benar unik dan
langka, kaum pengeksploitasi tidak bisa dihancurkan dengan satu pukulan.
Mustahil untuk menyita semua tuan tanah dan kapitalis di negeri yang besar
dengan sekaligus. Terlebih lagi, penyitaan saja, sebagai sebuah aksi legal atau
politik, tidak dapat menyelesaikan semua permasalahan, karena kita
harus melengserkan para tuan tanah dan kapitalis secara konkret, kita
harus menggantikan manajemen pabrik dan pertanian mereka dengan
manajemen yang berbeda, manajemen buruh, secara konkret. Tidak bisa ada
kesetaraan antara pengeksploitasi – yang selama puluhan generasi kondisi
hidupnya lebih baik karena pendidikan, kekayaan, dan kebiasaan mereka – dan
yang dieksploitasi, yang mayoritas dari mereka bahkan di republik-republik
yang paling maju dan demokratik adalah kaum miskin yang terbelakang, tidak
terdidik, penakut, dan terpecah belah. Untuk waktu yang lama setelah revolusi,
kaum pengeksploitasi secara tak terelakkan masih akan memiliki sejumlah
keunggulan praktis yang besar: mereka masih punya uang (karena mustahil
untuk menghapus uang dengan sekaligus); mereka masih punya sejumlah
properti yang mudah dipindah-pindahkan – sering kali ini cukup besar; mereka
masih punya berbagai koneksi, kemampuan berorganisasi dan manajemen;
pengetahuan akan semua “rahasia” manajemen (metode-metode); pendidikan
yang lebih baik; koneksi yang dekat dengan teknisi-teknisi ulung (yang hidup
dan berpikir seperti kaum borjuasi); jauh lebih berpengalaman dalam seni
berperang (ini sangatlah penting), dan seterusnya.

Bila kaum pengeksploitasi dikalahkan hanya di satu negeri – dan ini tentunya
adalah tipikal, karena revolusi yang bersamaan di sejumlah negeri adalah
sebuah pengecualian yang langka – mereka masih akan tetap lebih
kuat daripada kaum tereksploitasi, karena koneksi internasional mereka
sangatlah besar. Semuarevolusi telah membuktikan bahwa satu lapisan dari
kaum tereksploitasi, yang datang dari petani menengah, artisan, dan kelompok-
kelompok serupa yang paling terbelakang, mendukung kaum pengeksploitasi.
Termasuk juga Komune (karena ada juga proletariat di antara tentara
Versailles, yang “dilupakan” oleh Kautsky).
Dalam situasi seperti ini, untuk berasumsi bahwa sebuah revolusi, yang
merupakan isu yang sangatlah penting dan serius, ditentukan oleh relasi antara
mayoritas dan minoritas adalah puncak dari kebodohan, prasangka yang paling
konyol dari seorang liberal, dan usaha untuk menipu rakyat dengan menutup-
nutupi dari mereka sebuah kebenaran historis yang telah terbukti. Kebenaran
historis ini adalah bahwa di setiap revolusi yang besar kaum pengeksploitasi,
yang selama bertahun-tahun masih akan memiliki sejumlah keunggulan praktis
yang penting, akan selalu mengobarkan perlawanan yang berkepanjangan,
keras-kepala, dan nekat. Tidak akan pernah – kecuali di dalam mimpi
sentimentil dari Kautsky, sang bodoh yang sentimentil – kaum pengeksploitasi
akan tunduk pada keputusan dari mayoritas yang tereksploitasi tanpa mencoba
menggunakan semua keunggulan mereka dalam sebuah pertempuran terakhir
yang nekat atau serangkaian pertempuran.

Transisi dari kapitalisme ke komunisme membutuhkan waktu satu epos


sejarah. Sampai epos ini selesai, kaum pengeksploitasi niscaya akan selalu
mengharapkan restorasi, dan harapan ini berubah menjadi usaha-usaha untuk
restorasi. Setelah kekalahan serius mereka yang pertama, kaum
pengeksploitasi yang tertumbangkan – yang tidak menyangka mereka dapat
ditumbangkan, tidak pernah percaya kalau ini mungkin, dan tidak pernah
mengakui penumbangan mereka – akan melempar diri mereka dengan
kekuatan yang berlipat sepuluh kali, dengan gairah yang penuh kegeraman dan
kebencian yang tumbuh seratus kali lipat, ke dalam pertempuran untuk
mengembalikan “surga” mereka, yang telah direbut dari mereka. Mereka akan
bertempur demi keluarga mereka, yang telah menjalani kehidupan yang begitu
indah dan penuh kemudahan, yang sekarang oleh “massa rakyat jelata”
dihancurkan dan dijadikan miskin (atau dijadikan buruh “biasa”). Di belakang
kaum kapitalis adalah sejumlah lapisan luas borjuis kecil. Puluhan tahun
pengalaman sejarah dari semua negeri telah membuktikan bahwa mereka tidak
tegas dan selalu ragu. Satu hari mereka berbaris di belakang kaum proletariat,
dan esok harinya mereka merasa takut akan kesulitan-kesulitan dari revolusi.
Mereka menjadi panik ketika buruh mengalami kekalahan atau setengah-
kekalahan mereka yang pertama, menjadi gelisah, kebingungan, mengeluh,
dan tergopoh-gopoh menyebrang dari satu kamp ke kamp lainnya – seperti
kaum Menshevik dan Sosialis-Revolusioner kita.
Di situasi seperti ini, di dalam sebuah epos peperangan yang teramat akut,
ketika sejarah mengajukan pertanyaan mengenai eksistensi dari privilese kelas
penguasa yang sudah ada selama ribuan tahun, ketika di momen seperti ini
ada yang berbicara mengenai mayoritas dan minoritas, mengenai demokrasi
murni, mengenai tidak diperlukannya kediktatoran, dan mengenai kesetaraan
antara yang mengeksploitasi dan yang dieksploitasi! Sungguh kebodohan yang
tak ada batasnya dan filistinisme yang bukan kepalang!

Akan tetapi, selama puluhan tahun keberadaan kapitalisme yang relatif


“damai” dari tahun 1871 sampai 1914, sampah filistinisme, kedunguan, dan
pengkhianatan menumpuk di partai-partai sosialis yang beradaptasi pada
oportunisme ...

***

Para pembaca mungkin telah melihat bagaimana Kautsky, di paragraf yang


dikutip di atas, berbicara mengenai usaha untuk melanggar hak pilih universal
(di mana dia menggambarkan hak pilih universal sebagai sumber otoritas moral
yang besar, sementara Engels, dalam kaitannya dengan Komune Paris dan
masalah kediktatoran proletariat, berbicara mengenai otoritas dari rakyat yang
bersenjata dalam melawan kaum borjuasi – sungguh perbedaan yang
mencolok antara seorang filistin dan seorang revolusioner dalam memandang
“otoritas”...)

Perampasan hak pilih dari kaum pengeksploitasi adalah murni kasus Rusia,
dan ini bukan masalah kediktatoran proletariat secara umum. Bila saja Kautsky,
dengan mengesampingkan kemunafikannya, memberi judul
pamfletnya “Menentang Kaum Bolshevik”, judul ini akan sesuai dengan isi
pamfletnya, dan Kautsky akan dibenarkan dalam berbicara secara blak-blakan
mengenai hak pilih ini. Tetapi Kautsky ingin tampil terutama sebagai
“teoretikus”. Dia menyebut pamfletnya“Kediktatoran Proletariat” – secara
umum. Dia berbicara mengenai Soviet-soviet dan mengenai Rusia terutama
hanya di bagian kedua dari pamfletnya, di mulai dari paragraf keenam. Topik
yang ditelaahnya di bagian pertama (yang saya kutip)
adalah demokrasi dan kediktatoran secara umum. Dalam berbicara mengenai
hak pilih, Kautsky menampilkan dirinya sebagai seorang musuh
Bolshevik, yang sama sekali tidak peduli teori. Karena teori, yakni penalaran
mengenai fondasi kelas dari demokrasi dan kediktatoran secara umum (dan
bukan yang spesifik secara nasional), harus berbicara bukan mengenai
masalah yang spesifik, seperti hak pilih, tetapi mengenai pertanyaan yang
umum: apakah demokrasi dapat dipertahankan untuk kaum kaya, untuk kaum
pengeksploitasi di dalam periode sejarah di mana kekuasaan mereka
ditumbangkan dan negara mereka digantikan oleh negara kaum yang
tereksploitasi.

Inilah satu-satunya cara seorang teoretikus dapat mengajukan pertanyaan


ini.

Kita tahu contoh Komune Paris. Kita tahu semua yang telah dikatakan oleh
para bapak Marxisme mengenai ini. Di atas basis materi-materi ini saya
memeriksa, misalnya, masalah demokrasi dan kediktatoran di dalam pamflet
saya, “Negara dan Revolusi” yang ditulis sebelum Revolusi Oktober. Saya
sama sekali tidak berbicara mengenai pembatasan hak suara. Dan sekarang
masalah pembatasan hak suara adalah masalah yang spesifik secara nasional,
dan bukan masalah kediktatoran secara umum. Dalam melakukan pendekatan
terhadap masalah pembatasan hak suara, kita harus mempelajari kondisi-
kondisi spesifik dari Revolusi Rusia dan alur perkembangannya yang spesifik.
Ini akan kita lakukan di bagian selanjutnya di pamflet ini. Akan tetapi, akan
menjadi sebuah kekeliruan kalau kita sejak awal menjamin bahwa revolusi-
revolusi yang akan datang di Eropa semuanya, atau mayoritas, akan disertai
dengan pembatasan hak suara kaum borjuasi. Mungkin saja demikian. Setelah
peperangan dan pengalaman Revolusi Rusia mungkin saja demikian;
tetapi pembatasan hak suara bukanlah hal yang niscaya di dalam kediktatoran,
ia bukanlah sesuatu yang diharuskan dari konsep logis “kediktatoran”. Ia sama
sekali bukan kondisi yang diharuskan di dalam konsep historis dan kelas
“kediktatoran”.

Kondisi yang diharuskan dari kediktatoran adalah


penindasan paksa terhadap kaum pengeksploitasi sebagai sebuah kelas, dan,
oleh karenanya, pelanggaran“demokrasi murni”, yakni kesetaraan dan
kebebasan, dalam kaitannya terhadap kelas tersebut.
Inilah satu-satunya cara masalah ini dapat dikedepankan secara teoritis.
Karena ia gagal melakukan ini, Kautsky telah menunjukkan bahwa dia
menentang kaum Bolshevik bukan sebagai seorang teoretikus, tetapi sebagai
seorang penjilat kaum oportunis dan borjuasi.

Di negeri mana, dan dengan mempertimbangkan fitur-fitur nasional


kapitalisme yang ada, demokrasi bagi kaum pengeksploitasi akan dalam satu
atau lain bentuk dibatasi (sepenuhnya atau sebagian saja) dan dilanggar
adalah masalah fitur-fitur nasional yang spesifik dari kapitalisme ini atau itu, dari
revolusi ini atau itu. Pertanyaan teoritisnya berbeda: apakah kediktatoran
proletariat mungkin tanpa melanggar demokrasi dari kelas yang
mengeksploitasi?

Inilah pertanyaan, satu-satunya pertanyaan yang penting dan esensial


secara teoritis, yang dihindari oleh Kautsky. Dia telah mengutip banyak
paragraf dari Marx dan Engels, kecuali paragraf-paragraf yang berkaitan
dengan pertanyaan ini, dan yang telah saya kutip di atas.

Kautsky berbicara mengenai apapun yang kau sukai, mengenai apapun yang
dapat diterima oleh kaum liberal dan kaum demokrat borjuis, dan tidak keluar
dari kerangka gagasan mereka. Tetapi dia tidak berbicara mengenai hal yang
terutama, yakni kenyataan bahwa kaum proletariat tidak dapat meraih
kemenangan tanpa mematahkan perlawanan kaum borjuasi, tanpa secara
paksa menekan musuh-musuh mereka. Di mana ada “penekanan secara
paksa”, di mana tidak ada “kebebasan”, maka tentunya tidak ada demokrasi.

Ini tidak dipahami oleh Kautsky.

***

Kita sekarang harus memeriksa pengalaman Revolusi Rusia, dan perbedaan


antara Soviet dan Majelis Konstituante, yang berakhir pada pembubaran yang
belakangan ini dan pembatalan hak suara kaum borjuasi.
Catatan
[1] Baca artikel Marx “L’indifferenza in materia politica” (“On Political Indilferentism”)
(Alinanacco Republicano for 1874).

[2] Marx dan Engels, Selected Works, Moskow, 1962, Vol. I, hal. 639.

[3] Baca surat Engels untuk A. Bebel, 18-28 Maret, 1875 (Marx dan Engels, Selected
Correspondence, Moskow, 1955, hal. 357).
Soviet Tidak Berani Menjadi Organisasi
Negara

Soviet adalah bentuk kediktatoran proletariat di Rusia. Bila seorang


teoretikus Marxis, yang menulis sebuah karya mengenai kediktatoran
proletariat, benar-benar telah mempelajari topik ini (dan tidak serta-merta
mengulang-ulang keluhan-keluhan borjuis-kecil terhadap kediktatoran, seperti
yang dilakukan oleh Kautsky, yang menyanyikan lagu Menshevik), dia akan
pertama-tama memberikan definisi umum untuk kediktatoran, dan dia akan
kemudian memeriksa bentuknya yang unik secara nasional, yakni Soviet. Dia
akan memberikan kritiknya terhadap Soviet sebagai salah satu bentuk
kediktatoran proletariat.

Sungguh tidak ada hal yang serius yang bisa diharapkan dari Kautsky setelah
“interpretasi” liberalnya terhadap ajaran-ajaran Marx mengenai kediktatoran.
Tetapi cara dia melakukan pendekatan terhadap masalah apa itu Soviet, dan
cara dia menjawab masalah ini sangatlah khas.

Soviet, katanya, mengingat munculnya mereka pada 1905, menciptakan


“bentuk organisasi proletariat yang paling inklusif (umfassendste), karena ia
merangkul semua pekerja upahan.” (hal. 31) Pada 1905 soviet-soviet hanyalah
badan-badan yang bersifat lokal; pada 1917 mereka menjadi sebuah
organisasi nasional.

Kautsky melanjutkan: “Bentuk organisasi Soviet telah memiliki sejarah yang


hebat dan mulia di belakangnya, dan ia masih memiliki masa depan yang
bahkan lebih hebat di depannya, dan bukan hanya di Rusia saja. Di mana-
mana tampaknya metode-metode perjuangan ekonomi dan politik kaum
proletariat yang lama sudah tidak memadai (versagen; ekspresi Jerman ini
lebih kuat daripada “tidak memadai” dan lebih lemah daripada “impoten”) dalam
melawan kekuatan ekonomi dan politik yang ada di tangan kapital finans.
Metode-metode lama ini tidak bisa dicampakkan; mereka masih tak-tergantikan
pada masa-masa normal; tetapi dari waktu ke waktu ada tugas-tugas yang
muncul yang tidak dapat mereka penuhi, tugas-tugas yang hanya bisa dipenuhi
secara berhasil dengan kombinasi dari semua instrumen kekuatan politik dan
ekonomi kelas buruh.” (hal.32)

Lalu ini diikuti dengan sebuah penalaran mengenai pemogokan massa dan
“birokrasi serikat buruh” – yang juga dibutuhkan seperti serikat-serikat buruh –
yang “tidak berguna dalam memimpin pertempuran-pertempuran massa yang
besar, yang menjadi semakin sering terjadi ...”

“Oleh karenanya,” Kautsky menyimpulkan, “bentuk organisasi Soviet adalah


salah satu fenomena terpenting di jaman kita. Ia memiliki peluang untuk
memainkan peran yang menentukan di dalam pertempuran-pertempuran besar
yang menentukan antara kapital dan buruh, yang mana kita sedang bergerak
ke arah sana.”

“Tetapi, apakah kita punya hak untuk menuntut lebih dari Soviet? Kaum
Bolshevik, setelah Revolusi November (penanggalan baru, atau Revolusi
Oktober sesuai dengan penanggalan lama Rusia), bersama-sama dengan
kaum Sosialis-Revolusioner Kiri mengamankan mayoritas di dalam Soviet
Perwakilan Buruh Rusia, dan setelah pembubaran Majelis Konstituante,
mereka memulai mentransformasi Soviet-soviet dari organisasi perjuangan
sebuah kelas menjadi organisasi negara. Mereka menghancurkan demokrasi
yang telah dimenangkan oleh rakyat Rusia pada Revolusi Maret (penanggalan
lama, atau Revolusi Februari sesuai dengan penanggalan lama Rusia).
Bersamaan dengan ini, kaum Bolshevik telah berhenti memanggil diri mereka
sendiri kaum Sosial-Demokrat. Mereka memanggil diri mereka Komunis.” (hal.
33., italik dari Kautsky)
Mereka-mereka yang mengenal literatur Menshevik Rusia akan segera
melihat bagaimana Kautsky secara menghamba mengkopi Martov[1],
Axelrod[2], Stein dan yang lainnya. Ya, “secara menghamba”, karena Kautsky
dengan seenaknya mendistorsi fakta-fakta demi mengekori prasangka-
prasangka Menshevik. Kautsky tidak ambil pusing, misalnya, untuk
menanyakan para informannya (Stein di Berlin, atau Axelrod di
Stockholm) kapan masalah penggantian nama Bolshevik menjadi Komunis
dan kapan masalah signifikansi Soviet sebagai organisasi negara pertama kali
dikemukakan. Bila saja Kautsky menanyakan pertanyaan sederhana ini, dia
tidak akan menulis baris-baris yang konyol ini, karena kedua masalah ini
dikemukakan oleh kaum Bolshevik pada April 1917, misalnya di “Tesis” 4 April
1917 saya, yakni jauh sebelum Revolusi Oktober 1917 (dan, tentu saja, jauh
sebelum pembubaran Majelis Konstituante pada 5 Januari 1918).

Tetapi argumen Kautsky yang telah saya kutip sepenuhnya mewakili inti dari
seluruh masalah mengenai Soviet. Intinya adalah: apakah Soviet harus
berusaha menjadi organisasi negara (pada April 1917, kaum Bolshevik
mengedepankan slogan “Seluruh Kekuasaan Untuk Soviet!” dan pada
Konferensi Partai Bolshevik yang diselenggarakan pada bulan yang sama
mereka menyatakan bahwa mereka tidak puas dengan republik parlementer
borjuis, tetapi menuntut sebuah republik buruh dan tani seperti tipe Komune
Paris atau tipe Soviet); atau apakah Soviet tidak boleh berusaha untuk
mencapai ini, dan menahan diri dari merebut kekuasaan ke tangannya,
menahan diri dari menjadi organisasi negara dan tetap menjadi “organisasi
perjuangan” dari “sebuah kelas” (seperti yang diekspresikan oleh Martov, yang
dengan harapan lugunya menutup-nutupi kenyataan bahwa di bawah
kepemimpinan Menshevik Soviet adalah instrumen yang digunakan untuk
menundukkan kaum buruh di bawah borjuasi).

Kautsky secara menghamba mengulang kata-kata Martov,


memilah fragmen-fragmen dari polemik teoritis antara Bolshevik dan
Menshevik, dan secara tidak kritis dan seenaknya mencangkokkan mereka ke
bidang teori dan Eropa secara umum. Hasilnya adalah sebuah tambal sulam
yang begitu buruk sehingga mengundang tawa keras dari setiap buruh Rusia
yang sadar kelas yang membaca argumen-argumen Kautsky ini.
Ketika kita menjelaskan apa isu utamanya, setiap buruh di Eropa (kecuali
segelintir kaum imperialis-sosial yang tak bertulang punggung) akan
menyambut Kautsky dengan tawa yang sama kerasnya.

Kautsky telah memberikan Martov bantuan yang tak terduga dengan


mengembangkan kesalahannya menjadi sebuah absurditas yang mencolok.
Coba kita lihat apa argumen Kautsky sebenarnya.

Soviet merangkul semua pekerja upahan. Metode-metode perjuangan


ekonomi dan politik kaum proletariat yang lama sudah tidak memadai dalam
melawan kapital finans. Soviet punya peran yang besar di masa depan, dan
tidak hanya di Rusia. Mereka akan memainkan peran yang menentukan di
dalam pertempuran-pertempuran besar yang menentukan antara kapital dan
buruh di Eropa. Inilah yang dikatakan oleh Kautsky.

Luar biasa. Tetapi bukankah “pertempuran-pertempuran yang menentukan


antara kapital dan buruh” akan menentukan kelas mana yang akan merebut
kekuasaan negara?

Tidak boleh sama sekali! Ini haram!

Soviet, yang merangkul semua pekerja upahan, tidak boleh menjadi


organisasi negara di dalam pertempuran-pertempuran “yang menentukan”!

Tetapi apa itu negara?

Negara tidak lain adalah mesin bagi satu kelas untuk menindas kelas yang
lainnya.

Oleh karenanya, kelas yang tereksploitasi, kaum pelopor dari semua rakyat
pekerja dan rakyat yang tereksploitasi di masyarakat modern, harus berusaha
bergerak ke “pertempuran-pertempuran menentukan antara kapital dan
buruh”, tetapi tidak boleh menyentuh mesin negara yang digunakan oleh
kapital untuk menindas buruh! Mereka tidak boleh menghancurkan mesin
tersebut! Mereka tidak boleh menggunakan organisasinya yang sepenuhnya-
inklusif untuk menindas kaum pengeksploitasi!
Luar biasa, Tn. Kautsky, luar biasa! “Kita” mengakui perjuangan kelas –
seperti halnya semua kaum liberal mengakuinya, yakni tanpa penggulingan
kaum borjuasi ...

Di sinilah perpecahan Kautsky dengan Marxisme dan sosialisme menjadi


jelas. Sesungguhnya, ini adalah pembelotan ke kamp borjuasi, yang siap
memberikan segala macam konsesi kecuali transformasi organisasi kelas
tertindas menjadi organisasi negara. Kautsky sudah tidak bisa lagi
menyelamatkan posisinya yang ingin mendamaikan segalanya dan
menghindari semua kontradiksi-kontradiksi utama dengan kata-kata.

Kautsky sepenuhnya menolak perebutan kekuasaan negara oleh kelas


buruh, atau dia menerima bahwa kelas buruh boleh mengambil alih mesin
negara borjuis yang lama. Tetapi dia tidak akan pernah menerima bahwa kelas
buruh harus menghancurkan negara borjuis yang lama dan menggantikannya
dengan mesin proletar yang baru. Bagaimanapun argumen-argumen Kautsky
“diinterpretasikan”, atau “dijelaskan”, perpecahan dia dengan Marxisme dan
pembelotan dia ke kamp borjuasi adalah jelas.

Di “Manifesto Komunis”, Marx menjelaskan bentuk negara seperti apa yang


dibutuhkan oleh kelas buruh yang menang. Dia menulis: “negara, yakni, kelas
proletar yang terorganisir sebagai kelas penguasa.”[3] Sekarang ada
seseorang, yang masih mengklaim dirinya sebagai seorang Marxis, maju ke
depan dan menyatakan bahwa kaum proletariat, yang sepenuhnya terorganisir
dan mengobarkan “pertempuran menentukan” melawan kapital, tidak
boleh mengubah organisasi kelasnya menjadi organisasi negara. Di sini
Kautsky telah menunjukkan “takhayul mengenai negara”, yang di Jerman,
seperti yang ditulis oleh Engels pada 1891, “telah merasuk ke dalam pemikiran
umum kaum borjuasi dan bahkan banyak buruh.”[4] Buruh, berjuanglah! -- Para
filistin kita “setuju” dengan ini (semua kaum borjuasi juga “setuju” dengan ini,
karena buruh tetap akan berjuang, dan satu-satunya hal yang perlu dilakukan
adalah mencari cara untuk menumpulkan pisau mereka) – berjuanglah,
tetapi jangan berani-berani menang! Jangan hancurkan mesin negara borjuis,
jangan gantikan “organisasi negara” borjuis dengan “organisasi negara”
proletar!
Siapa pun yang secara jujur setuju dengan gagasan Marxis bahwa negara
tidak lain adalah sebuah mesin yang digunakan satu kelas untuk menindas
kelas yang lain, dan yang telah mempertimbangkan kebenaran ini, tidak akan
pernah dapat meraih kesimpulan yang konyol bahwa organisasi proletar yang
dapat mengalahkan kapital finans tidak boleh mengubah dirinya menjadi
organisasi negara. Pada poin inilah tersibak kaum borjuis kecil yang percaya
bahwa “setelah semuanya” negara adalah sesuatu yang ada di luar kelas atau
di atas kelas. Mengapa kelas proletariat, “sebuah kelas”, diperbolehkan
mengobarkan perjuangan yang tak kunjung padam melawan kapital¸ yang
menindas tidak hanya proletariat tetapi juga seluruh rakyat, seluruh borjuasi
kecil, seluruh kaum tani, tetapi “kelas yang satu ini” tidak diperbolehkan
mengubah organisasinya menjadi sebuah organisasi negara? Karena kaum
borjuis kecil takut terhadap perjuangan kelas, dan tidak dapat membawa
perjuangan kelas ke kesimpulan logisnya, ke tujuan utamanya.

Kautsky menjadi bingung sendiri dan mengekspos dirinya sendiri. Dia sendiri
mengakui bahwa Eropa sedang bergerak ke arah pertempuran-pertempuran
menentukan antara kapital dan buruh, dan bahwa metode-metode perjuangan
ekonomi dan politik kelas proletariat yang lama sudah tidak memadai. Tetapi
metode-metode lama ini justru adalah penggunaan demokrasi borjuis. Oleh
karenanya ...?

Tetapi Kautsky takut memikirkan kelanjutannya.

... Oleh karenanya hanya seorang reaksioner, seorang musuh kelas buruh,
seorang kacung borjuasi, yang sekarang dapat memalingkan mukanya ke
masa lalu yang sudah usang, menghiasi demokrasi borjuis dan berkoar-koar
tentang demokrasi murni. Demokrasi borjuis dulunya progresif dibandingkan
dengan abad pertengahan, dan ia harus digunakan. Tetapi sekarang ia
sudah tidak lagi memadai bagi kelas buruh. Sekarang kita harus menatap ke
depan alih-alih ke belakang – untuk menggantikan demokrasi borjuis dengan
demokrasi proletariat. Dan sementara kerja persiapan untuk revolusi
proletariat, pembentukan dan pelatihan pasukan proletar adalah mungkin (dan
diperlukan) di dalam kerangka negara demokratik-borjuis, sekarang ketika kita
telah sampai pada tahapan “pertempuran menentukan”, untuk membatasi
proletariat ke dalam kerangka ini berarti mengkhianati perjuangan proletariat,
berarti menjadi seorang pengkhianat.

Kautsky telah membuat dirinya sendiri tampak konyol dengan mengulangi


argumen Martov tanpa mengetahui bahwa dalam kasus Martov argumen ini
adalah berdasarkan argumen lain yang dia, Kautsky, tidak gunakan! Martov
mengatakan (dan Kautsky mengulanginya) bahwa Rusia belumlah matang
untuk sosialisme. Dari ini, secara logis maka terlalu dini untuk mentransformasi
Soviet dari organ perjuangan menjadi organisasi negara (baca: adalah waktu
yang tepat untuk mentransformasi Soviet, dengan bantuan para pemimpin
Menshevik, menjadi instrumen untuk menundukkan kaum buruh ke bawah
kaum borjuasi imperialis). Akan tetapi, Kautsky tidak dapat mengatakan secara
terbuka bahwa Eropa belumlah matang untuk sosialisme. Pada 1909, ketika
dia belumlah menjadi seorang pengkhianat, dia menulis bahwa tidak ada
alasan untuk takut terhadap revolusi yang prematur, bahwa siapa pun yang
menyangkal revolusi karena takut akan kekalahan adalah seorang
pengkhianat. Kautsky tidak berani membantah ini secara terbuka. Dan oleh
karenanya kita mendapati absurditas, yang dengan sepenuhnya menyibak
kebodohan dan kepengecutan dari seorang borjuis kecil: di satu pihak, Eropa
sudah matang untuk sosialisme dan bergerak ke arah pertempuran
menentukan antara kapital dan buruh; tetapi, di lain pihak, organisasi
perjuangan (yakni organisasi yang lahir, tumbuh, dan bertambah kuat melalui
perjuangan), organisasi proletariat, sang pelopor dan organisator, sang
pemimpin rakyat tertindas, tidak boleh diubah menjadi organisasi negara.

***

Dari sudut pandang politik praktis, gagasan bahwa Soviet diperlukan sebagai
organisasi perjuangan tetapi tidak boleh diubah menjadi organisasi negara
adalah jauh lebih absurd dibandingkan dari sudut pandang teori. Bahkan di
masa damai, ketika tidak ada situasi revolusioner, perjuangan massa buruh
dalam melawan kapitalis – misalnya, pemogokan massa – menimbulkan rasa
permusuhan yang besar di antara kedua belah pihak, menimbulkan semangat
yang menggebu-gebu di dalam perjuangan, di mana kaum borjuasi terus
bersikeras bahwa mereka masihlah “penguasa di rumah mereka sendiri:”, dsb.
Dan di masa revolusi, ketika kehidupan politik mencapai titik didih, sebuah
organisasi seperti Soviet, yang merangkul semua pekerja di semua cabang
industri, semua tentara, dan semua lapisan pekerja dan kaum miskin desa –
organisasi seperti ini, secara otomatis, seiring dengan perkembangan
perjuangan, oleh karena “logika” sederhana dari menyerang dan bertahan,
niscaya berbenturan dengan masalah ini secara langsung. Usaha untuk
mengambil posisi tengah dan untuk “mendamaikan” kelas proletariat dengan
kelas borjuasi adalah kebodohan yang teramat besar dan pasti menemui
kegagalan. Inilah yang terjadi di Rusia pada ceramah dari Martov dan kaum
Menshevik lainnya, dan ini akan terjadi di Jerman dan negeri-negeri lain bila
Soviet berhasil berkembang dalam skala yang luas, berhasil bersatu dan
menjadi kuat. Untuk mengatakan kepada Soviet: bertarunglah, tetapi jangan
rebut kekuasaan negara ke tanganmu, jangan menjadi organisasi negara – ini
sama dengan berceramah mengenai kolaborasi kelas dan “perdamaian sosial”
antara proletariat dan borjuasi. Sungguh tidak masuk akal untuk bahkan
berpikir bahwa di tengah perjuangan yang tajam posisi seperti ini tidak akan
berakhir pada kekalahan yang telak. Tetapi nasib Kautsky adalah untuk duduk
di antara dua kursi. Dia pura-pura tidak setuju secara teoritis dengan kaum
oportunis dalam semua hal, tetapi dalam praktek dia setuju dengan mereka
dalam semua hal yang esensial (yakni, dalam semua hal yang berkaitan
dengan revolusi).

Catatan

[1] Yuli Martov (1873-1923) adalah pemimpin Menshevik. Dia memulai karir politiknya
pada tahun 1895 bekerja bersama Lenin di Liga Perjuangan Untuk Emansipasi Kelas
Buruh di kota St Petersburg. Awalnya dia berkolaborasi dengan Lenin untuk mendirikan
Iskra namun pecah dengannya pada tahun 1903..

[2] Pavel Axelrod (1850-1928) adalah salah satu pendiri Kelompok Emansipasi Buruh.
Setelah Kongres Kedua Partai Buruh Sosial Demokrasi Buruh pada 1903 dia bergabung
dengan Menshevik.

[3] Marx dan Engels, Manifesto of the Communist Party, Moskow, 1957, p. 85.
[4] Lenin merujuk pada Kata Pengantar Engels untuk Perang Sipil di Prancis oleh Karl
Marx (Marx dan Engels, Selected Works, Moskow, 1962,Vol. 1, hal. 484)

Majelis Konstituante dan Republik Soviet

Masalah Majelis Konstituante dan pembubarannya oleh kaum Bolshevik


adalah inti dari seluruh pamflet Kautsky. Dia terus kembali ke topik ini, dan
seluruh karya dari pemimpin ideologi Internasional Kedua ini dipenuhi dengan
sindiran-sindiran bahwa kaum Bolshevik telah “menghancurkan demokrasi”
(lihat salah satu kutipan Kautsky di atas). Masalah ini adalah masalah yang
sungguh-sungguh menarik dan penting, karena di sini relasi antara demokrasi
borjuasi dan demokrasi proletariat diajukan ke hadapan revolusi dalam bentuk
yang praktis. Mari kita lihat bagaimana “teoretikus Marxis” kita menjawab
masalah ini.

Dia mengutip “Tesis Majelis Konstituante”, yang ditulis oleh saya dan
diterbitkan di koran Pravda pada 26 Desember 1917. Kita mungkin akan
berpikir bahwa dengan mengutip tulisan saya Kautsky telah melakukan
pendekatan yang serius terhadap masalah ini. Tetapi lihat bagaimana dia
mengutipnya. Dia tidak mengatakan bahwa ada 19 tesis; dia tidak mengatakan
bahwa tesis-tesis ini mendiskusikan relasi antara republik borjuis yang lazim
dengan Majelis Konstituante dan republik Soviet, dan juga sejarah perbedaan
di dalam revolusi kita antara Majelis Konstituante dengan kediktatoran
proletariat. Kautsky mengabaikan semua ini, dan hanya mengatakan kepada
para pembaca bahwa “kedua dari mereka (tesis-tesis ini) adalah cukup
penting”: yang satu menyatakan bahwa perpecahan di antara kaum Sosialis-
Revolusioner terjadi setelah pemilu Majelis Konstituante, tetapi sebelum
Majelis Konstituante ini bertemu (Kautsky tidak menyebutkan bahwa ini adalah
tesis kelima); dan tesis yang satu lagi, bahwa republik Soviet secara umum
adalah bentuk demokrasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan Majelis
Konstituante (Kautsky tidak menyebutkan bahwa ini adalah tesis ketiga).
Hanya dari tesis ketiga ini Kautsky mengutip dengan setengah lengkap, yakni
baris-baris berikut ini:

“Republik Soviet bukan hanya sebuah tipe institusi demokrasi yang lebih
tinggi (dibandingkan dengan republik borjuis lazimnya yang dimahkotai oleh
Majelis Konstituante), tetapi juga adalah satu-satunya bentuk institusi
demokrasi yang dapat menjadi transisi yang paling tidak menyakitkan[1] ke
sosialisme.” (Kautsky menghapus kata “lazimnya” dan kata-kata pengantar dari
tesis tersebut: “Untuk transisi dari sistem borjuis ke sistem sosialis, untuk
kediktatoran proletariat”).

Setelah mengutip kata-kata ini, Kautsky, dengan ironi yang luar biasa,
menyatakan:

“Sungguh menyedihkan bahwa kesimpulan ini diraih hanya setelah kaum


Bolshevik menemui diri mereka sebagai minoritas di dalam Majelis
Konstituante. Sebelum itu, tidak ada yang menuntut diselenggarakannya
Majelis Konstituante lebih bersemangat daripada Lenin.”

Inilah yang secara harfiah ditulis oleh Kautsky di halaman 31 dari bukunya!

Sungguh mengagumkan! Hanya seorang penjilat borjuasi yang dapat


memalsukan ini guna memberi kesan kepada para pembaca bahwa semua
yang dikatakan oleh kaum Bolshevik mengenai bentuk negara yang tinggi
adalah sebuah rekaan yang hanya muncul setelah mereka menemui diri
mereka sebagai minoritas di dalam Majelis Konstituante! Kebohongan seperti
ini hanya dapat diucapkan oleh seorang bajingan yang telah menjual dirinya ke
kaum borjuasi, atau, sama buruknya, seorang yang mempercayai Axelrod dan
menyembunyikan sumber informasinya.

Bagi semua orang yang tahu bahwa pada hari tibanya saya di Rusia pada 4
April 1917, saya di depan publik membaca tesis saya di mana saya
memproklamirkan superioritas tipe negara Komune Paris dibandingkan
republik parlementer borjuis. Setelah itu, saya berulang kali menyatakan ini di
koran. Misalnya, di sebuah pamflet mengenai partai-partai politik, yang
diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan diterbitkan pada Januari 1918 di
koran Evening Post di New York.[2] Lebih dari itu, Konferensi Partai Bolshevik
pada akhir April 1917 mengadopsi sebuah resolusi yang menyatakan bahwa
republik proletariat dan tani adalah lebih superior dibandingkan dengan republik
parlementer borjuis, dan bahwa Partai kami tidak akan puas dengan yang
belakangan ini, dan bahwa Program Partai akan diubah sesuai dengan situasi.

Di hadapan fakta-fakta ini, nama apa yang bisa diberikan kepada muslihat
Kautsky untuk meyakinkan para pembaca Jermannya bahwa saya telah
dengan menggebu-gebu menuntut diselenggarakannya Majelis Konstituante,
dan bahwa saya mulai “mengecilkan” martabat dan kehormatan Majelis
Konstituante hanya setelah kaum Bolshevik menemui dirinya sebagai minoritas
di dalamnya? Bagaimana seorang bisa memaafkan muslihat seperti ini?[3] Apa
kita bisa mengatakan bahwa Kautsky tidak mengetahui fakta-fakta yang ada?
Bila demikian, mengapa dia menulis mengenai topik ini? Atau mengapa dia
tidak secara jujur mengumumkan bahwa dia menulis berdasarkan informasi
yang disediakan oleh kaum Menshevik seperti Stein, Axelrod, dan yang
lainnya? Dengan berpura-pura objektif, Kautsky ingin menyembunyikan
perannya sebagai pelayan Menshevik, yang sakit hati karena mereka telah
dikalahkan.

Akan tetapi, ini kecil dibandingkan apa yang akan datang.

Mari kita berasumsi bahwa Kautsky tidak dapat (?) memperoleh dari para
informannya terjemahan resolusi-resolusi dan pernyataan-pernyataan
Bolshevik mengenai masalah apakah kaum Bolshevik akan merasa puas atau
tidak dengan republik parlementer demokratik borjuis. Mari kita asumsikan ini,
walaupun ini adalah asumsi yang luar biasa. Tetapi Kautsky secara langsung
menyebut tesis saya pada 26 Desember 1917, di halaman 30 dari bukunya.

Apa dia tidak tahu tesis ini dalam bentuknya yang lengkap, atau dia hanya
tahu dari apa yang diterjemahkan untuknya oleh Stein, Axelrod, dkk? Kautsky
mengutip tesis ketiga mengenai masalah fundamental apakah kaum
Bolshevik, sebelum pemilu Majelis Konstituante, menyadari bahwa republik
Soviet adalah lebih superior dibandingkan dengan republik borjuis, dan apakah
mereka memberitahu rakyat mengenai ini. Tetapi dia tetap bungkam mengenai
tesis kedua.

Tesis yang kedua adalah seperti berikut:


“Sementara menuntut diselenggarakannya Majelis Konstituante, Sosial
Demokrasi Revolusioner semenjak permulaan Revolusi 1917 telah berulang
kali menekankan bahwa republik Soviet adalah bentuk demokrasi yang lebih
tinggi daripada republik borjuis lazimnya dengan Majelis Konstituante.” (Italik
dari saya)

Untuk menggambarkan kaum Bolshevik sebagai orang-orang yang tidak


prinsipil, sebagai “kaum oportunis revolusioner” (ini adalah ungkapan yang
digunakan oleh Kautsky di bukunya, saya lupa dalam kaitan apa tepatnya), Tn.
Kautsky telah menyembunyikan dari para pembaca Jermannya fakta bahwa
tesis ini merujuk langsung pada deklarasi-deklarasi yang telah “berulang kali”
dinyatakan!

Ini adalah metode yang dangkal, buruk, dan memuakkan! Inilah bagaimana
caranya dia menghindari masalah teori!

Apakah benar atau tidak bahwa republik parlementer demokratik-borjuis


lebih inferior dibandingkan republik tipe Komune Paris atau Soviet? Inilah
masalah utamanya, dan Kautsky telah menghindar darinya. Kautsky telah
“melupakan” semua yang telah dikatakan oleh Marx dalam analisanya terhadap
Komune Paris. Dia juga telah “melupakan” surat Engels kepada Bebel pada 28
Maret 1875, di mana gagasan Marx yang sama ini diformulasikan dengan
teramat jelas dan mudah dipahami: “Komune sudah bukan lagi negara dalam
makna kata yang sesungguhnya.”

Di sini, teoretikus Internasional Kedua yang paling terkemuka, di dalam


pamflet mengenai Kediktatoran Proletariat dan terutama berbicara mengenai
Rusia, di mana masalah mengenai bentuk negara yang lebih tinggi daripada
republik demokratik borjuis telah dikedepankan secara langsung dan berulang
kali, mengabaikan masalah ini. Apa bedanya ini dengan pembelotan ke kamp
borjuasi?

(Dalam hal ini juga, Kautsky hanya mengekor kaum Menshevik Rusia. Di
antara kaum Menshevik Rusia, banyak yang tahu “semua kutipan” dari Marx
dan Engels. Namun tidak ada satu pun kaum Menshevik, dari April sampai
Oktober 1917 dan dari Oktober 1917 sampai Oktober 1918, yang
berusaha sekalipun untuk memeriksa masalah mengenai tipe negara Komune
Paris. Plekhanov juga menghindari masalah ini. Pada kenyataannya dia harus
menghindari ini.)

Mendiskusikan pembubaran Majelis Konstituante[4] dengan orang-orang


yang mengklaim dirinya sosialis dan Marxis, tetapi pada kenyataannya untuk
masalahfundamental telah membelot ke kubu borjuasi, yakni masalah tipe
negara Komune Paris, adalah seperti melempar mutiara ke seekor babi. Kita
cukup menyajikan teks lengkap dari tesis saya mengenai Majelis Konstituante
sebagai lampiran untuk buku ini. Para pembaca lalu dapat melihat bagaimana
masalah ini diajukan pada 26 Desember 1917, dari sudut pandang teori,
sejarah, dan politik praktis.

Bila Kautsky telah sepenuhnya meninggalkan Marxisme sebagai seorang


teoretikus, dia setidaknya harus memeriksa masalah perjuangan antara Soviet
dengan Majelis Konstituante sebagai seorang sejarawan. Dari banyak karya-
karyanya kita tahu bahwa Kautsky tahu bagaimana menjadi seorang sejarawan
Marxis, dan karya-karyanya tersebut akan tetap jadi bahan bacaan kaum
proletariat walaupun dia telah berkhianat. Tetapi mengenai masalah ini,
Kautsky, bahkan sebagai seorang sejarawan, memalingkan punggungnya ke
kebenaran, mengabaikan fakta-fakta yang sudah terbukti dan bertingkah
seperti seorang penjilat. Dia inginmenggambarkan kaum Bolshevik sebagai
orang-orang yang tidak prinsipil dan dia mengatakan kepada para pembacanya
bahwa kaum Bolshevik mencoba untukberdamai dengan Majelis Konstituante
sebelum membubarkannya. Sama sekali tidak ada yang salah dengan ini.
Tidak ada yang ingin kami tarik kembali. Saya berikan tesis kami dengan
lengkap dan di sana dikatakan dengan sejelas-jelasnya: Tuan-tuan borjuis kecil
yang terombang-ambing, yang ada di dalam Majelis Konstituante, tunduk pada
kediktatoran proletariat atau kami akan menaklukkan kalian dengan “metode
revolusioner” (tesis 18 dan 19).

Inilah bagaimana seorang proletariat yang benar-benar revolusioner selalu


bersikap dan akan selalu bersikap terhadap para borjuis kecil yang terombang-
ambing.

Kautsky mengadopsi sebuah posisi yang formal dalam masalah Majelis


Konstituante. Tesis saya dengan jelas dan berulang kali mengatakan bahwa
kepentingan revolusi adalah lebih tinggi daripada hak-hak formal Majelis
Konstituante (baca tesis 16 dan 17). Sudut pandang demokratik formal adalah
sudut pandang kaum demokrat borjuis yang menolak mengakui bahwa
kepentingan kaum proletariat dan perjuangan kelas proletariat adalah yang
tertinggi. Sebagai seorang sejarawan, Kautsky tidak dapat menyangkal bahwa
parlemen borjuis adalah organ dari kelas penguasa. Tetapi sekarang (untuk
tujuan menolak revolusi) Kautsky harus melupakan Marxismenya, dan
dia menghindari pertanyaan: Majelis Konstituante adalah organ kelas mana?
Kautsky tidak mengkaji kondisi-kondisi yang konkret. Dia tidak ingin
menghadapi fakta-fakta. Dia tidak mengatakan barang satu kata pun kepada
para pembaca Jermannya mengenai fakta bahwa tesis saya mengandung tidak
hanya penjabaran teoritis akan keterbatasan dari demokrasi borjuis (tesis 1
sampai 3), tidak hanya penjabaran kondisi-kondisi konkret yang menentukan
perbedaan antara daftar caleg di pertengahan Oktober 1917 dan situasi yang
sesungguhnya pada Desember 1917 (tesis 4 sampai 6), tetapi jugasejarah
perjuangan kelas dan Perang Sipil pada Oktober-Desember 1917 (tesis 7-15).
Dari sejarah yang konkret ini kita menarik kesimpulan (tesis 14) bahwa slogan
“Semua Kekuasaan Untuk Majelis Konstituante!” telah, pada kenyataannya,
menjadi slogan orang-orang Kadet dan Kaledin[5] dan kaki tangan mereka.

Kautsky sang sejarawan tidak mampu melihat ini. Kautsky sang sejarawan
tidak pernah mendengar bahwa hak pilih universal kadang-kadang
menghasilkan parlemen yang borjuis-kecil, kadang-kadang parlemen yang
reaksioner dan kontra-revolusioner. Kautsky sang sejarawan Marxis tidak
pernah mendengar bahwa bentuk pemilu, bentuk demokrasi, adalah satu hal,
dan karakter kelas dari sebuah institusi adalah satu hal lain. Masalah karakter
kelas dari Majelis Konstituante secara langsung diajukan dan dijawab di dalam
tesis saya. Mungkin jawaban saya keliru. Kami akan sangat menerima kritik
Marxis dari orang luar terhadap analisa kami. Alih-alih menulis baris-baris yang
sangat konyol (yang banyak sekali di dalam buku Kautsky) mengenai
pelarangan kritik terhadap Bolshevisme, dia mestinya membuat kritik itu
sendiri. Tetapi dia tidak menawarkan kritik sama sekali. Dia bahkan
tidak mengungkit masalah analisa kelas Soviet di satu pihak, dan analisa kelas
Majelis Konstituante di lain pihak. Oleh karenanya mustahil untuk berargumen,
untuk berdebat dengan Kautsky. Yang bisa kita lakukan
hanyamendemonstrasikan kepada para pembaca mengapa Kautsky adalah
seorang pengkhianat dan tidak bisa lain.

Perbedaan antara Soviet dan Majelis Konstituante memiliki sejarahnya.


Bahkan seorang sejarawan yang tidak punya perspektif perjuangan kelas tidak
bisa mengabaikannya. Kautsky tidak ingin menyentuh sejarah yang
sesungguhnya ini. Kautsky telah menyembunyikan dari para pembaca
Jermannya fakta yang sudah terbukti luas (yang hanya bisa disembunyikan
oleh seorang Menshevik yang culas) bahwa perbedaan antara Soviet dan
institusi “negara umumnya” (dalam kata lain, borjuis) telah eksis bahkan di
bawah rejim Menshevik, dari Februari sampai Oktober 1917. Sebenarnya,
Kautsky mengadopsi posisi konsiliasi, kompromi, dan kolaborasi antara
proletariat dan borjuasi. Tidak peduli sekeras apapun Kautsky ingin
membantah ini, ini adalah kenyataan yang termaktub di dalam seluruh
pamfletnya. Untuk mengatakan bahwa Majelis Konstituante tidak boleh
dibubarkan adalah sama dengan mengatakan bahwa perjuangan melawan
borjuasi tidak boleh diperjuangkan sampai garis akhir, bahwa kaum borjuasi
tidak boleh ditumbangkan dan bahwa proletariat harus berdamai dengan
mereka.

Mengapa Kautsky diam saja mengenai kenyataan bahwa kaum Menshevik


telah melakukan kerja yang tercela ini dari Februari sampai Oktober 1917 dan
tidak meraih apapun? Bila memang mungkin mendamaikan kaum borjuasi
dengan kaum proletariat, mengapa kaum Menshevik tidak berhasil dalam
melakukan ini? Mengapa kaum borjuasi menentang Soviet? Mengapa kaum
Menshevik menyebut Soviet-soviet sebagai “demokrasi revolusioner”, dan
kaum borjuasi sebagai “elemen-elemen berpunya”?

Kautsky telah menyembunyikan dari para pembaca Jermannya bahwa kaum


Menshevik-lah yang, dalam “epos” pemerintahan mereka (Februari sampai
Oktober 1917), menyebut Soviet sebagai “demokrasi revolusioner”, dan oleh
karenanya mengakui superioritas Soviet di atas semua institusi lainnya. Hanya
dengan menyembunyikan fakta ini Kautsky sang sejarawan menciptakan kesan
bahwa perbedaan antara Soviet dan borjuasi tidak memiliki sejarah, bahwa
perbedaan ini timbul dengan sendirinya, tanpa sebab, tiba-tiba, karena perilaku
buruk dari kaum Bolshevik. Namun, pada kenyataannya, yang meyakinkan
rakyat akan kesia-siaan dari usaha kaum Menshevik dan menjauhkan kaum
proletariat dari mereka adalah lebih dari enam bulan (suatu waktu yang
panjang di masa revolusi) pengalamandi bawah Menshevik di mana mereka
berusaha untuk berkompromi dan mendamaikan proletariat dengan borjuasi.

Kautsky mengakui bahwa Soviet adalah organisasi perjuangan proletariat


yang hebat, dan bahwa Soviet punya masa depan yang cerah di hadapannya.
Tetapi, biarpun dia berkata begitu, posisi Kautsky runtuh seperti rumah kartu,
atau buyar seperti mimpi seorang borjuis kecil yang ingin menghindari
perjuangan tajam antara proletariat dan borjuasi. Karena revolusi adalah
sebuah perjuangan yang berkelanjutan dan terlebih lagi nekat, dan kaum
proletariat adalah kelas pelopor dari semua rakyat tertindas, fokus dan pusat
dari semua aspirasi rakyat tertindas untuk pembebasan mereka! Oleh
karenanya, wajar saja kalau Soviet, sebagai organ perjuangan rakyat tertindas,
merefleksikan dan mengekspresikan mood dan perubahan opini rakyat dengan
lebih cepat, lebih penuh, dan lebih sesuai dibandingkan dengan institusi lainnya
(inilah mengapa demokrasi Soviet adalah tipe demokrasi yang lebih tinggi).

Di periode antara 28 Februari dan 25 Oktober 1917, Soviet berhasil


menyelenggarakan dua Kongres Seluruh-Rusia yang mewakili mayoritas
populasi Rusia, semua buruh dan tani, dan 70 atau 80 persen kaum tani. Belum
lagi ratusan bahkan ribuan kongres tingkat lokal, uyezd, kota, gubernia, dan
regional. Selama periode ini, kaum borjuasi tidak berhasil menyelenggarakan
satu pun pertemuan atau institusi yang mewakili mayoritas rakyat (kecuali
“Konferensi Demokratik”[6]yang adalah olok-olokan, yang membuat murka
kaum proletariat). Majelis Konstituante merefleksikan mood rakyat dan
pengelompokan politik yang sama seperti saat Kongres Soviet Seluruh Rusia
Pertama (Juni 1917). Ketika Majelis Konstituante diselenggarakan (Januari
1918), Kongres Soviet Kedua (Oktober 1917) dan Ketiga (Januari 1918) telah
bertemu, dan kedua kongres ini telah menunjukkan sejelas-jelasnya bahwa
rakyat telah berayun ke kiri, telah menjadi revolusioner, dan telah bergerak ke
sisi kaum Bolshevik. Dalam kata lain, rakyat telah pecah dari kepemimpinan
borjuis-kecil, telah pecah dari ilusi bahwa perdamaian dengan kaum borjuasi
adalah hal yang mungkin, dan telah bergabung dengan perjuangan proletariat
revolusioner untuk menumbangkan kaum borjuasi.
Jadi, bahkan sejarah eksternal Soviet menunjukkan bahwa Majelis
Konstituante adalah sebuah badan yang reaksioner dan bahwa pembubaran
adalah hal yang tak terelakkan. Tetapi Kautsky tetap berpegang teguh pada
“slogannya”: biarlah “demokrasi murni” menang walaupun revolusi binasa dan
kaum borjuasi mengalahkan kaum proletariat! Fiat justitia, pereat
mundus! [Bahasa Latin untuk “Biarlah hukum ditegakkan, walaupun dunia
mungkin akan binasa!” – Pent.]

Di bawah adalah hasil dari kongres-kongres Soviet Seluruh Rusia selama


perjalanan sejarah Revolusi Rusia:

Kongres Soviet Seluruh Jumlah Jumlah % Delegasi


Rusia Delegasi Delegasi Bolshevik
Bolshevik
Pertama (3 Juni 1917) 790 103 13
Kedua (25 Oktober 1917) 675 343 51
Ketiga (10 Januari 1918) 710 434 61
Keempat (14 Maret 1918) 1232 795 54
Kelima (4 Juli 1918) 1164 773 66

Dengan melihat sekilas hasil di atas kita dapat memahami mengapa


pembelaan terhadap Majelis Konstituante dan kegaduhan (seperti dari
Kautsky) mengenai Bolshevik yang tidak memiliki mayoritas populasi di
belakang mereka adalah olok-olokan di Rusia.

Catatan

[1] Kautsky jelas-jelas mencoba untuk menjadi ironis, dengan berkali-kali mengutip
ekspresi transisi yang “paling tidak menyakitkan”; tetapi di beberapa halaman berikutnya
dia melakukan pemalsuan dan mengutipnya menjadi transisi yang “tidak menyakitkan”!
Tentu saja, dengan cara seperti ini sangatlah mudah untuk menaruh kekonyolan apapun
ke dalam mulut seorang musuh. Pemalsuan ini juga membantu dia untuk menghindari
inti dari argumen ini, yakni bahwa transisi yang paling tidak menyakitkan ke sosialisme
hanyalah mungkin bila semua kaum miskin terorganisir (ke dalam Soviet-soviet) dan
ketika pusat dari kekuasaan negara (proletar) membantu mereka untuk terorganisir. –
Catatan Lenin

[2] Pamflet Lenin “Political Parties in Russia and The Tasks of the
Proletariat” diterbitkan oleh The Evening Post pada 15 Januari, 1918, dan oleh The Class
Struggle, organ sayap kiri dari Partai Sosialis Amerika, di edisi nomor 4 untuk bulan
November-Desember 1917. Ini juga diterbitkan sebagai edisi terpisah.

The Evening Post adalah koran borjuis yang diterbitkan di New York dari tahun 1801
(dari 1801 hingga 1832 koran ini bernama The New York Evening Post). Selama
bertahun-tahun, koran ini mengikuti kebijakan liberal. Setelah Revolusi Oktober, koran ini
menerbitkan perjanjian-perjanjian rahasia yang disetujui antara pihak Sekutu dan
pemerintahan Tsar. Setelah itu, koran ini menjadi corong suara kaum imperialis yang
paling reaksioner. Sekarang koran ini bernama The New York Post.

[3] Juga ada banyak kebohongan Menshevik seperti ini di dalam pamflet Kautsky! Ini
adalah cercaan yang ditulis oleh seorang Menshevik yang sakit hati.

[4] Pada 27 Juni 1917, Pemerintahan Provisional memutuskan untuk


menyelenggarakan pemilu Majelis Konstituante pada 30 September 1917. Pada bulan
Agustus, mereka menundanya sampai 25 November.

Pemilihan untuk Majelis Konstituante berlangsung pada tanggal 25 November, setelah


Revolusi Oktober. Para perwakilan terpilih berdasarkan daftar caleg sebelum Revolusi
dan pemilu berlangsung sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh Pemerintahan
Provisional. Pemilu berlangsung di saat massa rakyat belumlah memahami signifikansi
dari Revolusi Oktober. Ini memberikan keunggulan bagi kaum Sosialis-Revolusioner
Kanan, dan mereka meraih mayoritas di daerah-daerah di luar pusat-pusat perkotaan
dan industri. Majelis Konstituante bertemu di Petrograd pada 18 Januari 1918.
Berdasarkan dekrit Komite Eksekutif Pusat Seluruh Rusia pada 19 Januari 1918, Majelis
Konstituante dibubarkan karena Majelis ini, melalui mayoritasnya yang reaksioner, telah
menolak Deklarasi Hak-Hak Rakyat Pekerja dan Tertindas yang diserahkan oleh Komite
Eksekutif Pusat Seluruh Rusia dan telah menolak untuk menyetujui dekrit-dekrit dari
Kongres Soviet Ke-2 mengenai perdamaian, reforma agraria, dan pemindahan
kekuasaan ke Soviet.
[5] Alexei Kaledin (1861-1918) adalah Jenderal Rusia yang memimpin Tentara Putih di
daerah Don dalam memerangi pemerintahan Soviet.

[6] Konferensi Demokratik Seluruh-Rusia diselenggarakan oleh Komite Eksekutif


Soviet Menshevik/Sosialis-Revolusioner untuk mengambil keputusan mengenai
kekuasaan dan bertemu di Petrograd pada 14-22 September 1917 (27
September sampai 5 Oktober). Akan tetapi, pada kenyataannya, konferensi ini
diselenggarakan untuk mengalihkan perhatian rakyat dari revolusi yang semakin dekat.
Lebih dari 1500 delegasi hadir. Para pemimpin Menshevik dan Sosialis-Revolusioner
melakukan segalanya untuk mengurangi perwakilan dari Soviet Buruh dan Tani, dan
meningkatkan perwakilan dari berbagai organisasi borjuis-kecil dan borjuis, dan oleh
karenanya mendapatkan mayoritas untuk diri mereka sendiri. Munisipalitas diberikan
lebih banyak perwakilan, yang mengirim 300 delegasi; Zemstvo 200 delegasi, dan
koperasi yang di bawah kendali Menshevik dan Sosialis-Revolusioner, 150 delegasi.
Namun Soviet Buruh dan Tani yang mewakili mayoritas rakyat hanya diberi 230 delegasi.
Kaum Bolshevik turut ambil bagian di dalam Konferensi ini untuk menggunakannya
sebagai platform guna mengekspos kaum Menshevik dan Sosialis-Revolusioner.

Konferensi ini mengambil keputusan untuk membentuk sebuah Pra-Parlemen (Dewan


Republik Provisional). Ini adalah usaha untuk menciptakan semacam sistem parlementer
di Rusia. Menurut UU yang dirancang oleh Pemerintah Provisional, Pra-Parlemen ini
akan menjadi badan penasihat pemerintah. Lenin dengan tegas menyerukan boikot,
karena berada di dalamnya akan menciptakan kesan bahwa Pra-Parlemen ini akan dapat
menyelesaikan tugas-tugas revolusi. Komite Pusat Partai mendiskusikan proposal Lenin
dan memutuskan supaya Bolshevik mundur dari kursi-kursi mereka di Pra-Parlemen.
Hanya Kamenev dan para kapitulator lainnya yang bersikeras ingin berpartisipasi. Pada
sesi pembukaan, 7 (20) Oktober, para delegasi Bolshevik membacakan deklarasi mereka
dan melakukan walk out.
Konstitusi Soviet

Seperti yang telah saya jelaskan di atas, perampasan hak pilih dari kaum
borjuasi bukanlah fitur yang niscaya dari kediktatoran proletariat. Dan di Rusia,
kaum Bolshevik, yang jauh sebelum Revolusi Oktober telah mengedepankan
slogan kediktatoran proletariat, tidak mengatakan apapun sebelumnya
mengenai merampas hak pilih dari kaum pengeksploitasi. Aspek
kediktatoran ini tidak muncul “sesuai dengan rencana” dari partai manapun;
ia muncul dengan sendirinya seiring jalannya perjuangan. Tentu saja, Kautsky
sang sejarawan gagal untuk menyadari ini. Dia gagal untuk memahami bahwa
bahkan ketika kaum Menshevik (yang berkompromi dengan borjuasi) masih
menguasai Soviet-soviet, kaum borjuasi memisahkan diri mereka dari Soviet-
soviet atas kehendak mereka sendiri, memboikotnya, dan menentangnya dan
berintrik melawannya. Soviet muncul tanpa konstitusi apapun dan eksis tanpa
konstitusi lebih dari satu tahun (dari musim semi 1917 sampai musim panas
1918). Kemurkaan kaum borjuasi terhadap organisasi independen dan
mahakuasa (karena organisasi ini inklusif) dari rakyat tertindas ini; perlawanan
yang kotor, tak-berprinsip dan egois yang dikobarkan oleh kaum borjuasi
terhadap Soviet, dan terakhir, partisipasi aktif (dari kaum Kadet sampai kaum
Sosialis-Revolusioner Kanan, dari Milyukov sampai Kerensky) di dalam
pemberontakan Kornilov[1] -- semua ini membuka jalan untuk mengeluarkan
kaum borjuasi dari Soviet-soviet.

Kautsky telah mendengar mengenai pemberontakan Kornilov, tetapi dia


dengan megah menyangkal fakta-fakta sejarah dan alur serta bentuk
perjuangan yang menentukan bentuk kediktatoran. Tentu saja, siapa yang
peduli dengan fakta ketika berbicara mengenai “demokrasi murni”? Inilah
mengapa “kritik” Kautsky terhadap perampasan hak suara kaum borjuasi
dipenuhi dengan kenaifan yang manis, yang menyentuh kalau ini ditunjukkan
oleh seorang anak kecil, tetapi memuakkan ketika ditunjukkan oleh seorang
yang masih bisa berpikir jernih.

“... Bila kaum kapitalis menemui diri mereka sendiri dalam minoritas di bawah
pemilu yang universal, mereka akan lebih siap menerima takdir mereka.” (hal.
33) Sungguh memukau bukan? Kautsky yang cerdik telah menyaksikan banyak
kasus di dalam sejarah, dan, secara umum, mengetahui dengan sangat baik
dari pengamatannya akan kehidupan tuan tanah dan kapitalis yang tunduk
pada kehendak mayoritas kaum tertindas. Kautsky yang cerdik menganjurkan
“oposisi”, yakni perjuangan parlementer. Ya, inilah yang dia katakan: “oposisi”
(hal. 34 dan halaman-halaman lainnya).

Sejarawan dan politisi pintar saya yang terhormat! “Oposisi” adalah sebuah
konsep yang berlaku hanya pada masa perjuangan parlementer yang damai,
yakni sebuah konsep pada masa non-revolusioner, ketika tidak ada revolusi.
Selama revolusi kita harus melawan musuh yang kejam di dalam perang sipil;
dan tidak ada satu pun keluhan reaksioner dari seorang borjuis kecil yang
gemetar ketakutan akan perang seperti ini, seperti Kautsky, yang akan
mengubah kenyataan ini. Untuk memeriksa masalah perang sipil yang kejam
dari sudut pandang “oposisi” ketika kaum borjuasi siap melakukan kejahatan
apapun -- contoh dari orang-orang Versailles dan perjanjian-perjanjian mereka
dengan Bismarck mesti berarti sesuatu bagi setiap orang yang tidak
memperlakukan sejarah seperti Petrushka-nya Gogol[2] --- ketika bangsa-
bangsa asing datang membantu kaum borjuasi dan berintrik melawan revolusi,
adalah sesuatu yang sungguh konyol. Kaum proletariat revolusioner harus
mengenakan topi tidur mereka, seperti Kautsky “sang penasihat yang kacau
balau”, dan menganggap kaum borjuasi, yang sedang mengorganisir
pemberontakan-pemberontakan kontra-revolusioner di Dutov, Krasnov, dan
Ceko dan membayar jutaan rubel kepada para penyabot, sebagai “oposisi”
legal. Oh, sungguh bijaksana!

Kautsky sangatlah tertarik pada aspek formal dan legal dari masalah yang
sedang kita diskusikan, dan membaca analisisnya mengenai Konstitusi Soviet,
kita segera teringat kata-kata Bebel: pengacara adalah sepenuhnya
reaksioner. Kautsky menulis, “Pada kenyataannya, tidak hanya kapitalis yang
hak suaranya akan terampas. Apa itu kapitalis secara legal? Seorang pemilik
properti? Bahkan di sebuah negeri yang ekonominya maju seperti Jerman, di
mana kaum proletariat sangatlah banyak, pembentukan Republik Soviet akan
merampas hak suara dari banyak orang. Pada 1907 di Jerman, bersama
dengan keluarga mereka, jumlah orang yang bekerja di tiga sektor besar –
pertanian, industri, dan perdagangan – kira-kira 35 juta orang di kelompok
pekerja-upahan dan 17 juta di kelompok independen. Oleh karenanya, sebuah
partai mungkin mendapatkan mayoritas di antara pekerja-upahan, tetapi hanya
minoritas di antara populasi secara keseluruhan.” (hal. 33)

Inilah satu contoh bagaimana Kautsky berargumen. Bukankah ini adalah


keluhan kontra-revolusioner dari seorang borjuasi? Tn. Kautsky, mengapa kau
memasukkan semua “orang independen” ke kategori orang-orang yang hak
pilihnya dibatasi, ketika kau tahu dengan sangat baik bahwa mayoritas besar
kaum tani Rusia tidak menyewa pekerja upahan, dan oleh karenanya mereka
tidak akan kehilangan hak pilih mereka? Bukankah ini penipuan?

Mengapa kau, seorang ekonom yang terpelajar, tidak mengutip angka-angka


yang kau ketahui dengan sangat baik dan yang juga dapat ditemui di laporan-
laporan statistik tahun 1907 mengenai pekerja-upahan di pertanian menurut
luas sawah? Mengapa kau tidak mengutip angka-angka ini agar para buruh
Jerman, yakni para pembaca pamfletmu, dapat melihat berapa banyak kaum
pengeksploitasi, dan betapa sedikitnya mereka dibandingkan dengan jumlah
total “petani” yang ada di statistik Jerman?

Kau tidak melakukan ini karena pengkhianatanmu telah membuatmu tidak


lebih daripada seorang penjilat kaum borjuasi.

Kautsky mengatakan bahwa istilah kapitalis adalah sebuah konsep legal


yang tidak jelas, dan di beberapa halaman dia mengecam “ketidakrincian atau
kesewenang-wenangan” Konstitusi Soviet. “Akademisi serius” ini tidak
keberatan pada kaum borjuasi Inggris yang membutuhkan beberapa abad
untuk menyempurnakan konstitusi borjuis yang baru (baru di Abad
Pertengahan). Tetapi dia, karena dia adalah perwakilan kacung borjuasi, tidak
memberikan waktu kepada kita, kaum buruh dan tani Rusia. Dia menuntut agar
kita segera menyempurnakan konstitusi kita sampai ke huruf yang terakhir
dalam beberapa bulan.

“Ketidakrincian!” Coba bayangkan betapa dalamnya kepatuhan pada borjuasi


dan kebodohan yang terkandung di dalam kecaman seperti ini. Ketika para ahli
hukum yang sepenuhnya borjuis dan reaksioner di negeri-negeri kapitalis telah
selama puluhan tahun atau ratusan tahun merancang undang-undang yang
paling terperinci dan menulis ratusan kitab hukum dan penafsiran hukum untuk
menindas buruh, untuk mengikat kaki dan tangan kaum miskin dan meletakkan
ribuan halangan dan rintangan di jalan setiap rakyat pekerja jelata – di sini
kaum liberal borjuis dan Tn. Kautsky tidak melihat “kesewenang-wenangan”! Ini
adalah “hukum” dan “ketertiban”! Cara-cara bagaimana “menundukkan” kaum
miskin telah dipikirkan matang-matang dan dikitabkan. Ada ribuan pengacara
borjuis dan birokrat (mengenai mereka Kautsky bungkam, mungkin
karena menghancurkan mesin birokrasi dianggap sangat penting oleh Marx...)
– para pengacara dan birokrat yang tahu bagaimana menafsir hukum
sedemikian rupa sehingga buruh dan tani jelata tidak akan pernah bisa bebas
dari ikatan kawat berduri hukum. Ini bukanlah “kesewenang-wenangan” dari
kaum borjuasi. Ini bukanlah kediktatoran dari kaum pengeksploitasi yang keji
dan egois, yang menghisap darah rakyat. Sama sekali bukan! Ini adalah
“demokrasi murni”, yang semakin hari menjadi semakin murni.

Tetapi sekarang ketika kelas-kelas pekerja dan tertindas, yang terpisah dari
saudara-saudara mereka di seberang perbatasan akibat peperangan
imperialis, telah untuk pertama kalinya membentuk Soviet-soviet mereka
sendiri, telah menyerukan kepada rakyat yang sebelumnya ditindas, diinjak-
injak dan dibodohkan oleh kaum borjuasi untuk melakukan kerja konstruksi
politik, telah dengan tangan mereka sendiri memulai membangun sebuah
negara proletariat yang baru, dan di tengah perjuangan yang tajam dan perang
sipil yang berkobar telah mulai membuat sketsa dari prinsip-prinsip
fundamental sebuah negara tanpa eksploitasi – semua bajingan borjuis, semua
lintah darat, bersama-sama dengan Kautsky, melolong mengenai
“ketidakrincian”! Betul, bagaimana mungkin orang-orang yang bodoh ini, buruh
dan tani ini, “massa liar” ini, dapat menafsirkan hukum mereka? Bagaimana
mungkin kaum buruh jelata bisa punya pemahaman mengenai keadilan tanpa
nasihat dari pengacara-pengacara yang terdidik, dari para komentator borjuis,
dari para Kautsky dan birokrat-birokrat tua yang bijaksana?

Tn. Kautsky mengutip dari pidato saya pada 28 April 1918: “Rakyat sendiri
yang akan menentukan prosedur dan waktu pemilu.” Dan Kautsky, sang
“demokrat murni” ini, mengambil kesimpulan dari kutipan ini:

“... Oleh karenanya, ini berarti setiap majelis pemilih dapat menentukan
prosedur pemilu sekehendak hati mereka. Kesewenang-wenangan dan
peluang untuk menyingkirkan oposisi yang tidak dikehendaki di dalam barisan
proletariat oleh karenanya akan dilaksanakan secara ekstrem.” (hal. 37)

Baik, apa bedanya ini dengan ocehan dari seorang jurnalis picisan yang
dibayar oleh kaum borjuis, yang mengeluh mengenai rakyat pekerja yang
menindas buruh yang rajin yang “bersedia bekerja” di saat pemogokan?
Mengapa metode borjuis yang birokratis dalam menentukan prosedur pemilu
di bawah demokrasi borjuis yang “murni” bukanlah kesewenang-
wenangan? Mengapa rasa keadilan di antara massa yang telah bangkit untuk
melawan penindas lama mereka dan yang telah terdidik dan tertempa di dalam
perjuangan yang tajam ini bisa kurang berharga dibandingkan dengan rasa
keadilan dari segelintir birokrat, intelektual, dan pengacara yang dididik di
dalam prasangka-prasangka borjuis?

Kautsky adalah seorang sosialis sejati. Jangan berani-berani


mempertanyakan ketulusan dari bapak terhormat ini, dari warga negara yang
sangat jujur ini. Dia adalah pendukung kuat dan setia kemenangan buruh dan
revolusi proletar. Satu-satunya hal yang dia inginkan adalah para intelektual
dan filistin borjuis-kecil yang bermulut manis, yang mengenakan topi tidur,
harus terlebih dahulu sebelum massa mulai bergerak, sebelum mereka
memulai perjuangan tajam dengan para penindas mereka, dan tentunya tanpa
perang sipil, merancang peraturan-peraturan yang terperinci dan moderat
untuk perkembangan revolusi ...

Terbakar oleh kemarahan moral yang dalam, Judas Golovlyov[3] kita yang
paling terpelajar ini memberitahu para buruh Jerman bahwa pada 14 Juni 1918,
Komite Eksekutif Pusat Soviet Seluruh Rusia memutuskan untuk
mengeluarkan para perwakilan Partai Sosialis-Revolusioner Kanan dan
Menshevik dari Soviet. Judas Kautsky yang geram menulis, “Kebijakan ini
tidaklah diarahkan kepada orang-orang tertentu yang bersalah atas kejahatan
yang jelas... Konstitusi Republik Soviet tidak memuat satu kata pun mengenai
imunitas para perwakilan Soviet. Bukan orang-orang tertentu, tetapi partai-
partai tertentu yang dikeluarkan dari Soviet.” (hal. 37)

Ya, ini sangatlah buruk, sebuah penyimpangan dari demokrasi murni yang
tidak dapat ditolerir, menurut peraturan-peraturan revolusi yang dibuat oleh
Judas Kautsky kita yang revolusioner. Kami, kaum Bolshevik Rusia, harus
pertama-tama menjamin imunitas dari para Savinkov[4] dkk., para
Lieberdan[5], pada Potresov (“aktivis”[6]) dkk. Lalu merancang hukum-hukum
pidana yang menyatakan bahwa partisipasi di dalam perang kontra-
revolusioner di Ceko, atau aliansi dengan imperialis Jerman di Ukraina atau
Georgia untuk melawan buruh dari bangsa sendiri, adalah “kejahatan yang
dapat dihukum”. Dan hanya setelah itu, di atas basis hukum pidana ini, kita
diperbolehkan, sesuai dengan prinsip-prinsip “demokrasi murni”, mengeluarkan
“orang-orang tertentu” dari Soviet. Orang-orang Ceko, yang mendapat uang
oleh kapitalis Inggris dan Prancis lewat (dan berkat agitasi) dari para Savinkov,
Potresov dan Lieberdan, dan kelompok Krasnov yang mendapat amunisi dari
Jerman lewat kaum Menshevik Ukraina dan Tiflis, akan duduk diam menunggu
sampai kita siap dengan hukum pidana yang sempurna, dan seperti kaum
demokrat paling murni, mereka akan membatasi diri mereka ke dalam peran
seorang “oposisi”...

Dada Kautsky juga penuh dengan kegeraman moral karena Konstitusi Soviet
merampas hak pilih semua orang yang “menggaji pekerja-upahan dengan
tujuan mendapatkan laba”. “Seorang pekerja di rumah, atau seorang majikan
kecil yang hanya mempekerjakan seorang tukang ahli,” tulis Kautsky “mungkin
hidup dan merasa seperti seorang proletar, tetapi dia tidak dapat memilih.” (hal.
36)

Sungguh sebuah penyelewengan “demokrasi murni”! Sungguh sebuah


ketidakadilan! Benar, sampai sekarang semua Marxis telah berpikir – dan
ribuan fakta telah membuktikannya – bahwa para majikan kecil adalah
pengeksploitasi buruh yang paling kejam dan serakah, tetapi Judas Kautsky
kita melihat para majikan kecil ini bukan sebagai sebuah kelas (siapa yang
menciptakan teori perjuangan kelas yang jahat ini?) tetapi sebagai individu-
individu terpisah, sebagai pengeksploitasi yang “hidup dan merasa seperti
seorang proletar. “Si Agnes yang hemat”, yang telah dianggap mati dan sudah
lama dikubur, sekarang bangkit hidup kembali di bawah pena Kautsky. “Si
Agnes yang hemat” ini diciptakan dan diperkenalkan ke dalam literatur Jerman
beberapa dekade yang lalu oleh Eugen Richter, sang demokrat “murni” dan
borjuis itu. Dia memprediksikan bahwa kediktatoran proletariat dan penyitaan
kapital para pengeksploitasi akan menyebabkan malapetaka yang tak
terhingga. Eugen bertanya: secara legal, apa itu seorang kapitalis? Dia
mengambil contoh seorang penjahit yang miskin dan hemat (“si Agnes yang
hemat”), yang harta bendanya yang sedikit itu dirampas oleh “para diktator
proletar” yang kejam. Dulu kala semua kaum Sosial-Demokrat Jerman
mengolok-olok “si Agnes yang hemat” ciptaan Eugen Richter ini. Tetapi ini dulu
sekali, ketika Bebel, yang sangat blak-blakan mengenai banyaknya kaum
liberal di dalam partainya, masih hidup. Ini dulu sekali ketika Kautsky belumlah
berkhianat.

Sekarang “si Agnes yang hemat” telah bangkit dari kuburnya di dalam bentuk
“majikan kecil yang hanya mempekerjakan seorang tukang-ahli, dan yang
hidup dan merasa seperti seorang proletar”. Kaum Bolshevik yang jahat
menindasnya, dan merampas hak suaranya. Seperti yang Kautsky katakan,
benar kalau “setiap majelis pemilih” di Republik Soviet dapat menerima masuk
seorang majikan kecil yang miskin, kalau misalnya dia bukan seorang
pengeksploitasi. Tetapi apakah kita dapat bergantung pada pengetahuan dari
kehidupan, dari rasa keadilan bila para buruh dalam pertemuan pabrik
bertindak tanpa hukum yang tertulis (sungguh buruk!)? Bukankah lebih baik
memberikan hak suara kepada semua pengeksploitasi, kepada semua orang
yang mempekerjakan pekerja-upahan, daripada mengambil risiko merampas
hak pilih dari “si Agnes yang hemat” dan “para majikan kecil yang hidup dan
merasa seperti seorang proletar”?

***

Biarlah para bajingan pengkhianat yang memuakkan, di tengah tepuk tangan


riuh dari kaum borjuasi dan sovinis-sosial,[7] menyerang Konstitusi Soviet kita
karena konstitusi tersebut merampas hak suara dari kaum pengeksploitasi!
Tidak mengapa karena ini akan mempercepat dan memperlebar perpecahan
antara kaum buruh revolusioner dengan para Scheidemann dan Kautsky, para
Renaudel dan Longuet, para Henderson dan Ramsay MacDonalds, para
pemimpin lama dan pengkhianat lama sosialisme.

Massa kelas-kelas tertindas, para pemimpin proletar revolusioner yang


sadar-kelas dan jujur akan ada di sisi kita. Kita cukup mengenalkan kaum
proletar seperti itu dengan Konstitusi Soviet kita, dan mereka akan segera
mengatakan: “Mereka sungguh adalah kamerad-kamerad kita, ini adalah partai
buruh yang sesungguhnya, ini adalah pemerintahan buruh yang
sesungguhnya, karena mereka tidak menipu buruh dengan berbicara
mengenai reforma-reforma seperti yang dilakukan oleh para pemimpin yang
disebut di atas. Mereka melawan kaum pengeksploitasi dengan sungguh-
sungguh; mereka membuat revolusi dengan sungguh-sungguh, dan benar-
benar berjuang untuk emansipasi buruh yang sepenuhnya.”

Kenyataan bahwa setelah satu tahun “pengalaman” Soviet-soviet telah


merampas hak suara kaum pengeksploitasi menunjukkan bahwa Soviet adalah
sungguh-sungguh organisasi kaum tertindas, dan bukan organisasi kaum
sosial-imperialis dan sosial-pasifis yang telah menjual diri mereka ke
borjuasi. Kenyataan bahwa Soviet-soviet telah merampas hak suara kaum
pengeksploitasi menunjukkan bahwa mereka bukanlah organisasi borjuis-kecil
yang berkompromi dengan borjuasi, mereka bukanlah organ parlementer yang
hanya mengoceh (seperti orang-orang tipe Kautsky, Longuet, dan MacDonald),
tetapi mereka adalah organ proletariat yang sungguh-sungguh revolusioner,
yang sedang mengobarkan perjuangan hidup-atau-mati melawan kaum
pengeksploitasi.

“Buku Kautsky hampir-hampir tidak dikenal di sini,” seorang kamerad dari


Berlin menulis kepada saya beberapa hari yang lalu (hari ini adalah 30
Oktober). Saya akan memberikan nasihat kepada para perwakilan kita di
Jerman dan Swiss untuk tidak menghemat uang, dan membeli buku ini
dan menyebarkannya secara cuma-cuma kepada para buruh yang sadar-
kelas, agar mereka dapat menginjak-injak di lumpur Sosial-Demokrasi “Eropa”
ini – baca: imperialis dan reformis – yang lama telah menjadi “mayat busuk”.

***

Di bagian akhir bukunya, pada halaman 61 dan 63, Tn. Kautsky dengan pahit
mengeluh bagaimana “teori baru ini (dia menyebut Bolshevisme sebagai teori
baru, karena dia takut menyentuh analisis Marx dan Engels mengenai Komune
Paris) punya pendukung bahkan di negeri-negeri demokrasi tua seperti Swiss
misalnya.” “Sungguh tak dapat dimengerti” bagi Kautsky “bagaimana teori ini
dapat diadopsi oleh kaum Sosial-Demokrat Jerman.”
Tidak, ini cukup dapat dimengerti, karena setelah pelajaran-pelajaran serius
mengenai perang massa revolusioner menjadi muak dan letih dengan orang-
orang seperti Scheidemann dan Kautsky.

“Kami” selalu mendukung demokrasi, tulis Kautsky, tetapi tiba-tiba kami


harus mengutuknya!

“Kami”, kaum oportunis Sosial-Demokrasi, selalu menentang kediktatoran


proletariat, dan Kolb dkk. sejak dulu telah memproklamirkan ini. Kautsky tahu
akan hal ini dan dengan sia-sia berharap bahwa dia dapat menyembunyikan
dari para pembacanya fakta yang jelas ini bahwa dia telah “kembali ke sarang”
Bernstein dan Kolb.

“Kami”, kaum Marxis revolusioner, tidak pernah menjadikan demokrasi


“murni” (borjuis) sebagai sebuah fetis. Seperti yang diketahui, pada 1903
Plekhanov adalah seorang Marxis revolusioner (di kemudian hari
pembelotannya membuat dia menjadi Scheidemann Rusia). Dan pada tahun
itu Plekhanov menyatakan di Kongres Partai kami, yang lalu mengadopsi
program itu, bahwa di dalam revolusi proletariat dapat, bila diperlukan,
merampas hak pilih kaum kapitalis dan membubarkan semua parlemen yang
kontra-revolusioner. Bahwa ini adalah satu-satunya gagasan yang sesuai
dengan Marxisme akan menjadi jelas bagi semua orang bahkan dari
pernyataan-pernyataan Marx dan Engels yang telah saya kutip di atas. Ini
mengalir dari semua prinsip-prinsip fundamental Marxisme.

“Kami”, kaum Marxis revolusioner, tidak pernah di hadapan rakyat membuat


pidato-pidato seperti yang gemar dilakukan oleh semua Kautskyite di semua
negeri, yang gemetar ketakutan di hadapan borjuasi, beradaptasi pada sistem
parlemen borjuis, bungkam mengenai karakter borjuis dari demokrasi modern
dan menuntut hanya perluasannya, hanya agar demokrasi dibawa sampai ke
kesimpulan logisnya.

“Kami” mengatakan kepada kaum borjuasi: Kalian, pengeksploitasi dan


orang munafik, berbicara mengenai demokrasi, sementara di setiap langkah
kalian bangun ribuan rintangan untuk mencegah rakyat tertindas berpartisipasi
di dalam politik. Kami memegang kata-kata kalian dan, untuk kepentingan
rakyat, menuntut perluasan dari demokrasi borjuis milik kalian guna
mempersiapkan rakyat untuk revolusi yang akan menumbangkan kalian para
pengeksploitasi. Dan bila kalian mencoba melawan revolusi proletariat kami,
kami akan menindas kalian tanpa belas kasihan. Kami akan merampas semua
hak kalian; lebih dari itu, kami tidak akan memberimu roti, karena di dalam
republik proletar kami kaum pengeksploitasi tidak akan memiliki hak-hak,
mereka tidak akan diberi api dan air, karena kami adalah kaum sosialis yang
sesungguh-sungguhnya, dan bukan sosialis seperti Scheidemann dan
Kautsky.

Inilah yang telah “kami”, kaum Marxis revolusioner, katakan, dan akan
katakan – dan inilah mengapa rakyat tertindas akan mendukung kami dan akan
bersama kami, sementara orang-orang seperti Scheidemann dan Kautsky akan
tersapu ke dalam kubangan pengkhianat.

Catatan

[1] Pemberontakan Kornilov merujuk pada konspirasi kontra-revolusioner dari kaum


borjuasi Rusia pada Agustus 1917. Jendral Tsaris Kornilov memimpin para konspirator
ini. Bersandar pada perwira-perwira tinggi, mereka merencanakan untuk menggunakan
kadet-kadet dan unit-unit Cossack untuk merebut Petrograd, menghancurkan Partai
Bolshevik, membubarkan Soviet-soviet dan mencanangkan kediktatoran militer di Rusia.
Kaum buruh Petrograd dan para tentara dan kelasi revolusioner bangkit merespon
seruan dari Komite Pusat Partai Bolshevik dan menghancurkan usaha kudeta Kornilov.
Tekanan rakyat memaksa Pemerintahan Provisional untuk memerintahkan penangkapan
Kornilov dan kolega-koleganya dan menyeret mereka ke pengadilan. Dengan ini, usaha
dari kaum borjuasi dan tuan tanah untuk meremukkan revolusi gagal. Setelah kekalahan
pemberontakan Kornilov, kaum Bolshevik meraih lebih banyak pengaruh di antara rakyat.
Pengaruh Bolshevik mulai meluas di Soviet. Mereka sekali lagi mengedepankan slogan
“Seluruh Kekuasaan Untuk Soviet!”

[2] Pethruska adalah seorang hamba di novel “The Dead Souls” karya Gogol. Dia
hanya dapat membaca suku kata dan sangat menyukai membaca, namun tidak pernah
berhenti sejenak untuk memikirkan isi dari buku yang dia baca.
[3] Ini merujuk pada karakter Judas Golovlyov, seorang tuan tanah feodal yang munafik
dan pura-pura suci di novel “The Golovlyov Family” oleh Saltykov-Shchedrin.

[4] Boris Savinkov (1879-1925) adalah salah seorang pemimpin Partai Sosialis-
Revolusioner. Pada 1917, dia menjabat sebagai asisten Menteri Peperangan dari
Pemerintahan Provisional. Dia lalu dipecat dari Partai Sosialis-Revolusioner karena
keterlibatannya dalam usaha kudeta Jenderal Kornilov pada September 1917. Setelah
Revolusi Oktober meledak, Savinkov mengorganisir sejumlah pemberontakan bersenjata
melawan Bolshevik. Pada 1920 dia mengasing ke Prancis di mana dia terus
mengorganisir usaha kontra-revolusi terhadap Soviet. Pada 1924 dia ditangkap di Rusia
ketika sedang mencoba menghubungi mata-mata. Dia lalu mati di penjara pada 1925.

[6] Lieberdan adalah julukan untuk dua pemimpin Menshevik, Lieber dan Dan, dan
para pendukung mereka.

[7] “Aktivis” – sekelompok Menshevik yang meluncurkan perjuangan bersenjata untuk


melawan rejim Soviet dan Partai Bolshevik setelah Revolusi Oktober. Mereka bergabung
dengan berbagai organisasi kontra-revolusioner rahasia, mendukung Kornilov, Kaledin
dan borjuis nasionalis di Ukraina, Rada, secara aktif terlibat di dalam pemberontakan
Tentara Putih di Ceko dan membentuk front bersama dengan negeri-negeri imperialis
asing. Pada 1918, dengan dalih mendiskusikan situasi pangan, para “aktivis” ini, yang
didukung oleh Partai Menshevik, menyelenggarakan sejumlah konferensi ‘buruh” dan
perwakilan mereka yang menuntut dibubarkannya Soviet-soviet.

[8] Saya baru saja membaca sebuah artikel utama di koran Frankfurter Zeitung (No.
293, 22 Oktober 1918), yang secara antusias memberikan ringkasan dari pamflet
Kautsky. Koran bursa saham ini merasa puas. Dan tidak mengherankan! Dan seorang
kamerad menulis kepada saya dari Berlin bahwa koran Vorwärts,yakni korannya para
pendukung Scheidemann, telah menyatakan di sebuah artikel khusus bahwa mereka
setuju dengan setiap baris yang ditulis oleh Kautsky. Sungguh ucapan selamat yang
hangat! – Lenin
Apa itu Internasionalisme?

Kautsky benar-benar yakin bahwa dia adalah seorang internasionalis dan


menyebut dirinya demikian. Orang-orang seperti Scheidemann dia sebut “kaum
sosialis pemerintah”. Dalam membela kaum Menshevik (dia tidak secara
terbuka menyatakan solidaritasnya dengan mereka, tetapi dia dengan setia
mengekspresikan pandangan-pandangan mereka), Kautsky telah
menunjukkan dengan kejelasan yang sempurna “internasionalisme” macam
apa yang dia anut. Dan karena Kautsky tidak sendirian, dan dia adalah juru
bicara dari sebuah tendensi yang secara tak terelakkan tumbuh berkembang di
dalam atmosfer Internasional Kedua (Longuet di Prancis, Turati di Italia, Nobs
dan Grimm, Graber dan Name di Swiss, Ramsay MacDonald di Inggris, dsb.),
akan berguna kalau kita membahas “internasionalisme”nya Kautsky.

Setelah menekankan bahwa kaum Menshevik juga menghadiri Konferensi


Zimmerwald[1] (sebuah ijazah, tentunya, tetapi … sebuah ijazah yang ternoda),
Kautsky memaparkan pandangan-pandangan Menshevik, yang mana dia
setujui, sebagai berikut:

“… Kaum Menshevik menginginkan sebuah perdamaian umum. Mereka


menginginkan semua pihak yang berperang untuk mengadopsi formula:
menentang aneksasi dan menentang ganti-rugi perang. Sampai kondisi ini
tercapai, angkatan bersenjata Rusia, menurut pandangan ini, harus siap sedia
untuk berperang. Kaum Bolshevik, di pihak lain, menuntut perdamaian segera
dengan cara apapun; mereka siap, bila diperlukan, untuk menandatangani
perjanjian perdamaian secara terpisah; mereka mencoba memaksakan ini
dengan meningkatkan kekacauan di dalam angkatan bersenjata, yang sudah
cukup parah” (hal. 27). Menurut pendapat Kautsky, kaum Bolshevik tidak
seharusnya merebut kekuasaan, dan seharusnya puas saja dengan Majelis
Konstituante.

Jadi, internasionalisme Kautsky dan kaum Menshevik pada akhirnya berarti


ini: mereka menuntut reforma-reforma dari pemerintahan borjuis imperialis,
tetapi terus mendukungnya, dan terus mendukung perang yang dikobarkan
oleh pemerintahan ini sampai semua pihak yang berperang menerima formula
menentang aneksasi dan menentang ganti-rugi perang. Cara pandang ini
berulang kali diekspresikan oleh Turati, dan oleh para pendukung Kautsky
(Haase dan lainnya), dan oleh Longuet dkk., yang menyatakan bahwa mereka
berdiri untuk pembelaan tanah air.

Secara teoritis, ini menunjukkan ketidakmampuan untuk memisahkan diri dari


kaum sovinis-sosial dan kebingungan dalam masalah pembelaan tanah air.
Secara politik, ini berarti menggantikan internasionalisme dengan nasionalisme
borjuis-kecil, membelot ke kamp reformis dan mencampakkan revolusi.

Dari sudut pandang proletariat, mengakui “pembelaan tanah air” berarti


membenarkan perang hari ini, mengakui bahwa perang ini adalah sah. Dan
karena perang ini adalah perang imperialis (di bawah pemerintahan monarkis
maupun republik), tidak peduli negeri mana – negeri saya atau negeri lainnya
– di mana pasukan-pasukan tentara musuh ada, mengakui pembelaan tanah
air berarti, secara faktual, mendukung kaum borjuis imperialis, dan sepenuhnya
mengkhianati sosialisme. Di Rusia, bahkan di bawah Kerensky, di bawah
republik demokratik-borjuis, perang ini masihlah perang imperialis, karena
perang ini dikobarkan oleh kaum borjuasi sebagai kelas penguasa (dan perang
adalah “kelanjutan politik”); dan ekspresi yang paling jelas dari karakter
imperialis peperangan ini adalah perjanjian-perjanjian rahasia untuk membagi-
bagi dunia dan penjarahan negeri-negeri lain yang telah disepakati oleh Tsar
dengan kapitalis di Inggris dan Prancis.

Kaum Menshevik menipu rakyat dengan cara yang paling menjijikkan dengan
menyebut perang ini sebagai perang defensif atau revolusioner. Dan dengan
menyetujui kebijakan Menshevik, Kautsky setuju dengan penipuan terhadap
rakyat ini. Kautsky menyetujui peran yang dimainkan oleh borjuis kecil dalam
membantu kapital untuk menipu buruh dan mengikat mereka ke kereta perang
imperialis. Kautsky mendukung kebijakan yang bersifat borjuis-kecil, kebijakan
yang filistin dengan berpura-pura (dan mencoba membuat rakyat percaya)
bahwa mengedepankan sebuah slogan akan mengubah posisi mereka yang
sesungguhnya. Seluruh sejarah demokrasi borjuis menyangkal ilusi ini. Kaum
demokrat borjuis selalu mengedepankan segala macam “slogan” untuk menipu
rakyat. Yang terpenting adalahmenguji ketulusan mereka, untuk
membandingkan kata-kata mereka dengan tindakan-tindakan mereka, dan
tidak menjadi puas dengan frase-frase yang idealistis atau yang menipu, tetapi
berpijak pada realitas kelas. Sebuah perang imperialis tidak berhenti menjadi
imperialis ketika para penipu atau filistin borjuis-kecil mengedepankan slogan-
slogan “sentimentil”, tetapi hanya ketika kelas yang mengobarkan perang
imperialis ini, dan yang terikat pada perang ini oleh jutaan benang (dan bahkan
tali) ekonomi, benar-benar ditumbangkan dan digantikan dengan kelas yang
benar-benar revolusioner, yakni kelas proletariat. Tidak ada cara lain untuk
keluar dari perang imperialis, dan juga keluar dari perdamaian imperialis yang
predatoris.

Dengan menyetujui kebijakan luar negeri kaum Menshevik, dan


menyatakannya internasionalis dan bersemangat Zimmerwald, Kautsky,
pertama-tama, mengungkapkan kebangkrutan total dari mayoritas Zimmerwald
yang oportunis (tidak heran kalau kami, Zimmerwald Kiri[2], segera
memisahkan diri kami dari mayoritas tersebut), dan kedua – dan ini yang
terutama – dia menyebrang dari posisi proletariat ke posisi borjuis kecil, dari
revolusioner ke reformis.

Proletariat berjuang untuk penumbangan revolusioner kaum borjuis


imperialis. Kaum borjuis kecil berjuang untuk “perbaikan” reformis dari
imperialisme, untuk beradaptasi, sementara bertekuk lutut kepadanya. Ketika
Kautsky masihlah seorang Marxis, misalnya pada 1909, ketika dia menulis
“Road to Power” (Jalan Menuju Kekuasaan), dia mengedepankan gagasan
bahwa peperangan niscaya akan membawa kita ke revolusi, dan dia berbicara
mengenai era revolusi yang semakin dekat. Manifesto Basel 1912 dengan jelas
dan tegas berbicara mengenai revolusi proletariat dalam hubungannya dengan
perang imperialis antara Jerman dan Inggris, yang akhirnya benar-benar
meledak pada 1914. Tetapi pada 1918, ketika revolusi-revolusi sungguh-
sungguh terjadi, Kautsky, alih-alih menjelaskan bahwa mereka adalah hal yang
tak terelakkan, alih-alih memikirkan taktik-taktik revolusioner dan cara untuk
mempersiapkan revolusi, dia malah mulai menggambarkan taktik-taktik
reformis kaum Menshevik sebagai internasionalis. Bukankah ini
pengkhianatan?

Kautsky memuji kaum Menshevik yang bersikeras ingin mempertahankan


kekuatan perang dari angkatan bersenjata, dan dia menyalahkan kaum
Bolshevik karena telah memperparah “kekacauan angkatan bersenjata”, yang
sudah kacau balau. Ini berarti memuji reformisme dan berkapitulasi pada
borjuasi imperialis, dan menyalahkan serta menyangkal revolusi. Karena di
bawah rejim Kerensky, mempertahankan kekuatan perang angkatan
bersenjata berarti menjaga keberadaannya di bawah
komando borjuis (walaupun republiken). Semua orang tahu, dan jalannya
peristiwa telah memberikan konfirmasi yang jelas, bahwa angkatan bersenjata
republiken ini mempertahankan semangat Kornilov karena para perwira
tingginya adalah orang-orang Kornilov. Para perwira borjuis tidak bisa tidak
menjadi orang-orang Kornilov; mereka tidak bisa tidak cenderung ke
imperialisme dan menindas proletariat dengan kekerasan. Semua taktik
Menshevik dalam prakteknya berarti membiarkan seluruh fondasi perang
imperialis dan seluruh fondasi kediktatoran borjuis utuh, menambal sulam hal-
hal detil yang remeh temeh (“reforma-reforma”).

Di lain pihak, tidak ada satu pun revolusi besar yang pernah terjadi, atau akan
pernah terjadi, tanpa “kekacau-balauan” di dalam tubuh angkatan bersenjata.
Karena angkatan bersenjata adalah instrumen penjaga rejim lama yang paling
tua dan kaku, benteng kedisiplinan borjuis yang paling kuat, yang
mempertahankan kekuasaan kapital, dan mempertahankan dan memperkuat
di antara rakyat pekerja semangat penghambaan pada kapital. Kontra-revolusi
tidak pernah menoleransi, dan tidak akan pernah bisa menoleransi keberadaan
rakyat yang bersenjata. Di Prancis, Engels menulis, di setiap revolusi kaum
buruh muncul dengan senjata di tangannya, “oleh karenanya, pelucutan buruh
adalah tugas pertama dari kaum borjuasi, yang ada di pucuk kepemimpinan
negara.”[3] Buruh yang bersenjata adalah embrio dari sebuah angkatan
bersenjata yang baru, nukleus terorganisasi dari sebuah tatanan sosial yang
baru. Tugas pertama dari kaum borjuasi adalah menghancurkan nukleus ini
dan mencegahnya tumbuh. Tugas pertama dari setiap revolusi yang menang,
seperti yang ditekankan berulang kali oleh Marx dan Engels, adalah untuk
menghancurkan angkatan bersenjata yang lama, membubarkannya, dan
menggantikannya dengan angkatan bersenjata yang baru.[4] Sebuah kelas
sosial yang baru, ketika ia naik ke tampuk kekuasaan, tidak akan pernah bisa
merebut kekuasaan dan mempertahankannya tanpa membubarkan
sepenuhnya angkatan bersenjata yang lama (“Kekacau-balauan!” teriak kaum
filistin reaksioner yang penakut mengenai ini), tanpa melalui sebuah periode
yang paling sulit dan menyakitkan di mana tidak ada angkatan bersenjata
(Revolusi Prancis juga melalui periode yang sulit ini), dan perlahan-lahan
membangun, di tengah peperangan sipil yang sulit, sebuah angkatan
bersenjata yang baru, sebuah kedisiplinan yang baru, sebuah organisasi militer
yang baru dari kelas yang baru. Sebelumnya Kautsky sang sejarawan
memahami ini. Sekarang, Kautsky sang pengkhianat telah melupakan ini.

Kautsky tidak punya hak untuk memanggil para Scheidemann sebagai “kaum
sosialis pemerintahan” bila dia mendukung taktik kaum Menshevik di revolusi
Rusia. Dengan mendukung Kerensky dan bergabung ke dalam kabinetnya,
kaum Menshevik juga adalah kaum sosialis pemerintah. Kautsky tidak dapat
menghindari kesimpulan ini bila dia mengedepankan pertanyaan kelas
penguasa mana yang sedang mengobarkan perang imperialis ini. Tetapi
Kautsky menghindari pertanyaan mengenai kelas penguasa ini, sebuah
pertanyaan yang penting sekali bagi seorang Marxis, karena hanya dengan
mengedepankan pertanyaan ini seorang pengkhianat akan terekspos.

Para pendukung Kautsky di Jerman, para pendukung Longuet di Prancis, dan


Turati dkk. di Italia berargumen seperti ini: sosialisme mensyaratkan
kesetaraan, kebebasan dan hak penentuan nasib sendiri di antara bangsa-
bangsa, oleh karenanya ketika negeri kami diserang atau ketika pasukan
musuh menyerang daerah kami, adalah hak dan tugas dari kaum sosialis untuk
mempertahankan negeri mereka. Tetapi secara teoritis, argumen seperti ini
adalah entah mengolok-olok sosialisme atau penipuan yang terselubung.
Sementara dari sudut pandang politik praktis argumen seperti ini adalah seperti
argumen orang kampung yang tak terdidik, yang tidak memahami karakter
sosial dan kelas dari perang sekarang ini, dan tidak paham tugas dari sebuah
partai revolusioner pada saat perang yang reaksioner.

Sosialisme menentang kekerasan terhadap bangsa-bangsa. Ini tidak


terbantahkan. Tetapi sosialisme menentang kekerasan terhadap manusia
secara umum. Selain kaum anarkis Kristen dan kaum Tolstoyan , belum ada
satu pun orang yang menarik kesimpulan dari ini bahwa sosialisme menentang
kekerasanrevolusioner. Jadi, berbicara mengenai “kekerasan” secara umum,
tanpa memeriksa kondisi-kondisi yang membedakan kekerasan reaksioner dari
kekerasan revolusioner, berarti menjadi seorang filistin yang menyangkal
revolusi, atau ini berarti menipu diri sendiri dan orang lain dengan sofisme.

Hal yang sama juga benar mengenai kekerasan terhadap bangsa-bangsa.


Setiap perang adalah kekerasan terhadap bangsa-bangsa, tetapi ini tidak
mencegah kaum sosialis dari mendukung sebuah perang revolusioner.
Karakter kelas dari sebuah perang – ini adalah pertanyaan fundamental yang
dihadapi oleh seorang sosialis (bila dia bukanlah seorang pengkhianat). Perang
imperialis 1914-1918 adalah sebuah peperangan antara dua kelompok borjuis
imperialis untuk membagi-bagi dunia, untuk membagi-bagi harta jarahan, dan
untuk menjarah dan mencekik bangsa-bangsa yang kecil dan lemah. Ini adalah
pengkajian mengenai perang yang akan datang yang tertuang di Manifesto
Basel pada 1912, dan yang sekarang telah terkonfirmasikan oleh fakta. Siapa
pun yang tidak setuju dengan cara pandang ini bukanlah seorang sosialis.

Bila seorang Jerman di bawah rejim Wilhem atau seorang Prancis di bawah
rejim Clemenceau mengatakan, “Adalah hak dan tugas saya sebagai seorang
sosialis untuk membela negeri saya bila negeri saya diserang oleh musuh”, dia
berargumen bukan seperti seperti seorang sosialis, bukan seperti seorang
internasionalis, bukan seperti seorang proletar revolusioner, tetapi seperti
seorang nasionalis borjuis-kecil. Karena argumen ini mengabaikan perjuangan
kelas revolusioner antara buruh dan kapital. Argumen ini mengabaikan
pengkajian perang ini secara keseluruhan dari sudut pandang kaum borjuasi
dunia dan kaum proletariat dunia, yakni argumen ini mengabaikan
internasionalisme. Yang ada hanyalah nasionalisme yang buruk dan sempit.
Negeri saya sedang diserang, dan saya hanya peduli ini – inilah argumennya,
dan inilah nasionalisme borjuis-kecil yang sempit. Ini sama seperti argumen
kekerasan individual, atau kekerasan terhadap seorang individu, di mana
seorang berargumen bahwa sosialisme menentang kekerasan dan oleh
karenanya saya lebih memilih menjadi seorang pengkhianat daripada
dipenjara.

Seorang Jerman, Prancis, atau Italia yang mengatakan: “Sosialisme


menentang kekerasan terhadap bangsa-bangsa, oleh karenanya saya
membela diri saya sendiri ketika negeri saya diserang”,
ia mengkhianati sosialisme dan internasionalisme, karena orang seperti
ini hanya melihat “negeri”nya sendiri, dia menaruhkaum borjuasinya “sendiri” di
atas segalanya dan tidak memikirkan mengenai relasi-relasi internasional yang
membuat perang ini sebuah perang imperialis dan bahwa kaum borjuasinya
adalah satu mata rantai di dalam rantai penjarahan imperialis.

Semua kaum filistin dan orang-orang kampung yang bodoh dan tidak terdidik
berargumen seperti para pendukung Kautsky, Longuet, Turati dkk.: “Musuh
telah menyerang negeri saya, saya hanya peduli ini.”[5]

Kaum sosialis, kaum proletar revolusioner, kaum internasionalis, punya


argumen yang berbeda. Dia mengatakan: “Karakter dari sebuah perang (entah
itu perang reaksioner atau perang revolusioner) tidak ditentukan oleh siapa
yang menyerang, atau di negeri mana “sang musuh” berada; ini ditentukan
oleh kelas mana yang mengobarkan perang, dan politik apa yang merupakan
kelanjutan dari perang ini. Bila perang ini adalah sebuah perang imperialis yang
reaksioner, yakni perang ini dikobarkan oleh dua kelompok borjuis imperialis
dunia, yang rakus, predatoris, dan reaksioner, maka setiap kaum borjuasi
(bahkan negeri yang terkecil pun) menjadi partisipan dari penjarahan ini. Tugas
saya sebagai perwakilan dari proletariat revolusioner adalah untuk
menyiapkan revolusi proletar dunia sebagai satu-satunyajalan keluar dari
kengerian pembantaian global. Saya harus berargumen, bukan dari sudut
pandang negeri ‘saya’ (karena argumen ini adalah argumen dari seorang
nasionalis borjuis-kecil yang menyedihkan dan bodoh, yang tidak menyadari
bahwa dia tidak ubahnya mainan di tangan kaum borjuasi imperialis), tetapi dari
sudut pandang peran saya dalam persiapan, propaganda, dan dalam
mempercepat revolusi proletariat dunia.”

Inilah internasionalisme, dan inilah tugas dari kaum internasionalis, kaum


buruh revolusioner, dan kaum sosialis yang sejati. Inilah ABC yang telah
“dilupakan” oleh Kautsky sang pengkhianat. Dan pengkhianatannya menjadi
semakin jelas saat dia bergerak dari mendukung taktik-taktik kaum nasionalis
borjuis-kecil (kaum Menshevik di Rusia, pendukung Longuet di Prancis,
pendukung Turati di Italia, dan Haase dkk. di Jerman) ke mengkritik taktik-taktik
Bolshevik. Ini kritiknya:

“Revolusi Bolshevik didasarkan atas asumsi bahwa revolusi ini akan menjadi
titik awal dari revolusi Eropa secara umum, bahwa inisiatif berani dari Rusia
akan mendorong kaum proletariat Eropa untuk bangkit.

“Asumsi ini tidak mengindahkan apa bentuk perjanjian perdamaian yang


akan ditandatangani oleh Rusia, apa kesukaran dan kehilangan daerah (secara
harfiah, mutilasi, Verstümmelungen) yang harus dihadapi oleh rakyat Rusia,
dan apa penafsiran hak penentuan nasib bangsa yang akan diberikannya. Ini
juga tidak mengindahkan apakah Rusia dapat atau tidak dapat
mempertahankan dirinya. Menurut cara pandang ini, revolusi Eropa adalah
pertahanan terbaik untuk revolusi Rusia, dan akan membawa hak penentuan
nasib sendiri yang sempurna dan sejati bagi seluruh rakyat yang tinggal di
Rusia.
“Sebuah revolusi di Eropa, yang akan mendirikan dan mengonsolidasikan
sosialisme di sana, juga akan menyingkirkan rintangan-rintangan yang muncul
di Rusia dalam memperkenalkan sistem produksi sosialis karena
keterbelakangan ekonomi dari negeri ini.

“Semua ini sangatlah logis dan sangatlah berlandasan kuat – hanya bila
asumsi utamanya benar, yakni bahwa revolusi Rusia akan memercikkan
revolusi Eropa. Tetapi, bagaimana kalau ini salah?

“Sampai sekarang asumsi ini belumlah terbukti. Dan kaum proletar Eropa
sekarang dituduh telah mencampakkan dan mengkhianati revolusi Rusia. Ini
adalah tuduhan yang dilemparkan ke orang-orang yang tidak diketahui
namanya, karena siapa yang harus bertanggung jawab atas perilaku dan
tindakan kaum proletariat Eropa?” (hal. 28)

Dan Kautsky lalu menjelaskan panjang lebar bahwa Marx, Engels dan Bebel
telah lebih dari sekali keliru mengenai tibanya revolusi yang sebelumnya
mereka antisipasi, tetapi mereka tidak pernah mendasarkan taktik-taktik
mereka pada pengharapan akan revolusi pada “tanggal tertentu” (hal. 29),
sementara, katanya, kaum Bolshevik “mempertaruhkan segalanya pada satu
kartu, pada revolusi Eropa”.

Kami sengaja mengutip baris-baris yang panjang ini untuk menunjukkan


kepada para pembaca kami “talenta” Kautsky dalam memalsukan Marxisme, di
mana dia menggantikan Marxisme dengan cara pandang filistinnya yang
reaksioner dan dangkal.

Pertama, Kautsky melekatkan pada kaum Bolshevik sebuah gagasan yang


jelas-jelas bodoh, dan lalu mengecam gagasan tersebut. Ini adalah taktik yang
digunakan oleh orang yang tidak terlalu cerdas. Bila kaum Bolshevik
mendasarkan taktik mereka pada harapan terjadinya revolusi di negeri-negeri
lain pada tanggal tertentu, ini sungguh adalah kebodohan. Tetapi Partai
Bolshevik tidak pernah bersalah atas kebodohan seperti itu. Di surat saya
kepada kaum buruh Amerika (20 Agustus, 1918), saya dengan jelas
menyangkal gagasan bodoh ini, dengan mengatakan bahwa kita bergantung
pada revolusi Amerika, tetapi bukan pada tanggal tertentu. Saya menulis
panjang lebar mengenai gagasan ini lebih dari sekali di dalam polemik saya
dengan kaum Sosialis-Revolusioner Kiri dan kaum “Komunis Kiri” (Januari-
Maret 1918). Kautsky telah melakukan pemalsuan yang sangat cerdik dalam
melakukan kritiknya terhadap Bolshevisme. Kautsky telah mencampur aduk
taktik yang berdasarkan pengharapan akan revolusi Eropa di masa depan yang
kurang lebih dekat, tetapi bukan pada tanggal tertentu, dengan taktik yang
berdasarkan pengharapan akan revolusi Eropa pada tanggal tertentu. Sungguh
sebuah pemalsuan yang sangat cerdik!

Taktik yang belakangan [berdasarkan pengharapan akan revolusi pada


tanggal tertentu – Ed.] sangatlah bodoh. Taktik yang pertama [berdasarkan
pengharapan akan revolusi Eropa di masa depan yang kurang lebih dekat –
Ed.] adalah taktik yang wajib bagi seorang Marxis, bagi setiap proletar
revolusioner dan internasionalis. Ini adalah taktik yang wajib karena taktik ini
mempertimbangkan secara Marxis situasi objektif yang menyebabkan perang
ini di seluruh Eropa, dan taktik ini sesuai dengan tugas internasional kaum
proletariat.

Kautsky menggantikan masalah fondasi taktik revolusioner secara umum


dengan masalah remeh temeh mengenai kekeliruan kaum Bolshevik. Dengan
ini, dia telah dengan sangat cerdik menolak semua taktik revolusioner.

Seorang pengkhianat dalam politik, Kautsky bahkan tidak mampu secara


teoritis mengedepankan pertanyaan mengenai syarat-syarat objektif taktik
revolusioner.

Dan ini membawa kita ke poin kedua.

Kedua, adalah kewajiban bagi seorang Marxis untuk berharap pada revolusi
Eropa bila ada situasi revolusioner. Adalah ABC Marxisme bahwa taktik
proletariat sosialis tidak bisa sama ketika ada situasi revolusioner dan ketika
tidak ada situasi revolusioner.

Bila Kautsky mengedepankan pertanyaan ini, yang wajib bagi seorang


Marxis, maka dia akan menemukan bahwa jawabannya sungguh bertentangan
dengan dia. Jauh sebelum perang, semua kaum Marxis dan semua kaum
sosialis setuju bahwa sebuah peperangan Eropa akan menciptakan sebuah
situasi revolusioner. Kautsky sendiri, sebelum dia menjadi seorang
pengkhianat, jelas-jelas dan dengan tegas mengakui ini – pada 1902 (di
karyanya “Social Revolution”) dan pada 1909 (di karyanya “Road to Power”).
Ini juga diakui atas nama seluruh Internasional Kedua di dalam Manifesto
Basel. Tidak mengherankan kalau para sosial-sovinis dan pendukung Kautsky
(kaum “Sentris”, yakni mereka yang terombang-ambing antara revolusi dan
oportunisme) dari semua negeri menghindari deklarasi Manifesto Basel seperti
wabah!

Jadi, harapan atas berkembangnya situasi revolusioner di Eropa bukanlah


harapan hanya dari kaum Bolshevik, tetapi ini adalah pendapat umum dari
semua Marxis. Ketika Kautsky mencoba lari dari kebenaran yang tak
terbantahkan ini dengan menggunakan kalimat-kalimat seperti kaum Bolshevik
“selalu percaya akan kemahakuasaan dari kekerasan dan kehendak”, dia
sebenarnya menggunakan frase kosong yang berisik untuk menutup-
nutupi pengelakannya, yakni pengelakan yang memalukan, dari pertanyaan
mengenai situasi revolusioner.

Apakah situasi revolusioner telah datang atau belum? Kautsky tidak mampu
mengedepankan pertanyaan ini. Fakta-fakta ekonomi telah memberikan
jawabannya: bencana kelaparan dan kehancuran yang diciptakan di mana-
mana oleh perang berarti ada situasi revolusioner. Fakta-fakta politik juga
menyediakan jawaban: semenjak 1915 sebuah proses perpecahan telah terjadi
di semua negeri di dalam partai-partai sosialis lama yang telah membusuk,
sebuah proses di mana massa proletariat bergeser ke kiri menjauhi para
pemimpin sosial-sovinis, bergerak menuju gagasan-gagasan revolusioner dan
pemimpin-pemimpin revolusioner.

Hanya orang yang membenci revolusi dan mengkhianatinya dapat gagal


untuk melihat fakta-fakta pada tanggal 5 Agustus 1918, ketika Kautsky sedang
menulis pamflet ini. Dan sekarang, pada akhir Oktober 1918, revolusi sedang
berkembang di sejumlah negeri-negeri Eropa, dan berkembang di depan mata
semua orang dan dengan sangat cepat. Kautsky “sang revolusioner”, yang
masih ingin dianggap sebagai seorang Marxis, telah membuktikan dirinya
sebagai seorang filistin yang rabun jauh, yang, seperti para filistin yang diolok-
olok Marx pada 1847, tidak mampu melihat revolusi yang sedang datang!
Sekarang ke poin ketiga.

Ketika, apa yang harus menjadi fitur-fitur spesifik dari taktik revolusioner
ketika ada situasi revolusioner di Eropa? Setelah menjadi seorang
pengkhianat, Kautsky tidak berani mengajukan pertanyaan ini, yang wajib
diajukan oleh seorang Marxis. Kautsky berargumen seperti seorang borjuis
kecil yang tipikal, seorang filistin, atau seperti seorang petani yang tak
berpendidikan: apakah “Revolusi Eropa secara umum” telah dimulai atau
belum? Bila sudah, maka dia juga siap menjadi seorang revolusioner! Tetapi,
kalau demikian maka setiap bajingan (seperti para bajingan yang sekarang
kadang-kadang menempelkan diri mereka ke kaum Bolshevik yang telah
menang) akan menyatakan dirinya sebagai seorang revolusioner!

Bila revolusi Eropa belum dimulai, maka Kautsky akan memalingkan


punggungnya ke revolusi! Kautsky tidak punya secuil pun pemahaman bahwa
seorang Marxis revolusioner membedakan dirinya dari kaum filistin dan borjuis
kecil dari kemampuannya untuk menyampaikan kepada massa yang tak-
terdidik bahwa revolusi yang menjadi matang adalah hal yang diperlukan,
untuk membuktikan bahwa ini adalah hal yang tak-terelakkan,
untuk menjelaskan keuntungannya bagi rakyat, dan
untukmempersiapkan kaum proletariat dan semua rakyat pekerja dan tertindas
untuk situasi ini.

Kautsky mengatakan bahwa kaum Bolshevik konyol karena mereka


mempertaruhkan segalanya pada satu kartu, yakni pada Revolusi Eropa yang
akan bergulir pada tanggal tertentu. Kekonyolan ini telah berbalik menyerang
Kautsky, karena kesimpulan logis dari argumennya adalah bahwa taktik kaum
Bolshevik hanya akan benar kalau revolusi Eropa terjadi pada 5 Agustus 1918!
Inilah tanggal yang disebutkan oleh Kautsky ketika dia menulis pamfletnya. Dan
ketika, beberapa minggu setelah 5 Agustus ini, telah menjadi jelas kalau
revolusi sedang tiba di sejumlah negeri-negeri Eropa, seluruh pengkhianatan
Kautsky, seluruh pemalsuannya terhadap Marxisme, dan ketidakmampuannya
untuk bernalar atau bahkan mengajukan pertanyaan secara revolusioner, telah
terungkap dengan sangat jelas!
Ketika kaum proletar Eropa dituduh berkhianat, Kautsky menulis bahwa
tuduhan ini dilemparkan ke orang-orang tidak bernama.

Kau keliru, Tn. Kautsky! Bercerminlah dan kau akan melihat “orang-orang
tidak bernama” tersebut. Kautsky pura-pura naif dan tidak paham siapa yang
melemparkan tuduhan tersebut, dan apa arti tuduhan tersebut. Namun pada
kenyataan, Kautsky tahu dengan sangat jelas bahwa tuduhan tersebut
dilemparkan oleh kaum “Kiri” Jerman, oleh kaum Spartakus (Partai Komunis
Jerman – Ed.), oleh Liebknecht[6] dan kawan-kawannya. Tuduhan ini
mengekspresikan pemahaman jelas akan kenyataan bahwa kaum proletariat
Jerman telah mengkhianati revolusi Rusia (dan dunia) ketika ia mencekik
Finlandia, Ukraina, Latvia dan Estonia. Tuduhan ini terutama dilemparkan,
bukan kepada massa yang selalu tertindas, tetapi kepada para pemimpin,
seperti para Scheidemann dan Kautsky, yang gagaldalam tugas mereka untuk
melakukan agitasi revolusioner, propaganda revolusioner, kerja revolusioner di
antara massa untuk menggerakkan mereka. Para pemimpin ini pada
kenyataannya bekerja melawan insting dan aspirasi revolusioner yang selalu
bersinar di dalam benak massa kelas tertindas. Para Scheidemann secara
terbuka, vulgar, sinis, dan kebanyakan demi kepentingan pribadi mereka
mengkhianati kaum proletariat dan membelot ke sisi borjuasi. Kautsky dan para
pendukung Longuet melakukan hal yang sama, hanya saja dengan ragu-ragu
dan tersendat-sendat, dan seperti pengecut selalu melirik ke pihak yang lebih
kuat pada saat itu. Di semua tulisan-tulisannya selama perang Kautsky
mencoba memadamkan semangat revolusioner, dan bukannya
mengembangkannya dan membuatnya lebih besar.

Kautsky bahkan tidak memahami signifikansi teoritis, dan signifikansi agitasi


dan propaganda yang bahkan lebih besar, dari “tuduhan” bahwa kaum
proletariat Eropa telah mengkhianati revolusi Rusia. Ini adalah monumen
historis dari kebodohan filistin dari para pemimpin resmi Sosial-Demokrasi!
Kautsky tidak paham bahwa karena sensor di bawah rejim “Reich” Jerman
“tuduhan” ini mungkin adalah satu-satunya bentuk di mana kaum sosialis
Jerman yang belum berkhianat – yakni Liebknecht dan kawan-kawannya –
dapat menyatakan seruan mereka kepada para buruh Jerman untuk
menumbangkan para Scheidemann dan Kautsky, untuk menyingkirkan “para
pemimpin” ini, untuk membebaskan diri mereka dari propaganda yang
membodohi mereka, untuk bangkit memberontak tanpa “para pemimpin” ini,
dan bergerak melangkahi mereka untuk menuju revolusi!

Kautsky tidak memahami ini. Dan bagaimana mungkin dia bisa memahami
taktik kaum Bolshevik? Dapatkah seseorang yang telah menyangkal revolusi
secara umum diharapkan untuk mengkaji dan mempertimbangkan kondisi-
kondisi perkembangan revolusi di salah satu kasus yang paling “sulit”?

Taktik-taktik kaum Bolshevik adalah taktik-taktik yang tepat; mereka


adalah satu-satunya taktik internasionalis, karena mereka bukan didasarkan
atas ketakutan terhadap revolusi dunia, bukan didasarkan atas
“ketidakpercayaan” filistin terhadap revolusi dunia, bukan didasarkan atas
keinginan nasionalis yang sempit untuk membela “tanah air” diri sendiri (tanah
air kaum borjuasi mereka sendiri), sementara tidak “peduli sama sekali” pada
hal-hal lain. Namun taktik-taktik Bolshevik berdasarkan estimasi yang tepat
mengenai situasi revolusioner di Eropa (sebelum perang dan sebelum
pengkhianatan kaum sosial-sovinis dan sosial-pasifis, estimasi ini diterima oleh
semua pihak). Taktik-taktik Bolshevik adalah satu-satunya taktik
internasionalis, karena mereka melakukan segala hal yang memungkinkan di
satu negeri demi perkembangan dan kebangkitan revolusi di negeri-negeri lain.
Taktik-taktik ini telah dibenarkan oleh keberhasilan mereka yang besar, karena
Bolshevisme (bukan karena jasa kaum Bolshevik Rusia saja, tetapi karena
simpati mendalam dari rakyat di mana-mana atas taktik-taktik yang
revolusioner dalam praktek) telah menjadi Bolshevisme dunia, telah
menghasilkan sebuah gagasan, sebuah teori, sebuah program dan taktik-taktik
yang berbeda secara konkret dan praktek dari sosial-sovinisme dan sosial-
pasifisme. Bolshevisme telah meluluhlantakkan Internasional lama dan busuk
dari para Scheidemann dan Kautsky, Renaudel dan Longuet, Henderson dan
MacDonalds, yang dari sekarang akan saling menyerang, bermimpi mengenai
“persatuan” dan mencoba untuk membangkitkan kembali sebuah mayat.
Bolshevisme telah menciptakan fondasi ideologi dan taktik dari Internasional
Ketiga, dari sebuah Internasional yang sungguh-sungguh proletariat dan
Komunis, yang akan mempertimbangkan pencapaian-pencapaian dari masa
damai serta pengalaman dari masa revolusi, yang telah dimulai.
Bolshevisme telah mempopulerkan gagasan “kediktatoran proletariat” ke
seluruh penjuru dunia, telah menerjemahkan kata-kata ini dari Latin, pertama
ke bahasa Rusia dan lalu ke semua bahasa di dunia, dan telah menunjukkan
dengan contoh pemerintahan Soviet bahwa kaum buruh dan tani
miskin, bahkan yang dari negeri terbelakang, bahkan yang punya pengalaman,
pendidikan dan kebiasaan berorganisasi yang paling sedikit, telah
mampu dalam satu tahun ini, di tengah kesulitan yang besar dan di tengah
perjuangan melawan para penindas (yang didukung oleh kaum borjuasi
dari seluruh dunia), mempertahankan kekuasaan rakyat pekerja, menciptakan
demokrasi yang jauh lebih tinggi dan luas daripada semua demokrasi yang
terdahulu di dunia, dan memulai kerja kreatif dari puluhan juta buruh dan tani
untuk membangun sosialisme secara praktikal.

Bolshevisme telah membantu mengembangkan revolusi proletariat di Eropa


dan Amerika dengan lebih baik daripada partai manapun. Kaum buruh di
seluruh dunia semakin hari menjadi semakin sadar bahwa taktik para
Scheidemann dan Kautsky belumlah membebaskan mereka dari perang
imperialis dan perbudakan-upah, dan bahwa taktik ini tidak dapat menjadi
model untuk semua negeri. Dan massa buruh di semua negeri semakin
menyadari bahwa Bolshevisme telah menunjukkan jalan keluar dari kengerian
perang dan imperialisme, dan bahwa Bolshevisme dapat menjadi model taktik
untuk semua negeri.

Tidak hanya Revolusi Eropa, tetapi revolusi proletariat sedunia sedang


menjadi semakin matang di depan mata semua orang, dan ini telah dibantu,
dipercepat, dan didukung oleh kemenangan kaum proletariat di Rusia. Semua
ini tidak cukup untuk kemenangan mutlak sosialisme, katamu? Tentu saja ini
tidak cukup. Satu negeri saja tidak akan bisa. Tetapi satu negeri ini, karena
terbentuknya pemerintahan Soviet, telah melakukan begitu banyak hal,
sehingga kalau pemerintahan Soviet di Rusia diremukkan oleh imperialisme
dunia esok harinya, katakanlah karena perjanjian antara imperialisme Jerman
dan Anglo-Prancis – bahkan dalam skenario yang paling buruk ini – taktik-taktik
Bolshevik masih akan sangat berguna bagi sosialisme dan membantu
perkembangan revolusi dunia.
Catatan

[1] Konferensi Zimmerwald adalah konferensi yang diselenggarakan oleh kaum sosial-
demokrat yang tidak mendukung Perang Dunia Pertama. Konferensi ini diselenggarakan
dari 5 sampai 8 September 1915 di Zimmerwald, Swiss.

[2] Zimmerwald Kiri terdiri dari delegasi-delegasi dari Komite Pusat Partai Buruh Sosial
Demokrat Rusia, Sosial-Demokrat Kiri Swedia, Norwegia, Swiss dan Jerman, Sosial-
Demokrat Oposisi Polandia, dan sejumlah Sosial-Demokrat dari daerah Latvian. Dipimpin
oleh Lenin, kelompok Zimmerwald Kiri memimpin polemik melawan mayoritas Sentris di
Konferensi Zimmerwald dan mendorong resolusi-resolusi untuk mengutuk Perang Dunia
Pertama, dan mengekspos pengkhianatan kaum sovinis-sosial, dan menyerukan
perlunya melakukan perjuangan yang aktif melawan perang ini. Draf-draf resolusi ini
ditolak oleh mayoritas Sentris.

Akan tetapi, kelompok Zimmerwald Kiri berhasil memasukkan sejumlah poin penting
dari draf resolusinya ke dalam manifesto yang diadopsi oleh Konferensi. Menganggap
bahwa manifesto ini adalah langkah pertama dalam perjuangan melawan Perang Dunia
I, kelompok Zimmerwald Kiri mendukungnya. Mereka juga menerbitkan pernyataan yang
menjelaskan kekurangan dan ketidak-konsistenan dari manifesto tersebut dan mengapa
mereka mendukungnya. Mereka menyatakan bahwa walaupun mereka tetap akan
berada di dalam organisasi Zimmerwald, mereka tetap akan menyebarkan gagasan-
gagasan mereka dan bekerja secara independen dalam skala internasional. Kelompok
Zimmerwald Kiri memilih badan eksekutif: Lenin, Zinoviev, dan Radek. Mereka
menerbitkan sebuah koran bernamaVorbote di Jerman, yang menerbitkan sejumlah
artikel Lenin. Kaum Bolshevik memimpin kelompok ini. Zimmerwald Kiri segera menjadi
pusat persatuan dari elemen-elemen internasionalis dari Sosial Demokrasi sedunia.
Kaum Sosial-Demokrat di berbagai negeri yang tergabung dalam Zimmerwald Kiri
melakukan kerja revolusioner dan memainkan peran penting dalam pembentukan partai-
partai Komunis di negeri mereka.

[3] Lenin mengutip dari Kata Pengantar Engels untuk Perang Sipil di Prancis oleh Marx
(Marx dan Engels, Selected Works, Moskow, 1962, Vol. I, hal. 475).

[4] Karl Marx, Perang Sipil di Prancis (Marx dan Engels, Selected Works, Moskow,
1962, Vol. I, hal. 518-19).
[5] Leo Tolstoy (1828-1910) adalah seorang novelis Rusia terkemuka yang terkenal
dengan novelnya “Anna Karenina” dan “Perang dan Perdamaian”. Dia adalah seorang
Kristen anarkis dan anarko-pasifis, dan pendukung gagasan perjuangan damai tanpa
kekerasan.

[6] Kaum sosial-sovinis (para Scheidemann, Renaudel, Henderson, Gomperses, dll.)


sama sekali menolak berbicara mengenai “Internasional” selama perang. Mereka
menganggap musuh-musuh dari borjuasi “mereka” sebagai “pengkhianat” terhadap …
sosialisme. Mereka mendukung kebijakan penjajahan kaum borjuasi mereka. Kaum
sosial-pasifis (yakni kaum sosialis di mulut, tetapi pasifis borjuis-kecil dalam praktek)
menyatakan berbagai macam sentimen “internasionalis”, protes terhadap aneksasi, dll.
Tetapi dalam praktek mereka terus mendukung borjuis imperialis mereka sendiri.
Perbedaan antara dua macam orang seperti ini tidaklah penting; ini seperti perbedaan
antara dua kapitalis – yang satu dengan kata-kata pahit di mulutnya, yang satu lagi
dengan kata-kata manis. – Lenin.

[7] Karl Liebknecht (1871-1919) adalah pemimpin Marxis Jerman dan salah satu
pendiri Partai Komunis Jerman. Dia adalah rekan dekat Rosa Luxemburg yang setia
melawan revisionisme dan reformisme di dalam gerakan buruh Jerman. Bersama dengan
Rosa, dia diculik pada tanggal 15 Januari 1919 dan dibunuh dengan kejam oleh kekuatan
reaksi di Jerman yang dibantu oleh para pemimpin sosial demokrasi Jerman.

Kepatuhan pada Borjuasi dengan Kedok


“Analisis Ekonomi”

Seperti yang telah dikatakan, bila judul buku Kautsky sungguh-sungguh


mencerminkan isinya, seharusnya buku tersebut diberi judul, bukan
“Kediktatoran Proletariat”, tetapi “Pengulangan Kembali Serangan Borjuasi
terhadap Bolshevik”.

“Teori-teori” Menshevik yang lama mengenai karakter borjuis dari revolusi


Rusia, yakni distorsi terhadap Marxisme yang dilakukan oleh kaum Menshevik
(yangditolak oleh Kautsky pada 1905!), sekarang diulang kembali oleh sang
teoretikus kita. Kita harus menjawab masalah ini, walaupun ini akan begitu
membosankan bagi kaum Marxis Rusia.

Revolusi Rusia adalah revolusi borjuis. Ini yang dikatakan oleh semua kaum
Marxis Rusia sebelum 1905. Kaum Menshevik, yang menggantikan Marxisme
dengan liberalisme, menarik kesimpulan berikut: oleh karenanya kelas
proletariat tidak boleh bergerak melebihi apa yang dapat diterima oleh kelas
borjuasi dan harus melaksanakan kebijakan kompromi dengan mereka. Kaum
Bolshevik mengatakan bahwa ini adalah teori borjuis-liberal. Kaum borjuasi
sedang mencoba melakukan reforma terhadap pemerintahan di atas garis
borjuis dan reformis, bukan di atas garis revolusioner. Pada saat yang sama
mereka ingin mempertahankan sebisa mungkin sistem monarki, sistem feodal,
dsb. Kaum proletariat harus melaksanakan revolusi borjuis demokratik sampai
ke garis akhir, dan tidak boleh membiarkan dirinya “terikat” oleh reformisme
borjuasi. Kaum Bolshevik merumuskan perimbangan kekuatan-
kekuatan kelas di dalam revolusi borjuis ini sebagai berikut: kaum proletar,
memenangkan kaum tani ke sisinya, akan menetralisir kaum borjuasi dan
sepenuhnya menghancurkan sistem monarki, medievalisme, dan sistem
feodal.

Aliansi antara kaum proletar dan tani ini secara umum mengungkapkan
karakter borjuis dari revolusi Rusia, karena kaum tani secara umum adalah
produsen kecil yang eksis di atas basis produksi komoditas. Terlebih lagi, kaum
Bolshevik kemudian menambahkan, proletariat akan memenangkan seluruh
elemen semi-proletariat (semua rakyat pekerja dan tertindas), akan
menetralisir kaum tani menengah dan menumbangkan kaum borjuasi; ini akan
menjadi revolusi sosialis, yang berbeda dari revolusi borjuis demokratik. (Baca
pamflet saya, “Dua Taktik”, yang diterbitkan pada 1905 dan dicetak ulang
di “Dua Belas Tahun”, St. Petersburg, 1907)

Kautsky terlibat secara tidak langsung dalam polemik ini pada 1905, ketika
dia menjawab sebuah pertanyaan dari Plekhanov, yang saat itu sudah menjadi
Menshevik, dan dia mengeluarkan sebuah opini yang menentang Plekhanov.
Karena opini Kautsky ini, pers Bolshevik mencibir Plekhanov pada saat itu.
Tetapi sekarang Kautsky tidak mengucapkan satu kata pun mengenai polemik
pada saat itu (karena dia takut terekspos oleh pernyataannya sendiri!), dan oleh
karenanya dia membuat mustahil bagi para pembaca Jerman untuk memahami
inti dari permasalahan ini. Tn. Kautsky tidak dapat mengatakan kepada para
buruh Jerman pada tahun 1918 kalau 13 tahun yang lalu dia mendukung aliansi
buruh dengan kaum tani, dan bukan dengan kaum borjuis liberal, dan apa
syarat-syarat untuk aliansi ini, dan apa program yang dia rumuskan untuk
aliansi ini.

Menjilat ludahnya sendiri, Kautsky, di bawah kedok “analisa ekonomi” dan


berbicara dengan bangga mengenai “materialisme historis”, sekarang
menyerukan agar kaum buruh tunduk pada kaum borjuasi. Dengan bantuan
kutipan-kutipan dari Maslov, seorang Menshevik, dia memuntahkan kembali
pandangan-pandangan liberal lama dari kaum Menshevik. Kutipan-kutipan
digunakan untuk membuktikan gagasan baru mengenai keterbelakangan
Rusia. Tetapi deduksi yang ditarik dari gagasan baru ini adalah deduksi tua,
yakni bahwa di dalam sebuah revolusi borjuis kita tidak boleh bergerak
melampaui kaum borjuasi! Dan ini setelah semua yang dikatakan oleh Marx
dan Engels ketika membandingkan revolusi borjuis 1789-93 di Jerman dengan
revolusi borjuis 1848 di Jerman!

Sebelum kita bergerak ke “argumen” utama dan isi utama dari “analisa
ekonomi”nya Kautsky, mari kita periksa baris-baris awal Kautsky yang
mengungkapkan kebingungan dan kedangkalan dalam berpikir.

Sang “teoretikus” kita menulis, “Pertanian, dan terutama pertanian kecil,


sampai hari ini merepresentasikan fondasi ekonomi Rusia. Sekitar empat-per-
lima, mungkin bahkan lima-per-enam, dari populasi Rusia hidup dengan
bertani” (hal. 45). Pertama-tama, pernahkah kamu pertimbangkan berapa
banyak penindas di antara massa produsen kecil ini? Tentunya tidak lebih dari
satu-per-sepuluh, dan di kota-kota bahkan lebih kecil, karena produksi skala-
besar lebih berkembang di sana. Bahkan kalau kita mengambil estimasi tinggi,
dan berasumsi bahwa satu-per-lima dari produsen kecil adalah penindas yang
tidak punya hak suara. Bahkan dengan estimasi ini 66% suara yang diraih oleh
Bolshevik pada Kongres Kelima Soviet mewakili mayoritas populasi. Selain itu,
cukup banyak kaum Sosialis-Revolusioner Kiri yang mendukung kekuasaan
Soviet – secara prinsipil semua kaum Sosialis-Revolusioner Kiri mendukung
kekuasaan Soviet, dan ketika satu seksi dari Sosialis-Revolusioner Kiri, pada
Juli 1918, melakukan pemberontakan avonturis, dua partai yang baru pecah
dari partai lama ini: “Komunis Narodnik” dan “Komunis Revolusioner”.[1] (Dari
para pemimpin terkemuka Sosialis-Revolusioner Kiri yang telah ditunjuk untuk
posisi penting di dalam pemerintahan oleh partai SR Kiri, Zax adalah anggota
partai Komunis Narodnik, dan Kolegayev anggota partai Komunis
Revolusioner). Jadi, Kautsky sendiri secara tidak sengaja telah membantah
dongeng konyol bahwa kaum Bolshevik hanya mendapatkan dukungan dari
minoritas rakyat.

Kedua, sang teoretikus saya yang terhormat, pernahkah kau pertimbangkan


kenyataan bahwa kaum tani kecil niscaya terombang-ambing antara kaum
proletar dan kaum borjuasi? Kebenaran Marxis ini, yang telah dikonfirmasikan
oleh keseluruhan sejarah modern Eropa, dengan nyaman “dilupakan” oleh
Kautsky, karena kebenaran ini menghancurkan “teori” Menshevik yang terus
dia ulang-ulang! Bila Kautsky tidak “melupakan” kebenaran ini, dia tidak akan
menyangkal perlunya kediktatoran proletariat di sebuah negeri di mana kaum
tani kecil jumlahnya lebih banyak.

Mari kita periksa “analisa ekonomi” dari sang teoretikus kita.

Kekuasaan Soviet adalah sebuah kediktatoran, dan ini tidak bisa


diperdebatkan, kata Kautsky. “Tetapi apakah kediktatoran ini adalah
kediktatoran proletariat?” (hal. 34)

“Menurut Konstitusi Soviet, kaum tani membentuk mayoritas populasi dan


memiliki hak untuk berpartisipasi dalam parlemen dan administrasi pemerintah.
Apa yang disajikan di depan kita sebagai kediktatoran proletariat ternyata – bila
dijalankan dengan konsisten, dan bila, berbicara secara umum, sebuah kelas
dapat secara langsung mengimplementasikan kediktatoran, yang pada
kenyataannya hanya dapat diimplementasikan oleh sebuah partai – hanyalah
kediktatoran kaum tani.” (hal. 35)

Merasa bangga karena argumennya yang begitu dalam dan pintar, Kautsky
mencoba untuk membuat lelucon dan mengatakan: “Tampaknya pencapaian
yang paling mudah dari sosialisme akan paling terjamin kalau ini diletakkan di
tangan kaum tani.” (hal. 35)
Dengan sangat terperinci, dan mengutip sejumlah kutipan yang sangat pintar
dari Maslov yang semi-liberal, teoretikus kita mencoba membuktikan sebuah
gagasan baru bahwa kaum tani tertarik pada harga gandum yang tinggi, upah
rendah untuk kaum pekerja kota, dsb., dsb. Semakin Kautsky mengulang-
ulang gagasan-gagasan baru ini, semakin sedikit perhatian yang dia berikan
pada situasi-situasi baru yang muncul setelah peperangan. Contohnya, kaum
tani tidak menginginkan uang untuk gandum mereka, tetapi mereka
menginginkan komoditas, dan bahwa kaum tani tidak punya cukup alat-alat
pertanian, yang tidak dapat mereka peroleh dengan cukup biarpun mereka
punya uang. Kita akan kembali lagi ke topik ini.

Oleh karenanya, Kautsky menuduh partai Bolshevik, partainya kaum


proletariat, telah menyerahkan kediktatoran dan tugas untuk mencapai
sosialisme ke kaum tani borjuis-kecil. Baik sekali, Tn. Kautsky! Tetapi, menurut
pendapatmu yang mencerahkan, apa seharusnya sikap partai proletariat
terhadap kaum tani borjuis-kecil?

Teoretikus kita lebih memilih untuk diam seribu bahasa dalam hal ini, karena
ada pepatah yang mengatakan: “Bicara itu perak, diam itu emas.” Tetapi dia
mengekspos dirinya dengan argumen berikut ini:

“Pada masa awal Republik Soviet, soviet-soviet tani adalah organisasi kaum
tani secara umum. Sekarang Republik ini memproklamirkan bahwa Soviet-
soviet adalah organisasi proletariat dan kaum tani miskin. Kaum tani yang kaya
dirampas hak suaranya di dalam pemilu Soviet-soviet. Kaum tani miskin diakui
sebagai produk permanen dan massa dari reforma agraria sosialis di bawah
‘kediktatoran proletariat’.” (hal. 48)

Sungguh sebuah ironi yang menakjubkan! Ironi yang hanya dapat didengar
dari kaum borjuasi. Mereka semua mencemooh dan mengejek Republik Soviet
yang secara terbuka mengakui keberadaan kaum tani miskin. Mereka mencibir
sosialisme. Ini hak mereka. Tetapi seorang “sosialis” yang mencemooh
kenyataan bahwa setelah empat tahun peperangan yang paling
menghancurkan masih ada (dan masih akan ada untuk waktu yang lama) kaum
tani miskin di Rusia – seorang “sosialis” macam ini hanya dapat lahir dari
pengkhianatan yang sepenuhnya.
Dan lagi:

“... Republik Soviet mengganggu relasi-relasi antara kaum tani kaya dan
miskin, tetapi tidak dengan mendistribusi ulang tanah. Untuk mengatasi
kekurangan roti di kota-kota, detasemen-detasemen buruh bersenjata dikirim
ke pedesaan untuk merampas stok-stok surplus gandum milik kaum tani kaya.
Sebagian dari stok tersebut diberikan kepada penduduk kota, sebagai lagi
kepada kaum tani yang lebih miskin.” (hal. 48)

Tentu saja, Kautsky sang sosialis dan sang Marxis sangatlah geram ketika
kebijakan seperti ini diperluas melampaui batas-batas kota-kota besar (dan kita
telah memperluasnya ke seluruh negeri). Dengan nada yang sangat dingin
(atau keras kepala), Kautsky sang sosialis dan sang Marxis berceramah: “Ini
[penyitaan terhadap kaum tani kaya] memperkenalkan elemen ketidakstabilan
dan perang sipil yang baru ke dalam proses produksi” ... (perang sipil
diperkenalkan ke dalam “proses produksi) – sungguh sesuatu yang
supernatural)... “yang sangat membutuhkan kedamaian dan keamanan untuk
bisa pulih” (hal. 49)

Ya, tentu saja, Kautsky sang Marxis dan sang sosialis menghela napas dan
meneteskan air mata untuk kedamaian dan keamanan bagi para
pengeksploitasi dan pengeruk-laba yang menimbun stok surplus mereka,
menyabotase hukum monopoli gandum, dan membuat penduduk kota
kelaparan. “Kami semua adalah kaum sosialis dan Marxis dan internasionalis,”
nyanyi para Kautsky, Heinrich Weber (Wina), Longuet (Paris), MacDonald
(London), dan yang lainnya. “Kami semua mendukung revolusi kelas buruh.
Hanya saja ... hanya saja kami menginginkan sebuah revolusi yang tidak
mengganggu kedamaian dan keamanan para penimbun gandum! Dan kami
menutupi penghambaan pada kapitalis ini dengan sebuah referensi ‘Marxis’
mengenai ‘proses produksi’ ...” Bila ini adalah Marxisme, lantas apa itu
penghambaan pada borjuasi?

Mari kita periksa kesimpulan dari teoretikus kita ini. Dia menuduh kaum
Bolshevik telah menyajikan kediktatoran kaum tani sebagai kediktatoran
proletariat. Tetapi pada saat yang sama dia menuduh kami telah
memperkenalkan perang sipil ke daerah-daerah pedesaan, telah mengirim
detasemen-detasemen buruh bersenjata ke desa-desa, yang secara publik
memproklamirkan bahwa mereka sedang mengimplementasikan “kediktatoran
buruh dan tani miskin”, membantu tani miskin dan menyita stok gandum para
peraup laba dan kaum tani kaya yang mereka timbun, yang melanggar hukum
monopoli gandum.

Di satu pihak, teoretikus Marxis kita mendukung demokrasi murni, dalam kata
lain dia mendukung tunduknya kelas revolusioner, pemimpin rakyat pekerja
dan tertindas, kepada mayoritas populasi (oleh karenanya termasuk para
pengeksploitasi). Di lain pihak, sebagai sebuah argumen
untuk menentang kami, dia menjelaskan bahwa revolusi Rusia haruslah
berkarakter borjuis, karena kehidupan kaum tani secara keseluruhan adalah
berdasarkan relasi-relasi sosial borjuis – dan pada saat yang sama dia berpura-
pura menjunjung sudut pandang proletariat, kelas, dan Marxis.

Alih-alih “analisa ekonomi”, kita dapati tambal sulam yang teramat buruk.
Alih-alih Marxisme, kita dapati fragmen-fragmen doktrin liberal dan dakwah
untuk tunduk pada kaum borjuasi dan kaum kulak (tani kaya).

Masalah yang begitu membuat Kautsky kebingungan sudah dijelaskan


sepenuhnya oleh kaum Bolshevik semenjak tahun 1905. Ya, revolusi kita
adalah sebuah revolusi borjuis selama kita berbaris bersama kaum tani secara
keseluruhan. Ini sangatlah jelas bagi kami; kami telah mengatakannya ratusan
dan ribuan kali semenjak tahun 1905, dan kita tidak pernah mencoba
melompati tahapan proses sejarah yang diperlukan ini atau menghapusnya
dengan dekrit. Usaha Kautsky untuk “mengekspos” kami sekarang pada
akhirnya hanya mengekspos kebingungannya sendiri dan ketakutannya untuk
mengingat apa yang dia tulis pada 1905, ketika dia belum menjadi seorang
pengkhianat.

Akan tetapi, sejak April 1917, jauh sebelum Revolusi Oktober, yakni jauh hari
sebelum kami merebut kekuasaan, secara publik kami menyatakan dan
menjelaskan kepada rakyat: revolusi kita sekarang tidak bisa berhenti pada
tahapan ini, karena bangsa ini telah melangkah maju, kapitalis telah bergerak
maju, kehancuran telah mencapai dimensi yang luar biasa, yang (suka atau
tidak) menuntut langkah-langkah maju, menuju sosialisme. Karena tidak
ada jalan lain untuk maju, untuk menyelamatkan bangsa yang porak-poranda
karena perang ini dan meringankan penderitaan rakyat pekerja dan tertindas.

Peristiwa-peristiwa telah bergulir seperti yang telah kami katakan. Jalannya


revolusi telah mengkonfirmasikan kebenaran dari nalar kami. Pertama, dengan
“seluruh” kaum tani untuk melawan monarki, tuan tanah, dan feodalisme (dan
pada tingkatan ini, revolusi masih merupakan revolusi borjuis, borjuis-
demokratik).Kemudian, dengan kaum tani miskin, dengan kaum semi-proletar,
dengan semua kaum tertindas, melawan kapitalisme, termasuk kaum kaya di
pedesaan, kulak (tani kaya), lintah darah, dan pada tingkatan ini revolusi
menjadi revolusi sosialis. Untuk mencoba membangun sebuah Tembok Cina
yang artifisial antara revolusi yang pertama dan kedua, untuk memisahkan
mereka dengan cara apapun selain tingkat kesiapan kaum proletariat dan
tingkat persatuannya dengan kaum tani miskin, ini berarti mendistorsi
Marxisme, membuatnya vulgar, menggantikannya dengan liberalisme. Ini
berarti menyeludupkan pembelaan reaksioner terhadap borjuasi, ini berarti
menentang kaum proletariat sosialis dengan merujuk secara quasi-ilmiah pada
karakter progresif kaum borjuasi dibandingkan dengan feodalisme.

Soviet merepresentasikan bentuk dan tipe demokrasi yang jauh lebih tinggi
karena, dengan menyatukan dan menarik massa buruh dan tani ke kehidupan
politik, ia menjadi sebuah barometer pertumbuhan dan perkembangan
kedewasaan politik dan kelas dari rakyat yang paling sensitif, yang paling dekat
dengan “rakyat” (seperti yang dikatakan Marx pada 1871 mengenai revolusi
rakyat yang sesungguhnya[2]). Konstitusi Soviet tidak ditulis berdasarkan
semacam “rencana”; ia tidak dirancang di ruang studi, dan tidak disajikan
kepada rakyat pekerja oleh para pengacara borjuasi. Tidak, Konstitusi
ini tumbuh di dalam alur perkembanganperjuangan kelas seiring dengan
matangnya antagonisme kelas. Kautsky sendiri mengakui ini.

Awalnya, Soviet-soviet merangkul kaum tani secara keseluruhan. Karena


ketidakdewasaan, keterbelakangan, dan ketidaktahuan kaum tani miskin,
kepemimpinan jatuh ke tangan kaum kulak, kaum kaya, kaum kapitalis dan
intelektual borjuis-kecil. Ini adalah periode dominasi borjuis kecil, dominasi
kaum Menshevik dan kaum Sosialis-Revolusioner (hanya orang-orang bodoh
dan pengkhianat seperti Kautsky yang dapat menganggap mereka sebagai
sosialis). Kaum borjuis kecil tidak-bisa-tidak terombang-ambing antara
kediktatoran borjuasi (Kerensky, Kornilov, Savinkov) dan kediktatoran
proletariat. Karena posisi ekonomi mereka, kaum borjuis kecil tidak mampu
melakukan apapun secara independen. Kautsky sepenuhnya menyangkal
Marxisme karena ia membatasi analisanya mengenai Revolusi Rusia pada
konsep “demokrasi” yang legal dan formal, demokrasi yang bagi kaum borjuasi
adalah kedok untuk dominasi mereka dan adalah alat untuk menipu rakyat.
Kautskylupa bahwa dalam prakteknya “demokrasi” kadang-kadang
berarti kediktatoran borjuasi, dan kadang-kadang berarti reformisme impoten
dari kaum borjuis kecil yang tunduk pada kediktatoran borjuasi. Menurut
Kautsky, di sebuah negeri kapitalis ada partai-partai borjuasi dan ada partai
proletariat (kaum Bolshevik), yang memimpin mayoritas, massa proletariat,
tetapi tidak ada partai borjuis kecil! Kaum Menshevik dan Sosialis-Revolusioner
tidak punya akar kelas, tidak punya akar borjuis-kecil!

Kaum borjuis kecil, yakni Menshevik dan Sosialis-Revolusioner, terombang-


ambing antara borjuasi dan proletar, dan ini membantu mencerahkan rakyat
dan membuat mayoritas besar rakyat, yakni semua “lapisan bawah”, semua
kaum proletar dan semi-proletar, meninggalkan “para pemimpin” ini. Kaum
Bolshevik memenangkan mayoritas di Soviet-soviet (di Petrograd dan Moskow
pada Oktober 1917); perpecahan di antara kaum Sosialis-Revolusioner dan
Menshevik menjadi semakin dalam.

Kemenangan revolusi Bolshevik berarti berakhirnya kebimbangan, berarti


kehancuran total dari monarki dan sistem tuan tanah (yang belum hancur
sebelum Revolusi Oktober). Kami menyelesaikan revolusi borjuasi sampai ke
kesimpulannya. Kaum tani secara keseluruhan mendukung kami.
Antagonisme mereka terhadap kaum proletariat sosialis belumlah terungkap
sepenuhnya. Soviet-soviet menyatukan kaum tani secara umum. Divisi kelas di
antara kaum tani belumlah matang, dan belumlah terkuak.

Proses ini berlangsung pada musim panas dan gugur 1918. Pemberontakan
kontra-revolusioner di Ceko membangkitkan kaum kulak. Gelombang
pemberontakan kaum kulak menyapu seluruh Rusia. Kaum tani miskin belajar,
bukan dari buku-buku atau koran-koran, tetapi dari kehidupan itu sendiri,
bahwa kepentingan mereka bertentangan sepenuhnya dengan kepentingan
kaum kulak, kaum kaya, dan kaum borjuasi pedesaan. Seperti semua partai
borjuis-kecil, “Partai Sosialis-Revolusioner Kiri” merefleksikan kebimbangan
rakyat, dan pada musim panas 1918 partai ini pecah. Satu seksi bergabung
dengan kekuatan kontra-revolusi Ceko (pemberontakan di Moskow, ketika
Proshyan, setelah merebut Kantor Telegraf selama satu jam! – menyiarkan
bahwa kaum Bolshevik telah ditumbangkan; kemudian pengkhianatan
Muravyov[3], Pemimpin angkatan bersenjata yang sedang memerangi Ceko,
dsb.), sementara seksi yang lainnya, yang telah disebut di atas, tetap bersama
Bolshevik.

Kekurangan gandum di kota-kota yang semakin parah membuat masalah


monopoli gandum semakin mendesak (ini sama sekali “dilupakan” oleh
Kautsky dalam analisa ekonominya, yang sebenarnya hanyalah pengulangan
dari tulisan-tulisan Maslov sepuluh tahun yang lalu!).

Para tuan tanah dan borjuasi yang lama, dan bahkan negeri republik-
demokratik, mengirim ke daerah-daerah pedesaan detasemen-detasemen
bersenjata yang ada di bawah komando borjuasi. Tn. Kautsky tidak mengetahui
ini! Dia tidak menganggap ini “kediktatoran borjuasi”. Ini adalah “demokrasi
murni”, terutama bila disahkan oleh parlemen borjuasi! Kautsky juga tidak
“mendengar” bahwa pada musim panas dan gugur tahun 1917, Avksentyev dan
S. Maslov, bersama dengan para Kerensky, Tsereteli dan kaum Sosialis-
Revolusioner dan Menshevik lainnya, menangkap para anggota Komite-Komite
Tanah; dia tidak mengucapkan satu kata pun mengenai ini!

Sebuah negara borjuasi yang sedang melakukan kediktatoran borjuasi


melalui sebuah republik demokratik tidak dapat mengaku kepada rakyat bahwa
ia melayani kaum borjuasi; negara ini tidak dapat mengatakan yang
sebenarnya, dan harus menjadi seorang munafik.

Tetapi negara tipe Komune Paris, yakni negara Soviet, secara terbuka dan
jujur mengatakan kebenaran kepada rakyat dan menyatakan bahwa ia adalah
kediktatoran proletariat dan tani miskin; dan dengan kebenaran ini ia
memenangkan ke sisinya jutaan dan jutaan rakyat yang tertindas di republik
demokratis manapun, tetapi yang sekarang terdorong oleh Soviet ke dalam
kehidupan politik, ke dalam demokrasi, ke dalam administrasi negara. Republik
Soviet mengirim ke daerah-daerah pedesaan detasemen-detasemen buruh
bersenjata, terutama buruh yang lebih maju, dari kota-kota besar. Buruh-buruh
ini membawa sosialisme ke pedesaan, memenangkan ke sisi mereka kaum
miskin, mengorganisir mereka dan mencerahkan mereka, dan membantu
mereka melawan resistensi kaum borjuasi.

Semua yang paham akan situasi ini dan telah pergi ke daerah-daerah
pedesaan menyatakan bahwa baru sekarang, pada musim panas dan gugur
1918, daerah-daerah pedesaan ini melalui Revolusi “Oktober” (dalam kata lain,
Revolusi Proletarian). Semua mulai berubah. Gelombang pemberontakan
kulak digantikan dengan kebangkitan kaum tani miskin dan tumbuhnya
“Komite-komite Tani Miskin”. Di dalam angkatan bersenjata, jumlah buruh-
buruh yang menjadi komisar, perwira, dan komandan divisi tentara menjadi
semakin banyak. Dan ketika Kautsky yang bodoh ini, yang merasa takut pada
Krisis Juli 1918[4] dan ratap tangis kaum borjuasi, lalu mengejar yang
belakangan ini seperti seekor ayam, dan menulis sebuah pamflet yang dipenuhi
dengan keyakinan bahwa kaum Bolshevik tidak lama lagi akan ditumbangkan
oleh kaum tani; pada saat ketika orang bodoh ini menganggap pembelotan
kaum Sosialis-Revolusioner Kiri sebagai “mengecilnya” (hal. 37) lingkaran
orang-orang yang mendukung Bolshevik, justru lingkaran pendukung
Bolshevisme yang sesungguhnya sedang tumbuh menjadi sangat besar,
karena jutaan kaum tani miskin membebaskan diri mereka dari dominasi dan
pengaruh kaum kulak dan borjuasi di pedesaan, dan sedang terbangunkan ke
kehidupan politik yangindependen.

Kita telah kehilangan ratusan kaum Sosialis-Revolusioner Kiri, para


intelektual tak-bertulang-punggung dan kaum kulak di antara petani, tetapi kita
telah meraih jutaan rakyat miskin.[5]

Setelah menyelesaikan revolusi borjuis-demokratik dengan beraliansi


dengan kaum tani secara keseluruhan, kaum proletariat Rusia akhirnya
bergerak ke revolusi sosialis ketika mereka berhasil memecah belah populasi
pedesaan, dengan memenangkan kaum proletariat dan semi-proletariat
pedesaan, dan dengan menyatukan mereka dalam melawan kaum kulak dan
kaum borjuasi, termasuk kaum tani borjuis.
Bila kaum proletariat Bolshevik di kota-kota besar dan pusat-pusat industri
besar belum mampu menyatukan kaum tani di sekitar mereka untuk melawan
kaum tani kaya, ini membuktikan bahwa Rusia “belum matang” untuk revolusi
sosialis. Kaum tani akan tetap menjadi satu “kesatuan penuh”, dalam kata lain
mereka akan terus berada di bawah kepemimpinan ekonomi, politik dan moral
kaum kulak, kaum kaya, dan kaum borjuasi, dan revolusi ini tidak akan beranjak
melebihi batas-batas revolusi borjuis-demokratik. (Namun, bahkan bila
demikian adanya, ini tidak membuktikan kalau kaum proletariat seharusnya
tidak merebut kekuasaan, karena hanya proletariat sendiri yang dapat
menyelesaikan revolusi borjuis-demokratik sampai ke kesimpulannya, hanya
proletariat sendiri yang telah melakukan suatu hal yang sangat penting untuk
membawa revolusi proletariat dunia semakin dekat, dan kaum proletariat
sendiri yang telah membentuk negara Soviet, yang, setelah Komune Paris,
adalah langkah kedua menuju negara sosialis.)

Di lain pihak, bila kaum proletariat mencoba sekaligus, pada Oktober-


November 1917 -- tanpa menunggu diferensiasi kelas di daerah-daerah
pedesaan, tanpapersiapan – “mendekritkan” perang sipil atau
“memperkenalkan sosialisme” ke pedesaan, dan mencoba melakukan ini tanpa
membentuk blok sementara dengan kaum tani secara umum, tanpa membuat
sejumlah konsesi kepada kaum tani menengah, dsb., ini adalah
distorsi Blanquist terhadap Marxisme. Ini adalah usaha dariminoritas untuk
memaksakan kehendaknya kepada mayoritas. Ini akan menjadi sebuah
kekonyolan teoritis, yang mengungkapkan kegagalan untuk memahami bahwa
revolusi tani secara umum masihlah merupakan revolusi borjuis, dan tanpa
serangkaian transisi, tanpa tahapan-tahapan transisional, revolusi ini tidak
dapat ditransformasikan menjadi sebuah revolusi sosialis di sebuah negeri
terbelakang.

Dalam masalah teori dan politik yang sangat penting ini, Kautsky telah
mengacaukan semuanya. Dia, dalam praktek, terbukti menjadi pelayan kaum
borjuasi, yang menentang kediktatoran proletariat.

***
Kautsky telah memperkenalkan kebingungan yang serupa, bila tidak lebih
buruk, ke dalam masalah yang sangatlah penting, yakni: apakah
aktivitas legislatifRepublik Soviet di dalam ranah reforma agraria – yakni
reforma sosialis yang paling sulit namun paling penting – berdasarkan prinsip-
prinsip yang kokoh dan dijalankan dengan baik? Kita akan sangat berterima
kasih kepada kaum Marxis Eropa Barat manapun, yang setelah mempelajari
dokumen-dokumen yang paling penting lalu memberikan kritik terhadap
kebijakan kami, karena dengan demikian dia akan sangat membantu kami, dan
akan membantu revolusi yang sedang ranum di seluruh dunia. Tetapi alih-alih
kritik, Kautsky menghasilkan kekacauan teori yang teramat luar biasa, yang
mengubah Marxisme menjadi liberalisme, dan yang, dalam praktek, adalah
serangkaian ujar-ujar pandai yang tak berguna, penuh bisa beracun, dan
vulgar. Biarlah para pembaca menilainya sendiri.

“Kepemilikan tanah besar tidak dapat dipertahankan. Ini adalah hasil dari
revolusi. Ini jelas. Distribusi tanah ke populasi tani menjadi tak terelakkan ...”
(Ini tidak benar, Tn. Kautsky. Kau menggantikan sikap dari kelas-kelas yang
berbeda terhadap masalah ini dengan apa yang “jelas” bagimu. Sejarah
revolusi telah menunjukkan bahwa pemerintahan koalisi borjuasi dan borjuis-
kecil, yakni Menshevik dan Sosialis-Revolusioner, telah melaksanakan
kebijakan mempertahankan kepemilikan tanah besar. Ini terutama dibuktikan
oleh rancangan undang-undang S. Maslov dan ditangkapnya anggota-anggota
Komite Tanah.[6] Tanpa kediktatoran proletariat, “populasi tani” tidak akan
mengalahkan kaum tuan tanah, yang telah bergabung dengan kelas kaum
kapitalis.)

“Tetapi mengenai bentuk distribusi tanah ini, tidak ada persatuan di antara
kaum sosialis mengenai solusi yang tepat. Ada berbagai solusi yang
memungkinkan ...” (Kautsky paling khawatir mengenai “persatuan” di antara
“kaum sosialis”, tidak peduli siapa yang memanggil diri mereka sendiri dengan
nama itu. Dia lupa bahwa kelas-kelas utama di dalam masyarakat kapitalis
akan selalu tiba pada solusi yang berbeda.) “... Dari sudut pandang sosialis,
solusi yang paling rasional adalah mengubah lahan-lahan besar menjadi
properti negara dan mengizinkan para petani yang selama ini telah bekerja di
lahan-lahan ini sebagai buruh tani untuk mengolah lahan-lahan ini dalam
bentuk koperasi. Tetapi solusi seperti ini mensyaratkan keberadaan tipe buruh
tani yang tidak ada di Rusia. Solusi yang lain adalah mengubah lahan-lahan
besar ini menjadi properti negara dan membagi-bagikan tanah ini menjadi
lahan-lahan kecil yang disewakan kepada para tani yang hanya memiliki lahan
kecil. Bila ini dilakukan, maka setidaknya sesuatu yang sosialis dapat diraih...”

Seperti biasa Kautsky membatasi dirinya pada hal yang sudah diketahui: di
satu pihak ini tidak dapat diakui, dan di lain pihak ini harus diakui. Dia
menempatkan solusi-solusi yang berbeda pada level yang sama, tanpa
memikirkan apa yang harus dilakukan pada tahapan-tahapan transisional dari
kapitalisme ke komunisme di bawah kondisi-kondisi tertentu. Ada kaum buruh
tani di Rusia, tetapi tidak banyak; dan Kautsky tidak menyentuh masalah –
yang dikedepankan oleh pemerintahan Soviet – mengenai metode transisi ke
bentuk pengolahan tanah secara komunal dan koperasi. Akan tetapi, yang
paling mengherankan Kautsky mengklaim bahwa menyewakan lahan-lahan
kecil adalah “sesuatu yang sosialis”. Pada kenyataannya, ini adalah slogan
borjuis kecil, dan tidak ada yang “sosialis” di dalamnya. Bila “negara” yang
menyewakan tanah ini bukanlah negara tipe Komune Paris, tetapi sebuah
republik parlementer borjuis (dan inilah asumsi Kautsky), penyewaan lahan-
lahan kecil adalah reforma liberal yang tipikal.

Kautsky tidak mengatakan apapun mengenai pemerintahan Soviet yang


telah menghapus semua kepemilikan pribadi atas tanah. Lebih parah lagi, dia
melakukan pemalsuan yang luar biasa dan mengutip dekrit-dekrit
pemerintahan Soviet dengan sedemikian rupa sehingga bagian yang paling
penting sengaja diabaikan.

Setelah menyatakan bahwa “produksi skala-kecil menginginkan kepemilikan


pribadi penuh atas alat-alat produksi,” dan bahwa Majelis Konstituante adalah
“satu-satunya otoritas” yang dapat mencegah dibagi-bagikannya tanah
(sebuah pernyataan yang akan menimbulkan tawa di Rusia, di mana semua
orang tahu bahwa Soviet adalah satu-satunya otoritas yang diakui oleh buruh
dan tani, sementara Majelis Konstituante telah menjadi slogan dari kaum
kontra-revolusioner Ceko dan para tuan tanah), Kautsky melanjutkan:

“Salah satu dekrit pertama yang dinyatakan oleh Pemerintahan Soviet


adalah: (1) Kepemilikan tanah dihapus tanpa ganti rugi. (2) Tanah-tanah kaum
bangsawan, dan juga semua tanah monarki, biara dan gereja, dengan semua
ternak, alat-alat, bangunan-bangunan, dan semua properti yang ada di sana,
akan diserahkan ke Komite-Komite Tanah volost[7] dari Soviet Tani uyezd[8],
menunggu penyelesaian masalah tanah oleh Majelis Konstituante.”

Setelah mengutip hanya dua pasal ini, Kautsky menyimpulkan:

“Rujukan ke Majelis Konstituante hanyalah huruf-huruf belaka. Pada


kenyataannya, kaum tani di berbagai volost dapat melakukan apapun yang
mereka kehendaki dengan tanah di desa-desa.” (hal. 47)

Di sini kita temui contoh dari “kritik” Kautsky! Di sini kita temui karya “ilmiah”
yang lebih seperti penipuan. Para pembaca Jerman diperdaya supaya mereka
mengira kaum Bolshevik menyerah pada kaum tani mengenai masalah
kepemilikan pribadi atas tanah, bahwa kaum Bolshevik mengizinkan kaum tani
untuk bertindak sekehendak hati mereka di tiap-tiap daerah (“di
berbagai volost”).

Tetapi pada kenyataannya, dekrit yang dikutip oleh Kautsky – yang pertama
kali disebarluaskan pada 26 Oktober 1917 (kalender lama) – terdiri dari lima
pasal, dan bukannya dua pasal. Selain itu ada lagi delapan pasal Amanat yang
dengan jelas dinyatakan “akan digunakan sebagai panduan”.

Pasal ke-3 dari dekrit ini menyatakan bahwa tanah-tanah akan dialihkan “ke
rakyat”, dan “inventaris terperinci dari semua properti yang disita” akan dibuat
dan properti ini “akan dilindungi dengan metode revolusioner yang paling
tegas”. Dan Amanat ini menyatakan bahwa “kepemilikan tanah akan dihapus
untuk selamanya”. bahwa “tanah-tanah di mana ada pertanian modern tingkat-
tinggi ... tidak akan dibagi-bagikan”, bahwa “semua ternak dan alat-alat
pertanian dari tanah-tanah yang disita akan digunakan secara eksklusif oleh
negara atau komune, tergantung dari besar kecilnya dan signifikansinya, dan
tidak akan ada ganti rugi”, dan bahwa “semua tanah akan menjadi bagian dari
dana tanah nasional (National Land Fund).”

Terlebih lagi, bersamaan dengan dibubarkannya Majelis Konstituante (5


Januari, 1918), Kongres Ketiga Soviet mengadopsi “Deklarasi Hak Rakyat
Pekerja dan Tertindas”, yang sekarang menjadi bagian dari “Undang-Undang
Fundamental Republik Soviet.” Artikel ke-2, Paragraf Pertama dari Deklarasi ini
menyatakan bahwa “kepemilikan tanah dihapus”, dan bahwa “tanah-tanah dan
perusahaan-perusahaan pertanian yang teladan ... diproklamirkan sebagai
milik negara.”

Jadi, rujukan pada Majelis Konstituante bukanlah huruf-huruf belaka, karena


badan perwakilan nasional lainnya, yang memiliki otoritas yang jauh lebih besar
di mata kaum tani, telah mengedepankan solusi terhadap masalah agraria.

Lagi, pada 19 Februari, 1918, hukum sosialisasi tanah dicanangkan, yang


sekali lagi mengkonfirmasikan penghapusan kepemilikan pribadi atas tanah.
Tanah dansemua ternak pribadi dan alat-alat pertanian diberikan kepada
otoritas Soviet di bawah kontrol pemerintah federal Soviet. Di antara tugas-
tugas yang berhubungan dengan penggunaan tanah, hukum ini menyatakan:

“perkembangan pertanian kolektif sebagai bentuk yang lebih unggul dari


sudut pandang ekonomi tenaga kerja dan produksi, dibandingkan dengan
pertanian perorangan, dengan tujuan untuk transisi ke pertanian sosialis”
(Artikel 11, paragraf e).

Undang-undang yang sama, dalam menetapkan prinsip penggunaan tanah


yang setara, menjawab pertanyaan fundamental ini: “Siapa yang punya hak
guna tanah?” dengan demikian:

(Artikel 20) “Tanah di dalam batas-batas Republik Federasi Soviet Rusia


dapat digunakan untuk kepentingan publik dan pribadi. A. Untuk kepentingan
kebudayaan dan pendidikan: (1) oleh negara yang diwakili oleh organ-organ
kekuasaan Soviet (federal, begitu juga propinsi, gubernia, uyezd, volost, dan
desa), dan (2) oleh badan-badan publik (di bawah kontrol, dan dengan izin, dari
otoritas-otoritas Soviet setempat); B. Untuk kepentingan pertanian: (3) oleh
komune-komune pertanian, (4) oleh kelompok-kelompok koperasi pertanian,
(5) oleh komunitas-komunitas desa, (6) oleh keluarga atau individu
perorangan...”

Para pembaca dapat melihat bagaimana Kautsky telah memutar balik fakta
sepenuhnya, dan telah memberi para pembaca Jerman pandangan yang keliru
mengenai kebijakan dan undang-undang pertanian negara proletar di Rusia.
Kautsky bahkan tidak dapat memformulasikan masalah-masalah teori yang
fundamental!

Masalah-masalah ini adalah:

(1) Hak guna tanah yang setara, dan

(2) Nasionalisasi tanah – relasi kedua kebijakan ini dengan sosialisme secara
umum, dan relasi kedua kebijakan ini dengan transisi dari kapitalisme ke
komunisme pada khususnya.

(3) Pertanian bersama sebagai transisi dari pertanian kecil yang terpencar-
pencar ke pertanian kolektif skala-besar; apakah cara bagaimana masalah ini
dihadapi di dalam undang-undang Soviet sesuai dengan syarat-syarat
sosialisme?

Mengenai masalah pertama, pertama-tama kita harus mengemukakan dua


fakta yang fundamental. (a) Dalam mencermati pengalaman revolusi 1905
(saya dapat merujuk pada karya saya mengenai masalah agraria pada
Revolusi Rusia yang Pertama ini), kaum Bolshevik merujuk pada arti
demokratis yang progresif dan revolusioner dari slogan “hak guna tanah yang
setara”, dan pada 1917, sebelum Revolusi Oktober, kami menyatakan ini
dengan cukup jelas. (b) Ketika mencanangkan undang-undang sosialisasi
tanah – yang “semangatnya” adalah penggunaan tanah yang setara – kaum
Bolshevik dengan terbuka dan jelas menyatakan bahwa ini bukanlah gagasan
kami. Kami tidak setuju dengan slogan ini, tetapi kami merasa bahwa adalah
tugas kami untuk mengimplementasikan undang-undang ini karena ini adalah
tuntutan dari mayoritas besar kaum tani. Dan gagasan-gagasan dan tuntutan-
tuntutan dari rakyat pekerja adalah hal-hal yang harus ditanggalkan oleh rakyat
pekerja sendiri. Tuntutan-tuntutan ini tidak dapat “dihapus” atau “dilompati”.
Kami, kaum Bolshevik, akan membantu kaum tani untuk menanggalkan
slogan-slogan borjuis kecil, untuk bergerak dari slogan-slogan borjuis kecil ke
slogan-slogan sosialis secepat mungkin dan semudah mungkin.

Seorang teoretikus Marxis yang ingin membantu revolusi kelas buruh dengan
analisa ilmiahnya harus menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut: pertama,
apakah benar bahwa gagasan penggunaan tanah yang setara memiliki arti
demokratis yang revolusioner dalam melaksanakan revolusi borjuis-demokratik
ke kesimpulannya? Kedua, apakah kaum Bolshevik benar dalam membantu
meloloskan (dan dengan setia mengimplementasikan) undang-undang
penggunaan tanah yang setara yang bersifat borjuis kecil ini?

Kautsky bahkan gagal menyadari masalah teori yang terutama ini!

Kautsky tidak akan pernah bisa menyangkal bahwa gagasan penggunaan


tanah yang setara memiliki nilai yang progresif dan revolusioner dalam revolusi
borjuis-demokratik. Revolusi seperti ini tidak dapat melampaui batas ini.
Dengan mencapai batasnya, akan semakin jelas, cepat, dan mudah terungkap
kepada rakyat bahwa solusi-solusi borjuis-demokratik tidaklah memadai, dan
rakyat harus bergerak melampaui batas-batas borjuis demokratik ini, dan
bergerak ke sosialisme.

Kaum tani, yang telah menumbangkan Tsarisme dan feodalisme,


memimpikan penggunaan tanah yang setara, dan tidak ada satu pun kekuatan
di muka bumi yang dapat menghentikan kaum tani setelah mereka bebas dari
feodalisme dan dari negara republik parlementer borjuis. Kaum buruh
mengatakan kepada kaum tani: kami akan membantumu mencapai kapitalisme
yang “ideal”, karena penggunaan tanah yang setara adalah idealisasi
kapitalisme yang dimimpikan oleh para produsen kecil. Pada saat yang sama
kami akan membuktikan kepadamu bahwa kapitalisme yang “ideal” ini tidaklah
memadai dan perlunya bergerak ke pertanian bersama.

Akan sangat menarik untuk melihat bagaimana Kautsky dapat membuktikan


bahwa kepemimpinan proletariat terhadap kaum tani yang seperti ini adalah
keliru.

Namun Kautsky memilih menghindari pertanyaan ini.

Lalu, Kautsky dengan sengaja menipu para pembaca Jermannya dengan


menyembunyikan dari mereka fakta bahwa dalam undang-undang
tanahnyapemerintahan Soviet memberikan preferensi langsung pada komune-
komune dan kelompok-kelompok koperasi.
Dengan seluruh kaum tani sampai pada akhir revolusi borjuis-demokratik;
dan dengan kaum tani miskin, tani-proletar dan semi-proletar, maju menuju
revolusi sosialis! Ini adalah kebijakan kaum Bolshevik, dan ini adalah satu-
satunya kebijakan Marxis.

Tetapi Kautsky sama sekali kebingungan dan tidak mampu memformulasikan


apapun! Di satu pihak, dia tidak berani mengatakan bahwa kaum buruh harus
pecah dengan kaum tani mengenai masalah penggunaan tanah yang setara,
karena dia menyadari bahwa ini adalah konyol (dan, terlebih lagi, pada 1905,
ketika dia belumlah menjadi seorang pengkhianat, dia sendiri dengan jelas dan
terbuka menyerukan pembentukan aliansi antara buruh dan tani sebagai syarat
untuk kemenangan revolusi). Di pihak lain, dia dengan simpatik mengutip ujar-
ujar liberal dari Maslov yang Menshevik, yang “membuktikan” bahwa hak guna
tanah yang setara yang borjuis-kecil adalah utopis dan reaksioner dari sudut
pandang sosialisme, tetapi bungkam mengenai karakter progresif dan
revolusioner dari perjuangan borjuis-kecil untuk kesetaraan dan hak guna
tanah yang setara dari sudut pandang revolusi borjuis-demokratik.

Kautsky sungguh kebingungan: dia (pada 1918) bersikeras bahwa Revolusi


Rusia memiliki karakter borjuis. Dia (pada 1918) mengatakan: jangan lampaui
batas-batas ini! Namun Kautsky yang sama ini melihat “ada yang sosialistis”
(untuk revolusi borjuis) di dalam reforma borjuis kecil di mana lahan-lahan kecil
disewakan ke kaum tani miskin (yang adalah aproksimasi dari hak guna tanah
yang setara)!!

Coba saja untuk memahami ini bila kau bisa!

Selain itu, seperti seorang filistin Kautsky tidak mampu mempertimbangkan


kebijakan yang sesungguhnya dari sebuah partai tertentu. Dia mengutip frase-
frase kosong dari kaum Menshevik Maslov dan menolak untuk melihat
kebijakan Partai Menshevik yang sesungguhnya pada 1917, ketika dalam
suatu “koalisi” dengan para tuan tanah dan Partai Kadet, mereka
menyerukan reforma agraria liberal dan kompromi dengan para tuan
tanah (bukti: penangkapan anggota-anggota Komite Tanah dan rancangan
undang-undang S. Maslov).
Kautsky gagal menyadari bahwa frase-frase P. Maslov mengenai karakter
reaksioner dan utopis dari kesetaraan borjuis-kecil sesungguhnya adalah
kedok untuk menutupi kebijakan Menshevik yang menyerukan kompromi
antara kaum tani dan tuan tanah (dalam kata lain, mendukung tuan tanah
dalam menipu kaum tani), alih-alih penumbangan kaum tuan tanah secara
revolusioner oleh kaum tani.

Sungguh “Marxis” Kautsky ini!

Kaum Bolshevik-lah yang secara tegas membedakan antara revolusi borjuis-


demokratik dan revolusi sosialis: dengan melaksanakan revolusi borjuis-
demokratik, mereka membuka pintu untuk transisi ke revolusi sosialis. Ini
adalah satu-satunya kebijakan yang revolusioner dan Marxis.

Akan lebih bijak kalau Kautsky tidak mengulang ujar-ujar cerdik dari kaum
liberal yang lembek ini: “Tidak pernah kaum tani kecil di mana pun mengadopsi
pertanian kolektif di bawah pengaruh keyakinan teori.” (hal. 50)

Sungguh cerdik!

Tetapi di mana pun tidak pernah kaum tani dari negeri yang besar ada di
bawah pengaruh sebuah negara proletariat.

Di mana pun tidak pernah kaum tani meluncurkan sebuah perjuangan kelas
terbuka yang sampai mencapai tingkatan perang sipil antara kaum tani miskin
dan kaum tani kaya, dengan dukungan propagandis, politik, ekonomi, dan
militer yang diberikan kepada kaum tani miskin oleh negara proletariat.

Di mana pun tidak pernah kaum kaya meraup begitu banyak kekayaan dari
peperangan, sementara massa tani menderita kehancuran yang luar biasa.

Kautsky hanya mengulang-ulang ujar-ujar lama. Dia takut bahkan untuk


berpikir mengenai tugas-tugas baru dari kediktatoran proletariat.

Tetapi, Tn. Kautsky yang terhormat, bagaimana bila kaum tani tidak
memiliki alat-alat untuk pertanian skala-kecil dan negara
proletariat membantu mereka untuk mendapatkan mesin-mesin untuk
pertanian kolektif? Apakah ini sebuah “keyakinan teori”?
Mari kita sekarang sentuh masalah nasionalisasi tanah. Kaum Narodnik kita,
termasuk semua kaum Sosialis Revolusioner Kiri, menyangkal bahwa
kebijakan yang telah kita adopsi adalah kebijakan nasionalisasi tanah. Secara
teori mereka keliru. Selama kita masih berada di dalam kerangka produksi
komoditas dan kapitalisme, penghapusan kepemilikan pribadi atas tanah
adalah nasionalisasi tanah. Istilah “sosialisasi” hanyalah mengekspresikan
sebuah kecenderungan, sebuah pengharapan, persiapan untuk transisi ke
sosialisme.

Sikap apa yang harus diambil oleh kaum Marxis mengenai nasionalisasi
tanah?

Di sini, Kautsky juga gagal bahkan untuk memformulasikan masalah teori ini.
Atau, bahkan lebih parah lagi, dia dengan sengaja mengelak darinya, walaupun
kita tahu dari literatur Rusia bahwa Kautsky tahu akan polemik-polemik lama di
antara kaum Marxis Rusia mengenai masalah nasionalisasi, munisipalisasi
(transfer tanah-tanah besar ke pemerintahan lokal), atau pembagian tanah.

Kautsky mengatakan bahwa mentransfer tanah-tanah besar ke negara dan


lalu menyewakan mereka dalam bentuk lahan-lahan kecil ke para petani miskin
adalah “sesuatu yang sosialistis”, dan pertanyaan ini adalah penghinaan
terhadap Marxisme. Kita sudah menunjukkan bahwa tidak ada yang sosialistis
mengenai ini. Tetapi tidak hanya itu saja; ini bahkan tidak akan
membawa revolusi borjuis-demokratik ke kesimpulannya. Kemalangan
Kautsky adalah bahwa dia menaruh kepercayaannya pada kaum Menshevik.
Inilah mengapa dia memiliki posisi yang membingungkan. Di satu pihak, dia
bersikeras bahwa revolusi Rusia adalah revolusi borjuis dan mengecam kaum
Bolshevik yang bergerak ke sosialisme; di lain pihak dia sendiri menganjurkan
reforma liberal di bawah kedok sosialisme, tanpa melaksanakan reforma
ini sampai ke titik di mana semua sisa-sisa feodalisme dalam relasi agraria
dihapuskan sepenuhnya! Argumen-argumen Kautsky, seperti juga para
penasihat Menshevik-nya, pada akhirnya adalah pembelaan terhadap kaum
borjuis liberal, yang takut terhadap revolusi, dan bukannya pembelaan
terhadap revolusi borjuis-demokratik yang konsisten.
Mengapa hanya tanah-tanah besar, dan bukan semua tanah, diubah menjadi
milik negara? Kaum borjuis liberal oleh karenanya mempertahankan kondisi-
kondisi yang lama secara maksimal, dan juga secara maksimum memfasilitasi
restorasi ke kondisi-kondisi yang lama. Kaum borjuasi radikal, yakni kaum
borjuasi yang ingin melaksanakan revolusi borjuis sampai ke kesimpulannya,
mengedepankan slogan nasionalisasi tanah.

Kautsky, yang pada masa lalu yang samar dan jauh, kira-kira dua puluh tahun
yang lalu, menulis sebuah karya Marxis yang luar biasa mengenai masalah
agraria. Dia tidak mungkin tidak tahu bahwa Marx mengatakan bahwa
nasionalisasi tanah pada kenyataannya adalah slogan konsisten dari kaum
borjuasi.[9] Kautsky tidak mungkin tidak tahu mengenai polemik Marx dengan
Rodbertus, dan mengenai tulisan-tulisan Marx di karyanya “Teori-teori Nilai
Lebih” di mana dia memaparkan dengan teramat jelas signifikansi revolusioner
– dalam artian borjuis-demokratik – dari slogan nasionalisasi tanah.

P. Maslov yang Menshevik, yang dipilih oleh Kautsky sebagai penasihatnya,


mengatakan bahwa kaum tani Rusia tidak akan setuju dengan nasionalisasi
semua tanah (termasuk tanah kaum tani). Sampai pada tingkatan tertentu,
pandangan Maslov ini bisa dihubungkan dengan teori “aslinya” (yang hanya
membeo para kritikus borjuis Marx), yakni, penolakannya terhadap teori sewa
tanah absolut (absolute land rent) dan pengakuannya terhadap “hukum” (atau
“fakta”, seperti yang diekspresikan oleh Maslov) “hasil yang semakin menurun”
(law of diminishing returns).

Akan tetapi, pada kenyataannya Revolusi 1905 sudah mengungkapkan


bahwa mayoritas besar petani di Rusia, para anggota komune-komune desa
serta para petani perorangan, setuju dengan nasionalisasi semua tanah.
Revolusi 1917 mengkonfirmasikan ini, dan setelah perebutan kekuasaan oleh
kaum proletariat semua tanah dinasionalisasi. Kaum Bolshevik tetap setia pada
Marxisme dan tidak pernah mencoba (seperti yang dituduhkan oleh Kautsky
tanpa bukti) “meloncati” revolusi borjuis-demokratik. Kaum Bolshevik, pertama-
tama, membantu para teoretikus borjuis-demokratik yang paling radikal dan
revolusioner dari kaum tani, mereka yang berdiri paling dekat dengan kaum
proletariat, yakni kaum Sosialis Revolusioner Kiri, untuk melaksanakan
nasionalisasi tanah. Pada 20 Oktober 1917, yakni pada hari pertama revolusi
sosialis proletariat, kepemilikan pribadi atas tanah dihapus di Rusia.

Ini meletakkan fondasi yang paling sempurna dari sudut pandang


perkembangan kapitalisme (Kautsky tidak dapat menyangkal ini tanpa pecah
dari Marx), dan pada saat yang sama menciptakan sebuah sistem agraria
yang paling fleksibel dari sudut pandang transisi ke sosialisme. Dari sudut
pandang borjuis-demokratik, kaum tani revolusioner di Rusia tidak dapat
bergerak lebih jauh; tidak ada yang bisa “lebih ideal” dari sudut pandang ini,
tidak ada yang bisa “lebih radikal” dari nasionalisasi tanah dan hak guna tanah
yang setara. Kaum Bolshevik-lah, dan hanya kaum Bolshevik, yang berkat
kemenangan revolusi proletariat, membantu kaum tani untuk melaksanakan
revolusi borjuis-demokratik sampai ke kesimpulannya. Dan hanya dengan cara
ini mereka dapat memfasilitasi dan mempercepat transisi ke revolusi sosialis.

Kita dapat menilai dari ini bagaimana Kautsky membuat bingung para
pembacanya ketika dia menuduh kaum Bolshevik gagal memahami karakter
borjuis dari revolusi Rusia. Namun dia sendiri telah pecah dari Marxisme ketika
dia tidak mengatakan apapun mengenai nasionalisasi tanah dan ketika dia
mengajukan reforma agraria liberal yang paling tidak revolusioner (dari sudut
pandang borjuis) sebagai “sesuatu yang sosialistis”!

Sekarang kita telah sampai pada masalah ketiga, yakni sampai mana
kediktatoran proletariat di Rusia mempertimbangkan perlunya bergerak ke
pertanian kolektif. Di sini, sekali lagi Kautsky melakukan pemalsuan: dia
mengutip hanya “tesis-tesis” di mana Bolshevik berbicara mengenai tugas
bergerak ke pertanian kolektif! Setelah mengutip salah satu tesis ini,
“teoretikus” kita dengan bangga menyatakan:

“Sayangnya, sebuah tugas tidak akan terpenuhi hanya karena ia disebut


sebagai sebuah tugas. Untuk sementara waktu, pertanian kolektif di Rusia
hanya akan ada di atas kertas. Tidak pernah kaum tani di mana pun
mengadopsi pertanian kolektif di bawah pengaruh keyakinan teori.” (hal. 50)

Tidak pernah seorang penipu di mana pun melakukan penipuan yang begitu
rendah seperti yang dilakukan oleh Kautsky. Dia mengutip “tesis-tesis” ini,
tetapi tidak mengatakan apapun mengenai undang-undang pemerintahan
Soviet. Dia berbicara mengenai “keyakinan teori”, tetapi tidak mengatakan
apapun mengenai kekuasaan negara proletariat yang memiliki di tangannya
pabrik-pabrik dan barang-barang produksi! Semua yang ditulis oleh Kautsky
sang Marxis pada 1899 di karyanya “Masalah Agraria” mengenai sumber daya
yang ada di tangan negara proletariat untuk melaksanakan transisi gradual
kaum tani ke sosialisme telah dilupakan oleh Kautsky sang pengkhianat pada
1918.

Tentu saja, beberapa ratus komune pertanian yang didukung negara dan
pertanian-pertanian milik negara (yakni, ladang-ladang besar yang dikelola
oleh asosiasi-asosiasi buruh) masihlah sangat kecil. Tetapi apakah “kritik”
Kautsky dapat benar-benar disebut kritik bila dia mengabaikan fakta ini?

Nasionalisasi tanah yang telah dilaksanakan di Rusia oleh kediktatoran


proletariat telah memberikan jaminan terbaik atas terlaksanakannya revolusi
borjuis-demokratik sampai ke kesimpulannya – bahkan bila terjadi kontra-
revolusi yang menyebabkan pengembalian dari nasionalisasi tanah ke
pembagi-bagian tanah (saya telah melakukan pemeriksaan khusus mengenai
kemungkinan ini di pamflet saya mengenai program agraria kaum Marxis pada
Revolusi 1905). Selain itu, nasionalisasi tanah telah memberikan negara
proletar peluang maksimum untuk bergerak ke pertanian sosialis.

Singkatnya, Kautsky telah menghidangkan kepada kita, secara teori, tambal-


sulam yang luar biasa buruk, yang merupakan penyangkalan sepenuhnya
terhadap Marxisme. Dan secara praktek, dia telah menyajikan kepada kita
sebuah kebijakan penghambaan kepada kaum borjuasi dan reformismenya.
Sungguh sebuah kritik yang baik!

***

Kautsky memulai “analisa ekonomi”nya terhadap industri dengan argumen


luar biasa berikut ini:

Rusia memiliki industri kapitalis skala-besar. Dapatkah sistem produksi


sosialis dibangun di atas fondasi ini? “Kita mungkin berpikir demikian, bila
sosialisme berarti bahwa buruh dari tiap-tiap pabrik dan tambang menyita
mereka” (secara harfiah menyita pabrik dan tambang untuk diri mereka sendiri)
“guna melakukan produksi secara terpisah di tiap-tiap pabrik” (hal.52), “Pada
hari ini, 5 Agustus, ketika saya sedang menulis baris-baris ini,” tambah Kautsky,
“sebuah pidato dilaporkan dari Moskow, yang disampaikan oleh Lenin pada 2
Agustus, di mana dia mengatakan: ‘Kaum buruh mempertahankan kepemilikan
pabrik dengan teguh di tangan mereka, dan kaum tani tidak akan
mengembalikan tanah ke para tuan tanah.’ Sampai sekarang, slogan: pabrik
untuk kaum buruh, dan tanah untuk kaum tani, adalah slogan anarko-sindikalis,
dan bukan slogan Sosial-Demokratik” (hal 52-53).

Saya telah mengutip kalimat ini secara penuh supaya kaum buruh Rusia,
yang sebelumnya menghormati Kautsky, dapat melihat dengan mata mereka
sendiri metode yang digunakan oleh pengkhianat ini yang telah membelot ke
sisi borjuasi.

Coba pikirkan: pada tanggal 5 Agustus, ketika puluhan dekrit mengenai


nasionalisasi pabrik telah diterbitkan – dan tidak ada satu pun pabrik yang
“disita” oleh buruh untuk diri mereka sendiri tetapi semua telah diubah menjadi
milik Republik Soviet – pada 5 Agustus, dengan penafsiran yang jelas menipu
dari satu kalimat di dalam pidato saya, Kautsky mencoba membuat kaum buruh
Jerman percaya bahwa pabrik-pabrik telah diserahkan kepada kelompok-
kelompok buruh yang terpisah! Dan setelah itu Kautsky mengatakan bahwa
menyerahkan pabrik-pabrik kepada kelompok-kelompok buruh yang terpisah
adalah sesuatu yang keliru!

Ini bukan kritik, tetapi tipu daya dari seorang antek borjuasi, yang telah
disewa oleh kapitalis untuk memfitnah revolusi buruh.

Kautsky mengatakan berulang kali bahwa pabrik-pabrik harus diserahkan


kepada negara, atau kepada pemerintahan munisipal, atau kepada koperasi-
koperasi konsumen, dan lalu dia akhirnya menambahkan:

“Ini yang sekarang mereka coba lakukan di Rusia...”

Sekarang! Apa artinya ini? Pada bulan Agustus? Mengapa Kautsky tidak
meminta teman-temannya, Stein atau Axelrod, atau teman-teman borjuasi
lainnya, untuk menerjemahkan setidaknya salah satu dekrit mengenai pabrik?
“Seberapa jauh mereka telah bergerak ke arah ini, kita tidak tahu. Aktivitas
Republik Soviet dalam aspek ini adalah hal yang paling penting bagi kita, tetapi
ini masih belum jelas. Tidak ada kekurangan dekrit-dekrit ...” (Inilah mengapa
Kautsky mengabaikan isi dekrit-dekrit tersebut, atau menyembunyikannya dari
para pembacanya!) “Tetapi tidak ada sumber informasi yang dapat diandalkan
mengenai dekrit-dekrit ini. Produksi sosialis adalah mustahil tanpa informasi
statistik yang cakupannya luas, terperinci, dapat diandalkan, dan cepat.
Republik Soviet masih belum bisa menciptakan statistik seperti ini. Apa yang
kita pelajari mengenai aktivitas-aktivitas ekonominya sangatlah penuh
kontradiksi dan tidak dapat sama sekali diverifikasi. Ini juga adalah akibat dari
kediktatoran dan ditekannya demokrasi. Tidak ada kebebasan pers ataupun
kebebasan berpendapat.” (hal. 53)

Beginilah caranya sejarah ditulis! Kautsky menerima informasi mengenai


pabrik-pabrik yang diambil alih oleh buruh dari pers “bebas” kapitalis dan orang-
orang Dutov ... “Pemikir serius” yang berdiri di atas kelas-kelas ini memang
sungguh luar biasa! Mengenai ratusan fakta yang menunjukkan bahwa pabrik-
pabrik telah diserahkan ke Republik, bahwa mereka dikelola oleh organ
kekuasaan Soviet, yakni Dewan Ekonomi Agung, yang terdiri dari para buruh
yang telah dipilih oleh serikat-serikat buruh, Kautsky menolak untuk
mengatakan barang satu kata pun. Dengan keras kepala dia terus mengulang-
ulang satu hal: berikan saya demokrasi yang damai, tanpa perang sipil, tanpa
kediktatoran dan dengan statistik yang baik (Republik Soviet telah mendirikan
sebuah badan statistik di mana ahli-ahli statistik terbaik di Rusia bekerja, tetapi
tentu saja statistik yang ideal tidak dapat diperoleh begitu cepat). Dalam kata
lain, Kautsky menginginkan sebuah revolusi tanpa revolusi, tanpa perjuangan
yang keras, tanpa kekerasan. Ini sama saja dengan meminta sebuah
pemogokan di mana buruh dan kapitalis merasa tenang-tenang saja. Carilah
perbedaan antara “sosialis” macam ini dengan kaum birokrat liberal!

Jadi, dengan bersandar pada “fakta-fakta material” seperti ini, yakni dengan
sengaja mengabaikan banyak fakta, Kautsky “menyimpulkan”:

“Sangat diragukan kalau kaum proletariat Rusia telah meraih lebih dalam hal
pencapaian-pencapaian praktis yang riil, dan tidak hanya dekrit-dekrit semata,
di bawah Republik Soviet dibandingkan dengan apa yang dapat dicapainya dari
Majelis Konstituante, di mana, seperti halnya di dalam Soviet-soviet, kaum
sosialis, walaupun dari warna yang berbeda, mendominasi.” (hal. 58)

Sungguh luar biasa bukan? Kami akan menganjurkan kepada para pemuja
Kautsky untuk menyebarkan kalimat di atas seluas mungkin di antara buruh
Rusia, karena tidak ada materi yang lebih baik daripada ini untuk mengukur
tingkat kebangkrutan politiknya. Kamerad-kamerad buruh, Kerensky juga
adalah seorang “sosialis”, hanya saja “dari warna yang berbeda”! Kautsky sang
sejarawan puas dengan nama, dengan gelar yang “disita” oleh kaum Sosialis-
Revolusioner Kanan dan Menshevik untuk mereka sendiri. Kautsky sang
sejarawan menolak untuk mendengarkan fakta-fakta yang menunjukkan bahwa
di bawah Kerensky kaum Menshevik dan Sosialis-Revolusioner Kanan
mendukung kebijakan imperialis dan praktek-praktek penjarahan kaum
borjuasi. Diam-diam dia bungkam mengenai fakta bahwa mayoritas Majelis
Konstituante terdiri dari orang-orang yang mendukung peperangan imperialis
dan kediktatoran borjuis. Dan ini disebut “analisa ekonomi”!

Sebagai kesimpulan, mari saya kutip satu contoh lagi dari “analisa ekonomi”
ini:

“... Setelah sembilan bulan, Republik Soviet, alih-alih membawa


kesejahteraan, harus menjelaskan mengapa masih ada kemiskinan secara
umum” (hal. 41).

Kita terbiasa mendengar argumen seperti ini dari bibir kaum Kadet. Semua
kacung borjuasi di Rusia berargumen seperti ini: tunjukkan kepada kami,
setelah sembilan bulan, kesejahteraanmu – dan ini setelah empat tahun
peperangan yang menghancurkan, dengan kapital asing yang memberikan
dukungan penuh terhadap sabotase dan pemberontakan kaum borjuasi di
Rusia. Pada kenyataannya, tidak ada perbedaan sama sekali antara Kautsky
dan seorang borjuasi kontra-revolusioner. Ujar-ujarnya yang manis, yang diberi
kedok “sosialisme”, hanya mengulang-ulang apa yang dikatakan oleh orang-
orang Kornilov, orang-orang Dutov, dan orang-orang Krasnov di Rusia secara
blak-blakan, secara langsung dan tanpa ditutup-tutupi.

***
Baris-baris di atas ditulis pada 8 November 1918. Pada malam yang sama
kita menerima berita dari Jerman mengenai mulainya revolusi, pertama di Kiel
dan kota-kota dan pelabuhan-pelabuhan di Utara, di mana kekuasaan telah
berpindah tangan ke Dewan Deputi Buruh dan Tentara, dan kemudian di Berlin,
di mana kekuasaan juga telah berpindah tangan ke Dewan.

Kesimpulan yang masih harus ditulis di pamflet saya mengenai Kautsky dan
mengenai revolusi proletariat sekarang sudah tidak dibutuhkan lagi.

10 November, 1918

Catatan

[1] Dua partai yang baru – Komunis Narodnik dan Komunis Revolusioner – pecah dari
Partai Sosialis Revolusioner Kiri setelah pembunuhan yang dilakukan oleh sejumlah
anggota Sosialis-Revolusioner Kiri terhadap duta besar Jerman, Count Mirbach, dan
pemberontakan mereka pada 6-7 Juli 1918.

Partai Komunis Narodnik mengutuk aktivis anti-Soviet yang dilakukan oleh Sosialis-
Revolusioner Kiri dan membentuk partai mereka sendiri, yang dideklarasikan pada
sebuah konferensi pada September 1918. Program mereka, yang berjudul “Manifesto”,
diterbitkan di koran Znamya Trudovoi Kommuny (Panji Komune Buruh) pada 21 Agustus.
Mereka setuju dengan kebijakan Bolshevik untuk beraliansi dengan petani menengah.
Banyak dari anggota Komunis Narodnik menjabat sebagai anggota badan-badan Soviet
dan beberapa dari mereka, misalnya G.D. Zaks, duduk di Komite Eksekutif Pusat Seluruh
Rusia. Pada 6 November 1918, di kongres luar biasa mereka, partai ini memutuskan
untuk melebur dengan Partai Komunis Rusia (Bolshevik).

Partai Komunis Revolusioner dideklarasikan di kongres para pendukung koran Volya


Truda (Kebebasan Buruh), yang diadakan di Moskow, 25-30 September 1918. Edisi
pertama koran ini terbit pada 14 September, dan mengeluarkan pernyataan mengutuk
tindakan-tindakan teroris yang dilakukan oleh kaum Sosialis-Revolusioner Kiri dan usaha
mereka untuk menyabotase Perjanjian Damai Brest-Litovsk. Kongres Pendirian Partai
menyatakan kerja samanya dengan kekuasaan Soviet. Program partai ini sangatlah
penuh kontradiksi. Sementara mengakui bahwa Soviet menciptakan syarat-syarat untuk
terbentuknya sosialisme, partai ini menyangkal perlunya kediktatoran proletariat selama
transisi dari kapitalisme ke sosialisme. Setelah Kongres Kedua Komunis Internasional
mengeluarkan keputusan bahwa hanya boleh ada satu Partai Komunis di setiap negeri,
Partai Komunis Revolusioner memutuskan pada September 1920 untuk berafiliasi
dengan Partai Komunis Rusia (Bolshevik). Pada bulan Oktober tahun yang sama, Komite
Pusat Partai Komunis Rusia (Bolshevik) mengizinkan organisasi-organisasi partai untuk
menerima para mantan anggota Partai Komunis Revolusioner.

[2] Marx dan Engels, Selected Correspondence, Moskow, 1955, hal. 318

[3] Pembelotan M.A. Muravyov, Komandan Pasukan Soviet di Front Timur,


berhubungan erat dengan pemberontakan kaum Sosialis-Revolusioner Kiri pada Juli
1918. Menurut rencana para pemberontak, Muravyov akan memberontak melawan
kekuasaan Soviet dan bergabung dengan para Tentara Putih Ceko untuk menyerang
Moskow. Pada 10 Juli, Muravyov tiba di Simbirsk dan menyatakan bahwa dia tidak
mengakui Perjanjian Perdamaian Brest-Litovsk dan menyatakan perang terhadap
Jerman. Para tentara yang terkecoh ini lalu menduduki Gedung Kantor Post, Telegraf,
dan Radio, dan mengepung gedung Komite Eksekutif dan staf angkatan bersenjata
Simbirsk. Muravyov mengirim pesan radio kepada Tentara Putih di antara Samara dan
Vladivostok untuk mulai bergerak ke Moskow.

Pemerintahan Soviet mengambil langkah cepat untuk mematahkan serangan


Muravyov. Kaum Komunis Simbirsk meluncurkan kerja propaganda di antara para tentara
dan penduduk kota. Unit-unit tentara yang sebelumnya mendukung Muravyov sekarang
mengumumkan bahwa mereka siap untuk melawannya. Pada malam 11 Juli, Muravyov
dipanggil untuk menghadap Komite Eksekutif Simbirsk. Dia mengira ini adalah
pernyataan menyerah dari Komite Eksekutif. Ketika pesannya untuk berhenti melawan
Tentara Putih dibacakan, para Komunis menangkapnya. Muravyov melawan dan
ditembak. Para pengikutnya ditangkap.

[4] Pada Musim Panas 1918, terjadi pemberontakan-pemberontakan kaum kulak di


daerah Volga, Ural, dan Siberia, yang diorganisir oleh kaum Menshevik dan Sosialis-
Revolusioner dengan bantuan intervensi asing.

[5] Pada Kongres Soviet Keenam (6-9 November, 1918), ada 967 delegasi dengan hak
pilih, dan 950 di antaranya adalah kaum Bolshevik. Dan ada 351 delegasi tanpa hak pilih,
dan 335 di antaranya adalah kaum Bolshevik, dalam kata lain 97 persen dari total
delegasi adalah kaum Bolshevik. – Lenin.

[6] Ini merujuk pada RUU Sosialis-Revolusioner yang diperkenalkan oleh Menteri
Pertanian S.L. Maslov kepada Pemerintahan Provisional beberapa hari sebelum
Revolusi Oktober. RUU ini berjudul “Undang-Undang Regulasi oleh Komite Tanah dan
Relasi Pertanian”, dan sebagian RUU ini diterbitkan di surat kabar Dyelo
Naroda (Perjuangan Rakyat), organ dari Komite Pusat Partai Sosialis Revolusioner, pada
18 (31) Oktober 1917.

Lenin menulis: “RUU dari Maslov ini adalah pengkhianatan partai SR terhadap kaum
tani, dan menandakan penghambaan mereka pada para tuan tanah.” (Collected Works,
Vol. 26, hal. 228). RUU ini membentuk dana sewa khusus di Komite Tanah, di mana
tanah-tanah milik negara dan gereja akan ditransfer. Kepemilikan tanah tidak disentuh.
Para tuan tanah hanya perlu menyerahkan tanah yang mereka sewa sebelumnya dan
para petani harus membayar sewa untuk tanah “sewaan” ini kepada para tuan tanah.

Pemerintahan Provisional menangkap para anggota Komite Tanah karena


pemberontakan dan penyitaan tanah yang dilakukan oleh kaum tani.

[7] volost adalah daerah administratif pedesaan di Rusia – Ed.

[8] uyezd adalah daerah administratif tingkat dua pedesaan di Rusia, yang terdiri dari
sejumlah volost – Ed.

[9] Karl Marx, Theorien über den Mehrwert, Teil 2, Berlin 1959, S. 36.

Anda mungkin juga menyukai