Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

KURIKULUM ISLAM DI DUNIA

oleh :

Dimas Ziqi Prasetiadi

160210302073

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS JEMBER

2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan rahmat dan petunjuk-Nya sehingga makalah Kurikulum islam ini
dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Adapun makalah ini kami dibuat untuk
memenuhi tugas Sejarah Nasional Indonesia II.
Makalah ini disusun berdasarkan berbagai sumber yang relevan dengan
materi yang disajikan dalam makalah ini. Adapun materi yang dipaparkan adalah
mengenai Pendapat dari berbagai tokoh mengenai Kurikulum Islam
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kritik dan saran dari semua pihak yang sangat kami harapkan guna
kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata penulis ucapkan terima kasih, semoga makalah ini bermanfaat
bagi penulis maupun bagi para pembaca.
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Kurikulum islam mulai muncul dan perkembang sejak adanya pengajuan


dari pendidik dimana pada saat itu kebutuhan akan pendidik atau guru agama
semakin meningkat. Agama sendiri terbukti sangat berkontribusi dalam kehidupan
masyarakat serta sangat menjung-jung tinggi sifat atau rasa toleransi. Untuk
mengetahui apa saja tentang kurikulum islam didunia maka saya membuat
Makalah ini.

1.2 Rumusan masalah

1. Bagaimana terbentuknya kurikulum islam di Finlandia?


2. Bagaimana pendidikan kewarganegaraan islam bosnia?
3. Bagaimana pendidikan sistem sekolah masjid di afganistan?
4. Bagaimana hasil kurikulum islam?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui terbentuknya kurikulum islam di Finlandia?


2. Untuk mengetahui pendidikan sistem kewarganegaraan islam bosnia?
3. Untuk mengetahui pendidikan sekolah masjid afganistan?
4. Untuk mengetahui hasil kurikulum islam Finlandia?
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Terbentuknya kurikulum Islam di Finlandia


Kurikulum Islam dibentuk di Finlandia agar dapat terjalinnya rasa
toleransi antara kaum minoritas dan mayoritas (Budaya dominan) dalam
masyarakat Finlandia yang modern. Disini para pendidik atau guru
pendidikan islam menjadi penengah bagi kedua pihak (kaum minoritas dan
kaum mayoritas). Kurikulum islam di Finlandia ini menekankan
pengetahuan dan pengembangan diri terhadap siswa, dan salah satu tujuan
dari dibentuknya kurikulum islam ini agar siswa dapat mengatasi
kemajemukan atau keanekaragaman di lingkungan mereka. (Nasional
Finlandia Dewan Pendidikan, 2004)
Populasi di negara Finlandia dari tahun ke tahun semakin
meningkat, namun relatif kecil hanya 0,8 persen saja dari keseluruhan
penduduk Finlandia. Pendidikan agama salah satu contoh yang bisa
membuat keragaman budaya di finlandia saling ber-toleransi.
Pada tahun 1990-an kurikulum pertama islam di Finlandia
dibentuk, Pendidikan Islam ini merupakan fenomena baru di sekolah-
sekolah Finlandia karna pada saat itu belum dirancang undang-undang
kebebasan beragama. Setalah dirancangnya undang-undang beragama
pada tahun 2003 barulah dibuat kurikulum nasional baru untuk agama
islam dan beberapa guru muslim telah dikonsultasikan. (Sakaranaho 2006,
359).
Dalam kurikulum islam ini, siswa dituntut harus bisa memahami
makna agama islam bagi dirinya maupun bagi masyarakat, selain itu juga
siswa juga harus bisa memahami, dan berinteraksi dengan pemikiran orang
dan prilaku orang yang berbeda-beda. Kurikulum atau pendidikan islam
disini mempunyai keterbatasan praktis dimana hanya terdapat satu jenis
pendidikan islam.
Banyak para peneliti mengatakan bahwa kemunculan islam di
eropa karena banyaknya etnis dan budaya (keragaman) muslim migran dan
ada fakta yang mengatakan bahwa para muslim membuat subkelompok
dan membentuk asosiasi mereka sendiri, dan sangat sulit terjalin
kerjamasama antara mereka. (Buijs & Rath, 2002 ; Jensen, 2010).
Tantangan kurikulum islam cukup banyak terjadi antara lain yaitu :
1. Guru wajib beredar di beberapa sekolah
2. Kelas heterogen
3. Kurangnya materi dan bahan ajar
4. Orang tua muslim banyak menuntut
Selain dari masalah diatas hanya terdapat beberapa guru yang memiliki
kualifikasi formal untuk melakukan pekerjaan tersebut. (Skaranaho 2006,
37e382)
Kurikulum islam di Finlandia melakukan pendekatan liberal yang
bertujuan untuk melakukan pensejahteraan rakyat (masyarakat), sehingga
para pendidik atau guru harus bisa menengahi pemahaman siswa antara
agama dan tujuan pendidikan sosial.
Kurikulum agama selain mempunyai tujuan sosial juga dapat
dilakukan untuk mengevaluasi konteks topik politik dan ideologi, seperti
tidak sejalannya antara cita-cita agama dan demokrasi liberal modern.
(lihat Gearon, 2006).
Perspektif ini sangat cocok kedalam Kurikulum Finlandia dimana
guru sebagai mediator dalam pendidikan agama dan dalam negosiasi
antara agama dan masyarakat. Dalam hal ini guru merupakan hal penting
dalam memainkan peran mediasi politik dan agama. (Skeje 2006, 317)
2.2 Pendidikan kewarganegaraan Islam Bosnia
Dalam Al-qur’an banyak tanda-tanda komponen kewarganegaraan
atau Pendidikan kewarganegaraan. Model pendidikan kewarganegaraan
islam terdiri dari beberapa komponen dan kita telah mengakui akan
komponen tersebut. Jika ingin mengembangkan komponen
Kewarganegaraan islam kita harus memperbaiki sikap, pengerahuan, dan
keterampilan. Dalam mengembangkan model pendidikan
kewarganegaraan islam kita mulai dari tingkat lokal setelah itu ketingkat
nasional dan kemudian tingkat internasional. Kita harus mampu
menguaasai bahasa inggris atau bahasa global untuk mengembangkan
model pendidikan kewarganegaraan islam ini di tingkat internasional,
karna bahasa inggris ini bertujuan untuk mengenali satu sama lain.
Untuk menjadi rasionalitas diperlukan cara berfikir kritis dan
Kewajaran dalam kewarganegaraan maupun kewarganegaraan pendidikan
islam. Pendekatan ini merupakan model pendekatan pendidikan
kewarganegaraan islam sebagai komponen kewarganegaraan pendidikan.
Dan kita bisa (dapat) menemukannya dalam Al-qu’an.
Pendidikan Kewarganegaraan Islam memiliki tujuan perdamaian
untuk seluruh dunia, karena itu merupakan tujuan utama dalam pendidikan
kewarganegaraan islam. Dalam memberikan pendidikan perdamaian
terhadap siswa pendidik memberikan pelajaran moral atau prilaku
terhadap para siswanya (Afektif), serta memberikan pendidikan tentang
pengetahuan dan keterampilan pada siswanya.
Pendidikan kewarganegaran islam memiliki tiga dimensi yaitu
antara lain:
1. Dimensi lokal
2. Dimensi nasional
3. Dimensi internasional (global)
Pada masa ini banyak terjalin hubungan-hubungan internasional antara
satu negara dengan beberapa negara lainnya, dan hidup secara damai
merupakan tujuan dari masing-maasing negara dan merupakan keharusan
moral, politik, dan sosial.
Dalam pendidikan islam dan pendidikan kewarganegaraan islam
memiliki definisi yang sama dimana dianjurkannya untuk hidup damai
atau saling menghargai (toleransi).
Pendidikan islam kewarganegaraan pun mengharuskan untuk
berbuat adil, dimana pengajar dalam pendidikan memberikan keadilan
atau kesetaraan dalam memberikan sikap, pengetahuan, dan keterampilan
untuk siswa.
Selain memberikan keadilan pendidikan kewarganegaraan islam
disini pun memberikan atau menanamkan rasa tanggung jawab. Tanggung
jawab dalam pendidikan kewarganegaraan merupakan elemen yang sangat
penting, disini pengajar harus memberikan pendidikan tentang sikap,
keterampilan, pengetahuan, dan rasa tanggung jawab. ( Alberta pendidikan
2005).
2.3 Sekolah masjid di Afganistan
Kehadiran sekolah masjid di afganistan masih banyak masyrarakat
yang belum menyadarinya hanya sebagian saja orang-orang yang memiliki
informasi tentang adanya sekolah masjid tersebut.
Pendidikan sekolah masjid ini pun juga berlaku kepada anak-anak
usia dini dimana pentingnya pendidikan ini dimulai sejak anak masih usia
dini, program pembelajaran pada anak usia dini juga merupakan suatu cara
membahas keadaan pendidikan di afganistan.
Sekolah masjid masih dianggap ektrimis oleh bangsa barat, sekolah
masjid ini dapat menimbulkan minoritas dari keseluruhan, pemerintah
setempatpun memerintahkan ke sekolah pemerintahan yang menggunakan
ilmu pengetahuan.

2.3.1 Pendidikan sekolah masjid di afganistan dan di luar

Karena kurangnya akses yang baik dalam pemerintahan yang


terbatas, diharapkan pemerintah setempat memperhatikan manfaat dari
berdirinya pendidikan sekolah masjid dan diharapkan untuk mengevaluasi
kebijakan penolakan sistem sekolah masjid ini.

Meskipun sekolah masjid dikatakan sekolah yang bentuknya jauh


dari sekolah umum dari pendidikan agama di afganistan akan tetapi
sekolah masjid ini telah menjadi subyek dari beberapa peneliti seperti :
Karlson dan Mansyori (Borchgrevink 2010).
Pendidikan Islam disini berfokus pada anti barat, keyakinan pada
agama kekerasan. Hal ini membuat kekhatiran pada bangsa barat karena
sekolah-sekolah tersebut berkontribusi terhadap jihat.

Pada saat itu pendidikan memegang peran penting dinegara


afganistan dan tentang reformasi pendidikan yang tidak termasuk referensi
elemen penting dari sistem pendidikan.

2.3.2 Konten dan struktur sekolah masjid

Pendidikan sekolah masjid memiliki tujuan utama yaitu tentang


budidaya pengetahuan islam (mehrabi, 1978). Untuk mewujudkan tujuan
ini para siswa diajarkan belajar membaca bahasa arab, dan belajar tata
bahasa arab.

Anak-anak di sekolah masjid juga diajari cara menulis bahasa arab


dan membaca bahasa lisan mereka. Selain itu para siswa sekolah masjid
juga diajari membaca puisi persia atau puisi pashto.

Dalam sistem pendidikan sekolah masjid ini para siswa sekolah


masjid tidak hanya diajari dalam menulis dan membaca bahasa arab tapi
juga diajarin membaca Al-qur’an.

Struktur sekolah masjid di afganistan ini berbeda dengan


pendidikan yang ada dalam pemerintahan afganistan seperti skuler barat.
Meskipun begitu banyak orang tua yang menyekolahkan anaknya di
sekolah masjid tersebut.

Sistem penilaian dalam sekolah masjid ini ialah anak-anak disini di


tes secara lisan, tidak ada tes secara tertulis maupun absensi. Anak-anak
selalu menghadiri proses belajar mengajar disekolah masjid secara teratur
karena mereka mampu.

2.3.3 Kesalahpahaman antara pendidikan islam dengan barat


Perbedaan konsep antara pendidikan islam dengan pendidikan dan
pemikiran bangsa barat, sehinnga menyebabkan bangsa barat meremehkan
pendidikan islam.

Pendidikan islam sendiri disini memiliki tujuan agar para siswa


lebih mendekatkan diri pada Allah SWT (Halstead, 2004; Boyle, 2006;
Alavi, 2007). Tujuan diatas memiliki karakteristik dari pendidikan islam di
Afganistan.

Pendidikan barat atau pemikiran liberal lebih mempelajari tentang


kebenaran secara fakta atau secara empiris, oleh karena itu pemikiran
liberal atau bangsa barat bisa menimbulkan ketegangan antara kebebasan
individu dengan kebutuhan masyarakat, dalam pemikiran islam.

2.4 Hasil kurikulum islam Finlandia

Tujuan utama pendidikan islam di negara Finlandia ialah ditujukan


pada siswa agar bisa memahami keagamaan mereka sendiri, namun
pendidikan agama ini tidak harus berbeda dengan pendidikan disekolah
lain atau mata pelajaran lainnya.

Semua agama mempunyai nilai-nilai yang diharuskan


diberitahukan pada siswa-siswa atau peserta didik. Agar para siswa dapat
menumbuhkan sikap saling toleransi antar umat beragama.

Islam merupakan salah satu agama dari beberapa agama yang ada
didunia, dan siswa muslim harus mempercayai bahwa agama islam telah
mencakup semua dari agama-agama yang ada didunia ini.

Dalam memahami pemahaman dalam sudut pandang cara hidup


islam diharapkan para siswa dapat memahami tujuan perkembangan
dirinya sendiri (pribadi) dalam kurikulum islam ini. Selain itu juga tujuan
kurikulum pendidikan islam ialah agar dapat menjadikan siswa menjadi
warga negara yang baik.
Dalam rangka untuk memfasilitasi kemampuan siswa para guru
melakukan beberapa penelitian untuk bisa mengembangkan perkembangan
siswa-siwanya dan mensejahterakan dengan cara sosialisasi kepada nilai-
nilai islam.

Dalam mengadopsi ajaran barat seperti kesetaraan dan


multikulturalisme muslim disini merasa tertekan, sehingga menyebabkan
ketidakpercayaan mereka terhadap liberal.

Upaya dalam menyeimbangkan perubahan atau reformasi ide-ide


islam dalam konteks barat yang modern para guru islam finlandia
melakukan penelitian.

Menurut hukum finlandia dalam pendidikan islam atau agama para


siswa mempunyai hak untuk memahami dan memadahi tentang agama
yang mereka peluk sendiri.

Di kota-kota finlandia memberikan kesempatan pada setiap siswa-


siswanya untuk membudayakan budaya-budaya yang ada dikotanya serta
memeluk agama yang dimiliki kedua orangtuanya.

Dalam mendukung identitas agama dari setiap siswa, para guru


memiliki peran penting dalam mendukung identitas para pesertadidik
sebagai warga negara finlandia. Kurikulum finlandia memiliki tujuan yaitu
memahami agama sebagai fenomena budaya sosial, bisa bertanggung
jawab, dan diharapakan mampu menghadapi perbedaan dalam lingkungan
sekitarnya.

Agama yang minoritas di finlandia sangat kesulitan untuk


menyebarkan tradisi mereka disana. Sehingga timbul anggapan bahwa
agama tidak efektif untuk membantu siswa mendapatkan pemahaman
tentang kebudayaan ataupun tradisi mereka.

Pendidikan islam merupakan sarana yang baik untuk menjadikan


muslim sebagai warga negara yang baik serta membantu para imigran
untuk senantiasa mempertahankan atau melestarikan kebudayaan mereka
masing-masing. Dalam hal ini guru menganggap kejadian ini sebagai
hubungan timbal-balik. Selama proses belajar dan pembelajaran dilakukan
guru disini menitikberatkan kesesuaian nilai-nilai agama islam dan nilai-
nilai yang dominan dalam masyarakat finlandia.
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dalam dunia pendidikan intinya apa yang diajarkan sama para


pengajar atau pendidik menanamkan moral, rasa tanggung jawab, disiplin ,
dan memberikan ilmu yang bermanfaat. Agar kita menjadi warga negara
yang baik yang berguna bagi masyarakat maupun bangsa.

3.2 Saran

Menjadi kewajiban pemerintah untuk memfasilitasi sarana dan


prasarana dalam dunia pendidikan agar para peserta didik bisa melakukan
aktifitas belajar dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA

Jurnal :

Keshavarz, Sussan. Philosophy of education in exceptional children according to


Islam. 2012.

Salehi, Akbar. Development model of Islamic citizenship Education. 2013.

Rafe, Moneef. Science Education in the Islamic World: A Snapshot of the Role of
Academies of Sciences. 2013.

Burde, Dana dkk. Islamic Studies Early Childhood Education in Countries


Afeccted by Conflict : The Role Of Mosque School in Remote Afghan Vilages.
2015.

Rissanen, Inkeri. Teaching Islamic Education in Finnish School: A field of


Negotiations. 2012.

Anda mungkin juga menyukai