Anda di halaman 1dari 10

TUGAS MINICEX

SMF ILMU PENYAKIT MATA

Raisa Karsana Putri


12100118095

Preseptor:
Dr. Desie R. Warsodoedi, Sp.M

FAKULTAS KEDOKTERAN UNISVERSITAS ISLAM


BANDUNG
SMF ILMU PENYAKIT MATA
RS MUHAMMADIYAH BANDUNG
2019
Tugas minicex SMF ilmu penyakit mata
Preseptor: Dr. Desie R. Warsodoedi, Sp.M
Presentan: Raisa Karsana Putri-12100118095

UJI CELAH STENOPTIK

Celah selebar 1 mm lurus yang terdapat pada lempeng dan dipergunakan untuk:
1. mengetahui adanya astigmat, penglihatan akan bertambah bila letak sumbu celah sesuai
dengan sumbu astigmat yang terdapat,
2. Melihat sumbu koreksi astigmat, penglihatan akan bertambah bila sumbunya
mendekati sumbu silinder yang benar, untuk memperbaiki sumbu astigmat dilakukan
dengan menggeser summbu celah stenopik berbeda dengan sumbu silinder dipasang,
bila terdapat perbaikan penglihatan maka mata ini menunjukkan sumbu astigmatisme
belum tepat,
3. untuk mengetahui besarnya astigmat, dilakukan hal yang sama dengan sumbu
celah berhenti pada ketajaman maksimal. Pada sumbu ini ditaruh lensa positif atau
negatif yang memberikan ketajaman aksimal. Kemudian sumbu stenopik diputar 90
derajat dari sumbu pertama. Ditaruh lensa positif aau negatif yang memberikan
ketajaman maksimal. Perbedaan antara kedua kekuatan lensa sferis yang
dipasangkan merupakan besarnya astigmatisma kornea tersebut

SIKATRIK KORNEA
Sikatrik adalah jaringan parut pada kornea
1. Nebula
Jaringan sikatrik tipis, tampak dengan pemeriksaan slit lamp
2. Makula
Jaringa sikatrik tebal, tampak degan pemeriksaan lampu senter
3. Leukoma
Jaringan sikatrik teba; dan tampak bisa dilihat mata biasa

SHIELD ULCER
Definisi:
Suatu erosi dangkal dengan tepi terangkat yang terdiri dari debris dan mukus. Dinamai
“shield” karena bentuknya oval atau seperti perisai. Cenderung terkena pada kornea superior.

Patogenesis:
Iritasi mekanis pada epitel kornea oleh giant papil dan epiteliopati toksik dari mediator
inflamasi yang dikeluarkan oleh eosinofil dan sel mast

Grading Cameron:
Berdasarkan karakteristik, respon terhadap pengobatan dan komplikasi
 Ulkus grade 1: memiliki dasar yang jelas, merespon dengan baik perawatan medis dan
epitelisasi ulang dengan minimal jaringan parut
 Ulkus grade 2: memiliki serbukan radang yang terlihat di dasar, berespon terhadap
terapi medis dan menunjukan reepitelisasi tertunda dengan komplikasi seperti keratitis
bakteri
 Ulkus grade 3: memilki plak yang tinggi dan memberikan respon terbaik terhdap terapi
bedah
Tugas minicex SMF ilmu penyakit mata
Preseptor: Dr. Desie R. Warsodoedi, Sp.M
Presentan: Raisa Karsana Putri-12100118095

Manifestasi:
 Gatal
 Fotofobia
 Rasa terbakar
 Robek
 Ptosis ringan
 Keluar cairan tebal kuning berlendir
Terapi:
1. Nonspesifik dan terapi medis
- Kompres dingin
- Tetes mata yang memilki efek vaskontriksi
- Artificial tears
- Topikal antihistamin
- Dual action drugs: lubricant dan kortikosteroid (lini pertama)
2. Imunosupresif
- Siklosporin 1% sampai dengan 2% emulsi dalam zaitun atau kastor efektif terhadap
VKC
3. Manajemen cobblestone supranasal
- Injeksi dexamethasone sodium phosphate 2 mg, triamcinolone actetonide 10,5 mg,
hydrocortisone sodium succinate50 mg
- Cyoteraphy
- Excision
- Surgical debridement dan superficial keratectomy
- Amniotic membrane grafting
- Limbal stem cell transplantation
- Phototerapeutic keratectomy

HIPERSENSITIVITAS

Pada kasus konjungtivitis vernal hipersensitivitas yang terjadi adalah tipe 1 dan tipe 4

Definisi:
 Hypersensitivitas adalahkeadaan perubahan reaktivitas tubuh bereaksi dengan respon
imun secara berlebihan terhadap benda asing (Dorland)
 Hypersensitivitas adalah peningkatan reaktivitas atau sensitivitas terhadap antigen yang
pernah di pajankan atau dikenal sebelumnya.(UI)

Klasifikasi:

hypersensitivitas menurut Gell and Coombs, dibagi menjadi 4


Tugas minicex SMF ilmu penyakit mata
Preseptor: Dr. Desie R. Warsodoedi, Sp.M
Presentan: Raisa Karsana Putri-12100118095

1. Hypersensitive type 1
Pada tipe ini terdapat ciri uama yakni produksi IgE setelah terpapar antigen.
Sebagian besar alergi tipe ini disebabkan oleh faktor lingkungan sehingga bersifat
alergik (alergen: agen yang menyebabkan respon alergi, kemungkinan berupa protein).
Reaksi tipe ini disebut juga dengan reaksi cepat/ reaksi alergi/anafilaksis (ana:
jauh dari; phylaxis: perlindungan); contohnya: rhinitis allergy, asma.
Terbagi menjadi 3 fase:
a. fase sensititasi : waktu yang dibutuhkan untuk membentuk IgE sampai diikat oleh
Fc-R (reseptor spesifik) pada sel mast atau basofil
b. fase aktivasi : waktu yang diperlukan antara pajanan ulang dengan antigen spesifik
dan sel mast atau basofil melepaskan isinya yang berisikan granul yang
menimbulkan reaksi
c. fase efektor :waktu terjadinya respon komleks sebagai efek mediator yang di lepas
oleh sel mast atau basophil
Tugas minicex SMF ilmu penyakit mata
Preseptor: Dr. Desie R. Warsodoedi, Sp.M
Presentan: Raisa Karsana Putri-12100118095

2. Hypersensitive type II
Hypersensitive type ini disebut juga reaksi sitotoksik, yang melibatkan proses
pengerusakan sel yang dimediasi oleh antibody (Ig-G dan Ig-M).
reaksi ini menyebabkan adanya kerusakan jaringan melalui mekanisme efektor pada
hypersensitivitas sitotoksik yang disebabkan oleh antibody Ig-G dan Ig_M yang
ditunjukan kepada antigen yang melekat.

Antigen masuk ke tubuh

Perubahan struktur molekul pada permukaan sel-sel


atau adanya zat asing yang menempel pada sel

Menstimulus keluarnya antibody


untuk melisiskan jaringan tersebut
Tugas minicex SMF ilmu penyakit mata
Preseptor: Dr. Desie R. Warsodoedi, Sp.M
Presentan: Raisa Karsana Putri-12100118095

Reaksi hyersensitivitas type 2 dapat terjasi pada penyakit atau keadaan :

1. reaksi transfuse
jika mendapatkan darah yang tidak sesuai dengan antibody yang dimiliki maka
antibody akan berikatan dengan darah transfuse yang dapat mengaktifkan jalur
complement yang dapat melisiskan darah
2. hemolysis pada bayi baru lahir
perbedaan antigen rhesus antara ibu dan bayi sehingga terbentuk suatu respons
berupa igG terhadap antigen rhesus bayi, igG akan merusak sel darah merah bayi
3. hypersensitivitas karena obat-obatan
obat menempel pada self protein (pada permukaan sel) yang di anggaptubuh sebaga
zat asing sehingga menstimulus antibody yang akan melisiskan antigen bersama selnya
4. anemia hemolytic
antibody yang diprosuksi oleh penderita akan mengikat antigen yang ada pada
permukaan eritrosit sehingga memperpendek umur eritrosit, kerusakan eritrosit karena
lisis ini akan menurunkan jumlah eritrosit sehingga menimbulkan gejala anemia

3. Hypersensitive type III


Disebabkan adanya reaksi antara antigen dan antibody, tetapi antigennya tidak
menempel pada sel atau jaringan. Permasalahan akan timbul jika kompleks imun
mengenda[ dalam jaringan. Berlangsung beberapa tahap :

a. antibody akan mengenali antgen dan membentuk kompleks imun


b. dalam kondisi tertentu, kompleks imun ini mengendap pada jaringan tertentu seperti
kulit, ginjal, dan persendian
c. release factor humoral seperti complement atau enzim fagosit dan factor seluler akan
berkumpul di daerah pengendapan.
Selain itu juga macrofag yang diaktifkan kadang belum dapat menyingkirkan kompleks
imun saehingga macrofag dirangsang terus menerus untuk melepas berbagai bahan
yang dapat merusak jaringan
d. kompleks yang terjadi dapat menimbulkan agregasi tromosit aktivasi macrofag dan
perubahan permeablitas vascular. Permeabilitas vascular ini disebabkan adanya release
mediator inflamasi yang menyebabkan adanya infiltrasi netrofil dari pembuluh darah
untuk membantu menghanacurkan imun compleks
Tugas minicex SMF ilmu penyakit mata
Preseptor: Dr. Desie R. Warsodoedi, Sp.M
Presentan: Raisa Karsana Putri-12100118095

Reaksi hypersensitivitas type dapat terjadi pada reaksi local arthus dan reaksi sitemik serum
sickness

contoh reaksi arthus


Tugas minicex SMF ilmu penyakit mata
Preseptor: Dr. Desie R. Warsodoedi, Sp.M
Presentan: Raisa Karsana Putri-12100118095

4. Hipersensitivitas IV(Cell-Mediated Tissue Destruction)

Reaksi hipersensitivitas tanpa melibatkan antibodi, dan langsung beraksi dengan sel
limfosit. Hipersensitivitas Tipe IV dibagi menjadi:

1. Delayed type hypersensitivity (DTH)

Respon imun yang merusak tubuh dalam usaha mengucilkan mikroba.

CD4+ Th1 Melepas sitokin makrofag


(INF-γ)

Reaksi Menghasilkan
inflamasi produk aktif

enzim hidrolitik, Superoksid


Oksigen reaktif Period radikal
intermediate,
Mikroorganisme
Nitric Oxide
hancur
Jaringan rusak

Reaksi khas DTH memiliki 2 fase yakni fase sensitisasi dan fase efektor (7-10 hari)
a. Fase sensitisasi: pematangan limfosit-T, seiap melepaskan limfokin.
Setelah kontak dengan antigen

Sel Th disensitisasi

Berproliferasi

Diferensiasi menjadi sel DTH
Tugas minicex SMF ilmu penyakit mata
Preseptor: Dr. Desie R. Warsodoedi, Sp.M
Presentan: Raisa Karsana Putri-12100118095

b. Fase efektor
Jika sel DTH terpapar ulang dengan antigen yang sama (sel T memori)

Sitokin

Makrofag aktif
(sebagai sel efektor dalam reaksi hipersensitivitas)

Mengeluarkan enzim litik
Tugas minicex SMF ilmu penyakit mata
Preseptor: Dr. Desie R. Warsodoedi, Sp.M
Presentan: Raisa Karsana Putri-12100118095

2. T-cell mediated cytolysis

 Kerusakan terjadi melalui aktivasi sel CD8+/CTL/Tc.


 Penyakit yang ditimbulkan cenderung mengenai beberapa organ saja, biasanya tidak
sistemik (con: hepatitis).
 Sel CD8+ yang spesifik untuk antigen/sel autologus dapat membunuh sel secara
langsung.

Anda mungkin juga menyukai