PENDAHULUAN
A. Permasalahan
Pancasila merupakan dasar negara Republik Indonesia. Nama pancasila
merupakan bahasa Sansekerta, panca berarti lima dan sila berarti prinsip atau asas.
Pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara
bagi seluruh rakyat Indonesia. Pancasila secara resmi disahkan oleh PPKI pada
tanggal 18 Agustus 1945 dan tercantum pada pembukaan UUD 1945.
Pancasila secara resmi ditetapkan oleh Instruksi Presiden No. 12 Tahun
1968 (Inpres No. 12/1968). Rumusan Pancasila itu berbunyi :
“ ... Ketoehanan Jang Maha Esa, kemanoesiaan jang adil dan beradab, persatoean
Indonesia, dan kerakjatan jang dipimpin oleh hikmat kebidjaksanaan dalam
pemoesjawaratan/perwakilan, serta dengan mewoedjoedkan soeatoe keadilan
sosial bagi seloeroeh rakjat Indonesia... “ (Berita Repoeblik Indonesia Tahoen II
No. 7).
Dalam notulen sidang Dokuritzu Zyunbi Tyoozakai (Badan Penyelidik
Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) sebelum menjadi rumusan resmi,
Pancasila telah dirumuskan oleh Sukarno dalam pidatonya 1 Juni 1945 sebagai
berikut: Kebangsaan Indonesia, Internasionalisme atau perikemanusiaan, mufakat
atau demokrasi, kesejahteraan sosial, dan Ketuhanan yang Berkebudayaan.
Sukarno mengatakan bahwa kelima sila tersebut berasal dari prinsip yang
terkandung dalam satu perkataan Indonesia yang tulen yaitu gotong royong.
Supomo tidak merumuskan Pancasila secara tegas, tetapi dalam pidatonya tanggal
31 Mei beliau menyebutkan: Negara yang bersatu dengan seluruh rakyatnya, budi
pekerti kemanusiaan yang luhur, takluk kepada Tuhan, sistem badan
permusyawaratan, dan sistem sosialisme negara. Supomo mengatakan bahwa
kelima asas itu bertitik tolak dari lembaga sosial (struktur sosial) dari masyarakat
asli yang diciptakan oleh kebudayaan Indonesia dan aliran pikiran atau semangat
kebatinan bangsa Indonesia. Muhammad Yamin yang berpidato pada tanggal 29
merumuskan Pancasila itu sebagai berikut: Peri Kebangsaan, Peri Kemanusiaan,
1
Peri Ketuhanan, Peri Kerakyatan, dan Kesejahteraan Rakyat (Keadilan Sosial).
Muhammad Yamin mengatakan bahwa kelima sila yang dirumuskan itu berakar
pada sejarah, peradaban, agama, dan hidup ketatanegaraan yang telah lama
berkembang di Indonesia. Menurut Hatta dalam pidatonya tanggal 29 Mei Yamin
tidak merumuskan Pancasila,tetapi beliau merumuskan Pancasila yang diberi pada
tanggal 29 Mei itu sesudah pidato Sukarno.
Dari uraian itu dapat dipahami bahwa rumusan (formulasi) Pancasila yang
disebut juga dengan Pancasila formal itu mempunyai akar yang dalam pada
semangat kegotongroyongan masyarakat Indonesia (Sukarno), pada lembaga
sosial (struktur sosial) dari masyarakat asli yang diciptakan oleh kebudayaan
Indonesia, aliran pikiran, dan semangat kebatinan bangsa Indonesia (Supomo),
pada sejarah, peradaban, agama, dan hidup ketatanegaraan yang telah lama
berkembang di Indonesia (Yamin). Akar-akar pancasila itu disebut Pnacasila
material (Notonagoro, 1962/ 7).
Dengan demikian, pengertian Pancasila terbagi menjadi dua yaitu
Pancasila formal yang berupa pengertian yang abstrak berupa ide tokoh-tokoh
perumus Pancasila yang kemudian dituangkan dalam rumusan tertulis dalam
dokumen-dokumen penting; dan Pancasila material yang hidup dan berkembang
dalam sejarah, peradaban, agama, hidup ketatanegaraan, lembaga sosial (struktur
sosial) asli Indonesia yang bersifat gotong royong. Kedua pengertian Pancasila itu
juga memiliki sifat yang berbeda satu sama lain. Dalm Pancasila material belum
jelas batas-batas antara sila satu dan sila yang lain seperti halnya pada Pancasila
formal. Bahkan mungkin saja orang belum memahaminya sebagai sila-sila atau
prinsip-prinsip yang abstrak tetapi mereka memahaminya sebagai nilai-nilai
kehidupan sehari-hari dalm bidang sosial, politik pemerintahan, ekonomi, budaya,
dan agama. Sebaliknya, Pancasila formal sudah dirumuskan sebagai prinsip-
prinsip yang abstrak dan tegas batas-batasnya, sehingga dapat dipahami oleh
setiap orang sebagai sesuatu yang universal karena sudah dilepaskan dari ciri-ciri
individual dan partikularnya . pancasila formal dimaksudkan untuk sebagai
pedoman hidup bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat dalam Negara Indonesia
merdeka yang sedang mereka teliti persiapannya dalam sidang BPUPKI itu.
2
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Pancasila sudah mengalami
proses dari Pancasila material menjadi Pancasila formal sebagai hasil
pembudayaan masyarakat Indonesia dan dari Pancasila formal akan dijabarkan
lagi menjadi pedoman hidup bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat dalam
Negara Indonesia merdeka.
Sejarah Pancasila meengalami berbagai macam interpretasi dan
manipulasi politik demi kepentingan penguasa yang tidak bertanggung jawab.
Dalam hal ini, Pancasila tidak lagi diletakkan sebagai dasar negara serta
pandangan hidup bangsa Indonesia, melainkan dimanipulasi demi kepentingan
politik para penguasa tersebut.
Dampak yang cukup serius atas manipulasi Pancasila oleh para penguasa
pada masa lampau adalah banyak kalangan elit politik dan sebagian masyarakat
beranggapan bahwa Pancasila merupakan label politik Orde Baru. Orde baru
merupakan upaya menjaga penilitian di Indonesia. Di satu pihak, penelitian adalah
suatu jenis kerja profesional tingkat tinggi. Dilihat dari segi keuntungan finansial
inilah bidang yang sama sekali tidak mendatangkan keuntungan apapun kecuali
bisa dibayangkan bahwa itu hanya terjadi dalam jangka yang sangat panjang. Di
pihak lain, dampak sosial dan terutama politiknya justru jauh lebih tinggi dari
yang bisa dibayangkan bila suatu informasi datang atas nama penelitian.
Pandangan sinis serta upaya melemahkan peranan ideologi Pancasila pada era
reformasi akan sangat berakibat fatal bagi bangsa Indonesia yaitu melemahnya
kepercayaan rakyat terhadap ideologi negara yang kemudian akan mengancam
persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang telah lama dibina, dipelihara, dan
didambakan bangsa Indonesia sejak dahulu.
B. Catatan Metodologis
3
yang dipahami sebagai Pancasila, dan apa sebenarnya hakikat dari Pancasila itu
sebagai pengertian yang abstrak dan universal? Pemikiran ini berkaitan
pendekatan filsafat yang mengupas tentang keberadaan (ontologia) dan hakikat
(kritika) dari objek studinya. Dalam hal ini, Driyarkara, Notonegoro, dan pemikir
lain sudah merintisnya sejak tahun 1950-an.
4
BAB II
PROSES PERUMUSAN FAKTUAL PANCASILA
A. Kutai
Bentuk kerajaan dengan agama sebagai tali pengikat kewibawaan Raja ini
tampak dalam kerajaan-kerajaan yang muncul kemudian di Jawa dan Sumatra.
Dalam zaman kuno pada tahun 400-1500 terdapat dua kerajaan yang berhasil
mencapai integrasi dengan wilayah yang meliputi separoh Indonesia dan seluruh
wilayah Indonesia sekarang yaitu Sriwijaya yang berpusat di Sumatra dan
Majapahit yang berpusat di Jawa.
B. Sriwijaya
5
otoritas tertinggi. Raja dikelilingi anggota keluarganya sebagai bawahan dan
staffnya yaitu Yuwaraja, Pratyuwaraja, dan Raja Kumara. Mereka dipisahkan dari
Rajaputra yang berasal dari istri-istri Raja yang lebih rendah. Putra-putra Raja ini
diberi kekuasaan memerintah wilayah Kedatun yang terletak di sekitar Ibukota.
Mereka di bawah pemerintahan langsung oleh Raja.
Di sekitar keluarga raja dibentuk administrasi pusat yang terdiri dari hakim
raja yang menjalankan kekuasaan raja untuk mengadili yang disebut dandanayaka;
pemungut pajak yang disebut Nayaka, dan pengurus harta benda milik raja disebut
Prataya. Untuk basis kehidupan ekonomi keluarga, Raja memiliki wilayah pribadi
sekitar ibukota yang dihuni oleh hulun haji di bawah pimpinan murdhaka.
Pejabat-pejabat pusat lainnya adalah para menteri yang tidak memiliki darah
bangsawan, juru tulis, juru kerohanian yang menjadi pengawas teknis
pembangunan gedung-gedung dan patung-patung suci, pengawas perdagangan,
dan pejabat jawatan angkutan (Kenneth R. Hall,1976 dalam Kenneth R. Hall and
John K. Withemore, eds.,1976: 72 dan 78)
6
bagian tertentu untuk menjalankan perdagangan laut. Dengan demikian mereka
menjadi bagian dari organisasi perdagangan kerajaan. Dengan sendirinya mereka
berusaha agar kepentingannya tidak dirugikan oleh nomad laut yang tidak menjadi
bagian dari kerajaan. Jadi, merekalah yang menjaga keamanan laut di Selat
Malaka.
7
pedalaman sampai ke negeri-negeri sebrang lautan lewat pelabuhan Kerajaan
Selat Malaka yang diamankan oleh aparat nomad laut yang menjadi bagian dari
birokrasi pemerintahan Sriwijaya.
C. Majapahit
Sang Prabhu dibantu pejabat tinggi lain, Sang Mantri Kartini yaitu; Rakryan
Mahamantri i Hino, Rakryan Mahamantri Sirikan, Rakryan Mahamantri i Halu.
Semua perintah Raja yang disampaikan kepada para pejabat eksekutif yang
dipimpin oleh Apatih Mangkubumi terlebih dahulu disampaikan kepada mereka.
8
Pejabat-pejabat pemerintah lain adalah; panglima tertinggi yakni Tumenggung,
pengurus rumah tangga Raja yakni Demung, ketua protokol dan tatalaksana yakni
Kanuruhan, komandan dua belas kesatuan yakni Juru Pangalasan, asisten pribadi
Raja Olah Senjata yakni Rangga. Selain itu masih ada Dharmadyaksa yang
merupakan pejabat keagamaan, terdiri dari Buddhadyaksa untuk agama Buddha
dan Saiwadhayksa untuk agama Hindu Siwa. Daerah yang diperintahkan Raja
taklukan yang di Jawa dikawinkan dengan saudara Raja, dan mereka sekaligus
menjadi anggota Dewan Raja, daerah-daerah luar Jawa diperintah oleh Raja-raja
setempat yang mengakui kedaulatan Sang Prabhu. Pemerintahan daerah terdiri
dari Rakhai yang dibantu Wahuta dan membawahkan beberapa Juru, juru
membawahkan beberapa Wedana yang membawahkan beberapa Kuwu dan Kuwu
membawahkan beberapa Buyut yang membawahkan beberapa Rama.
9
merupakanfaktor stabilisator seluruh negeri. Hal ini berdampak pada melemahnya
usaha penarikan pajak terutama di luar Jawa.
D. Mataram
Warisan Sultan Pajang jatuh pada Kyai Gede Mataram, seorang Abdidalem
Pajang. Penguasa Mataram ini adalah homo novus yang tidak berasal dari
keturunan Raja, namun menjadi anak emas Raja. Para penguasa pertama dari
keluarga Raja Mataram yang baru ini, pada dasawarsa terakhir abad abad ke-16
dan permulaan abad ke-17 berhasil menaklukan hampir semua Raja-raja di Jawa.
Hal ini berhasil dilakukan dengan kekuatan bersenjata dari wilayahnya yang
strategis di daerah pedalaman yang belum banyak digarap.
10
cucu Trenggana, Raja terakhir Demak yang mandiri. Dengan demikian Senapati
terangkat derajatnya ke kalangan bangsawan tingkat teratas.
Perluasan wilayah Mataram itu dilanjutkan oleh Sultan Agung yang naik tahta
tahun 1613 menggantikan Penembahan Seda Krapyak. Dalam masa
pemerintahannya Sultan Agung menaklukan Lasem, Pasuruhan, Tuban, Madura,
dan Surabaya. Sedangkan daerah yang belum dapat ditaklukan oelh Sultan Agung
adalah Batavia yang menjadi pusat perdagangan kumpeni Belanda. Sultan Ageng
lah yang pertama kali menyerbu Batavia dengan mengirim pasukan ke Batavia
pada tahun 1628 dan 1629.
Dari uraian tersebut dapat dikatakan bahwa persatuan dan kesatuan Mataram
dibina atas dasar faktor-faktor: a) Unsur magis yaitu wahyu keraton yang
ditradisikan lewat keturunan Raja yang tertua dari permaisuri; b) Kekuatan fisik
yang dipegang Raja lewat pejabat-pejabat yang diangkatnya baik di pusat maupun
daerah; c) Pejabat-pejabat pusat yang ditempatkan di daerah seperti dua pejabat
tinggi pengawas bupati-bupati di Pesisir Utara, Wedana Bupati di Mancanegara
Klien dan Mancanegara Wetan yang mengawasi para bupati di daerah-daerah
mancanegara, dan pejabat-pejabat di Negara Agung diwajibkan bertempat tinggal
di Kutagara; d) Sistem penyerahan upeti dari penguasa-penguasa daerah. Upeti
dari bupati Pesisir berupa uang dan barang-barang yang ditarik dari pedagang di
11
laut Utara. Setelah para bupati menyisihkan bagiannya, mereka menyerahkan
kepada pejabat pengawas, lalu setelah menyisihkan bagiannya, mereka
menyerahkannya kepada Raja. Demikian juga para bupati di mancanegara,
mereka menarik upeti dari pejabat bawahan yang menariknya dari rakyat.
Kemudian dengan koordinasi Wedana Bupati mereka mempersembahkan bagian
Raja pada saat upacara Gerebeg.
12
Daftar Pustaka
13