Anda di halaman 1dari 5

Tugas

Bahasa Indonesia

Oleh :

Ardhia Ajeng Pramesti ( 01 )

Dhany Laudza Adya Pradana ( 03 )

Muhammad Umar Seiawan ( 14 )

Zulfian Halid ( 20 )
HUKUM PERADILAN
Pada zaman dahulu di sebuah kerajaan, hiduplah seorang tukang pedati
yang setiap pagi membawa dagangannya ke pasar. Pada suatu pagi, ketika
melewati jembatan yang baru di bangun, si tukang pedati jatuh ke sungai, kuda
beserta dagangannya hanyut, karena kayu jembatan yang rapuh. Mereka lantas
langsung melaporkan kejadian itu kepada hakim.

Keluarga Pemilik Pedati : “Yang Mulia Hakim, kami tidak terima keluarga saya
kehilangan pedati beserta kuda dan dagangan kami karena jembatan yang
dilewati roboh. Pembuat jembatan itu harus dihukum, Yang Mulia.”

Yang Mulia Hakim : “Permohonanmu saya terima,” (mengetuk palu)


“pengawal cepat bawa si pembuat jembatan itu ke hadapan saya!”

Pengawal : “Baik Yang Mulia Hakim.” (kemudian pengawal


meninggalkan ruangan tersebut)

Pengawal memanggil si Pembuat Jembatan, si Pembuat Jembatan pun


heran, mengapa dia dipanggil.

Pembuat Jembatan : “Maaf Yang Mulia Hakim, apa kesalahan saya?”

Yang Mulia Hakim : “Jembatan buatanmu yang tidak kuat itu


menyebabkan seorang tukang pedati terjatuh dan kehilangan barang-
barangnya. Karena itulah, kamu harus dihukum dan mengganti kerugian si
tukang pedati.”

Pembuat Jembatan : “Yang Mulia, Anda tidak bisa menyalahkan saya,


karena yang salah adalah tukang kayu yang menyediakan kayu jelek.”

Yang Mulia Hakim : “Benar juga ya. Pengawal! Cepat panggil si Tukang
Kayu!” (dengan nada tegas)

Pengawal : “Baik Yang Mulia Hakim.” ( sembari menganggukan


kepala dan meninggalkan ruangan )

Pengawal pun langsung pergi dan memanggil Tukang Kayu tersebut, dan
Tukang Kayu sama seperti Pembuat Jembatan yang keheranan.
Tukang Kayu : “Yang Mulia Hakim, apa kesalahan hamba? Mengapa
saya dipanggil kemari?”

Yang Mulia Hakim : “Kesalahan kamu sangat besar. Kayu yang kamu pakai
untuk membuat jembatan itu rapuh dan jelek sehingga menyebabkan seseorang
jatuh dan kehilangan pedati beserta kudanya. Oleh karena itu, kamu harus
dihukum dan mengganti segala kerugian si Tukang Pedati.”

Tukang Kayu : “Aduh… . ( berfikir sejenak ) Kalau itu


prmasalahannya, jangan salahkan saya, salahkan saja si penjual kayu yang
menjual kayu jelek.”

Yang Mulia Hakim pun memikirkan kembali perkataan si Tukang kayu.

Yang Mulia Hakim : “Benar juga apa yang dikatakan si Tukang Kayu ini. Si
penjual kayulah yang menyebabkan tukang kayu membawa kayu yang jelek
untuk si Pembuat Jembatan.” ( berkata dalam hati )

Lalu hakim memanggil kembali si pengawal.

Yang Mulia Hakim : “Pengawal, bawa si Penjual Kayu kemari!”

Pengawal : (mengangguk dengan menyembunyikan wajah kesal)


“Baik, Yang Mulia Hakim.”

Pengawal pun pergi menjemput si Penjual Kayu. Di depan sang hakim,


ekspresi si penjual kayu pun sama seperti orang yang dipanggil sebelumnya.

Penjual Kayu : (menengok kiri kanan) “Yang Mulia Hakim, apa


kesalahan hamba sehingga dibawa ke sidang pengadilan?”

Yang Mulia Hakim : “Kesalahanmu adalah tidak menjual kayu yang bagus
kepada Tukang Kayu sehingga jembatan yang dibuatnya tidak kokoh, sehingga
menyebabkan jembatannya roboh dan seseorang jatuh kehilangan kuda dan
barang dagangannya dalam pedati yang hanyut.”

Penjual Kayu pun protes dan tidak terima dengan tuduhan Sang Hakim.

Penjual Kayu : “Jangan salahkan saya Yang Mulia Hakim, yang salah
adalah pembantu saya. Dialah yang menyediakan beragam jenis kayu untuk saya
jual.”
Sang Hakim pun berpikir kembali perihal pembelaan yang dilakukan oleh
Penjual Kayu.

Yang Mulia Hakim : “Benar juga apa yang dikatakan Olehmu. Pengawal,
bawa si pembantu ke hadapanku!”

Pengawal : “Baik Yang Mulia.” (dengan wajah lelah)

Beberapa saat, pengawal pun kembali dengan membawa si pembantu


tersebut. Kemudian pembantu tersebut bertanya kepada sang Hakim.

Pembantu Besar: “Yang Mulia Hakim, mengapa saya dibawa ke sidang


pengadilan? Apa salah saya?”

Yang Mulia Hakim : “Kesalahanmu teramat besar, yakni menyediakan


kayu yang jelek kepada Penjual Kayu, sehingga jembatan yang dibuat tidak
kokoh dan menyebabkan seseorang kehilangan kuda dan barang dagangannya
dalam pedati.”

Karena si pembantu tidak pandai membela diri, ia tidak bisa memberi


alasan yang memuaskan sang Hakim. Akhirnya, sang Hakim memutuskan si
Pembantu harus dihukum dan memberi ganti rugi.

Yang Mulia Hakim : “Saya memutuskan bahwa Pembantu ini bersalah.”


(mengetuk palu) “Hai pengawal, masukkan Pembantu ini ke penjara dan sita
semua uangnya sekarang juga!”

Beberapa menit kemudian….

Yang Mulia Hakim : “Hai pengawal apakah hukuman sudah


dilaksanakan?”

Pengawal : “Belum, Yang Mulia. Perintah Anda sangat sulit sekali


untuk dijalankan”

Yang Mulia Hakim : “Mengapa sulit? Bukankah kamu sudah ahli


memenjarakan serta menyita uang orang?”

Pengawal : “Begini, Yang Mulia. Si Pembantu badannya terlalu


tinggi dan gemuk, sedangkan penjara yang kita punya terlalu sempit. Ia juga
tidak punya uang untuk disita, Yang Mulia.”
Yang Mulia Hakim : (Dengan nada membentak) “Gunakan otak dong!
Sekarang cari pembantu si penjual kayu yang lebih pendek, kurus, dan punya
banyak uang!”

Dengan rasa ketakutan, akhirnya si Pengawal pun mencari si Pembantu


yang dimaksud dan membawanya ke pengadilan tersebut.

Pembantu Kecil: “Wahai, Yang Mulia Hakim. Apa kesalahan hamba sehingga
harus dipenjara?”

Yang Mulia Hakim : “Kesalahanmu adalah pendek, kurus, dan punya


uaaaaang!”

Setelah si Pembantu tersebut dibawa pengawal, Sang Hakim pun


bertanya kepada khalayak ramai yang ada di pengadilan.

Yang Mulia Hakim : “Saudara-saudara sekalian, apakah keputusan tadi


sudah adil?”

Masyarakat : (Menjawab serempak dengan keras)


“ADIIIILLLLLL!!!!!!!!!!”

Anda mungkin juga menyukai