Anda di halaman 1dari 13

Clinical Science Sessions

GLOBAL INITIATIVE FOR ASTHMA (GINA) :

MANAGEMENT OF WORSENING ASTHMA AND EXACERBATIONS AND

GLOBAL INITIATIVE FOR CHRONIC OBSTRUCTIVE LUNG

DISEASE (GOLD) :MANAGEMENT OF COPD EXACERBATION 2018

Oleh:

Istiqa Dwi Pertiwi 1840312435

Siti Umi Kustiah 1840312018

Ulfah Arfi 1840312429

Preseptor:

dr. Sabrina Ermayanti, Sp.P (K) FISR

dr. Afriani, Sp.P

BAGIAN PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

RSUP DR. M. DJAMIL PADANG

2018

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Asma adalah penyakit heterogen, biasanya ditandai dengan peradangan jalan

napas kronis. Hal ini didefinisikan dengan adanya riwayat gejala pernafasan seperti

mengi, sesak napas, dada terasa seperti terhimpit dan batuk yang bervariasi dari waktu

ke waktu dan juga variasi intensitasnya, bersamaan dengan keterbatasan aliran udara

ekspirasi yang bervariasi.

Asma adalah penyakit yang cukup sering, merupakan masalah kesehatan global,

dengan prevalensi berkisar antara 1% sampai 18% populasi di negara yang berbeda-

beda. Meskipun beberapa negara telah mengalami penurunan rawat inap dan kematian

karena asma, beban global untuk pasien dari eksaserbasi dan gejala sehari-hari telah

meningkat hampir 30% dalam 20 tahun terakhir. Dampak asma dirasakan tidak hanya

oleh pasien, tapi juga oleh keluarga, sistem kesehatan dan masyarakat. Asma adalah

salah satu penyakit kronis yang paling umum yang menyerang anak-anak dan orang

dewasa muda, dan semakin meningkatnya pengaruhnya terhadap orang dewasa yang

bekerja.

Pada tahun 1993, kerja sama antara National Heart, Lung, and Blood Institute dan

World Health Organization menghasilkan Global Intiative For Asthma (GINA).

Tujuannya adalah untuk meningkatkan kesadaran akan Asma dan meningkatkan

pencegahan dan pengelolahan Asma melalui upaya bersama oleh semua orang yang

terlibat di semua layanan dan kebijakan kesehatan untuk mengurangi prevalensi,

morbiditas dan mortalitas Asma. Eksaserbasi asma merupakan episode yang ditandai

dengan peningkatan progresif gejala sesak napas, batuk, mengi atau rasa berat di dada

dan penurunan progresif fungsi paru, seperti adanya perubahan status pasien dari kondisi

2
biasa yang membutuhkan perubahan pada terapi. Eksaserbasi dapat terjadi pada pasien

yang sebelumnya telah didiagnosis asma atau kadang sebagai presentasi awal asma.

Eksaserbasi biasanya terjadi sebagai respon terhadap paparan agen tertentu. Kejadian

Asma eksaserbasi merupakan salah satu faktor penting dalam peningkatan angka

morbiditas dan mortalitas pasien Asma. Oleh karena itu, diperlukan manajemen

eksaserbasi yang tepat untuk mengurangi angka morbiditas dan mortalitas pada pasien

Asma.

1.2 Tujuan Penulisan

Penulisan CSS ini bertujuan untuk memahami serta menambah pengetahuan

tentang manajemen asma eksaserbasi.

1.3 Batasan Masalah

Dalam CSS ini akan dibahas mengenai definisi, diagnosis, manajemen asma

eksaserbasi.

1.4 Metode Penulisan

Penulisan CSS ini menggunakan metode tinjauan pustaka dengan mengacu pada

GINA 2018.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Asma Eksaserbasi

Eksaserbasi asma merupakan episode yang ditandai dengan peningkatan

progresif gejala sesak napas, batuk, mengi atau rasa berat di dada dan penurunan

progresif fungsi paru, seperti adanya perubahan status pasien dari kondisi biasa menjadi

membutuhkan perubahan pada terapi. Eksaserbasi dapat terjadi pada pasien yang

sebelumnya telah didiagnosis asma atau kadang sebagai presentasi awal asma.

Eksaserbasi biasanya terjadi sebagai respon terhadap paparan agen eksternal (seperti

infeksi virus saluran napas atas, serbuk bunga atau polusi), dan/atau ketidakpatuhan

minum obat kontroler; tetapi, sekelompok pasien muncul lebih akut dan tanpa pajanan

faktor risiko. Eksaserbasi berat dapat terjadi pada pasien dengan asma terkontrol atau

terkontrol ringan.

2.2 Manajemen Mandiri Eksaserbasi Dengan Rencana Aksi Asma Tertulis

Semua pasien asma harus diberikan edukasi manajemen mandiri terpandu,

termasuk pemantauan gejala dan/atau fungsi paru, rencana aksi asma tertulis, dan

kontrol teratur ke tenaga kesehatan.

a. Pilihan Terapi untuk Perencanaan Asma Tertulis

Rencana aksi asma tertulis membantu pasien mengenali dan menanggapi dengan

tepat perburukan asma. Rencana aksi ini harus berisikan instruksi spesifik untuk pasien

mengenai perubahan obat reliever menjadi controller, cara menggunakan kortikosteroid

oral jika dibutuhkan dan kapan dan bagaimana akses pelayanan kesehatan.

Kriteria untuk memulai peningkatan obat controller akan bervariasi antara satu

pasien dengan pasien lain. Pada pasien perawatan konvensional dengan terapi ICS,

4
peningkatan dilakukan bila ada perubahan klinis berarti dari level kontrol asma pasien

biasanya, contoh, bila gejala asma mengganggu aktivitas normal harian, atau penurunan

APE >20% selama >2 hari.

 SABA Inhalasi

 Kortikosteroid Inhalasi (ICS)

 Kombinasi ICS dosis rendah dengan LABA onset cepat

 Kombinasi lain ICS/LABA controller

 Antagonis Reseptor Leukotrien

 Kortikosteroid Oral

5
6
2.3 Tatalaksana Asma Eksaserbasi di Layanan Primer

a. Asesmen Severitas Eksaserbasi

Anamnesis tajam dan pemeriksaan fisik relevan harus dilakukan bersamaan

dengan terapi awal yang cepat. Bila pasien menunjukkan tanda eksaserbasi berat dan

mengancam nyawa, terapi dengan SABA, oksigen terkontrol dan kortikosteroid sistemik

harus segera dimulai sementara mempersiapkan transportasi pasien ke layanan gawat

darurat dimana monitor dan tenaga ahli lebih siap sedia. Eksaserbasi ringan dapat

ditatalaksana pada layanan primer sesuai sumber daya dan tenaga ahli.

 Anamnesis

Anamnesis harus mencakup:

 Waktu onset dan penyebab eksaserbasi (jika diketahui).

 Gejala asma berat, termasuk keterbatasan latihan atau gangguan tidur

 Gejala anafilaksis

 Faktor risiko kematian terkait asma

 Semua obat reliever dan contoller, termasuk dosis dan penulisan resep, pola

kepatuhan, perubahan dosis, dan respon terhadap terapi.

 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik harus menilai:

 Tanda keparahan eksaserbasi dan tanda vital, (contoh: tingkat kesadaran,

suhu, frekuensi nadi, frekuensi nafas, tekanan darah, kemampuan dalam

melengkapi kalimat, penggunaan otot-otot aksesoris)

 Faktor-faktor yang mempersulit (contoh: anafilaksis, pneumonia, atelectasis,

pneumotoraks, atau pneumomediastinum)

7
 Tanda-tanda dari kondisi alternatif yang dapat menjelaskan sesak napas akut

(contoh: gagal jantung, disfungsi saluran napas atas, terhisap benda asing,

atau emboli paru).

 Pengukuran Objektif

 Pulse oximetry. Saturasi <90% pada anak atau dewasa menandakan

kebutuhan terapi agresif.

 PEF pada pasien usia >5 tahun.

b. Tatalaksana Eksaserbasi di Layanan Primer

Terapi inisial utama termasuk inhalasi berulang bronkodilator kerja singkat,

kortikosteroid sistemik, dan suplementasi oksigen terkontrol. Tujuan pengobatan yaitu

meringankan obstruksi saluran napas dan hipoksemia secara cepat, mengetahui

patofisiologi inflamasi penyebab, dan mencegah relaps.

 SABA Inhalasi : utuk eksaserbasi ringan hingga sedang pemberian SABA

inhalasi berulang (4-10 puff setiap 20 menit pada jam petama), hal ini merupakan

cara efektif dan efisien untuk memperbaiki kondisi aliran udara di tubuh. Setelah

satu jam pertama dosis SABA yang diperlukan bervariasi dari 4-10 puff setiap 3-

4 jam, hingga 6-10 puff setiap 12 jam. Tidak perlu SABA tambahan jika respon

baik telah ada setelah pengobatan awal (dditandai dengan PEF >60-80% selama

3-4 jam). Penggunaan SABA melalui the pressurized metered dose inhaler

(pMDI) dan spacer atau DPI merupakan alat yang efektif sama seperti nebulizer

(pasien asma akut tidak direkomendasikan dengan alat ini). The pressurized

metered dose inhaler (pMDI) dan spacer atau DPI juga lebih praktis dan

ekonomis dari segi biaya, tetapi spacer yang sudah pernah digunakan jika akan

digunakan kembali harus dicuci terlebih dahulu lalu dikeringkan baru bias

8
digunakan. Spacer baru jika akan digunakan harus minimal mendapatkan

setidaknya 20 puff salbutamol sebelum digunakan.

 Terapi Oksigen Terkontrol : sebelum pemberian terapi oksigen, sebaiknya

saturasi oksigen pasien cari tahu dahulu menggunakan pulse oxymetry (jika

tersedia) untuk melihat pertahanan saturasi oksigen pada 93-95% dan 98% untuk

anak-anak 6-11 tahun. Terapi oksigen terkontrol memberikan klinis yang lebih

baik dari aliran tinggi oksigen berupa saturasi oksigen 100%. Sebaiknya

pemberian oksigen tetap harus dilakukan walau pulse oxymetry tidak tersedia,

dan pasangkan monitor untuk mengkontrol saturasi oksigen pada pasien yang

sudah mengalami penurunan kesadaran, dan kelelahan.

 Kortikosteroid Sistemik : kortikosteroid sistemik harus diberikan jika kondisi

pasien memburuk dari kondisi awalnya. Obat yang dianjurkan adalah

prednisolone dengan dosis untuk dewasa 1 mg/kgBB/hari dengan dosis

maksumum 50 mg/hari dan untuk anak-anak 6-11 tahun 1-2mg/kgBB/hari

dengan dosis maksimal 40mg/hari. Kortikosteroid ini harus dilanjutkan hingga 5-

7 hari. Pasien harus diberi tahu efek samping obat ini berupa gangguan tidur,

peningkatan nafsu makan, dan perubahan emosi.

 Obat Controller : pasien yang sudah diresepkan obat pengontrol harus diberi

tahukan tentang peningkatan dosis untuk selanjutnya setelah 2-4 minggu

pengobatan awal.

 Antibiotik (tidak direkomendasikan) : tidak ada rekomendasi pemberian

antibiotik saat eksaserbasi asma kecuali ada bukti kuat yang menunjukkan

adanya infeksi paru (seperti demam, sputum yang bernanah, dan bukti radiografi

peneumonia). Pemberian kortikosteroid harus diutamakan dari pada pemberian

antibiotik.

9
c. Evaluasi Respon

Selama pengobatan pasien harus dimonitor secara ketat dan titrasi obat sesuai

respon pasien. Pasien dengan eksaserbasi berat atau mengancam nyawa, yang gagal

terhadap pengobatan, atau pasien yang terus memburuk harus segera dirujuk ke fasilitas

10
emergensi. Pasien dengan respon pengobatan SABA sedikit atau lambat harus dimonitor

secara ketat.

Pada kebanyakan pasien, fungsi paru dapat dikontrol setelah terapi SABA

dimulai. Pengobatan tambahan harus dilanjutkan hingga APE dan VEP1 stabil atau

kembali ke nilai terbaik sebelumnya. Kemudian keputusan pulang atau rujuk ke fasilitas

emergensi dapat ditentukan setelahnya.

d. Follow Up

Obat untuk pulang harus termasuk reliever saat dibutuhkan, kortikosteroid oral,

dan controller rutin. Teknik inhaler dan kepatuhan berobat harus dinilai sebelum

pemulangan. Pasien harus dinasehati agar menggunakan reliever hanya jika dibutuhkan.

Perjanjian jadwal kontrol berikutnya harus diatur 2-7 hari kemudian, tergantung kondisi

klinis dan sosial.

Saat kontrol, tenaga kesehatan harus menentukan serangan sudah teratasi atau

belum dan kortikosteroid oral dapat dihentikan atau tidak. Asesmen level kontrol gejala

pasien dan faktor risiko, eksplorasi penyebab potensial eksaserbasi, dan peninjauan

ulang rencana aksi asma tertulis harus dilakukan. Terapi controller harian dapat

diturunkan ke tingkat sebelum eksaserbasi pada 2-4 minggu setelah eksaserbasi, kecuali

eksaserbasi diawai dengan gejala yang sugestif menunjukkan asma tidak terkontrol

kronik. Dalam situasi tersebut, teknik inhaler dan kepatuhan berobat harus dicek, dan

dianjurkan peningkatan satu langkah terapi.

11
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

 Eksaserbasi asma merupakan episode yang ditandai dengan peningkatan

progresif gejala sesak napas, batuk, mengi atau rasa berat di dada dan penurunan

progresif fungsi paru, seperti adanya perubahan status pasien dari kondisi biasa

yang membutuhkan perubahan pada terapi.

 Terapi inisial utama termasuk inhalasi berulang bronkodilator kerja singkat,

kortikosteroid sistemik, dan suplementasi oksigen terkontrol merupakan

tatalaksana awal yang dapat dilakukan di layanan primer.

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Global Initiative For Asthma (GINA), 2018.

13

Anda mungkin juga menyukai