Oleh:
Preseptor:
2018
1
BAB I
PENDAHULUAN
napas kronis. Hal ini didefinisikan dengan adanya riwayat gejala pernafasan seperti
mengi, sesak napas, dada terasa seperti terhimpit dan batuk yang bervariasi dari waktu
ke waktu dan juga variasi intensitasnya, bersamaan dengan keterbatasan aliran udara
Asma adalah penyakit yang cukup sering, merupakan masalah kesehatan global,
dengan prevalensi berkisar antara 1% sampai 18% populasi di negara yang berbeda-
beda. Meskipun beberapa negara telah mengalami penurunan rawat inap dan kematian
karena asma, beban global untuk pasien dari eksaserbasi dan gejala sehari-hari telah
meningkat hampir 30% dalam 20 tahun terakhir. Dampak asma dirasakan tidak hanya
oleh pasien, tapi juga oleh keluarga, sistem kesehatan dan masyarakat. Asma adalah
salah satu penyakit kronis yang paling umum yang menyerang anak-anak dan orang
dewasa muda, dan semakin meningkatnya pengaruhnya terhadap orang dewasa yang
bekerja.
Pada tahun 1993, kerja sama antara National Heart, Lung, and Blood Institute dan
pencegahan dan pengelolahan Asma melalui upaya bersama oleh semua orang yang
morbiditas dan mortalitas Asma. Eksaserbasi asma merupakan episode yang ditandai
dengan peningkatan progresif gejala sesak napas, batuk, mengi atau rasa berat di dada
dan penurunan progresif fungsi paru, seperti adanya perubahan status pasien dari kondisi
2
biasa yang membutuhkan perubahan pada terapi. Eksaserbasi dapat terjadi pada pasien
yang sebelumnya telah didiagnosis asma atau kadang sebagai presentasi awal asma.
Eksaserbasi biasanya terjadi sebagai respon terhadap paparan agen tertentu. Kejadian
Asma eksaserbasi merupakan salah satu faktor penting dalam peningkatan angka
morbiditas dan mortalitas pasien Asma. Oleh karena itu, diperlukan manajemen
eksaserbasi yang tepat untuk mengurangi angka morbiditas dan mortalitas pada pasien
Asma.
Dalam CSS ini akan dibahas mengenai definisi, diagnosis, manajemen asma
eksaserbasi.
Penulisan CSS ini menggunakan metode tinjauan pustaka dengan mengacu pada
GINA 2018.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
progresif gejala sesak napas, batuk, mengi atau rasa berat di dada dan penurunan
progresif fungsi paru, seperti adanya perubahan status pasien dari kondisi biasa menjadi
membutuhkan perubahan pada terapi. Eksaserbasi dapat terjadi pada pasien yang
sebelumnya telah didiagnosis asma atau kadang sebagai presentasi awal asma.
Eksaserbasi biasanya terjadi sebagai respon terhadap paparan agen eksternal (seperti
infeksi virus saluran napas atas, serbuk bunga atau polusi), dan/atau ketidakpatuhan
minum obat kontroler; tetapi, sekelompok pasien muncul lebih akut dan tanpa pajanan
faktor risiko. Eksaserbasi berat dapat terjadi pada pasien dengan asma terkontrol atau
terkontrol ringan.
termasuk pemantauan gejala dan/atau fungsi paru, rencana aksi asma tertulis, dan
Rencana aksi asma tertulis membantu pasien mengenali dan menanggapi dengan
tepat perburukan asma. Rencana aksi ini harus berisikan instruksi spesifik untuk pasien
oral jika dibutuhkan dan kapan dan bagaimana akses pelayanan kesehatan.
Kriteria untuk memulai peningkatan obat controller akan bervariasi antara satu
pasien dengan pasien lain. Pada pasien perawatan konvensional dengan terapi ICS,
4
peningkatan dilakukan bila ada perubahan klinis berarti dari level kontrol asma pasien
biasanya, contoh, bila gejala asma mengganggu aktivitas normal harian, atau penurunan
SABA Inhalasi
Kortikosteroid Oral
5
6
2.3 Tatalaksana Asma Eksaserbasi di Layanan Primer
dengan terapi awal yang cepat. Bila pasien menunjukkan tanda eksaserbasi berat dan
mengancam nyawa, terapi dengan SABA, oksigen terkontrol dan kortikosteroid sistemik
darurat dimana monitor dan tenaga ahli lebih siap sedia. Eksaserbasi ringan dapat
ditatalaksana pada layanan primer sesuai sumber daya dan tenaga ahli.
Anamnesis
Gejala anafilaksis
Semua obat reliever dan contoller, termasuk dosis dan penulisan resep, pola
Pemeriksaan Fisik
7
Tanda-tanda dari kondisi alternatif yang dapat menjelaskan sesak napas akut
(contoh: gagal jantung, disfungsi saluran napas atas, terhisap benda asing,
Pengukuran Objektif
inhalasi berulang (4-10 puff setiap 20 menit pada jam petama), hal ini merupakan
cara efektif dan efisien untuk memperbaiki kondisi aliran udara di tubuh. Setelah
satu jam pertama dosis SABA yang diperlukan bervariasi dari 4-10 puff setiap 3-
4 jam, hingga 6-10 puff setiap 12 jam. Tidak perlu SABA tambahan jika respon
baik telah ada setelah pengobatan awal (dditandai dengan PEF >60-80% selama
3-4 jam). Penggunaan SABA melalui the pressurized metered dose inhaler
(pMDI) dan spacer atau DPI merupakan alat yang efektif sama seperti nebulizer
(pasien asma akut tidak direkomendasikan dengan alat ini). The pressurized
metered dose inhaler (pMDI) dan spacer atau DPI juga lebih praktis dan
ekonomis dari segi biaya, tetapi spacer yang sudah pernah digunakan jika akan
digunakan kembali harus dicuci terlebih dahulu lalu dikeringkan baru bias
8
digunakan. Spacer baru jika akan digunakan harus minimal mendapatkan
saturasi oksigen pasien cari tahu dahulu menggunakan pulse oxymetry (jika
tersedia) untuk melihat pertahanan saturasi oksigen pada 93-95% dan 98% untuk
anak-anak 6-11 tahun. Terapi oksigen terkontrol memberikan klinis yang lebih
baik dari aliran tinggi oksigen berupa saturasi oksigen 100%. Sebaiknya
pemberian oksigen tetap harus dilakukan walau pulse oxymetry tidak tersedia,
dan pasangkan monitor untuk mengkontrol saturasi oksigen pada pasien yang
7 hari. Pasien harus diberi tahu efek samping obat ini berupa gangguan tidur,
Obat Controller : pasien yang sudah diresepkan obat pengontrol harus diberi
pengobatan awal.
antibiotik saat eksaserbasi asma kecuali ada bukti kuat yang menunjukkan
adanya infeksi paru (seperti demam, sputum yang bernanah, dan bukti radiografi
antibiotik.
9
c. Evaluasi Respon
Selama pengobatan pasien harus dimonitor secara ketat dan titrasi obat sesuai
respon pasien. Pasien dengan eksaserbasi berat atau mengancam nyawa, yang gagal
terhadap pengobatan, atau pasien yang terus memburuk harus segera dirujuk ke fasilitas
10
emergensi. Pasien dengan respon pengobatan SABA sedikit atau lambat harus dimonitor
secara ketat.
Pada kebanyakan pasien, fungsi paru dapat dikontrol setelah terapi SABA
dimulai. Pengobatan tambahan harus dilanjutkan hingga APE dan VEP1 stabil atau
kembali ke nilai terbaik sebelumnya. Kemudian keputusan pulang atau rujuk ke fasilitas
d. Follow Up
Obat untuk pulang harus termasuk reliever saat dibutuhkan, kortikosteroid oral,
dan controller rutin. Teknik inhaler dan kepatuhan berobat harus dinilai sebelum
pemulangan. Pasien harus dinasehati agar menggunakan reliever hanya jika dibutuhkan.
Perjanjian jadwal kontrol berikutnya harus diatur 2-7 hari kemudian, tergantung kondisi
Saat kontrol, tenaga kesehatan harus menentukan serangan sudah teratasi atau
belum dan kortikosteroid oral dapat dihentikan atau tidak. Asesmen level kontrol gejala
pasien dan faktor risiko, eksplorasi penyebab potensial eksaserbasi, dan peninjauan
ulang rencana aksi asma tertulis harus dilakukan. Terapi controller harian dapat
diturunkan ke tingkat sebelum eksaserbasi pada 2-4 minggu setelah eksaserbasi, kecuali
eksaserbasi diawai dengan gejala yang sugestif menunjukkan asma tidak terkontrol
kronik. Dalam situasi tersebut, teknik inhaler dan kepatuhan berobat harus dicek, dan
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
progresif gejala sesak napas, batuk, mengi atau rasa berat di dada dan penurunan
progresif fungsi paru, seperti adanya perubahan status pasien dari kondisi biasa
12
DAFTAR PUSTAKA
13