Bab 1gerontik Fix
Bab 1gerontik Fix
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam bidang geriatri, masalah etika (termasuk hukum) sangat penting artinya, bahkan
diantara berbagai cabang kedokteran mungkin pada cabang inilah etika dan hukum paling
berperan. Kane (1994) dkk menyatakan : ”.... ethic is fundamental part of geriatrics. While it
is central to the practice of medicine it self, the dependent nature of geriatric patients, makes
itaspecialconcern.............”.
Bebagai hal yang sangat perlu diperhatikan adalah, antara lain, keputusan tentang
mati hidup penderita. Apakah pengobatan diteruskan atau dihentikan. Apakah perlu tindakan
resusitasi. Apakah makanan tambahan per infuse tetap diberikan pada penderita kondisi yang
sudah jelas akan meninggal? Dalam geriatric aspek etika ini erat dengan aspek hokum,
sehingga pembicaraan mengenai kedua aspek ini sering disatukan dalam satu pembicaraan.
Aspek hokum penderita denagn kemampuan kognitif yang sudah sangat rendah seperti pada
penderita dementia sangat erat kaitannya dengan segi etik. Antara lain berbagai hal mengenai
pengurusan harta benda enderita lansia yang tidak mempunyai anak dan lain sebagainya.
Beberapa hal tersebut perlu mendapatkan perhatian di Indonesia, Dimana giriatri merupakan
bidang ilmu yang baru saja mulai berkembang. Oleh karena itu, beberapa dari prinsip etika
yang dikemukakan berikut ini sering belum terdapat / dilaksanakan di Indonesia. Pengertian
dan pengetahuan mengenai hal ini akan memberi gambaran bagaimana seharusnya masalah
etika dan hukum pada perumatan penderita lanjut usi diberlakukan.
1
Namun di Indonesia pemahaman tentang asuransi kesehatan sosial masih sangat rendah
karena sejak lama kita hanya mendapatkan informasi yang biasa tentang asuransi kesehatan
yang didominasi dari Amerika yang didominasi oleh asuransi kesehatan komersial. Literatur
yang mengupas asuransi kesehatan sosial juga sangat terbatas. Kebanyakan dosen maupun
mahasiswa di bidang kesehatan tidak memahami asuransi sosial.
B. Rumusan Masalah
C. TUJUAN
a. Untuk mengetahui prinsip etika pelayanan kesehatan pada lansia
BAB II
PEMBAHASAN
Beberapa prinsip etika yang harus dijalankan dalam pelayanan pada penderita
usia lanjut adalah (Kane et al, 1994, Reuben et al, 1996) :
• Empati : istilah empati menyangkut pengertian : ”simpati atas dasar pengertian yang
3
dalam”. Dalam istilah ini diharapkan upaya pelayanan geriatri harus memandang
seorang lansia yang sakit denagn pengertian, kasih sayang dan memahami rasa
penderitaan yang dialami oleh penderita tersebut. Tindakan empati harus dilaksanakan
dengan wajar, tidak berlebihan, sehingga tidak memberi kesan over-protective dan
belas-kasihan. Oleh karena itu semua petugas geriatrik harus memahami peroses
fisiologis dan patologik dari penderita lansia.
• Yang harus dan yang ”jangan” : prinsip ini sering dikemukakan sebagai non-
maleficence dan beneficence. Pelayanan geriatri selalu didasarkan pada keharusan
untuka mngerjakan yang baik untuk pnderita dan harus menghindari tindakan yang
menambah penderita (harm) bagi penderita. Terdapat adagium primum non nocere
(”yang penting jangan membuat seseorang menderita”). Dalam pengertian ini, upaya
pemberian posisi baring yang tepat untuk menghindari rasa nyeri, pemberian
analgesik (kalau perlu dengan derivat morfina) yang cukup, pengucapan kata-kata
hiburan merupakan contoh berbagai hal yang mungkin mudah dan praktis untuk
dikerjakan.
4
• Kesungguhan Hati : yaitu suatu prinsip untuk selalu memenuhi
semua janji yang diberikan pada seorang penderita.
Dengan melihat prinsip diatas tersebut, asek etika pada pelayanan geriatric berdasarkan
prinsip otonomi kemudian di titik beratkan pada berbagai hal sebagai berikut :
b. keputusan harus telah mendapat penjelasan cukup tentang tindakan atau keputusan
yang akan diambil secara lengkap dan jelas.
c. keputuan yang diambil hanya dianggap sah bial penderita secara mental dianggap
kapabel.
Atas dasar hal diatas maka aspek etika tentang otonomi ini kemudian ituangkan dalam
bentuk hukum sebagai persetujuan tindakan meik (pertindik) atau informed consent.
Dalam hal seperti diatas, maka penderita berha menolak tindakan medik yang
disarankan oleh dokter, tetapi tidak berarti boleh memilih tindakan, apabila
berdasarkan pertimbangan dokter yang bersangkutan tindakan yang dipilih tersebut
tidak berguan (useless) atau bahkan berbahaya (harmful).
Kapasitas untuk mengambil keputusan, merupakan aspek etik dan hokum yang sangat
rumit. Dasar dari penilaian kapasitas pengambilan keputusan penderita tersebut
haruslah dari kapasitas fungsional penderita dan bukan atas dasar label iagnosis,
antara lain terlihat dari :
a. Undang-undang nomor 4 tahun 1965 tentang Pemberian bantuan bagi Orang Jompo
(Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1965 nomor 32 dan tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia nomor 2747).
b) Upaya pemberdayaan.
e) Perlindungan sosial.
f) Bantuan sosial.
g) Koordinasi.
8
i) Ketentuan peralihan.
4) PERMASALAHAN
Permasalahan yang masih terdapat pada Lanjut Usia, bila ditinjau dari aspek hokum dan
etika, dapat disebabkan ole factor, seperti berikut :
1. Produk Hukum
Walaupun telah diterbitkan dalam jumlah banyak, belum semua produk hokum dan
perundang-undangan mempunyai Peraturan Pelakisanaan. Begitu pula, belum diterbirkan
Peraturan Daerah, Petunjuk Pelaksanaan serta Ptunjuk Teknisnya, sehingga penerapannya di
lapangan sering menimbulkan permasalahan. Undang-undang terakhir yang diterbitkan yaitu
Undang-undang Nomor 13 tahun 1998, baru mengatur kesejahteraan sosial Lanjut Usia,
sehingga perlu dipertimbangkan diterbitkannya undang-undang lainnya yang dapat mengatasi
permasalahan Lanjut Usia secara spesifik.
2. Keterbatasan prasarana
Terbatasntya kuantitas dan kualitas tenaga yang dapat memberi pelayanan serta
perawatan kepada Lanjut Usia secara bermutu dan berkelanjutan mengakibatkan
keterlambatan dalam mengetahui tanda-tanda dini adanya suatu permasalahan hukum dan
etika yang sedang terjadi.
9
Menurut Mary Ann Christ, et al. (1993), berbagai isu hokum dan etika yang sering
terjadi pada hubungan Lanjut Usia dengan keluarganya adalah :
a. Pelecehan dan ditentarkan (abuse and neglect)
e. Kualitas kehidupan dan isu etika (quality of life and related ethical issues)
Selanjutnya dalam Pasal 66 ayat (1) Undang-Undang No. 23 tahun 1992 dinyatakan
bahwa "Pemerintah mengembangkan, membina dan mendorong Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan Masyarakat sebagai cara yang dijadikan landasan setiap penyelenggaraan
pemeliharaan kesehatan, yang pembiayaannya dilaksanakan secara pra upaya, berazaskan
usaha bersama dan kekeluargaan”. (Departemen Kesehatan:2001)
Sebelum JPKM masuk dalam UU kesehatan tersebut, berbagai upaya memobilisasi dana
masyarakat dengan menggunakan prinsip asuransi telah dilakukan antara lain
dengan program DUKM (Dana upaya kesehatan masyarakat) dan uji coba TK-TK oleh PT
astek. Dengan memobilisasi dana masyarakat diharapkan mutu pelayanan kesehatan dapat
ditingkatkan tanpa harus meningkatkan anggaran pemerintah. Konsep yang ditawarkan
adalah secara perlahan pembiayaan kesehatan harus ditanggung masyarakat sementara
pemerintah lebih berfungsi sebagai regulator. (Nurhayati, S.Km, M.Kes ; 2012 )
10
Upaya memobilisasi dana masyarakat tidak terlepas dari berbagai upaya swastanisasi di
dunia yang memandang bahwa dominasi upaya pemerintah dalam berbagai aspek kehidupan
masyarakat akan menghadapi masalah biaya, efesien, dan mutu pelayanan. (Nurhayati,S.Km,
M.Kes ; 2012 )
Di dalam sistem kesehatan indonesia upaya itu antara lain dapat dilihat dari upayah
menggerakkan pembiayaan kesehatan oleh masyarakat dan transformasi RSUP menjadi RS
perjan (Perusahaan Jawatan). Namun demikian, di Inggris sendiri sistem pelayanan kesehatan
masih tetap di kelola oleh pemerintah dengan sistem National Health service. Tetapi
reformasi NHS terus berjalan hingga saat ini. Dalam kerangka fikir inilah program JPKM
yang bertujuan untuk memobilisasi dana masyarakat guna membiayai pelayanan kesehatan
dikembangkan. (Nurhayati, S.Km, M.Kes ; 2012 )
Perkembangan JPKM tidak lepas dari peran pemerintah Amerika Serikat melalui
program bantuan pembangunan (The United States Agency for International Development,
USAID). Pada tahun 1988, USAID membiayai proyek analisis kebijakan Ekonomi kesehatan
(AKEK) pada depertemen kesehatan selama 5 tahun. Dalam proyek inilah antara lain
perkembangan pemikiran-pemikiran pembiayaan kesehatan yang semua di kenal dengan
konsep dana upaya kesehatan masyarakat (DUKM) yang secara operasional dijabarkan dalam
bentuk JPKM. Karena seperti biasanya proyek-proyek USAID selalu membawa konsultan
dari amerika yang secara tidak langsung mempengaruhi pemikiran yang pada waktu itu
sangat populer di Amerika. (Nurhayati, S.Km, M.Kes ; 2012 )
Selama pertengahan tahun 1970-an dan pertengahan 1980-an memang banyak sekali
publikasi-publikasi yang menggunakan keberhasilan Health Maintenance
Organization (HMO) di Amerika dalam mengendalikan biaya kesehatan. Sebenarnya
keberhasilan HMO di Amerika dalam pengendalian biaya kesehatan relatif baik dibandingkan
dengan model asuransi kesehatan tradisional. Artinya keberhasilan HMO di Amerika hanya
dibandingkan dengan model asuransi lain yang ada di Amerika, tidak di bandingkan dengan
11
model asuransi lain yang ada di negara-negara maju lainnya yang mempunyai pengendalian
biaya lebih kuat dari HMO. (Nurhayati, S.Km, M.Kes ; 2012 )
Namun demikian karena proyek AKEK dan berbagai proyek pembiayaan lainnya di
indonesia selama dekade tahun 1980an lebih banyak di dominasi oleh amerika serikat, maka
tidaklah mengherankan jika konsep sistem pembiayaan kesehatan kita pada waktu itu (hingga
saat ini) lebih banyak mengikuti pola amerika yang boros dan tidak egaliter. Sementara
pengaruh donor-donor dari negara-negara lain pada waktu itu tidak banyak. (Nurhayati,
S.Km, M.Kes ; 2012)
Hal ini tidak hanya berlaku pada model JPKM, akan tetapi juga mempengaruhi sistem
asuransi lainnya dan sistem lainnya seperti sistem pendidikan dan keuangan. Pada prinsip
JPKM merupakan program asuransi kesehatan komersial yang mengambil bentuk Managed
Care , khususnya bentuk HMO Amerika. Dalam ayat 4 pasal 66 UU 23/92 yang sama
disebutkan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan JPKM di atur oleh
peraturan pemerintah. Namun demikian, sampai saat ini PP dimaksud belum pernah berhasil
di keluarkan. (Nurhayati, S.Km, M.Kes ; 2012 )
B. Peraturan JPKM
JPKM dirumuskan setelah telah bertahun-tahun terhadap sistem pemeliharaan kesehatan
di manca negara. JPKM merupakan penyempurnaan terkini setelah sistem pemeliharaan
kesehatan dengan pembayaran tunai, asuransi ganti rugi, asuransi dengan tagihan provider
12
mengalami kegagalan dalam mengendalikan biaya kesehatan. Kelebihan JPKM terhadap
sistem asuransi kesehatan tradisional adalah pembayaran pra upaya kepada PPK yang
memungkinkan pengendalian biaya oleh PPK dan memungkinkan Bapel berbagi resiko biaya
dengan PPK.
13
i. Peserta tidak perlu membayar lagi di PPK apabila pelayanan yang di berikan sesuai
dengan paket yang dipilihnya.
C. Penyelenggaraan JPKM
JPKM merupakan model jaminan kesehatan pra bayar yang mutunya terjaga dan
biayanya terkendali. JPKM dikelola oleh suatu Badan Penyelenggara (BaPel) dengan
merepakan jaga mutu dan kendali biaya. Peserta akan memperoleh pelayanan kesehatan
paripurna dan berjenjang dengan pelayanan tingkat pertama sebagai ujung tombak, yang
memenuhi kebutuhan utama kesehatannya dengan mutu terjaga dan biaya
terjangkau. Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) adalah bagian dari jaringan pelayanan yang
dikontrak dan dibayar pra-upaya atau dimuka oleh Bapel, sehingga terdorong untuk
memberikan pelayanan paripurna yang terjaga mutu dan terkendali biayanya. (Dr.Sunarto,
M.Kes ; 2012)
Jaringan pelayanan berjenjang terdiri atas pelayanan tingkat pertama (primer), sekunder,
dan tersier. PPK I dapat berupa dokter umum/dokter keluarga, dokter gigi, bidan praktek,
puskesmas, balkesmas, maupun klinik yang dikontrak oleh bapel JPKM yang bersangkutan.
Jika diperlukan akan dirujuk ke tingkat sekunder (PPK II) yakni praktek dokter spesialis,
kemudian dapat dilanjutkan ke tingkat tersier ( PPK III) yaitu pelayanan spesialistik di rumah
sakit untuk pemeriksaan atau rawat inap. (Dr.Sunarto, M.Kes ; 2012)
14
E. Badan Penyelenggara (Bapel JPKM)
Badan Penyelenggara (Bapel JPKM) adalah suatu badan hukum yang telah diberi izin
operasional dari Menteri Kesehatan RI untuk menyelenggarakan pengelolaan JPKM Bapel
JPKM dapat berbentuk koperasi, yayasan, perseroan terbatas, BUMN, BUMD, atau bentuk
usaha lainnya yang memiliki izin usaha dibidang JPKM. Tugas dari Bapel JPKM adalah :
Bapim berhak memperoleh semua data dan informasi yang berkaitan dengan
penyelenggaraan JPKM di wilayah kerjanya. Bapim JPKM diharapkan aktif menjalin
hubungan dengan Bapel JPKM, peserta dan PPK, untuk kemudian memberikan masukan
kepada penentu kebijakan berdasarkan hasil pemantau, pembinaan dan pengawasan
penyelenggaraan JPKM.
Sebagai suatu jaminan kesehatan yang efektif dan efisien, JPKM mengandung beberapa
jurus yang harus diterapkan untuk memenuhi kebutuhan utama kesehatan peserta secara
paripurna dengan mutu yang terjamin dan biaya yang terkendali 7 jurus dalam pelaksanaan
15
JPKM yang menjamin efesiensi, efektivitas dan pemerataan pemeliharaan kesehatan dalam
JPKM meliputi:
Bapel, sehingga Bapel dapat mengetahui jumlah dana yang harus dikelolanya secara
efisien untuk pemeliharaan kesehatan peserta.
a. PPK dilarang menarik pembayaran dari peserta sepanjang pelayanan yang diberikan
sesuai dengan paket yang disepakati bersama (pasal 27).
b. PPK tidak boleh menolak peserta yang membutuhkan pelayanan kesehatan (pasal 28).
c. PPK dilarang menghentikan perawatan dalam suatu proses karena alasan administratif
(pasal 29).
d. Peserta tidak perlu membayar sepanjang pelayanan sesuai dengan kesepakatan bersama
yang tertuang dalam kontrak.
Untuk memperoleh pelayanan pada sarana kesehatan, peserta JPKM hanya perlu
menunjukkan identitas kepesertaan JPKM yang masih berlaku, Pemberian Pelayanan
Kesehatan (PPK) memeriksa dan menetapkan jenis pelayanan yang diberikan sesuai
kebutuhan medis peserta.
17
Peserta yang mendaftarkan diri dalam satuan keluarga, kelompok atau unit organisasi,
dengan membayar kepada bapel sejumlah iuran tertentu secara teratur untuk membiayai
pemeliharaan kesehatannya.
b. Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK)
PPK yang merupakan bagian dari jaringan pelayanan kesehatan terorganisir untuk
memberikan pelayanan paripurna dan berjenjang secara efektif dan efisien.
c. Badan Penyelenggara JPKM (Bapel)
Bapel JPKM sebagai badan hukum yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan
JPKM dengan secara profesional menerapkan trias manajemen, meliputi manajemen
kepesertaan, keuangan dan pemeliharaan kesehatan.
d. Pemerintah
Pemerintah sebagai (badan), pembinan yang melaksanakan, fungsi untuk
mengembangkan, membina dan mendorong penyelenggaraan JPKM.
Keempat pelaku terjadi hubungan saling menguntungkan dan berlaku penerapan jurus-
jurus kendali biaya, kendali mutu pelayanan dan pemenuhan kebutuhan medis bagi peserta
(berbentuk pelayanan paripurna dan berjenjang).
18
J. Hak dan Kewajiban Peserta JPKM
1. Hak Peserta
A. Memperoleh jaminan pemeliharaan kesehatan paripurna yang berjenjang sesuai
dengan kebutuhannya yang tertuang dalam paket pemeliharaan kesehatan dalam
kontraknya dengan Bapel.
B. Mendapat kartu peserta JPKM sebagai tanda identitas untuk memperoleh pelayanan
di sarana kesehatan yang ditunjuk.
C. Mengajukan keluhan dan memperoleh penyelesaian atas keluhan tersebut.
D. Memberikan masukan atau pendapat untuk perbaikan penyelenggaraan JPKM.
2. Kewajiban Peserta:
Membayar iuran dimuka secara teratur kepada Bapel JPKM.
Mentaati segala ketentuan dan kesepakatan.
Menandatangani kontrak.
19
Terjadi pemerataan pelayanan kesehatan sekaligus akan meningkatkan derajat kesehatan.
(Dr. Sunarto, M. Kes ; 2012)
b. Pemberi Pelayanan Kesehatan
PPK dapat merencanakan pelayanan lebih efektif dan efisien mungkin karena ditunjang
sistem pra upaya.
PPK akan memperoleh balas jasa yang lebih besar dengan terpeliharanya kesehatan
peserta.
PPK dapat lebih meningkatkan profesionalisme, kepuasan kerja dan mengembagakan
mutu pelayanan.
Sarana pelayanan tingkat I, II, dan III yang selama ini memakai tarif wajar akan mendapat
pasokan dana lebih banyak apabila masyarakat telah ber-JPKM dari tarif yang
diberlakukan di JPKM. Sarana pelayanan (terutama) yang selama ini sudah mahal
memang mengalami penurunan pasokan dana dari jasa pelayanan karena efisiensi dalam
sistem JPKM.
c. Dunia Usaha
Biaya pelayanan kesehatan dapat direncanakan secara tepat.
Pemeliharaan kesehatan karyawan dapat terlaksana secara lebih efisien dan efektif.
Pembiayaan pelayanan akan lebih efisien karena menerapkan sistem pra-upaya bagi jasa
pelayanan kesehatan, dibandingkan dengan sistem ganti rugi (fee for service), sistem
klaim dll sebagai balas jasa pasca pelayanan.
Terjaminnya kesehatan karyawan akan mendorong produktifitas.
Merupakan komoditi baru yang menjanjikan bagi dunia usaha yang akan menjadi
Bapel. (Dr.Sunarto, M.Kes ; 2012)
d. Pemerintah
Pemda memperoleh masyarakat yang sehat dan produktif dengan biaya yang berasal dari
masyarakat sendiri.
Subsidi pemerintah dapat dialokasikan kepada yang lebih memerlukan, terutama bagi
keluarga miskin. Pembayaran pra-upaya dalam JPKM memakai perhitungan unit cost riil/
non subsisdi, sehingga bisa menyesuaikan tarif untuk yang mampu. Tahun 2005,
Pemerintah Pusat mengalokasikan dana program kompensasi BBM untuk 34,6 juta
penduduk miskin yang memerlukan anggaran 2,1 triliun. Pemerintah menunjuk PT. Askes
sebagai Bapel yang mengelola dana tersebut dengan berbagai pertimbangannya.
Pengeluaran Pemda dalam bidang kesehatan dapat lebih efisien. (Dr.Sunarto, M.Kes ;
2012)
Agar terjamin efisiensi, efektifitas dan pemerataan pemeliharaan kesehatan, maka dalam
pelaksanaannya JPKM menggunakan tujuh jurus:
20
a) Pembayaran iuran (premi) dimuka ke Badan Penyelenggara. Peserta JPKM membayar
sejumlah iuran dimuka secara teratur kepada Bapel, sehingga Bapel mengetahui
jumlah dana yang harus dikelola secara efisien untuk pemeliharaan kesehatan peserta.
b) Pembayaran pra-upaya ke Pemberi Pelayanan Kesehatan. Pembayaran sejumlah
dimuka oleh Bapel ke PPK, sehingga PPK tahu batas anggaran yang harus digunakan
untuk merencanakan pemeliharaan kesehatan bagi peserta secara efisien dan efektif.
Pembayaran dapat berbagai cara antara lain: sistem kapitasi, sistem anggaran, DRG
(diagnostic related group). Umumnya menggunakan sistem kapitasi, pembayaran
dimuka sebesar perkalian jumlah peserta denagn satuan biaya.
c) Pemeliharaan kesehatan paripurna mencakup upaya promotif/ peningkatan kesehatan,
preventif/ pencegahan penyakit, kuratif/ pengobatan serta rehabilitatif/ pemulihan
kesehatan yang dilakukan secara terstruktur dan berjenjang oleh sarana pelayanan
kesehatan primer, sekunder dan tersier.
d) Ikatan Kerja. Hubungan antara bapel dengan PPK, hubungan Bapel dengan peserta
diatur dengan ikatan kerja yang menata secara rinci dan jelas hak dan kewajiban
masing-masing.
e) Jaga Mutu Pelayanan Kesehatan. Jaga mutu dilakukan oleh Bapel (dengan PPK) agar
pelayanan kesehatan yang diberikan sesuai kebutuhan dan standar profesi dan kaidah
pengobatan rasional.
f) Pemantauan Pemanfaatan Pelayanan. Pemantauan ini perlu dilakukan agar dapat
melakukan penyesuaian kebutuhan medis peserta, mengetahui perkembangan
epidemiologi penyakit peserta dan pengendalian penggunaan pelayanan kesehatan
oleh peserta.
g) Penanganan Keluhan dilaksanakan oleh Bapel. Bertujuan untuk menjamin mutu dan
stabilitas dalam menjalankan kegiatan JPKM. (Dr.Sunarto, M.Kes ; 2012).
BAB III
21
PENUTUP
A. KESIMPULAN
JPKM merupakan model jaminan kesehatan pra-bayar yang mutunya terjaga dan
biayanya terkendali, JPKM dikelola oleh suatu badan penyelenggara (bapel) dengan
menerapkan jaga mutu dan kendali biaya. Masyarakat yang ingin menjadi peserta/anggota
mendaftarkan diri dalam kelompok-kelompok ke bapel dengan membayar iuran di muka.
Peserta akan memperoleh pelayanan kesehatan paripurna dan berjenjang dengan pelayanan
tingkat pertama sebagai ujung tombak, yang memenuhi kebutuhan utama kesehatannya
dengan mutu terjaga dan biaya terjangkau.
B. SARAN
Dengan adanya makalah ini, diharapkan dapat menambah wawasan kita tentang JPKM,
yang sangat berguna untuk kita dmana kita di tuntut untuk meningkatkan derajat kesahatan
masyarakat Indonesia dengan program JPKM ini maka akan mempermudah kita menjangkau
setiap lapisan masyarakat. Untuk para pembaca, setidaknya dapat mengetahui tentang JPKM,
22
Manfaat JPKM, syarat-syarat untuk mengikuti JPKM, Tujuan JPKM, sasaran JPKM. Dan
diharapkan agar dapat menyikapi makalah kami dan memberikan saran serta kritik untuk
menyempurnakan makalah kami ini.
23
DAFTAR PUSTAKA
• Darmojo, Boedhi, dan Martono, Hadi. Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut),
Edisi 2. 2000. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
24