HIDROLOGI LINGKUNGAN
KLIMATOLOGI KOTA
Disusun Oleh
Nama : Rhendy Dwiantoro
NIM : 114070044
Plug/Kel : I/III
Asisten : R.R Dina Asrifah, ST.
Ardila Yulianti
1. GPS
2. Termometer basah dan kering (slinkmeter)
3. Anemometer
4. Peta
Kajian iklim dapat secara global dan dapat pula pada skala menengah (meso) dan
kecil (mikro). Kajian iklim pada skala menengah umumnya berkaitan dengan variasi dan
dinamika iklim pada suatu wilayah seluas beberapa kilometer persegi. Iklim meso
mencakup karakteristik iklim pada skala menengah tersebut. Variasi iklim pada skala
meso dapat disebabkan adanya danau, waduk, tambak, kolam, atau jenis bentangan
permukaan air lainnya dalam skala sedang. Pada lokasi yang berbatasan langsung dengan
bentangan permukaan air umumnya dicirikan dengan suhu udara yang lebih rendah,
kelembaban udara yang lebih tinggi, dan kecepatan angin yang lebih tinggi untuk sisi
yang menerima angin dari arah bentangan permukaan air tersebut; sedangkan pada sisi
yang bersebrangan, pengaruh bentangan air ini tidak akan tampak jelas.
Unsur-unsur iklim seperti suhu, kelembaban, angin, dan curah hujan pada suatu
wilayah seluas beberapa kilometer persegi dapat berbeda sangat nyata dengan unsur-
unsur iklim pada wilayah di sekitarnya. Misalnya kondisi unsur-unsur iklim di pusat
perkotaan akan berbeda dengan daerah pinggiran kota atau pedesaan di sekitarnya.
Klimatologi kota merupakan salah satu cabang klimatologi, yang akhir-akhir ini banyak
diteliti baik oleh pakar klimatologi maupun pakar geografi.
Beberapa unsur iklim yang sangat nyata perbedaannya antara kota dan daerah
sekitarnya, antara lain:
2. total presipitasi
3. suhu udara
4. kelembaban relatif
5. kecepatan angin
Wilayah perkotaan sering disebut pulau panas (heat island) karena suhu udara
diperkotaan yang lebih tinggi dari wilayah sekitarnya. Penggunaan istilah pulau panas ini
dilandaskan atas adanya garis kontur suhu (garis isoterm) yang melingkar pada daerah
perkotaan dengan titik suhu tertinggi terletak ditengah lingkaran tersebut. Jika dalam
suatu sistem pola cuaca yang sama terdapat garis kontur suhu yang melingkar, maka
daerah didalam lingkaran kontur suhu ini disebut pulau panas.
Titik observasi dipilih dengan interval 300-400 m agar didapat data yang
menyeluruh. Rute pengukuran dipilih sedemikian rupa sehingga waktu yang digunakan
dapat sesingkat mungkin. Pengecekan dilakukan dengan pengukuran ulang pada titik
yang sama dan waktu yang berbeda.
V. PEMBAHASAN
Pada acara praktikum kali ini membahas tentang klimatologi kota. Dengan tujuan
bahwa agar dapat menentukan dan menyelesaikan masalah iklim perkotaan dalam skala
mikro. Pada praktikum untuk menetukan atau meneliti klimatologi kota dibagi dalam 6
titik pengukuran yaitu perempatan UPN, Ring Road, Pertigaan RRi, Perempatan Gejayan,
UIN, dan Janti.
Parameter- parameter yang diukur adalah kecepatan angin dan kebisingan, serta
koordinat titik-titik pengukuran, oleh karena itu alat-alat yang digunakan adalah
anemometer, sound level meter, serta GPS. Dalam pelaksaanaanya yang pertama
dilakukan adalah menetukan koordinat titik pengamatan melalui GPS, kemudian
mengukur kecepatan angin sebanyak tiga kali pengamatan, kemudian mengukur nilai
besar dari kebisingan dengan sound level meter, serta hal terakhir yang dilakukan adalah
menghitung kendaraan dari tiap-tiap titik pengamatan dengan dihitung per jenis
kendaraanya (sepeda motor atau mobil).
Pada kegiatan ini yang dibandingkan adalah jumlah kendaraan dengan kebisingan,
berdasarkan teorinya bahwa kalau jumlah kendaraan banyak maka secara tidak langsung
nilai kebisingannya pun besar, dengan nilai kebisingan yang diluar batas normal maka
akan menyebabkan pencemaran udara berupa suara. Dalam hari itu (Kamis) berdasarkan
grafik maka tingkat kebisingan yang paling tinggi adalah perempata UPN saat pagi hari
dengan nilai kebisingan rata-rata mencapai 168,33 db. Selain itu untuk kecepatan angin
berdasarkan dari hasil kegiatan adalah normal. Demikian pembahasan untuk acara
klimatologi kota ini.
VI. KESIMPULAN