Anda di halaman 1dari 39

8

ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF PADA NY.S DENGAN


DIAGNOSA MEDIS FRAKTUR TERTUTUP RADIUS SINISTRA 1/3
DISTAL DI RUANG INSTALASI BEDAH SENTRAL RS PKU
MUHAMMADIYAH GOMBONG

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Klinik Keperawatan Peminatan Bedah

Disusun Oleh:

1. Anggi Nur Syinta (A11601)


2. Re Aulia (A11601)
3. Septia Fika Fatma (A11601366)
4. Yetty Bayuana (A11601397)

PRODI STUDI SI KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH


GOMBONG

TAHUN 2019
9

LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF PADA NY.S DENGAN


DIAGNOSA MEDIS FRAKTUR TERTUTUP RADIUS SINISTRA 1/3
DISTAL DI RUANG INSTALASI BEDAH SENTRAL PKU
MUHAMMADIYAH GOMBONG

Telah disetujui dan disahkan pada:

Hari :

Tanggal :

Pembimbing Klinik 1 Pembimbing Akademik

Khanif Ashari S. Kep. Ns Dadi Santoso, M. Kep. Ns


10

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat
menyelesaikan Makalah ini sebatas pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki.
kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai “Asuhan Keperawatan Perioperatif
pada Ny.S dengan Diagnosa Medis Fraktur Tertutup Radius Sinistra 1/3 Distal di
Ruang Instalasi Bedah Sentral RS PKU Muhammadiyah Gombong”

Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat


kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang kami harapkan. Untuk itu, kami
berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan
datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun. Kami menyadari tugas kuliah ini masih jauh dari sempurna.

Karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan
demi sempurnanya tugas kuliah ini. Harapan penulis tugas kuliah ini dapat
bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya.

Kebumen, November 2019

Penulis
11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Indonesia merupakan negara berkembang yang berada dalam


taraf halusinasi menuju industrialisasi tentunya akan mempengaruhi
peningkatan mobilisasi masyarakat /mobilitas masyarakat yang meningkat
otomatisasi terjadi peningkatan penggunaan alat-alat transportasi /kendaraan
bermotor khususnya bagi masyarakat yang tinggal diperkotaan. Sehingga
menambah "kesemrawutan" arus lalu lintas. Arus lalu lintas yang tidak teratur
dapat meningkatkan kecenderungan terjadinya kecelakaan kendaraan
bermotor. Kecelakaan tersebut sering kali menyebabkan cidera tulang atau
disebut fraktur.

Menurut Smeltzer (2011 : 2357) fraktur adalah terputusnya kontinuitas


tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Penanganan segera pada klien
yang dicurigai terjadinya fraktur adalah dengan mengimobilisasi bagian
fraktur adalah salah satu metode mobilisasi fraktur adalah fiksasi Interna
melalui operasi Orif (Smeltzer, 2011 : 2361). Penanganan tersebut dilakukan
untuk mencegah terjadinya komplikasi. Komplikasi umumnya oleh akibat
tiga fraktur utama yaitu penekanan lokal, traksi yang berlebihan dan infeksi
(Rasjad, 2010 : 363). Peran perawat pada kasus fraktur meliputi sebagai
pemberi asuhan keperawatan langsung kepada klien yang mengalami fraktur,
sebagai pendidik memberikan pendidikan kesehatan untuk mencegah
komplikasi, serta sebagai peneliti yaitu dimana perawat berupaya meneliti
asuhan keperawatan kepada klien fraktur melalui metode ilmiah.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka penulis tertarik untuk mengetahui


lebih lanjut bagaimana asuhan keperawatan Fraktur Tertutup Radius Sinistra.
12

B. Rumusan Masalah

Bagaimanakah asuhan keperawatan perioperatif pada Ny.S dengan


diagnosa medis Fraktur Tertutup Radius sinistra 1/3 distal di Ruang Bedah
Sentral RS PKU Muhammadiyah Gombong?

C. Ruang Lingkup

Ruang lingkup pada pembahasan makalah ini adalah pengelolaan


pasien Close Fraktur Radius 1/3 Distal Sinistra selama pre operatif, intra
operatif dan post operatif.

D. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mendapatkan pengalaman nyata tentang asuhan keperawatan dengan


Fraktur Tertutup Radius Sinistra 1/3 Distal di ruang Instalasi Bedah
Sentral (IBS) dengan melakukan proses pendekatan keperawatan.

2. Tujuan Khusus

Memberikan pengalaman yang nyata tentang pelaksanaan asuhan


keperawatan pada klien dengan penyakit Close Fraktur Radius 1/3 Distal
Sinistra di ruang Instalasi Bedah Sentral RS PKU Muhammadiyah
Gombong meliputi:

a. Untuk mengetahui konsep dasar dari Fraktur Tertutup Radius


Sinistra 1/3 Distal
b. Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari Fraktur Tertutup Radius
Sinistra 1/3 Distal
13

E. Manfaat

a. Bagi Individu

Dapat membandingkan teori yang didapat di perkuliahan dengan


kenyataan yang ada di lapangan dan mendapatkan pengalaman langsung
pelaksanaan praktek dirumah sakit Di ruang IBS terkait

b. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai bahan ilmiah dan sumber informasi dalam rangka meningkatkan


mutu pendidikan pada masa yang akan datang.

c. Bagi Rumah Sakit

Sebagai masukan bagi tenaga kesehatan khususnya perawat yang ada


dirumah sakit dalam mengambil langkah-langkah kebijaksanaan dalam
meningkatkan pelayanan keperawatan pada klien Fraktur Tertutup
Radius Sinistra 1/3 Distal

d. Bagi Perawat

Sebagai bahan evaluasi tentang penetapan konsep perawatan yang


didapatkan selama pendidikan kedalam praktek keperawatan secara
nyata.
14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi

Radius terletak di lateral dan merupakan tulang yang lebih pendek dari

dari dua tulang di lengan bawah. Ujung proksimalnya meliputi caput pendek,

collum, dan tuberositas yang menghadap ke medial. Corpus radii, berbeda

dengan ulna, secara bertahap membesar saat ke distal. Ujung distal radius

berbentuk sisi empat ketika dipotong melintang. Processus styloideus radii

lebih besar daripada processus styloideus ulnae dan memanjang jauh ke

distal. Hubungan tersebut memiliki kepentingan klinis ketika ulna dan/atau

radius mengalami fraktur (Hartanto, 2013).


15

Gambar 2.2 Anatomi os Radius (Putz & Pabst, 2007)

B. Definisi

Fraktur adalah terputusnya hubungan atau kontinuitas tulang karena


stress pada tulang yang berlebihan (Luckmann and Sorensens, 2013 : 1915)

Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau


tenaga fisik kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu
sendiri, dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur
yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. (Price and Wilson, 2015 : 1183)

Fraktur menurut Rasjad (2018: 338) adalah hilangnya konstinuitas


tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total
maupun yang parsial.

Kesimpulan dari definisi di atas, fraktur radius distal adalah salah


satu dari macam fraktur yang biasa terjadi pada pergelangan tangan.
16

Umumnya sering terjadi karena jatuh dalam keadaan tangan menumpu


dan biasanya terjadi pada anak-anak dan lanjut usia.

C. Klasifikasi / Jenis

1. Fraktur komplet

Fraktur / patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami
pergeseran dari posisi normal.

2. Fraktur tidak komplet

Fraktur / patah yang hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang.

3. Fraktur tertutup

Fraktur yang tidak menyebabkan robeknya kulit, jadi fragmen frakturnya


tidak menembus jaringan kulit.

4. Fraktur terbuka

Fraktur yang disertai kerusakan kulit pada tempat fraktur (Fragmen


frakturnya menembus kulit), dimana bakteri dari luar bisa menimbulkan
infeksi pada tempat fraktur (terkontaminasi oleh benda asing)

a. Grade I : Luka bersih, panjang <


b. Grade II : Luka lebih besar/ luas tanpa kerusakan jaringan lunak
yang ekstensif
c. Grade III : Sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan
jaringan lunak yang ekstensif, merupakan yang paling berat.

5. Jenis khusus fraktur

a. Greenstick : Fraktur dimana salah satu sisi tulang patah, sedang


sisi lainnya membengkok.
b. Tranversal : Fraktur sepanjang garis tengah tulang.
17

c. Oblik : Fraktur membentuk sudut dengan garis tengah


tulang.
d. Spiral : Fraktur memuntir seputar batang tulang
e. Kominutif : Fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa
fragmen
f. Depresi : Fraktur dengan fragmen patahan terdorong kedalam
(sering terjadi pada tulang tengkorak dan tulang wajah)
g. Kompresi : Fraktur dimana tulang mengalami kompresi
(terjadi pada tulang belakang)
h. Patologik : Fraktur yang terjadi pada daerah tulang
berpenyakit (kista tulang, penyakit pegel, tumor)
i. Avulsi : Tertariknya fragmen tulang oleh ligament atau
tendon pada perlekatannya
j. Epifiseal : Fraktur melalui epifisis
k. Impaksi : Fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen
tulang lainnya. (Smeltzer and Bare, 2012 : 2357 – 2358)

6. Proses Penyembuhan Tulang

a. Stadium Pembentukan Hematoma

Hematoma terbentuk dari darah yang mengalir dari pembuluh darah


yang rusak, hematoma dibungkus jaringan lunak sekitar (periostcum
dan otot) terjadi 1 – 2 x 24 jam.

b. Stadium Proliferasi

Sel-sel berproliferasi dari lapisan dalam periostcum, disekitar lokasi


fraktur sel-sel ini menjadi precursor osteoblast dan aktif tumbuh
kearah fragmen tulang. Proliferasi juga terjadi dijaringan sumsum
tulang, terjadi setelah hari kedua kecelakaan terjadi.

c. Stadium Pembentukan Kallus

Osteoblast membentuk tulang lunak / kallus memberikan regiditas


pada fraktur, massa kalus terlihat pada x-ray yang menunjukkan
18

fraktur telah menyatu. Terjadi setelah 6 – 10 hari setelah kecelakaan


terjadi.

d. Stadium Konsolidasi

Kallus mengeras dan terjadi proses konsolidasi, fraktur teraba telah


menyatu, secara bertahap-tahap menjadi tulang matur. Terjadi pada
minggu ke 3 – 10 setelah kecelakaan.

e. Stadium Remodelling

Lapisan bulbous mengelilingi tulang khususnya pada kondisi lokasi


eks fraktur. Tulang yang berlebihan dibuang oleh osteoklas. Terjadi
pada 6 -8 bulan. (Rasjad, 2018 : 399 – 401)

D. Etiologi

Penyebab fraktur diantaranya :

1. Trauma
a. Trauma langsung : Benturan pada tulang mengakibatkan ditempat
tersebut.
b. Trauma tidak langsung : Titik tumpu benturan dengan terjadinya
fraktur berjauhan.
2. Fraktur Patologis : Fraktur disebabkan karena proses penyakit seperti
osteoporosis, kanker tulang dan lain-lain.
3. Degenerasi : Terjadi kemunduran patologis dari jaringan itu sendiri : usia
lanjut
4. Spontan : Terjadi tarikan otot yang sangat kuat seperti olahraga (Corwin,
2011 : 298)

E. Manifestasi Klinis
1. Nyeri lokal
2. Pembengkakan
19

3. Eritema
4. Peningkatan suhu
5. Pergerakan abnormal (Smeltzer and Bare, 2012 : 2343)

F. Pathway

Peristiwa Trauma (langsung, tidaklangsung, kondisi patologis)

Ketidak mampuan tulang menahan stress yang dialami (fraktur)

Terputusnya kontinuitas tulang

Tekanan dari Spasme Kerusakan Kerusakan


tulang ke jaringan otot jaringan disekitarnya pembuluh darah

Nyeri Ekstravasasi
pembuluh darah Perlukaan jaringan disekitar area fraktur
Akut

Perdarahan meningkat

Tulang menembus kulit Perlukaan dijaringan O2 dan nutrisi


tidak sampai

kejaringan
Fraktur terbuka Borok Hipoxia jaringan
(Nekrosis jaringan)
Metabolisme an aerob

Kontak dengan dunia luar

Resiko Infeksi Pembentukan asam laktat

Gangguan rasa nyaman :Nyeri


akut

Gambar pathway fraktur (Nanda, 2015)


20

G. Patofisiologi

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya


pegas untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar
dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang
mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi
fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow
dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusuk. Perdarahan terjadi karena
kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang.
Jaringan tulang segera berdekatan kebagian tulang yang patah. Jaringan yang
mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang
ditandai dengan adanya vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan
infiltrasi sel darah putih (Wahid, 2013).

Pada kondisi trauma di perlukan gaya besar untuk mematahkan tulang


pada dewasa. Biasanya klien mengalami multiple trauma yang menyertainya.
Secara klinis fraktur femur sering di dapatkan adanya kerusakan
neurovaskuler yang akan memberikan manifestasi peningkatan resiko syok,
baik syok hipovolemik karena kehilangan darah (pada setiap patah tulang di
prediksi akan hilangnya darah 500cc dari sistem vaskuler), maupun syok
neurologik di sebabkan rasa nyeri yang sangat hebat akibat kompresi atau
kerusakan saraf yang berjalan di bawah tulang (Suratun dkk, 2009).

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan rontgen : menentukan lokasi / luasnya fraktur trauma
2. Scan tulang, tomogram, scan CT / MRI : memperlihatkan fraktur, juga
dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
4. Hitung daerah lengkap : HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (pendarahan sel darah putih adalah respon stress normal setelah
trauma).
21

5. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klien ginjal.


(Doenges, 2010 : 762)

I. Penatalaksanaan
Ada empat konsep dasar dalam menangani fraktur, yaitu :
1. Rekognisi
Rekognisi dilakukan dalam hal diagnosis dan penilaian fraktur.
Prinsipnya adalah mengetahui riwayat kecelakaan, derajat keparahannya,
jenis kekuatan yang berperan dan deskripsi tentang peristiwa yang terjadi
oleh penderita sendiri.
2. Reduksi
Reduksi adalah usaha / tindakan manipulasi fragmen-fragmen seperti
letak asalnya. Tindakan ini dapat dilaksanakan secara efektif di dalam
ruang gawat darurat atau ruang bidai gips. Untuk mengurangi nyeri
selama tindakan, penderita dapat diberi narkotika IV, sedative atau blok
saraf lokal.
3. Retensi
Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus dimobilisasi atau
dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi
penyatuan. Immobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau
interna. Metode fiksasi eksterna meliputi gips, bidai, traksi dan teknik
fiksator eksterna.
4. Rehabilitasi
Merupakan proses mengembalikan ke fungsi dan struktur semula dengan
cara melakukan ROM aktif dan pasif seoptimal mungkin sesuai dengan
kemampuan klien. Latihan isometric dan setting otot. Diusahakan untuk
meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan peredaran darah.

J. Komplikasi
Komplikasi fraktur dapat dibagi menjadi :
1. Komplikasi Dini
22

a. Nekrosis kulit
b. Osteomielitis
c. Kompartement sindrom
d. Emboli lemak
e. Tetanus
2. Komplikasi Lanjut
a. Kekakuan sendi
b. Penyembuhan fraktur yang abnormal : delayed union, mal union dan
non union.
c. Osteomielitis kronis
d. Osteoporosis pasca trauma
e. Ruptur tendon (Sjamsu Hidayat, 2017 : 1155)

K. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas klien: meliputi nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan,
agama, alamat, penanggung jawab dan hubungan dengan klien.
b. Keluhan utama
Tanyakan pada klien keluhan apa yang dirasakan klien pada saat ini
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Tanyakan bagaimana terjadi kecelakaan,apa yang menyebabkan
kecelakaan, patah tulang
2) Riwayat kesehatan dahulu
Adakah dalam klien pernah mengalami trauma/fraktur
sebelumnya
3) Riwayat kesehatan keluarga
Adakah didalam keluarga yang pernah mengalami trauma atau
fraktur seperti klien atau penyakit yang berhubungan dengan
tulang lainnya.
d. Aktivitas istirahat
23

Adakah kehilangan fungsi pada bagian yang terkena/fraktur


keterbatasan imobilitas
e. Sirkulasi
1) Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon nyeri. Ansietas)
2) Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah ) tachikardi, CRT,
lambat, pucat bagian yang terkena.
f. Neurosensori
Adanya kesemutan, deformitas, krepitasi, pemendekkan, kelemahan.
g. Kenyamanan
Nyeri tiba-tiba saat cedera, spasma/ kram otot.
h. Keamanan
Leserasi kulit, pendarahan, perubahan warna, pembengkakkan lokal
2. Intervensi keperawatan

Intervensi yang dilakukan pada pasien berdasarkan diagnosa fraktur


tertutup fibula sinistra 1/3 distal yang ditegakkan oleh perawat meliputi
perioperatif. Diagnosa yang muncul pada pasien dengan fibula sinistra
1/3 distal yaitu:

a. Pre Operatif
Ansietas:
1) Kaji tingkat kecemasan
2) Informasikan pada pasien dan keluarga perkiraan lama operasi
3) Fasilitasi kecemasan pasien dan keluarga terkait kecemasannya
4) Berada di sisi klien
5) Orientasi dengan tim anestesi/bedah
6) Jelakan jenis prosedur tindakan pembedahan
7) Beri dorongan pasien untuk mengungkapkan perasaan
8) Dampingi pasien untuk mengurangi rasa cemas
9) Ajarkan teknik relaksasi
b. Intra Operasi
Resiko Infeksi:
1) Monitor dan jaga suhu ruangan antara 45 dan 60 derajat.
24

2) Monitor dan jaga kelembapan relatif antara 20% dan 60%.


3) Monitor teknik isolasi yang sesuai
4) Pisahkan alat-alat yang steril dan non steril
5) Buka persediaan peralatan steril dengan menggunakan teknik
aseptik
6) Lakukan tindakan pencegahan universal
7) Monitor area yang steril untuk menghilangkan kesterilan dan
penentuan waktu istirahat yang benar sesaui indikator.
c. Post Operasi

Resiko Jatuh:

1) Ciptakan lingkungan yang aman bagi pasien


2) Identifikasi kebutuhan keselamatan pasien berdasarkan fungsi
fisik dan kognitif serta riwayat perilaku di masa lalu singkirkan
benda-benda yang berbahaya dari lingkungan
3) Sediakan tempat tidur dengan ketinggian yang rendah, yang
sesuai
25

BAB III

TINJAUAN KASUS

I. PENGKAJIAN

Hari : Sabtu

Tanggal : 30 November 2019

Tempat : Ruang IBS

Jam : 12.30 WIB

Jenis Op : Close fraktur Radius sinistra 1/3 distal

A. Identitas Pasien

Nama : Ny.S

Umur : 48 Tahun

Jenis Kel : Perempuan

Alamat : Sedayu, gombong.

Pekerjaan :-

Status : Menikah

Diagnosa : Close fraktur Radius sinistra 1/3 distal

No Rm : 0022xxxx

Tgl Masuk : 30 November 2019 Pukul: 12.30

B. Penanggung Jawab

Nama : Tn B

Umur : 50 tahun
26

Alamat : Sidayu

Hubungan dengan pasien : Suami

C. Riwayat kesehatan

1. Keluhan utama
Nyeri bagian pergelangan kaki sebelah kiri
2. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke ruang IBS pukul 12.30 dengan diagnosa Close
fraktur Radius sinistra
3. Riwayat Dahulu
Pasien mengatkan tidak mempunyai riwayat penyakit Hipertensi,DM
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Dari keluarga tidak ada yang memiliki riwayat yang sama.

D. Pola fungsional menurut Virgina Henderson

1. Keb. Bernafas dengan normal


Sebelum dikaji : pasien mengatakan dapat bernafas dengan normal
tanpa bantuan alat.
Saat dikaji : pasien mengatakan dapat bernafas dengan normal tanpa
menggunakan alat bantu nafas. RR : 20 x/mnt.
2. Keb. Nutrisi
Sebelum dikaji : pasien mengatakan makan 3 x/hr, dengan lauk pauk
seadanya, porsi habis. Minum 6-8 gelas sedang perhari dengan
minum air putih.
Saat dikaji : pasien mengatakan makan 3x/hr dengan sesuai dengan
program yang diberikan rumah sakit, pasien dipuasakan sejak pukul
07.00 WIB pada tanggal 12 November 2019
3. Keb. Eliminasi
Sebelum dikaji : pasien mengatakan BAK 5-6 x/hr, dengan warna
kekuningan, berbau khas. BAB 1 x/hr dengan konsistensi lembek,
warna kekuningan, berbau khas.
27

Saat dikaji : pasien mengatakan belum BAB, Pasien terpasang Down


Cateter ukuran 16.
4. Keb. Gerak dan keseimbangan tubuh
Sebelum dikaji : pasien mengatakan mampu beraktivitas tanpa
bantuan orang lain, pasien tetap melakukan aktivitas sehari-hari.
Saat dikaji : pasien mengatakan nyeri kaki sebelah kanan
5. Keb. Istirahat dan tidur
Sebelum dikaji : pasien mengatakan dapat tidur dengan nyenyak
tanpa gangguan orang lain, sering begadang.
Saat dikaji : pasien mengatakan tidak bisa tidur kurang nyaman
karena sakit.
6. Keb. Berpakaian
Sebelum dikaji : pasien mengatakan dapat mengenakan pakaiannya
sendiri tanpa bantuan orang lain atau keluarga.
Saat dikaji : pasien mengatakan dibantu ketika mengenakan pakaian
oleh anaknya.
7. Keb. Mempertahankan suhu tubuh dan temperatur
Sebelum dikaji : pasien mengatakan ketika dingin mengenakan jaket
ketika panas mengenakan kaos.
Saat dikaji : pasien mengatakan ketika dingin mengenakan selimut,
ketika panas mengenakan daster. Suhu : 37 °C
8. Keb. Personal hygiene
Sebelum dikaji : pasien mengatakan mandi 2 kali sehari, keramas 2
kali sehari, menggosok gigi 2 kali sehari tanpa bantuan orang lain
atau keluarga.
Saat dikaji : pasien mengatakan mandi tadi pagi.
9. Keb. Rasa aman dan nyaman
Sebelum dikaji : pasien mengatakan merasakan nyaman ketika
berada dilingkungan rumahnya.
Saat dikaji : pasien mengatakan tidak nyaman dengan kondisi rumah
sakit.
10. Keb. Komunikasi dengan orang lain
28

Sebelum dikaji : pasien mengatakan tidak ada gangguan dalam


berkomunikasi kepada orang lain.
Saat dikaji : pasien mengatakan tidak ada gangguan dalam
berkomunikasi dengan orang lain.
11. Keb. Spiritual
Sebelum dikaji : pasien mengatakan dapat melaksanakan ibadah
sholat 5 waktu dengan berjamaah, akan tetapi kadang-kadang tidak
berjamaah.
Saat dikaji : pasien mengatakan melaksanakan sudah ibadah sholat
dzuhur dengan cara tayamum.
12. Keb. Bekerja
Sebelum dikaji : tidak terkaji
13. Keb. Rekreasi
Sebelum dikaji : pasien mengatakan kadang-kadang pergi bermain
dengan teman-temannya
Saat dikaji : pasien mengatakan untuk saat ini tidak bisa beraktivitas
atau berpergian seperti biasa.
14. Keb. Belajar
Sebelum dikaji : pasien mengatakan bisa membaca sekolah sampai
SMA
Saat dikaji : pasien mengatakan mendapat informasi kesehatan
terkait penyakitnya dari dokter dan perawat.

E. Kesadaran Umum

TD : 140/80 mmHg

Suhu : 37º C

Nadi : 68x/menit

RR : 20x/menit

SPO2 : 98%
29

F. Pemeriksaan Fisik

KU : Baik

Kesadaran : Composmentis

Head Toe-toe

1. Kepala : Bentuk simetris, tidak ada benjolan, distribusi


rambut merata.
2. Wajah : Wajah simetris, tidak ada moonface.
3. Mata : Konjungtiva ananemis, sklera anikterik, pupil
isokor, diameter 3/3, reflek cahaya +/+
4. Telinga : Bentuk simetris kanan-kiri, tidak ada penumpukan
serumen.
5. Hidung : Bentuk simetris, tidak ada cuping hidung, tidak
ada penumpukan kotoran.

Pre op :

Mukosa bibir basah, gigi terdapat caries, nyeri pergelangan kaki kiri

Intra op

Pasien teranastesi GA, terpasang OPA, posisi pasien Supinasi

Post op

Daerah luka Dijahit sepanjang 10 cm

6. Leher : Tidak ada pembesaran vena jugularis, reflek


menelan baik.
7. Jantung :

I : Tidak ada jejas, bentuk simetris

P : Tidak ada nyeri tekan

P : Pekak di ICS 2- 4 lapangan paru kanan sampai ICS ke 2-5


lapangan paru kiri,
30

A : Suara jantung I dan II tidak ada suara tambahan.

8. Paru :

I : Bentuk simetris, tidak ada jejas,

P : Tidak ada nyeri tekan pada kedua lapang paru, stemfremitus


kanankiri,

P : Sonor pada kedua lapang paru,

A : Bunyi nafas vesikuler.

9. Abdomen :

I : Tidak ada jejas, tidak ada benjolan,

A : peristaltik usus 12 x/mnt,

P : tidak ada nyeri tekan

P : suara timpani.

10. Ekstremitas atas : tidak dapat bergerak bebas, tangan kanan


terpasang infus RL 20 tpm.
11. Ekstremitas bawah : Dapat bergerak bebas.
12. Kulit : turgor kulit kering.

G. Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium
2. Foto Rongsen
3. EKG

Hasil Pemeriksaan Laboratorium

Didapatkan hasil lab pada tanggal 12 November 2019

Nama Pasien : Ny.S


31

Tanggal lahir : 11/05/1974

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Sidayu

Waktu validasi : -

No Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan


1 Hemoblogin 11,5 12-17 Gr/dl
2 Albumin 15,5 4-10 Ribu
3 AT 228 150-450 Ribu
4 PTT 13,1 11-15 Detik
5 APPT 24,2 25-35 Detik
6 Hematokrit 34 %
7 GDS 102 70-140 Mg/dl

H. Terapi

1. Pre Medikasi :
Infus RL 500 ml 20 tpm, Inj ketorolac 30 mg , Ranitidine 50 mg,
Ceftriaxone 2 gram, antrain 3x1 amp
2. Intra Operasi
Inj Ceftriaxone 2 gram
3. Post Operasi
RL 500 ml 20 tpm, ketorolac 1 amp, Ondansetron 1 amp

II. ANALISA DATA

A. PRE OPERASI

1. Data Fokus

Subyektif : pasien mengatakan nyeri pada pergelangan tangan


sebelah kiri
32

Obyektif : Pasein tertabrak motor dari sisi kanan, pasien fraktur


radial sinistra

2. Analisa data Pre OP

No Tgl/Jam Data Masalah Etiologi


1 12/11/2019 Ds : Ansietas Ancaman
12.30 WIB  Pasien mengatakan takut dan pada status
khawatir dengan tindakan terkini
yang akan dilakukan, pasien
baru pertama kali dilakukan
operasi.
 Pasien mengatakan deg-degan
sebelum dioperasi
Do :
 Pasien terlihat gelisah, wajah
terlihat tegang, TD : 140/80,
S: 37 C, N: 68x/menit, RR:
20x/menit, SPO2: 98%

3. Rumusan diagnosa keperawatan

a. Ansietas berhubungan dengan ancaman status terkini.

4. Rencana Keperawatan Pre Operatif

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


1 Ansietas b.d Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat 1. Untuk
ancaman tindakan selama 1 x kecemasan mengetahui
status 10 menit diharapkan 2. Orientasikan tingkat
terkini masalah ansietas dapat dengan tim kecemasan
teratasi dengan anastesi/bedah yang dialami
kriteria hasil : 3. Jelaskan jenis oleh pasien
1. Pasien tidak prosedur 2. Untuk
33

gelisah tindakan mengurangi


2. Wajah tidak pembedahan rasa khawatir
tegang 4. Beri dorongan dan takut
3. TTV dalam pasien untuk pada pasien
keadaan mengungkapk dalam
normal an perasaan pelaksanaan
5. Dampingi proses
pasien untuk pembedahan.
mengurangi 3. Untuk
rasa cemas mengurangi
6. Ajarkan rasa
teknik kecemasan
relaksasi pasien
sehingga
pasien
mengerti
prosedur yang
nantinya akan
dilakuakan
4. Untuk
mengurangi
rasa ketakutan
pada pasien.
5. Untuk
mengurangi
rasa cemas
dengan
mengajak
obrolan
dengan
keluarga atau
perawat
34

6. Untuk
menenangkan
perasaan
pasien
sehingga tidak
ada rasa takut
dan khawatir.

5. Pelaksanaan dan evaluasi Pre OP

No. Tgl/ jam Implementasi Evaluasi


Dx
1 12/11/2019 1. Memberikan motivasi S : Pasien mengatakan
12.30 WIB kepada pasien dengan memahami apa yang
memberikan penjelasan dijelaskan oleh perawat.
terkait operasi yang O : Pasien tampak rileks,
akan dilakaukan. KU : baik, wajah sudah
2. Memberikan penjelasan terlihat ceria.
tentang prosedur
tindakan dan S : Pasien mengatakan
pengenalan tim bedah paham apa yang
dan anestesi. dijelaskan oleh perawat
terkait prosedur tindakan
yang akan dilakukan.
O : Pasien tampak rileks,
pasien terlihat bingung,
KU : baik, TD : 140/80
mmHg.

B. INTRA OPERASI

1. Data fokus
35

Jenis Anastesi yang dilakukan yaitu RA, pasien dilakukan


pembedahan, TD : 121/80, N : 80 x/menit , RR : 20 x/menit, SpO2 :
100%, S : 36 C, suhu dingin diruang operasi, jumlah personel
berlebih selama prosedur pembedahan, lokasi pembedahan fibula
sinistra 1/3 distra, tindakan orif . Lebar luka 10 cm, jenis luka
Bersih, OP kurang lebih 1 jam.

2. Analisa data intra OP

No Tgl/Jam Data Masalah Etiologi


1 12/11/2019 Ds : - Resiko Prosedur
12.40 Wib Do : Pasien dilakukan Infeksi area Invasif
pembedahan Orif Radial pembedahan
sinistra 1/3 distal, TD:
121/80mmHg, N : 80
x/menit , SpO2 : 100 %,
suhu dingin diruang
operasi, jumlah personel
berlebih selama prosedur
pembedahan.

3. Rumusan Diagnosa Keperawatan


Resiko Infeksi (area pembedahan) b.d Prosedur Invasif

4. Rencana Intra OP

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


1 Resiko Setelah dilakukan 1. Monitor dan jaga 1. Untuk
suhu ruangan mengurangi
Infeksi area tindakan
antara 45-60 terjadinya infeksi
pembedahan keperawatan derajat. pada proses
2. Monitor dan jaga pembedahan.
b.d selama 1 x 1 jam,
kelembapan relatif 2. Untuk
Prosedur diharapkan antara 45% dan mengurangi
60%. infeksi yang
36

Invasif masalah 3. Monitor teknik berkembang


isolasi yang sesuai pada proses
Ketidakefektifan
4. Pisahkan alat-alat pembedahan.
jalan nafas dapat yang steril dan non 3. Untuk
steril mengurangi
teratasi dengan
5. Buka persediaan penularan infeksi
kriteria hasil ; peralatan steril dari penyakit
dengan menular atau
Manajemen
menggunakan tidak menular.
Resiko Infeksi teknik aseptik 4. Untuk mencegah
6. Lakukan tindakan terjadinya infeksi
1. Cara
pencegahan pada luka
Penularan melalui, Scrubing, operasi.
Gown, Gloving, 5. Untuk
2. Pentingnya
Antisepti,Dreping mengurangi
Sanitasi 7. Monitor area yang terjadinya infeksi
steril untuk pada area
tangan
menghilangkan pembedahan.
3. Prosedur kesterilan dan 6. Untuk mencegah
penentuan waktu terajdinya infeksi
Pemantauan
istirahat yang pada luka
untuk infeksi benar operasi.
7. Untuk mencegah
infeksi yang
berkembang

5. Pelaksanaan dan Evaluasi Intra OP

No. Tgl/Jam Implementasi Evaluasi


Dx
1 12/11/2019 1. Memisahkan alat- S : -
12.40 WIB alat yang steril dan O : Instrumen bedah
non steril seperti diletakkan meja operasi,
kassa (steril) dan kassa, betadin, handscoon
hipavik (non steril). steril dan gown operasi.
Hipavik, gunting plester
2. Melakukan cuci diletakkan diluar meja
tangan steril dan operasi.
memakai APD
sesuai SOP. S:-
37

3. Membuka peralatan O : Perawat telah


steril dengan tepat melakukan cuci tangan steril
sesuai dengan SOP. sebelum memakai sarung
tangan dan gown, perawat
mengenakan sarung tangan
steril dan gown sesuai
prosedur.

C. POST OPERASI
1. Data Fokus
Pasien terdapat bekas luka pada kaki sebelah kiri , Pasien tampak
bingung, KU : sedang, TD : 121/80 mmHg, N : 80, RR : 20 x/menit,
S : 36 C SpO2 : 100 %.
2. Analisa data Post OP

No Tgl/jam Data Masalah


1 12 /11/2019 Ds : - Resiko Jatuh
13.15 WIB Do :
- Terdapat luka pada Radial
sinistra 1/3 distal,
- KU : sedang, TD : 121/80
mmHg, N : 80 x/menit , RR :
20, S : 36 C SpO2 : 100%.
- Terdapat Luka 10 cm
- Pasien belum sadar penuh,
karena masih terpengaruhi
anastesi .

3. Rumusan Diagnosa Keperawatan


Resiko jatuh b.d Periode pemulihan pasca operasi.
38

4. Rencana Post OP

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


Resiko
1 Setelah dilakukan Manajemen 1. Untuk
jatuh b.d tindakan Lingkungan menciptaka
Periode keperawatan 1. Ciptakan lingkungan
pemuliha selama 1 x 15 lingkungan yang aman yang aman
n pasca menit diharapkan bagi pasien untuk pasien
operasi masalah 2. Identifikasi 2. Untuk
Intioleran kebutuhan mengurangi
aktivitas kriteria keselamatan pasien risiko cedera
hasil : berdasarkan fungsi pada pasien,
Kejadian Jatuh fisik dan kognitif dan mengurangi
1. Jatuh saat 3. Singkirkan benda- gerak psien
berdiri benda bernahaya dari 3. Untuk
2. Jatuh saat lingkungan mengurangi
berjalan 4. Dampingi pasien risiko cedera
3. Jatuh dari selama tidak ada untuk pasien
tempat tidur kegiatan di bangsal 4. Untuk
4. Jatuh saat dengan tepat mengurangi
dipindahkan risiko cedara
pada pasien

5. Pelaksanaan dan Evaluasi Post OP

No. Tgl/ Implementasi Evaluasi


Dx Jam
1 12 1. Melakukan monitoring S : pasien mengatakan
/11/201 status kesehatan (TTV) bersedia
9 2. Melakukan teknik aseptik O : TD : 121/80 x/menit,
13.15 pada lingkungan (Ruang N : 80x/menit, RR : 20,
WIB Pemulihan) SpO2 : 100%.
3. Memasang set rill
39

pengaman tempat tidur S:-


O: perawat melakukan
cuci tangan ketika akan
bersentuhan dengan
pasien.
S:-
O:pasein terpasang set rill
(pengaman tempat tidur)
40

BAB IV
PEMBAHASAN

A. Pengkajian Keperawatan
Pada tahap pengkajian dilihat dari anamnesa pasien antara teori dengan
kasus tidak terdapat perbedaan yaitu mulai dari identitas pasien, pemeriksaan
fisik (head to toe), pasien akan mengalami nyeri pada saat lengan kiri
digerakkan ataupun ditekan, terdapat pembengkakan, terdapat spasme otot,
deformitas atau kelainan bentuk tulang serta krepitasi akibat gesekan antar
fragmen tulang semua ditemukan diteori close frakture radius.

B. Diagnosa, Intervensi dan Implementasi Keperawatan


1. Pre Operasi
Pada diagnosa keperawatan pre operasi di dalam teori tidak semuanya
muncul dalam kasus. Diagnosa keperawatan yang ada pada teori adalah
nyeri akut b.d agen injury fisik dan ansietas b.d kurang pengetahuan
tentang prosedur operasi. Diagnosa keperawatan yang telah diambil tidak
seluruhnya karena mengacu pada data subyektif dan obyektif yang
didapatkan selama pengkajian, sehingga akan berbeda dengan diagnosa
yang muncul di ruang pulih sadar maupun di ruang rawat inap. Penulis
mengangkat diagnosa keperawatan nyeri akut b.d agen injury fisik
sebagai diagnosa yang pertama dikarenakan pada kasus tersebut pasien
datang dengan mengeluh nyeri. Dari data pasien mengatakan nyeri pada
saat lengan kirinya ditekan dan bila digerakkan, terdapat oedema,
deformitas, krepitasi, spasme otot, nyeri tekan. Untuk diagnosa utama
nyeri akut pada pasien perlu dilakukan penanganan yang tepat dan segera
yaitu dengan immobilisasi bagian yang sakit, mengajarkan pasien
melakukan relaksasi nafas dalam sehingga pasien merasakan nyaman dan
memantau tanda-tanda vital. Namun hanya dengan tindakan tersebut
belum efektif untuk mengurangi skala nyeri pada pasien fraktur. Untuk
itu pada pasien dilakukan tindakan kolaborasi segera untuk persiapan
operasi ORIF. Menurut Grafstein et al (2002), dalam jurnalnya
41

menjelaskan bahwa penggunaan volar dorsal splints yang dikaitkan


dengan nyeri pre dan pasca operasi pada pasien fraktur radius distal
menunjukkan hasil yang sangat memuaskan. Nyeri yang dialami oleh
pasien dapat berkurang dan hasil radiographical baik. Akan tetapi dalam
askep penulis hanya melakukan intervensi yaitu memotivasi pasien untuk
tidak menggerakkan tangan kirinya dan memfasilitasi kebutuhan pasien
sehingga pasien tidak perlu menggerakkan bagian yang sakit, karena
pasien akan menjalani prosedur bedah yang sifatnya emergensi untuk itu
tidak perlu dilakukan pemasangan alat untuk mengimmobilisasi bagian
lengan pasien. Pada diagnosa kedua untuk ansietas b.d kurang
pengetahuan tentang prosedur bedah diangkat oleh penulis karena
melihat adanya kondisi pasien yang tidak tenang, banyak bertanya
tentang prosedur operasi dan pasien mengatakan bila sebelumya tidak
pernah masuk rumah sakit apalagi menjalani operasi tulang. Tindakan
pre operasi yang dilakukan untuk menghilangkan perasaan cemas pasien
adalah dengan memberikan penjelasan tentang prosedur operasi,
memberikan waktu pasien untuk mengungkapkan perasaannya,
menganjurkan pasien untuk melakukan relaksasi nafas dalam dan
membimbing doa terlebih dahulu sebelum operasi dilakukan. Menurut
Jangland dalam Bailey (2010), dalam jurnalnya menjelaskan bahwa
kecemasan pada pasien perioperatif dapat berkurang dengan pemberian
informasi tentang pemulihan pasca operasi dan rincian prosedur
pembedahan.
2. Intra Operasi
Diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus sama halnya dengan
yang ada di dalam teori konsep keperawatan, namun tidak semua
diagnosa keperawatan pada teori digunakan di dalam kasus. Diagnosa
keperawatan pada teori antara lain diagnosa keperawatan resiko infeksi
b.d port de entry ditegakkan oleh penulis pada intra operasi karena untuk
menghindari resiko infeksi itu sendiri harus dilakukan sebelum dan saat
tindakan pembedahan ORIF sesuai dengan teori dengan konsul anastesi,
pemberian injeksi antibiotik dexamethasone 10 mg, memperhatikan
42

prinsip steril pada setiap tindakan maupun alat-alat yang digunakan


sehingga meminimalkan terjadinya resiko infeksi. Menurut analisa
penulis dengan sudah dilakukanya tindakan tersebut pada kasus close
fraktur radius dapat mencegah terjadinya resiko infeksi. Diagnosa
keperawatan bersihan jalan nafas tidak efektif b.d akumulasi sekret
terdapat pada teori akan tetapi tidak muncul dalam kasus. Dari
pengkajian intra operasi penulis memperoleh data jalan nafas pasien
paten, tidak terdapat sumbatan, bunyi nafas vesikuler tidak ada suara
nafas tambahan. Sehingga penulis tidak menegakkan diagnosa bersihan
jalan nafas tidak efektif b.d akumulasi sekret pada saat intra operatif.
3. Post Operasi
Pada post operasi adalah proses dari pasien selesai dilakukan operasi
sampai dipindahkan ke ruang recovery room pada saat itulah penulis
menegakkan diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan yang ada
pada teori adalah resiko infeksi b.d port de entry, resiko cedera b.d
penurunan kesadaran dan hipotermi b.d paparan lingkungan yang dingin.
Diagnosa yang muncul pada kasus yaitu resiko cedera b.d penurunan
kesadaran. Diagnosa keperawatan pada teori tetapi tidak muncul dalam
kasus adalah hipotermi berhubungan dengan paparan lingkungan dingin
dan diagnosa resiko infeksi berhubungan dengan port de entry karena
sudah seharusnya dilakukan prinsip steril dari sebelumnya tindakan
sampai selesai. Pada masalah keperawatan resiko cidera disini muncul
berdasarkan tindakan transportasi pasien dari ruang operasi sampai ke
ruang recovery room, pada hasilnya pasien tidak ada cidera karena saat
pemindahan pasien dilakukan secara hati – hati dengan menggunakan
alat pendukung dan brankar yang di kanan dan kirinya terdapat
pengaman yang dinaikkan supaya jika pasien tiba-tiba bergerak atau
mulai sadar dari pengaruh anastesi pasien dapat terhindar dari resiko
jatuh. Dalam jurnalnya Viegas, et al (2010), menjelaskan bahwa diagnosa
NANDA untuk resiko jatuh adalah diagnosis yang termasuk di dalam
keselamatan/ perlindungan pasien. NANDA mendefinisikan karakteristik
atau faktor resiko untuk diagnosis keperawatan resiko jatuh salah satunya
43

adalah pasien yang menerima anastesi umum karena ketidakmampuan


pasien untuk bergerak selama prosedur dan setiap pasien yang menjalani
prosedur operasi berlangsung lebih dari dua jam. Diagnosa keperawatan
hipotermi berhubungan dengan paparan lingkungan dingin tidak muncul
dalam kasus askep karena pada saat intra operasi pasien memakai baju
operasi dan selimut operasi. Kemudian dari data pengkajian yang
diperoleh penulis tekanan darah pasien: 120/84 mmHg, nadi: 82 kali/
menit, pernafasan normal (respiratory rate: 22 kali/ menit), suhu: 36,9°C,
kulit teraba hangat, tidak ada sianotik pada kuku, kulit tidak pucat dan
pasien tidak menggigil. Sehingga penulis tidak memasukkan diagnosa
hipotermi berhubungan dengan paparan lingkungan dingin pada kasus
askep. Pada saat pengkajian post operasi penulis melakukan pengukuran
Aldrete score dengan nilai 5 (nilai normal ≥ 9) dan Bromage score
dengan nilai 3 (nilai normal < 2) yang berarti pasien belum dapat keluar
dari ruang recovery room, namun dalam askep tidak terdokumentasikan
dikarenakan proses asuhan keperawatan dan dokumentasi yang dilakukan
oleh penulis hanya terfokus pada area ruang operasi.
44

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pengkajian fokus pada Ny. S yaitu nyeri, gangguan fungsi,
pembengkakan pada area sekitar fraktur, spasme otot, deformitas, krepitasi.
Diagnosa keperawatan pada kasus pre operasi sesuai teori muncul diagnosa,
nyeri akut b.d agen injury fisik dan ansietas b.d kurang pengetahuan prosedur
bedah. Pada kasus intra operasi muncul diagnosa resiko defisit volume cairan
b.d perdarahan intra operatif. Diagnosa keperawatan pada post operasi
masalah resiko infeksi b.d port de entry dan resiko jatuh b.d penurunan
kesadaran. Intervensi keperawatan pada pre operasi untuk masalah masalah
resiko infeksi dilakukan kolaborasi tindakan operatif debridement, masalah
nyeri akut menggunakan prinsip manajemin nyeri dan mengimmobilisasi
bagian yang sakit dan pada masalah ansietas dilakukan pemberian informasi
tentang prosedur bedah. Intervensi pada intra operasi masalah resiko infeksi
menggunakan prinsip tindakan steril. Pada post operasi untuk masalah resiko
cidera intervensi dengan melakukan transportasi yang tetap memperhatikan
prinsip safety. Dalam melakukan implementasi terdapat tindakan yang harus
dikerjakan secara bersama-sama dan dengan kekompakan tim, antara dokter
bedah, dokter anestesi, perawat bedah, serta perawat anestesi. Evaluasi untuk
masalah keperawatan kasus pre operasi, masalah nyeri akut belum teratasi
dan untuk masalah ansietas hasil evaluasi masalah teratasi. Pada kasus intra
operasi tidak terjadi resiko infeksi. Pada post operasi didapatkan hasil
evaluasi tidak terjadi masalah resiko cidera.

B. Saran
Diharapkan makalah ini dapat digunakan sebagai referensi pada asuhan
keperawatan perioperatif terhadap kasus close fraktur radius 1/3 distal sinistra
dengan tindakan ORIF. Sebagai tenaga kesehatan dalam melaksanakan
asuhan keperawatan pada pasien dengan tindakan ORIF pada kasus close
45

fraktur radius 1/3 distal sinistra perawat harus senantiasa menjaga kesterilan,
keamanan serta kebersihan.
46

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai