Ramlan
Ramlan
BAB I
KONSEP DASAR MEDIS
A. Defenisi
Dispepsia adalah keluhan yang diasosiasikan sebagai akibat dari kelainan
saluran makanan bagian atas yang berupa nyeri perut bagian atas, perih, mual,
yang kadang-kadang disertai rasa panas di dada dan perut, lekas kenyang,
anoreksia, kembung, regurgitasi, banyak mengeluarkan gas asam dari mulut
(Hadi, 2009).
Menurut Mansjoer, Triyanti, Savitri, Wardhani dan Setiowulan, (2008).
Dispepsia merupakan kumpulan keluhan gejala klinis yang terdiri dari rasa
tidak enak atau sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami
kekambuhan.
Sedangkan menurut istilah dispepsia adalah kesuitan dalam mencerna yang
ditandai oleh rasa nyeri atau terbakar di epigastrium yang persisten atau
berulang atau rasa tidak nyaman dari gejala yang berhubungan dengan makan
(rasa penuh setelah makan atau cepat kenyang- tidak mampu menghabiskan
makanan dalam porsi normal) (Talley & Hotman, 2008).
B. Etiologi
Dispepsia biasanya disebabkan oleh gaya hidup seseorang yang cenderung
tidak sehat, selain itu dispepsia juga bisa dikaitkan dengan infeksi, kondisi
pencernaan atau kelebihan asam lambung.
Asam lambung memecah mukosa sehingga menyebabkan iritasi dan
pembengkakan dimana hal ini memicu rasa tidak nyaman pada sistem
pencernaan.
Selain itu dispepsia juga dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:
Adanya suatu gastroesophageal reflux disease (GERD) atau hernia hiatal
sehingga terjadi refluks atau naiknya organ lambung ke rongga dada
Gangguan yang mempengaruhi gerakan makanan di usus, seperti
sindrom iritabel usus
Ulkus lambung atau ulkus duodenum
Ketidakmampuan mencerna susu atau makanan berbahan susu (intolerasi
laktosa)
Nyeri kolik pada kelenjar empedu (kolesistisis)
Kecemasan atau depresi
Efek samping kafein, alkohol, atau obat
Kanker lambung
C. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis pada sindrom dispepsia antara lain rasa nyeri atau
ketidaknyamanan di perut, rasa penuh di perut setelah makan, kembung, rasa
kenyang lebih awal, mual, muntah, atau bersendawa. Pada dispepsia organik,
kecenderungkan keluhan tersebut menentap, disertai rasa kesakitan dan jarang
memiliki riwayat psikiatri sebelumnya. Sedangkan pada dispepsia fungsional
terdapat dua pola yang telah ditentukan adalah: a) postprandial distres
syndrome, dan b) epigastric pain syndrome (Drug & Stanciu, 2007).
D. Patofisiologi
Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas, zat-
zat seperti nikotin dan alkohol serta adanya kondisi kejiwaan stres, pemasukan
makanan menjadi kurang sehingga lambung akan kosong, kekosongan
lambung dapat mengakibatkan erosi pada lambung akibat gesekan antara
dinding-dinding lambung, kondisi demikian dapat mengakibatkan peningkatan
produksi HCL yang akan merangsang terjadinya kondisi asam pada lambung,
sehingga rangsangan di medulla oblongata membawa impuls muntah sehingga
intake tidak adekuat baik makanan maupun cairan.
E. Pathway
F. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan non farmakologis
1. Menghindari makanan yang dapat meningkatkan asam lambung
2. Menghindari faktor resiko seperti alkohol, makanan yang pedas, obat-
obatan yang berlebihan, nikotin rokok, dan stres
3. Atur pola makan.
b. Penatalaksanaan farmakologis
Berdasarkan konsensus nasional penanggulangan helicobacter pylori.
1996, ditetapkan skema penatalaksanaan dispepsia, yang debedakan bagi
sentra kesehatan dengan tenaga ahli ( gastroenterolog atau internis ) yang
disertai fasilitas endoskopi dengan penatalaksanaan dispepsia dimasyarakat.
Pengobatan dyspepsia mengenal beberapa golongan obat yaitu :
1. Antasida 20 – 150 ml / hari
Golongan obat ini mudah didapat dan murah. Antasida akan
menetralisir sekresi asam lambung. Campuran yang biasanya terdapat
dalam antasida antara lain Na bikarbonat, A1 ( OH )3, Mg ( OH )2
dan Mg trisilikat. Pemakaian obat ini sebaiknya jangan diberikan
terus – menerus, sifatnya hanya simptomatis, untuk mengurangi rasa
nyeri, Mg trisilikat dapat dipakai dalam waktu lebih lama, juga
berkhasiat sebagai adsorben sehingga bersifat nontoksik, namun
dalam dosis besar akan menyebabkan diare karena terbentuk senyawa
MgCL2.
2. Antikolinergik
Perlu diperhatikan, karena kerja obat ini tidak spesifik obat yang
agak selektif yaitu pirenzepin bekerja sebagai anti reseptor
muskorionik yang dapat meneken sekresi asam lambung sekitar 28 43
%. Pirenzepin juga memiliki efek sitoprotektif.
3. Antagonis reseptor H2
Golongan ini banyak digunakan untuk mengobati dispepsia
organik atau esensial seperti tukak peptik. Obat yang termasuk
golongan antagonis reseptor H2 antara lain simetidin, roksatidin,
ranitidin dan pamotidin.
4. Sitoprotektif
Prostaglandin sintetik seperti misoprostol ( PGE ) dan ensprotil (
PGE ), selain bersifat sitoprotektif, juga menekan sekresi asam
lambung oleh sel parietal. Sukralfat berfungsi meningkatkan sekresi
protglandin endogen. Yang selanjutnya memperbaiki mikrosirkulasi,
meningkatkan produksi mukus dan meningkatkan sekresi bikarbonat
mukosa, serta membentuk lapisan protektif ( sebagai site protektive )
yang bersenyawa dengan protein sekitar lesimukosa saluran cerna
bagian atas ( SCBA ).
5. Golongan prokinetik
Obat yang termasuk golongan prokenetik yaitu sisaprid,
domperidon dan metoklopramid, golongan ini cukup efektif untuk
mengobati dispepsia fungsional dan refluk esafagitis dengan
mencegah refluks dan bersihan asam lambung ( acid cloarance ).
6. Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor = PPI)
Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada stadium
akhir dari proses sekresi asam lambung. Obat-obat yang termasuk
golongan PPI adalah omeperazol, lansoprazol, dan pantoprazol.
7. Psikoterapi dan psikofarmaka (obat anti - depresi dan cemas)
Pada pasien dengan dispepsia fungsional, karena tidak jarang
keluhan yang muncul berhubungan dengan faktor kejiwaan seperti
cemas dan depresi (Sawaludin, 2005)
G. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium : lebih banyak ditekankan untuk menyingkirkan penyebab
organik lainnya seperti antara lain pankreasitis kronis, DM. Pada dispepsia
biasanya hasil laboratorium dalam batas normal.
b. Pemeriksaan radiologi yaitu, OMD dengan kontras ganda, serologi
helicobacter pylori.
c. Endoskopi
1. CLO (Rapid urea test)
2. Patologi anatomi
3. Kultur mikroorganisme jaringan
4. PCR (Polymerase Chain Reaction)
BAB II
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. Pengkajian
a. Kaji tanda dan gejala dispepsia
Apakah klien mengalami nyeri ulu hati, tidak dapat makan, mual atau
muntah.
Kapan gejala tersebut terjadi, apakah terjadi sebelum/ sesudah makan,
setelah mencerna makanan pedas/ pengiritasi/ setelah mencerna obat
tertentu/ alkohol.
Apakah gejala berhubungan dengan ansietas, stres, alergi, makan/ minum
terlalu banyak.
b. Kaji terhadap riwayat penyakit lambung sebelumnya/ pembedahan
lambung.
c. Kaji nutrisi klien.
d. Kaji tanda yang diketahui pada saat pemeriksaan fisik meliputi nyeri tekan
abdomen dehidrasi (perubahan turgor kulit, membran mukosa).
e. Kaji terhadap tindakan klien untuk mengatasi gejala dan efek-efeknya.
B. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri epigastrium b/d iritasi pada mukosa lambung
b. Hipovolemia b/d kehilangan cairan aktif
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual muntah
d. Ansietas b/d perubahan status kesehatan, kurang pengetahuan tentang
penatalaksanaan
e. Defisit Pengetahuan b.d. ketidaktahuan menemukan sumber informasi dan
kurang terpapar informasi
C. Intervensi keperawatan
- Hypovolemia
management
1. Monitor status
cairan termasuk
intake dan output
cairan
2. Pelihara IV line
3. Monitor tingkat Hb
dan hematokrit
4. Monitor tanda vital
5. Dorong pasien
untuk menambah
intake oral