Bab Iii
Bab Iii
1
Muchlis M Hanafi dkk., Biografi Lima Imam Madzhab-Imam
Hanafi, Jakarta: Lentera Hati, Jil.1, 2013, hal: 2
2
Moenawir Chalil, Biografi Empat Serangkai Imam Madzhab, cet.
5, Jakarta: Bulan Bintang, 1986, hal: 19
3
Hadi Hussain M. Imam Abu Hanifah Life and Work, Institute of
Islamic Culture, Pakistan: Lahore, 1972. Hal: 10 dikutip dari A. Djazuli, Ilmu
Fiqh “Penggalian, Perkembangan dan Penerapan Hukum Islam, Jakarta:
Prenadamedia Group, cet. 9, 2013, hal: 125
61
62
4
A. Djazuli, Ilmu Fiqh, hal: 126
5
Muchlis M Hanafi dkk., Biografi Lima Imam…., hal: 6
63
6
Ibnu Abdi Rabbih, al-Aqd al-Farid, vol. II, hal: 415, dikutip oleh
Muchlis M Hanafi dkk., Biografi Lima Imam...., hal: 7
7
Lihat Muchlis M Hanafi dkk., Biografi Lima Imam Madzhab-
Imam Hanafi…., hal: 9-10
64
8
A. Djazuli, Ilmu Fiqh…, hal: 126-127
9
Muchlis M Hanafi dkk., Biografi Lima Imam…, hal:18-19
10
Al-Muwaffaq al-Makki, Manaqib al-Muwaffaq..., vol.II, hal: 174
65
dibawa kesana dan dihantar oleh banyak sekali pelayat, kurang lebih
sekitar lima puluh ribu orang, dan dishalatkan sebanyak enam kali.11
Imam Abu Hanifah adalah salah satu seorang ulama atau
faqih yang cukup besar dan luas pengaruhnya dalam pemikiran hukum
Islam. Sebagai diceritakan oleh Muhammad Abu Zahrah, bahwa
Hanifah adalah seorang faqih dan ulama yang lebih banyak
menggunakan ra‟yu, atau setidak-tidaknya lebih cenderung rasional
dalam pemikiran ijtihadnya.12
11
Muchlis M Hanafi dkk., Biografi Lima Imam…., hal: 203
12
Lihat dalam Muhammad Abu Zahrah, Tarikh Al-Mazahib Al-
Fiqhiyah, Kairo: Matba‟ Al-Madani, tt., hal: 188. Dikutip dari Romli, Studi
Perbandingan Ushul Fiqh, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014, hal: 26-27.
13
Dewan Redaksi Ensiklopedi Hukum Islam, Ensiklopedi Hukum
Islam, cet. Ke-1, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997, hal: 340
66
14
Dewan Redaksi Ensiklopedi, Ensiklopedi Hukum Islam…, jilid II
hal: 346
67
15
Ibid., hal: 513
16
A. Djazuli, Ilmu Fiqh, hal: 124
17
Ibid., hal: 62
68
18
Dede Rosyada, Hukum Islam dan Pranata Sosial, Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, cet. 5, 1999, hal: 141-142
19
Syamsul Bahri, Metodologi Hukum Islam, Yogyakarta: Teras,
cet. 1, 2008, hal: 49
20
Ibid.,
69
21
A. Djazuli, Ilmu Fiqh, hal: 73
22
A. Djazuli, Ilmu Fiqh., hal: 77
23
A. Djazuli, Ilmu Fiqh, hal: 77
70
24
Alqur‟an dan Terjemahannya, Kementrian Agama RI, Bandung:
Jabal Raudlatul Jannah, 2010
25
Sulaiman Abdullah, Sumber Hukum Islam, Jakarta: Sinar
Grafika, cet. 3, 2007, hal: 64
71
26
Alqur‟an dan Terjemahannya, Kementrian Agama RI....
27
Sulaiman Abdullah, Sumber Hukum Islam., hal: 65-66
28
Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqh, terj. Saefullah Ma‟shum,
dkk. Jakarta: Pustaka Firdaus, cet.12, 2008, hal: 336
72
29
A. Djazuli, Ilmu Fiqh., hal: 77
30
Dede Rosyada, Hukum Islam dan Pranata Sosial, hal: 143
31
Sapiudin Sidiq, Ushul Fiqh, Jakarta: Prenadamedia Group, cet. 1,
2011, hal: 82
73
32
Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fiqh, Mesir: Maktabah al-
Da‟wah al-Islamiyyah, tt., hal: 79 dikutip oleh Sapiudin Sidiq, Ushul Fiqh,
hal: 82
33
Alqur‟an dan Terjemahannya, Kementrian Agama RI, Bandung:
Jabal Raudlatul Jannah, 2010
34
Sapiudin Sidiq, op.cit., hal: 85
74
35
Ibid.,
36
Sapiudin Sidiq, Ushul Fiqh., hal: 86
37
Husain Hamid Hasan, Naznariyah al-Mashlahah fi al-Fiqh al-
Islami, Kairo: Dar al-Nahdah al-Araby”, 1971, hal: 585 dikutip oleh Ahmad
Rafiq,dkk., Epistemologi Syara‟ “Mencari Format Baru Fiqh Indonesia,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, cet. 1, 2000, hal: 105
38
Satria Effendi,M. Zein, Ushul Fiqh, Jakarta: Prenada Media
Group, cet. 2, 2005, hal: 153
75
بتَّيٍَقٕلَأٔفعمَٛحَّٙفٛيبَأنفَّانًجتًعََٔاعتبدَِٔسبرَعه
Artinya:“Sesuatu yang tidak asing lagi bagi satu
masyarakat karena telah menjadi kebiasaan dan
menyatu dengan kehidupan mereka baik berupa
perbuatan atau perkataan”39
39
Abd al-Karim Zaidan, al-Wajiz fi Ushul al-Fiqh, Beirut:
Muassasat al-Risalah, 1985, dikutip oleh Satria Effendi,M. Zein, Ushul Fiqh,
hal: 153
40
Kementrian Agama RI, Alqur‟an dan Terjemahannya,َ Bandung:
Jabal Raudlatul Jannah, 2010, hal: 80
76
41
Satria Effendi,M. Zein, Ushul Fiqh, hal: 155-156
42
Haqiqi ialah makna asli.
43
Majaz ialah makna baru yang dihendaki oleh qarinah.
44
Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqhu „Ala Al-Madzahibil Al-Arba‟ah,
Darut Taqwa, tt, juz 3, halَ:4
77
45
Kementrian Agama RI, Alqur‟an dan Terjemahannya,…, hal: 35
46
Kitab Al-Mabsuth merupakan kumpulan pendapat Imam Abu
Hanifah terhadap hukum- hukum fiqh yang disusun oleh Syamsuddin Al-
Syarkhisiy.
47
Syamsuddin Al-Syarkhisiy, Kitab Al-Mabsuth, Juz 4, Bairut: Dar
Al-Fikr, 2000, hal: 176
78
ََتقٕل.ََانهغخَعجبرحَعٍَانٕطءََّٙللاَعُّ)َاعهىَثأٌَانُكبحَفَٙ(قبلَرض
َََََََََََََ.ََّْٕانضىٛقخَانًعَُٗفََٛٔحق.َأَ٘تُبتجت:َٖتُبكحتَانعز:انعزة
ََََََََََََََََََََََََ
Dari teks di atas dapat dipahami bahwa Imam Abu Hanifah
berpendapat bahwa ungkapan dalam bahasa, nikah adalah wath‟i
(bersetubuh), seperti ucapan orang Arabَ كدذ َانعشٖ َ َرُبyang artinya:
“pohon itu berdekatan”. Sehingga makna nikah secara hakiki adalah
) (انضىberkumpul. Dalam kitab Al-Mabsuth ini, pada permulaan
pembahasan nikah tidak menggunakan kata akad. Hal ini
menyebabkan banyaknya penafsiran mengenai makna nikah. Terdapat
pengertian lain yang tertuang dalam sya‟ir tentang nikah dari Imam
Abu Hanifah:
َانجًبع:ََ٘أ.َذَانُكبحَٚكجكزَتحتَنذ:قالَانقبئم
Dari sya‟ir tersebut dapat diketahui bahwa jima‟ adalah
menjadi hal yang diinginkan dalam menikah.
ََدجهخٍَٙثشطََٛٔانُبكح#ٍََعهَٗطٓزََسبءْىَٛانتبرك:قبلَانقبئم
ٍَٛأَ٘أنٕاطئ.انجقزا
Pada sya‟ir ini Imam Abu Hanifah menjelaskan bahwa dalam
sya‟ir tersebut meminjam kata akad sebagai makna majaz isti‟aroh,
karena pada teks tersebut terdapat sebab syara‟ yang berhubungan
pada wath‟i (bersetubuh), atau disebabkan karena pada akad terdapat
makna ) (انضىberkumpul. Maka apabila pasangan suami istri
berkumpul itu seperti satu orang dalam urusan mencari ekonomi.
79
B. IMAM AL-SYAFI’I
1. Biografi Imam Al-Syafi’i
Imam Al-Syafi‟i bernama asli Muhammad bin Idris bin
Abbas bin Ustman bin Syafi‟ bin Sa‟ib bin „Ubaid bin Abu Yazid bin
49
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia, lihat
Wahbab az-Zuhaili VII, 6533, hal:59-60
83
50
Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, Damaskus:
Dar al-fikr,1985, cet. Ke-2, jlm. 32 dikutip oleh Muchlis M Hanafi dkk.,
Biografi Lima Imam .........,Jil.3, hal: 4
51
A. Djazuli, Ilmu Fiqh, hal: 129
52
Moenawir Chalil, Biografi Empat Serangkai....., hal: 152
84
53
Muchlis M Hanafi dkk., Biografi Lima Imam...., hal: 20-21
54
Dedi Supriyadi, Perbandingan Madzhab dengan Pendekatan
Baru, Bandung: Pustaka Setia, 2008, hal: 109
55
Muchlis M Hanafi dkk., Biografi Lima Imam...., hal: 21
85
56
Jaih Mubarok, Modifikasi Hukum Islam Studi tentang Qaul
Qadim dan Qaul Jadid, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002, hal: 28
57
A. Djazuli, Ilmu Fiqh, hal: 130
86
58
A. Djazuli, Ilmu Fiqh, hal: 131
59
Jaih Mubarok, Modifikasi Hukum Islam...., hal: 29
87
60
Abdul Aziz Dahlan, et.al, Ensiklopedia Hukum Islam, Jakarta: PT
Ikhtiar Baru VanHoeve, 1997, hal: 1680
61
Muchlis M Hanafi dkk., Biografi Lima Imam...., hal: 2
62
A. Djazuli, Ilmu Fiqh, hal: 131-132
88
63
Muhammad Ibn Hasan al-Hajwy, Al-Fikr al-Sunnah fi Tarikh al-
Fikr al-Islamy, Madinah: Maktabah al-Ilmiah, Jilid I, 1396, hal: 163 dikutip
oleh Abuddin Nata, Masail al-Fiqhiyah, Jakarta: Prenadamedia Group, cet.4,
2014, hal: 15
64
Muchlis M Hanafi dkk., Biografi Lima Imam...., hal: 238
65
A. Djazuli, Ilmu Fiqh, hal: 132
89
66
Moenawir Chalil, Biografi Empat Serangkai...., hal: 217-219
67
Abuddin Nata, Masail al-Fiqhiyah, hal: 36
68
Dede Rosyada, Hukum Islam...., hal: 147
90
69
Muhammad bin Idris al-Syafi‟i, al-Risalah, Beirut: Dar al-Fikr,
t.t, hal: 21-23
70
Muhammad bin Idris al-Syafi‟i, al-Risalah, hal: 190
91
71
Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Pengantar Hukum Islam, hal:
91
72
www.googleweblight.com/metode-pemikiran-imam-syafii, dikutip
pada tanggal 10 oktober 2016, pukul 14.43 WIB
92
3) Qaul Sahabat
Imam Al-Syafi‟i menggunakan dan mengutamakan
perkataan-perkataan sahabat atas kajian akal mujtahid,
karena menurutnya pendapat mereka lebih baik dari
mujtahid. Beliau beragumentasi bahwa para sahabat itu
lebih pintar, lebih taqwa, dan lebih wara‟. Oleh sebab
itu, mereka lebih berkompeten untuk melakukan ijtihad
daripada ulama sesudahnya.
4) Qiyas
Muhammad Abu Zahrah menjelaskan bahwa
ulama yang pertama kali mengkaji qiyas (merumuskan
kaidah-kaidah dan dasar-dasarnya) adalah Imam Al-
Syafi‟i.73 Imam Al-Syafi‟i menempatkan qiyas setelah
Al-Qur‟an, Hadits, Ijma‟ dan fatwa sahabat. Beliau
menggunakan qiyas dan menolak istihsan, karena
menurutnya barang siapa menggunakan istihsan sama
halnya membuat syari‟at dengan hawa nafsu.
Syarat-syarat qiyas yang dapat diamalkan menurut
Imam Al-Syafi‟i adalah:
a. Orang yang mengambil qiyas harus mengetahui
bahasa arab.
73
Abu Zahrah , al-Syafi‟i Hayatuhu wa Asruhu wa Ara‟uhu wa
Fiqhuhu, Beirut: Dar al-Fikr, 1418 H/1997, hal: 298 dikutip dari
www.googleweblight.com
93
74
Muhammad bin Idris al-Syafi‟i, al-Risalah, hal: 510-511
75
Dikutip oleh Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqh, hal: 450-451
76
Dikutip oleh Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqh, hal: 451
94
77
Muhammad Bultaji, Manhaj al-Tasyri‟al-Islami fi Al-Qarni al-
Tsani al-Hijri, Universitas Islam bin Sa‟ud, 1997, dikutip oleh Dede Rosyada,
Hukum Islam...., hal: 147
78
Abi Abdullah Muhammad bin Idris Al-Syafi‟I, Al-Umm, Beirut:
Dar Al- Fikr 2009, Juz 5, hal: 4
95
79
Abi Abdullah Muhammad bin Idris Al-Syafi‟I, Al-Umm, Beirut:
Dar Al- Fikr 2009, Juz 10, hal: 177
80
Abu Bakar bin Muhammad Syatho, I‟anatut Thalibin, Beirut: Dar
Al-Fikr, 1998, juz 3, hal: 405-406
96
Dari ayat tersebut, pada lafadz ُ َِ َشْٛ َززاٗ َرَ ُْ ِك َر َ َصْٔ خب َ َغ
menurut Imam Al-Syafi‟i bahwa apabila seseorang telah
menceraikan istrinya dan ingin kembali lagi, maka harus
menikah dengan orang lain dahulu, dengan syarat telah
melaksanakan akad dan dilanjutkan dengan wathi
(bersetubuh). Kemudian suami istri bisa melaksanakan
pernikahan kembali pada pasangan yang awal setelah
diceraikan suami kedua dan habis iddahnya. Pendapat Al-
Syafi‟i pada ayat di atas itu maksudnya akad dan wathi
(bersetubuh) berasal dari Sunnah.
81
Kementrian Agama RI, Alqur‟an dan Terjemahannya, …, hal: 35
82
Muhammad bin Ismail Ash-Shon‟ani, Subulussalam, Riyadh:
Maktabah Nazar Musthofa Al-Baz, 1995, Juz 3, hal: 128
98
83
, Kementrian Agama RI, Alqur‟an dan Terjemahannya,…, hal: 81
84
Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqhu „Ala Madzahibil Arba‟ah,
…hal: 5
101