Anda di halaman 1dari 22

SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP)

1. IDENTITAS
Mata kuliah : Block Obstetric
Semester : Ganjil
Beban Studi : 2 SKS
Pertemuan : I (1x50’)
Pokok bahasan : Medical forensics : Pencabulan
Sub pokok bahasan : 2.1. Definisi perbuatan cabul, dan kejahatan seksual
2.2. Menentukan adanya tanda-tanda persetubuhan
2.3. Menentukan adanya tanda-tanda kekerasan.
2.4. Pemeriksaan forensic

2.5. Jenis perbuatan cabul dan tinjauan dari segi hukum

Standar kompetensi : Melakukan pemeriksaan Ilmu Kedokteran Forensik dan


Medikolegal, secara benar, sistematis, dan lengkap (4)

Kompetensi dasar : Mahasiswa mampu untuk melakukan:


Evaluasi Surat Permintaan Visum et Repertum dari
penyidik dan Pemeriksaan Korban

Indikator keberhasilan : Mahasiswa mampu melakukan simulasi langkah-langkah


survey skunder pada kasus-kasus pencabulan, mampu
menentukan adanya tanda-tanda persetubuhan, mampu
menentukan adanya tanda-tanda kekerasan, mampu melakukan
pemeriksaan forensic, melakukan pembuatan Visum Et
Repertum pada kasus perbuatan pencabulan secara benar
pada pasien standar
2. PETA KONSEP

TIU TIK 8

TIK 6 TIK 7

TIK 5 TIK 3 TIK 4

TIK 2

TIK 1

3. URAIAN MATERI
Pada pertemuan ini akan dijelaskan kepada mahasiswa tentang langkah-langkah survey
skunder pada kasus-kasus hanging, strangulation, drowning secara benar, sistematis,
dan lengkap.
4. STRATEGI PEMBELAJARAN MIKRO
N Tahap Learning Rovolution
o Pembelaj Interaksi Belajar Metode Media Evalu Alok Atribut
aran Mengajar pembelaj pembelaj asi asi Soft Skill/ Sum
aran aran Belaj Wak Karakter ber
ar tu Belaj
Dosen Mahasisw ar
a
1. Pendahulu Memberi Menjawab Ceramah Media Tidak 5’ - Mampu 1,2,3
an salam, salam, tatap persentase ada berkom
memipin Berdo’a muka (Power unikasi
do’a bersama Point), efektif
pembuka Laptop, - Memilik
majelis dan LCD i
memperken Proyektor, landasan
alkan diri pengeras ilmiah
Memberika Mendengar suara kedokter
n apresiasi kan an yang
kepada baik
mahasiswa - Mampu
yang telah melakuk
hadir tepat an
waktu untuk pengelol
mengikuti aan
perkuliahan masalah
Menyampai Mendengar Ilmu
kan kan Kedokte
penjelasan ran
tentang TIU Forensik
dan TIK dan
mata kuliah Medikol
Menjelaska Mendengar egal,
n deskripsi kan - Mawas
singkat diri dan
mata kuliah pengem
Menjelaska Mendengar bangan
n relevansi kan diri
mata kuliah
saat ini
dengan
mata kuliah
pertemuan I
Melakukan Merespon
flashback pertanyaan
singkat
terhadap
apa yang
telah
dibahas
pada
pertemuan I
2. Penyajian Menjelaska Mendengar Ceramah Media Soal 40’ - Mampu
n tentang kan, tatap persentase ujian berkom
: menjawab muka, (Power modul unikasi
pertanyaan diskusi Point), dan efektif
Pembuatan
, bertanya contoh Laptop, ujian pada
Visum kasus, LCD blok anggota
et role play Proyektor, pada tim dan
Repertu pengeras akhir keluarga
m suara blok pasien
- Mampu
melakuk
an
langkah-
langkah
survey
primer
pada
kasus
Ilmu
Kedokte
ran
Forensik
dan
Medikol
egal,
dengan
benar
- Memilik
i
landasan
ilmiah
kedokter
an yang
baik
- Memilik
i
kebiasaa
n untuk
berani
bertanya
dan
berdisku
si secara
ilmiah
- Mampu
melakuk
an
pengelol
aan
masalah
trauma
- Mawas
diri dan
pengem
bangan
diri
3. Penutup - Membu Mendengar Ceramah Media Soal 5’ - Mampu
at kan, tatap persentase ujian berkom
kesimp memberi muka, (Power modul unikasi
ulan tanggapan, diskusi Point), dan efektif
dari bertanya, Laptop, ujian - Memilik
materi berdo’a LCD blok i
yang bersama Proyektor, pada landasan
disamp pengeras akhir ilmiah
aikan. suara blok kedokter
- Membu an yang
ka sesi baik
diskusi - Memilik
tambah i
an kebiasaa
- Memint n untuk
a berani
tanggap bertanya
an dari dan
1 atau 2 berdisku
orang si secara
mahasis ilmiah
wa - Mawas
- Menjel diri dan
askan pengem
kelanjut bangan
an diri
materi
ini pada
praktik
keteram
pilan
klinik
dasar
(KKD)
- Memim
pin
do’a
penutup
majelis

1. Materi / Bahan Perkuliahan


1. Muin A.Idris,Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik, Edisi pertama,Binarupa
Aksara,1997,Hal 216-241
2. Idris AM, Tjiptomartono Agung Legowo. Penerapan Imu Kedokteran Forensik
Dalam Proses Penyidikan. Edisi revisi. Jakarta. 2008. Hal : 113- 132.
3. Muda.Ahmad A.K, kamus lengkap bahasa Indonesia, penerbit reality publisher,
cetakan pertama tahun 2006, Hal 141,511,539.
4. Hamdani Njowito. Ilmu Kedokteran kehakiman. Edisi kedua. Jakarta.1972. Hal : 174-
186.
5. KUHPer, KUHP, KUHAP. Jakarta. 2008
6. Budianto A. Widiatmika W. Sudiono S. Winardi T. Ilmu Kedokteran Forensik. FK-
UI. Jakarta. 1997. Hal : 147- 158.
7. Chada. Alih bahasa Hutauruk Johan. Ilmu Forensik Dan Toksikologi. Edisi V. 1995.
Hal : 150- 157.
8. Taber ben- zion. Kapita Selekta kedaruratan Obstetri dan Ginekologi. EGc. Jakarta.
Hal : 394- 400.
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Kejahatan seksual (sexual offences), sebagai salah satu bentuk dari kejahatan yang
menyangkut tubuh, kesehatan, dan nyawa manusia, mempunyai kaitan yang erat dengan
ilmu kedokteran forensik yaitu di dalam upaya pembuktian bahwasanya kejahatan tersebut
memang telah terjadi.
Kejahatan seksual adalah kepuasan seksual yang diperoleh melalui persetubuhan.
Pemerkosaan merupakan kasus kejahatan seksual yang sering terjadi di indonesia. Selain
pemerkosaan, kejahatan yang juga marak terjadi adalah pencabulan yang merupakan setiap
penyerangan seksual tanpa terjadi persetubuhan. Di indonesia korban yang paling sering
mengalami kejahatan seksual adalah wanita dan anak-anak.
Pemerkosaan dan pencabulan juga merupakan kejahatan yang melanggar hak asasi
manusia (ham). Adanya kaitan antara ilmu kedokteran dengan kejahatan seksual dapat
dipandang sebagai konsekuensi dari pasal-pasal di dalam kitab undang-undang hukum
pidana (kuhp) serta kitab undang-undang acara hukum pidana (kuhap), yang memuat
ancaman hukuman serta tatacara pembuktian pada setiap kasus yang termasuk di dalam
pengertian kasus kejahatan seksual.
Di dalam upaya pembuktian secara kedokteran forensik, faktor keterbatasan di dalam
ilmu kedokteran itu sendiri dapat sangat berperan, demikian halnya dengan faktor waktu
serta faktor keaslian dari barang bukti (korban), maupun faktor-faktor dari pelaku
kejahatan seksual itu sendiri.
Dengan demikian upaya pembuktian secara kedokteran forensik pada setiap kasus
kejahatan seksual sebenarnya terbatas di dalam pembuktian ada tidaknya tanda-tanda
persetubuhan, ada tidaknya tanda-tanda kekerasan, perkiraan umur serta pembuktian apakah
seseorang itu memang sudah pantas atau sudah mampu untuk dikawin atau tidak.
Pemeriksaan kasus-kasus persetubuhan yang merupakan tindak pidana ini, hendaknya
dilakukan dengan teliti dan waspada. Pemeriksa harus yakin akan semua bukti-bukti yang
ditemukannya karena tidak adanya kesempatan untuk melakukan pemeriksaan ulang guna
memperoleh lebih banyak bukti. Dalam melaksanakan kewajiban tersebut, dokter
hendaknya tidak meletakkan kepentingan korban di bawah kepentingan pemeriksaan.
Terutama bila korban adalah anak-anak pemeriksaan sebaiknya tidak sampai menambah
trauma psikis yang sudah dideritanya.
Di indonesia, pemeriksaan korban persetubuhan yang diduga merupakan tindak
kejahatan seksual umumnya dilakukan oleh dokter ahli ilmu kebidanan dan penyakit
kandungan, kecuali di tempat yang tidak ada dokter ahli tersebut, maka pemeriksaan harus
dilakukan oleh dokter umum.
Sebaiknya korban kejahatan seksual dianggap sebagai orang yang telah mengalami
cedera fisik dan atau mental sehingga lebih baik dilakukan pemeriksaan oleh dokter di klinik.
Penundaan pemeriksaan dapat memberi hasil yang kurang memuaskan.

1.2 Tujuan Penulisan

Penulisan refarat ini bertujuan untuk menambah pengetahuan para dokter muda
khususnya mengenai pencabulan dalam ilmu forensik dan medikolegal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
PERBUATAN CABUL DAN KEJAHATAN SEKSUAL
2.I. Defenisi
Perbuatan cabul merupakan perbuatan yang melanggar kesusilaan. Karena kesusilaan
berbeda dari suatu daerah dan daerah lain, ada yang memberi batasan sebagai berikut :
Perbuatan cabul adalah segala perbuatan yang sengaja dilakukan untuk membangkit nafsu
birahi atau nafsu seksual diluar perkawinan.
Didalam perkawinan tidak dikenal istilah perbuatan cabul, dan perbuatan cabul selalu
dilakukan diluar perkawinan, oleh karena itu cukup disebut perbuatan cabul saja. Perbuatan
cabul dapat dilakukan oleh sesama kelamin (laki – laki dengan laki –laki, perempuan dengan
perempuan), laki – laki terhadap perempuan, serta perempuan terhadap laki – laki.(1)
Menurut Soesilo dalam bukunya, mengatakan bahwa yang dimaksud dengan
“perbuatan cabul” ialah segala perbuatan yang melanggar kesusilaan ( kesopanan) atau
perbuatan yang keji, semuanya itu dalam lingkungan nafsu birahi kelamin, misalnya : cium –
ciuman, meraba – raba anggota kemaluan , meraba – raba buah dada dan sebagainya.
”Persetubuhan” termasuk pula dalam pengertian perbuatan cabul, akan tetapi dalam undang
– undang disebutkan tersendiri. Yang dilarang dalam pasal 289 KUHP tidak saja memaksa
orang untuk melakukan perbuatan cabul, tetapi juga memaksa orang untuk membiarkan
dilakukan pada dirinya perbuatan cabul.
Kejahatan seksual (sexual offences), sebagai salah satu bentuk dari kejahatan yang
menyangkut tubuh, kesehatan, dan nyawa manusia, mempunyai kaitan yang erat dengan
ilmu kedokteran forensik yaitu di dalam upaya pembuktian bahwasanya kejahatan tersebut
memang telah terjadi.
Kejahatan seksual adalah kepuasan seksual yang diperoleh melalui persetubuhan.
Pemerkosaan merupakan kasus kejahatan seksual yang sering terjadi di indonesia. Selain
pemerkosaan, kejahatan yang juga marak terjadi adalah pencabulan yang merupakan setiap
penyerangan seksual tanpa terjadi persetubuhan. Di indonesia korban yang paling sering
mengalami kejahatan seksual adalah wanita dan anak-anak.
KUHP tidak memberi batasan apa “persetubuhan” itu, tetapi KUHP membedakan
persetubuhan dan perbuatan cabul. Bila persetubuhan tidak dapat dibuktikan, maka
digunakan perbuatan cabul sebagai pengganti. Karena perbedaan tersebut, batasannya
disebutkanlah defenisi persetubuhan adalah : perpaduan alat kelamin laki – laki dan alat
kelamin perempuan dengan syarat, alat kelamin laki – laki (penis), seluruhnya atau sebagian
masuk kedalam alat kelamin perempuan (vagina). (2)
Di dalam K. U. H. P. pasal- pasal yang mengatur ancaman hukuman bagi pelaku
kejahatan seksual terdapat pada Bab XIV yaitu bab tentang kejahatan kesusilaan. Bantuan
ilmu kedokteran dalam kasus kejahatan seksual dalam kaitannya dengan fungsi penyelidikan
ditujukan kepada :
1. Menentukan adanya tanda- tanda persetubuhan
2. Menentukan adanya tanda- tanda kekerasan
3. Memperkirakan umur
4. Memperhatikan kesadaran korban.(3)
2.1.1 Menentukan adanya tanda-tanda persetubuhan
Persetubuhan adalah suatu peristiwa dimana alat kelamin laki-laki masuk ke dalam alat
kelamin perempuan, sebagian atau seluruhnya dan dengan atau tanpa terjadinya pancaran air
mani. Dengan demikian besarnya zakar dengan ketegangannya, sampai seberapa jauh zakar
masuk, keadaan selaput dara serta posisi persetubuhan mempengaruhi hasil pemeriksaan. Jika
zakar masuk seluruhnya dan keadaan selaput dara masih cukup baik, maka pada pemeriksaan
dapat diharapkan adanya robekan pada selaput dara. Jika selaput daranya elastic tentu tidak
akan ada robekan. Adanya robekan pada selaput dara hanya akan menunjukkan adanya benda
(padat/kenyal) yang masuk, dengan demikian bukan merupakan tanda pasti dari adanya
persetubuhan .(4)
Adanya pancaran mani (ejakulasi) ,pada pemeriksaan diharapkan dapat ditemukan sel
mani/sperma. Adanya sperma di dalam liang senggama (vagina) merupakan tanda pasti akan
adanya persetubuhan . pada orang yang mandul maka jumlah spermanya sangat sedikit sekali
yang dikalangan medis dikenal dengan aspermia, dengan demikian pemeriksaan ditujukan
pada penentuan adanya zat-zat tertentu dalam air mani , seperti asam fosfatase, spermin dan
kholin, yang tentunya nilai pembuktian adanya persetubuhan lebih rendah oleh karena tidak
mempunyai nilai deskriptif yang mutlak atau tidak khas. Jika si pelaku mempunyai penyakit
kelamin dan penyakit ini ditularkan pada korban, maka pemeriksaan bakteriologis misalnya
untuk mencari kuman GO atau sifilis perlu dilakukan dengan catatan nilai pembuktiannya
jauh lebih rendah lagi. Jika pada korban terjadi kehamilan walaupun kehamilan itu jelas
merupakan tanda pasti telah terjadi persetubuhan , penilaiannya harus hati-hati, oleh karena
sulit untuk dapat menentukan dengan pasti apakah kehamilan tersebut disebabkan oleh si
tersangka pelaku kejahatan. Kesimpulan yang dapat diambil adalah ditemukan sperma dalam
vagina korban berarti telah terjadi persetubuhan akan tetapi bila tidak didapatkan sperma hal
ini tidak boleh diartikan bahwa pada korban telah terjadi persetubuhan.(2)
2.1.2 Menentukan adanya tanda-tanda kekerasan.
Kekerasan tidak selamanya meninggalkan bekas /luka, tergantung antara lain dari penampang
benda, daerah yang terkena kekerasan serta kekuatan dari kekerasan itu sendiri. Oleh karena
tindakan membius termasuk tindakan kekerasan juga maka perlu dicari adanya racun serta
gejala-gejala akibat obat bius/racun itu sendiri pada korban. Dengan demikian adanya luka
berarti ada kekerasan ,akan tetapi tidak ditemukannya luka bukan berarti bahwa pada korban
tidak ada kekerasan. Demikian pula halnya dengan hasil pemeriksaan racun/obat bius pada
korban. Perlu diingat bahwa factor waktu amat berperan, dengan berlalunya waktu luka dapat
menyembuh atau tidak dapat ditemukan , racun atau obat bius telah dikeluarkan dari tubuh.
Factor waktu ini merupakan factor yang penting dalam pemeriksaan untuk menemukan
sperma atau air mani. Dengan demikian keaslian barang bukti/korban serta kecepatan
pemeriksaan perlu dijaga agar penyidik dapat memproleh hasil/pembuktian seperti yang
diharapkan.(2)
2.1.3. Memperkirakan umur .
Memperkirakan umur merupakan pekerjaan yang paling sulit, oleh karena tidak ada satu
metode apapun yang dapat memastikan umur seseorang dengan tepat, walaupun
pemeriksaannya sendiri memerlukan berbagai sarana serta berbagai keahlian ,seperti
pemeriksaan keadaan pertumbuhan gigi atau tulang dengan memakai alat Rontgen. Jika kasus
kejahatan seksual yang diperiksa merupakan kasus perkosaan seperti yang dimaksud dalam
KUHP pasal 285 atau yang dilakukan pada seorang yang dalam keadaan tidak berdaya
(KUHP pasal 286), penentuan umur atau perkiraan umur tidak diharuskan . perkiraan umur
diperlukan untuk menentukan apakah seseorang itu sudah dewasa (21 tahun keatas),
khususnya pada kasus homoseksual atau lesbian. Perkiraan umur juga diperlukan pada kasus-
kasus dimana pasal 287 KUHP dapat dikenakan pada pelaku kejahatan.(2)
2.1.4. Memperhatikan kesadaran korban
Keadaan ini dapat disebabkan oleh obat bius, obat tidur atau penenang lainnya.
Sehingga perlu diambil sample darah, urine maupun isi lambung untuk pemeriksaan
toksikologi nya.
2.2. Pemeriksaan Forensic
Perlu diperhatikan terhadap korban perbuatan cabul, bahwa korban bisa masih hidup
atau sudah meninggal. Apabila korban sudah meninggal maka tentunya tidak dapat dilakukan
anamnese terhadap korban. Untuk itu pemeriksaan terhadap korban sangat menuntut
perhatian (silent witness).
Sedangkan bila korban masih hidup, maka dapat dilakukan anamnese dan
pemeriksaan. Dalam anamnese tentunya bersifat subjektif karena berasal dari keterangan
korban, untuk itu maka hasil anamnese yang diambil dari korban dijadikan lampiran untuk
visum et repertum dan disebut sebagai “keterangan yang diperoleh dari korban”.
Hal-hal yang dapat dikerjakan oleh dokter untuk pemeriksaan adalah:
o Data umum
Memuat tentang informasi penyidik, dokter pemeriksa, perawat/ bidan yang membantu
pemeriksaan, waktu dan tempat pemeriksaan, dan sebagainya.
o Anamnese
Meliputi identitas korban, umur korban, status perkawinan, penggunaan obat
Pada anamnesis khusus mencakup keterangan yang terkait kejadian kekerasan seksual yang
dilaporkan dan dapat menuntun pemeriksaan fisik, seperti:
• What & How:

- Jenis tindakan (pemerkosaan, persetubuhan, pencabulan, dan sebagainya),

- Adanya kekerasan dan/atau ancaman kekerasan, serta jenisnya,

- Adanya upaya perlawanan,

- Apakah korban sadar atau tidak pada saat atau setelah kejadian,

- Adanya pemberian minuman, makanan, atau obat oleh pelaku sebelum atau setelah
kejadian,

- Apakah ada nyeri di daerah kemaluan,

- Apakah ada nyeri saat buang air kecil/besar,

- Adanya perdarahan dari daerah kemaluan,

- Adanya ejakulasi dan apakah terjadi di luar atau di dalam vagina, penggunaan
kondom, dan tindakan yang dilakukan korban setelah kejadian, misalnya apakah
korban sudah buang air, tindakan membasuh/douching, mandi, ganti baju, dan
sebagainya.
• When:

- Tanggal dan jam kejadian, bandingkan dengan tanggal dan jam melapor, dan

- Apakah tindakan tersebut baru satu kali terjadi atau sudah berulang.
• Where:

- Tempat kejadian, dan

- Jenis tempat kejadian (untuk mencari kemungkinan trace evidence dari tempat
kejadian yang melekat pada tubuh dan/atau pakaian korban).
• Who:

- Apakah pelaku dikenal oleh korban atau tidak,

- Jumlah pelaku,

- Usia pelaku, dan

- Hubungan antara pelaku dengan korban


Pemeriksaan medik.
Meliputi pemeriksaan :
 Keadaan Umum : Tingkat kesadaran, penampilan secara keseluruhan, keadaan
emosional (tenang, sedih / gelisah)
 Status lokalisata : Tanda-tanda intoksikasi NAPZA, serta status lokalis dari luka-luka
yang terdapat pada bagian tubuh selain daerah kemaluan.
2.3. Jenis Perbuatan Cabul Dan Tinjauan Dari Segi Hukum.
Secara umum perbuatan cabul dapat diklasifikasikan atas 9 kategori / kelompok,
dimana sanksi yang dijatuhkan terhadap pelaku juga berbeda – beda ,yaitu:
2.3.1 Perbuatan Cabul Yang Dilakukan Didepan Umum
Berdasarkan KUHP Pasal 281 :
Diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana
denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah :
1. Barang siapa dengan sengaja dimuka umum melanggar kesusilaan
2. Barang siapa dengan sengaja dan di depan orang lain yang ada disitu bertentangan
dengan kehendaknya, melanggar kesusilaan.
“Kesusilaan” disini adalah perasaan yang berhubungan dengan nafsu birahi misalnya
bersetubuh, meraba buah dada orang perempuan, meraba tempat kemaluan wanita,
memperlihatkan anggota kemaluan pria atau wanita, mencium tanpa izin dan sebagainya.
Contoh kejahatan yang termasuk dalam pasal 281 yaitu : EKSHIBISIONISME;
merupakan suatu penyimpangan dalam mendapatkan kepuasan seksual dengan menunjukkan
alat kelaminnya di muka umum.
2.3.2 Perbuatan Cabul Yang Dilakukan Mau Sama Mau
A. Berdasarkan KUHP Pasal 290 :
Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun :
1) Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang, padahal diketahuinya atau
sepatutnya harus diduganya bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya
tidak jelas, yang bersangkutan belum waktunya untuk dikawin.
Dalam hal ini, yang dapat dihukum adalah orang yang membujuk atau menggoda
seseorang yang umurnya belum 15 tahun atau belum masanya dikawin untuk melakukan atau
membiarkan dilakukan pada dirinya perbuatan cabul. Juga orang yang membujuk dan
menggoda seseorang (laki – laki atau perempuan )yang belum cukup umur 15 tahun atau
belum masanya dikawin untuk bersetubuh dengan orang lain diluar nikah. Selain itu, bila
misalnya suatu persetubuhan dilakukan oleh seseorang perempuan berumur 35 tahun dengan
seorang pemuda atau laki-laki berumur 13 tahun dapat dipandang melakukan perbuatan cabul
pada pemuda itu dan dapat dikenakan pasal ini.
Ada yang perlu diperhatikan didalam pasal ini adalah adanya suatu perbedaan antara
pasal 290 KUHP ini dengan pasal 287 KUHP yang mengatur persetubuhan diluar nikah
dengan seorang perempuan yang belum berumur 15 tahun. Pada pasal 290 KUHP ini,
perbuatan cabul merupakan delik sedangkan perbuatan persetubuhan disebutkan sebagai
delik aduan. Jadi, perbuatan cabul yang kelihatannyanya pidananya “lebih ringan”
dibandingkan dengan persetubuhan, dimana sama-sama dilakukan terhadap perempuan yang
sama (>15 tahun ) terjadi perbedaan delik. Delik berarti penyidikan dapat mulai melakukan
penyelidikan berdasarkan atas informasi dari siapa saja, tidak perlu adanya laporan khusus
dari korban.
B. Berdasarkan KUHP pasal 293 :
1. Barangsiapa dengan memberi atau menjanjikan uang atau barang, menyalahgunakan
wibawa, yang timbul dari hubungan keadaan, atau dengan penyesatan sengaja
menggerakkan seorang yang belum dewasa untuk melakukan atau membiarkan dilakukan
perbuatan cabul dengan dia, padahal tentang belum kedewasaannya, diketahui atau
selayaknya harus diduganya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
2. Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan orang yang terhadap dirinya dilakukan
kejahatan itu.
1. Tenggang waktu tersebut dalam pasal 74 bagi pengadilan ini adalah masing – masing
sembilan bulan dan dua belas bulan.

Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam pasal ini adalah, bahwa yang dapat diancam adalah:
 Sengaja membujuk orang untuk melakukan perbuatan cabul dengan dia ( pelaku) atau
membiarkan dilakukan perbuatan cabul pada dirinya.
 Membujuknya itu yaitu dengan mempergunakan :
- Hadiah atau perjanjian akan memberi uang atau barang dan ada hubungan (tidak
termasuk menjanjikan akan dikawin)
- Pengaruh yang berlebih – lebihan yang ada disebabkan oleh perhubungan yang
sesungguhnya.
- Tipu daya.
 Orang yang dibujuk itu harus belum dewasa (<21 tahun, belum pernah nikah), dan tidak
bercatat kelakuannya (bukan pelacur), ini harus diketahui dan patut dapat disangka oleh
yang membujuk.
C. Berdasarkan KUHP pasal 294 :
1. Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya, anak tirinya, anak
angkatnya, anak dibawah pengawasannya yang belum dewasa, atau dengan orang
yang belum dewasa yang pemeliharaannya, pendidikannya dan penjagaannya
diserahkan kepadanya ataupun dengan bujangnya atau bawahannya yang belum
dewasa diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
2. Diancam dengan pidana yang sama:
1 Pegawai negeri yang melakukan cabul dengan orang yang karena jabatannya
adalah bawahannya, atau dengan orang yang penjaganya dipercayakan atau
diserahkan kepadanya ;
2. Pengurus , dokter, guru, pegawai, pengasuh atau pesuruh dalam penjara, tempat
pekerjaan negara, tempat pendidikan, rumah piatu, rumah sakit, rumah sakit jiwa,
atau lembaga sosial, yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang
dimasukkan kedalamnya.
Hal yang perlu menjadi perhatian dalam pasal 294 dalam ayat (1) disebutkan bahwa
korban adalah semua yang belum dewasa (<21 tahun dan belum pernah menikah ). Contoh
dalam kasus ini adalah pedofilia, yaitu istilah yang diberikan pada seseorang yang dewasa
yang tertarik untuk melakukan hubungan jenis serta mendapat kepuasan seks dengan anak –
anak.

2.3.3 Perbuatan Cabul Dengan Sesama Kelamin


Berdasarkan KUHP pasal 292 :
Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sesama kelamin, yang
diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya belum dewasa, diancam dengan pidana
paling lama lima tahun.
Hal yang perlu diingat bahwa dalam pasal ini dapat dipidana adalah bila perbuatan
tersebut dilakukan oleh orang yang dewasa terhadap orang yang belum dewasa. Sedangkan
bila perbuatan itu dilakukan oleh dua orang yang sudah cukup umur atau oleh dua orang yang
belum cukup umur tetapi sudah berumur 15 tahun tidak dapat dipidana, asal tidak memenuhi
pasal 281.
Bila perbuatan tersebut dilakukan oleh kedua orang yang sama – sama belum berumur
15 tahun maka kedua – duanya dapat bersalah sesuai dengan pasal 45 KUHP. Pasal 45
berbunyi: Dalam hal penuntutan pidana terhadap orang yang belum dewasa karena
melakukan sesuatu perbuatan sebelum umur enam belas tahun, hakim dapat menentukan
memerintahkan supaya yang bersalah dikembalikan kepada orang tua nya, walinya atau
pemeliharaannya, tanpa dipidana apapun; atau diserahkan kepada pemerintah tanpa pidana
apapun, jika perbuatan merupakan salah satu kejahatan berdasarkan pasal 489, 490, 492,
496, 497, 503-505, 514, 517-519, 526, 531, 531, 532, 536 dan 540….
Dikenal dua macam orang homoseksual, yaitu : homoseksual laki – laki (bencong,
wadam / wanita – adam, gay ) dan homoseksual perempuan (lesbian).
2.3.4 Menyerang Kehormatan Kesusilaan
Berdasarkan KUHP pasal 289 :
Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang untuk
melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, diancam karena melakukan
perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan, dengan pidana penjara paling lama
sembilan tahun.
Yang dilarang dalam pasal ini bukan saja memaksa orang untuk melakukan perbuatan
cabul, tetapi juga memaksa orang untuk membiarkan dilakukan pada dirinya perbuatan cabul.
Jadi dalam pasal ini bermakna jelas yaitu :
- Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang untuk
melakukan perbuatan cabul.
- Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan membiarkan seseorang
melakukan perbuatan cabul pada dirinya.
Umumnya, bila tindakan perkosaan pada pasal 285 KUHP, dimana persetubuhan
tidak dapat dibuktikan maka pasal 289 KUHP ini adalah subsidernya (penggantinya).
Demikian pula bila seorang perempuan yang memaksa seorang laki – laki untuk melakukan
persetubuhan / perbuatan cabul maka termasuk di dalam pasal 289 KUHP ini.
2.3.5 Perbuatan Cabul Dengan Orang Yang Pingsan Atau Tidak Berdaya
Berdasarkan KUHP pasal 290 (1) :
Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
1) Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang , padahal diketahuinya
bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya.
2) Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang padahal diketahuinya atau
sepatutnya harus diduganya, bahwa umurnya belum 15 tahun atau kalau umurnya belum
jelas, yang bersangkutan belum waktunya untuk dikawin.
Pada pasal ini, di ayat (1) bila persetubuhan tidak dapat dibuktikan maka bisa dipilih
untuk dijadikan subsider dari pasal 286 KUHP. (tentang persetubuhan terhadap wanita yang
pingsan atau tak berdaya).
2.3.6 Membujuk Melakukan Perbuatan Cabul / Persetubuhan Dengan Orang Lain
Berdasarkan KUHP pasal 290 (3) :
Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun:
Barang siapa membujuk seseorang yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya
bahwa umurnya belum 15 tahun atau kalau umurnya tidak jelas yang bersangkutan belum
waktunya untuk dikawin, untuk melakukan perbuatan cabul, atau bersetubuh diluar
perkawinan dengan orang lain.
Dalam ayat (3) ini, orang yang dibujuk untuk melakukan atau membiarkan dilakukan
perbuatan cabul atau persetubuhan diluar perkawinan dengan orang lain harus belum berumur
15 tahun dan belum cukup umur. Untuk orang lain atau orang ketiga yang melakukan
perbuatan cabul atau persetubuhan diluar perkawinan berlaku pasal 287 KUHP atau subsider
pasal 290 ayat(2).
2.3.7 Menghubungkan , Memudahkan Dilakukan Perbuatan Cabul Dengan Orang Lain
A. Berdasarkan KUHP pasal 295 :
1) Diancam :
1. Dengan pidana penjara paling lama lima tahun barang siapa dengan sengaja
menyebabkan atau memudahkan dilakukan perbuatan cabul oleh anaknya, anak
tirinya, anak angkatnya atau anak yang dibawah pengawasannya yang belum
dewasa, atau oleh orang yang belum dewasa yang pemeliharaannya, pendidikan atau
penjagaannya diserahkan kepadanya, ataupun oleh bujangnya atau bawahannya
yang belum cukup umur, dengan orang lain.
2. Dengan pidana penjara paling lama empat tahun barang siapa dengan sengaja
menghubungkan atau memudahkan perbuatan cabul, kecuali yang tersebut dalam
butir (1) diatas, yang dilakukan oleh orang yang diketahuinya belum dewasa atau
sepatutnya harus diduganya demikian, dengan orang lain.
2) Jika yang bersalah melakukan kejahatan itu sebagai pencaharian atau kebiasaan, maka
pidana dapat ditambah sepertiganya.
Dalam pasal ini, termasuk semua bentuk perbuatan cabul orang dewasa atau yang
belum dewasa. Sedangkan untuk orang yang melakukan sebagai mata pencaharian dan
kebiasaan (misalnya pelacur) maka hukuman ditambah 1/3 nya. “Pencaharian” berarti jika
didalam hal itu ada pembayarannya, dan “kebiasaan”berarti jika dilakukan lebih dari sekali.
B. Berdasarkan KUHP pasal 296 :
Barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul
dengan orang lain, dan menjadikannya sebagai pencaharian atau kebiasaan, diancam
dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling
banyak lima belas ribu rupiah.
Barang siapa dalam pasal ini mengenai pemilik rumah pelacuran, pemilik rumah
bordil (bordeelhouders) yang biasanya disebut dalam bahasa jawa dengan germo, mucikari.
Demikian pula dengan orang ketiga yang dimaksudkan adalah pelacur yang sudah cukup
umur.
2.3.8 Menarik Keuntungan Dari Pelacur
Berdasarkan KUHP pasal 506 :
Barang siapa menarik keuntungan dari perbuatan cabul seoranng wanita dan
menjadikannya sebagai pencaharian, diancam dengan pidana kurungan paling lama satu
tahun.
Mucikari (souteneur) berarti makelar cabul, artinya seorang laki – laki yang hidupnya
seolah – olah dibiayai oleh pelacur yang tinggal bersama-sama dengan dia, yang dalam
pelacuran menolong, mencarikan langganan – langganan dan dari hasil tersebut, mucikari itu
mendapat bagian.
Apabila seorang suami terhadap istrinya sendiri melakukan penawaran agar bertindak
sebagai pelacur, maka perbuatan suaminya tersebut dapat dikategorikan mucikari (souteneur)
dan merupakan pelanggaran, hal ini sesuai pula menurut Arrest Hoge Raad 18 Maret 1912.
Perhatikan dan bandingkan Pasal 506 ini dengan 296 KUHP dan perhatikan perbedaan
hukumannya.
2.3.9 Mempromosikan Diri Untuk Perbuatan Cabul
KUHP tidak ada mengatur tentang perbuatan tersebut diatas. Tetapi ada peraturan
daerah, di Surabaya yang mengatur yaitu no.5 tahun 1955 tentang pencegahan pemikatan
untuk perbuatan tersebut.
Pasal 2 Perda No 5 thn. 1955 :
Siapapun dilarang memikat orang lain berbuat cabul dengan cara :
a. Berkeliaran baik berjalan kaki maupun berkendaraan dan berhenti di jalan umum.
b. Menggunakan isyarat atau tanda di jalan umum atau ditempat yang terlihat dari jalan
umum. Butir (a) dan (b) dengan syarat, bahwa yang bersangkutan sebelumnya harus
diperingatkan untuk pergi dari tempat itu oleh pegawai yang ditugaskan mengawasi
berlakunya peraturan ini.
Pasal 3 Perda No. 5 Thn. 1955:
Pelanggaran ketentuan dalam pasal 2 dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama
tiga bulan atau denda paling banyak seribu lima ratus rupiah.
Pelanggaran tersebut diatas berlaku pula untuk wanita pekerja seks komersial/PSK/
(WTS/wanita tuna susila) dan tuna susila laki-laki (Gigolo).
Dalam hal tentang mempromosikan diri untuk perbuatan cabul pada saat sekarang
banyak dilakukan dengan menggunakan media internet maupun majalah atau Koran yang
bertujuan untuk perbuatan cabul. Tuntutan selain dapat dikenai dengan KUHP dapat pula
dikenai sanksi melanggar undang-undang tentang porno aksi dan pornografi.
Ada hal yang perlu menjadi perhatian dalam aspek hukum menyikapi tindak
pencabulan, dimana tindakan persetubuhan yang tidak dapat dibuktikan dapat dialihkan
menjadi percabulan. Sedangkan tindakan persetubuhan atau perkosaan terhadap anak hanya
diperlakukan sebagai delik aduan, artinya bisa dicabut sewaktu – waktu. Padahal ini adalah
kejahatan murni dimana korbannya adalah anak hanya dijerat dengan KUHP pasal 287 yaitu
pasal perkosaan atas aduan korban (delik aduan), bila tidak terbukti perkosaan maka
dialihkan menjadi percabulan dengan pasal 293 dan juga merupakan delik aduan.
Pasal 293 berbunyi:
1) Barang siapa dengan memberi atau menjanjikan uang atau barang,
menyalahgunakan wibawa yang timbul dari hubungan keadaan, atau dengan
penyesatan sengaja menggerakkan seorang belum dewasa dan baik tingkah lakunya
untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul dengan dia, padahal
tentang belum kedewasaannya, diketahui atau selayaknya harus diduganya, diancam
dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
2) Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan orang yang terhadap dirinya dilakukan
kejahatan itu.
3) Tenggang waktu tersebut dalam pasal 74 bagi pengaduan ini adalah masing-masing
sembilan bulan dan dua belas bulan.
BAB III
PENUTUP
Pada kasus perbuatan cabul, pelaku bisa saja tidak memasukan penis (alat
kelaminnya) kedalam vagina perempuan (korban) seperti pada kasus perkosaan, tetapi pada
perbuatan cabul pelakunya mungkin memasukan sesuatu benda atau jari – jari pelaku kealat
kelamin perempuan yang tentunya dapat membuat robekan pada selaput dara.
Deviasi seksual atau penyimpangan seksual (unnatural sexual offences) juga perlu
dijelaskan oleh karena efeknya juga kadang kala tidak jarang mengarah pada tindakan
kejahatan kesusilaan pada orang lain (korban).
Perlu diperhatikan terhadap korban perbuatan cabul, bahwa korban bisa masih hidup
atau sudah meninggal. Apabila korban sudah meninggal maka tentunya tidak dapat dilakukan
anamnese terhadap korban. Untuk itu pemeriksaan terhadap korban sangat menuntut
perhatian (silent witness). Sedangkan bila korban masih hidup, maka dapat dilakukan
anamnese dan pemeriksaan.

VI. MEDIA PEMBELAJARAN


- LCD

VII. DAFTAR TUGAS


- Reparat

VIII. KISI-KISI TES DAN TES

Nama Dosen : dr. Abdul Gafar Parinduri. MKed(For). SpF


Bagian : Forensik

Skenario Kasus
Seorang perempuan, umur 30 tahun, dengan perawakan baju tampak robek, diantar oleh
suami, datang ke IGD RSUD Deli Serdang dengan keadaan menangis. Menurut keterangan,
ketika hendak mandi di sungai ada dua orang yang mencurigakan dan hendak menghentikan
korban. Pelaku memaksa untuk membuka baju korban sampai robek. Pelaku memukul,
mencium, dan memegang payudara dan kemaluan korban. Periksa luar, di temukan memar
pada daerah wajah, leher, paha dan sekitar payudara. permukaan memar warna biru
kemerahan. Tidak dijumapai cairan semen pada ujung kemaluan, dijumpai luka di sekitar
vagina.
Silahkan interpretasi skenario diatas:

SOAL
1. segala perbuatan yang melanggar kesusilaan ( kesopanan) atau perbuatan yang keji,
semuanya itu dalam lingkungan nafsu birahi kelamin, misalnya : cium – ciuman, meraba –
raba anggota kemaluan , meraba – raba buah dada dan sebagainya, Adalah definisi dari
a. Deviasi seksual
b. Perbuatan cabul
c. pemerkosaan
d. penyimpangan seksual

2. Yang bukan termasuk Hal-hal yang perlu di perhatikan dalam pemeriksaan korban
a. Menentukan adanya tanda- tanda persetubuhan
b. Menentukan adanya tanda- tanda kekerasan
c. Memperkirakan umur dan Menentukan pantas tidaknya korban buat kawin
d. Memperhatikan riwayat penyakit korban

3. Yang tidak termasuk dalam pemeriksaan forensic adalah


a. Data Umum
b. Anamnesa
c. Pemeriksaan medik
d. Pemeriksaan radiologi

4. Perbuatan Cabul Yang Dilakukan Mau Sama Mau, di atur dalam undang-undang
a. Berdasarkan KUHP pasal 295
b. Berdasarkan KUHP Pasal 281
c. Berdasarkan KUHP pasal 296
d. Berdasarkan KUHP Pasal 290

5. “Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sesama kelamin,
yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya belum dewasa, diancam dengan pidana
paling lama lima tahun”. Pernyataan ini termasuk dalam pasal berapa?
a. Berdasarkan KUHP pasal 295
b.Berdasarkan KUHP Pasal 292
c. Berdasarkan KUHP pasal 296
d. Berdasarkan KUHP Pasal 290

6. Jenis Perbuatan Cabul Dan Tinjauan Dari Segi Hukum diklasifikasikan menjadi berapa
kelompok?
a. 6
b. 7
c. 8
d. 9

7. Menarik Keuntungan Dari Pelacur, tertera dalam KUHAP berapa?


a. Berdasarkan KUHP pasal 506
b. Berdasarkan KUHP pasal 507
c. Berdasarkan KUHP pasal 508
d. Berdasarkan KUHP pasal 509

JAWABAN
1. B
2. D
3. D
4. D
5. B
6. D
7. A

Anda mungkin juga menyukai