Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Badan Kesehatan se-Dunia (WHO) memperkirakan sekitar 15 juta

orang terkena stroke setiap tahunnya. Stroke merupakan penyebab

kematian utama urutan kedua pada kelompok usia diatas 60 tahun.

Negara-negara miskin dan berkembang, seperti Indonesia, insiden

stroke cenderung meningkat setiap tahunnya meskipun sulit

mendapat data yang akurat (WHO, 2014).

Menurut riset kesehatan daerah Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, dalam laporannya mendapatkan bahwa di Indonesia,

setiap 1000 orang, 8 orang diantaranya terkena stroke. Stroke

merupakan penyebab utama kematian pada semua umur, dengan

proporsi 15,4%. Setiap 7 orang yang meninggal di Indonesia, 1

diantaranya karena stroke (Depkes RI, 2011).

Menurut Yayasan Stroke Indonesia terdapat kecenderungan

meningkatnya jumlah penyandang stroke di Indonesia dalam

dasawarsa terakhir. Berdasarkan data dilapangan, angka kejadian

stroke meningkat secara deramatis seiring usia. Setiap penambahan

usia 10 tahun sejak usia 35 tahun, resiko stroke meningkat dua kali

lipat (Yayasan Stroke Indonesia 2007).

1
Penderita stroke dapat mengalami kesulitan saat berjalan karena

gangguan pada kekuatan otot, keseimbangan dan koordinasi gerak

pada sendi, sehingga kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari

(Eliana, 2007). Negara yang berkembang juga menyumbang 85,5%

dari total kematian akibat stroke di seluruh dunia. Dua pertiga

penderita stroke terjadi di negara yang sedang berkembang. Serta

terdapat sekitar 13 juta korban baru setiap tahun, dimana sekitar 4,4

juta diantaranya meninggal dalam 12 bulan (Yayasan Stroke

Indonesia, 2012).

Dari pengambilan data awal oleh peneliti di ruang rekam medik

RSUD Kota Makassar menunjukkan bahwa jumlah pasien stroke yang

dirawat di beberapa ruang perawatan di RSUD Kota Makassar pada

bulan januari – September tahun 2018, pasien stroke sebanyak 40

orang. Dengan kategori sebagai berikut yaitu, pasien stroke

haemoragic sebanyak 2 orang, dan pasien dengan non haemoragic

sebanyak 38 orang,.

Flexibiltas sendi dapat ditingkatkan dengan melakukan suatu

latihan. Latihan tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan

Latihan rentang gerak (ROM. Rentang gerak adalah latihan gerakan

sendi yang memungkinkan terjadinya kontraksi dan pergerakan otot

secara aktif (Alim A, 2010).

2
Menurut Ariyanti (2013) menjelaskan dalam Cylindrical Grip, jari -

jari dilipat dengan ibu jari yang tertekuk diatas telunjuk dari jari

tengah. Hal ini melibatkan fungsi, terutama fungsi darifleksor

digitorum profundus. Sublimis fleksor digitorum dan otot interoseus

membantu ketika kekuatan yang diperlukan lebih besar. Untuk

mencegah terjadinya kecacatan pada pasien stroke maka perlu

dilakukan latihan yang bernama ROM.

Latihan ROM merupakan salah satu bentuk latihan dalam proses

rehabilitasi yang dinilai masih cukup efektif untuk mencegah terjadinya

kecacatan pada pasien dengan stroke. Latihan ini adalah salah satu

bentuk intervensi fundamental perawat yang dapat dilakukan untuk

keberhasilan regimen terapeutik bagi pasien dan dalam upaya

pencegahan terjadinya kondisi cacat permanen pada pasien paska

perawatan di rumah sakit sehingga dapat menurunkan tingkat

ketergantungan pasien pada keluarga (Ariyanti 2013).

Penderita stroke membutuhkan program rehabilitas. Program

rehabilitasi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang terpadu dengan

pendekatan medik, psikososial, educational-vocational yang

melibatkan multidisiplin. Program rehabilitasi sedini mungkin sangat

dibutuhkan dalam mempertahankan kenormalan pergerakan

persendian, tonus otot dan mengurangi masalah fleksibilitas

(Pudjiastuti, 2011).

3
Latihan ROM dikatakan dapat mencegah terjadinya penurunan

fleksibilitas sendi dan kekakuan sendi. Pernyataan ini sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Tseng et al dalam (Ariyanti, 2013). di

beijing, yang mengungkapkan bahwa latihan ROM dapat

meningkatkan fleksibilitas dan luas gerak sendi pada pasien stroke.

Hasil penelitian lain juga menyebutkan, ini sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Endriyani (2011) di RSUD Kalisat

Jember pada pasien post stroke. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa intervensi dengan ROM aktif tiga kali dalam seminggu lebih

efektif dari pada menggunakan ROM dua kali dalam seminggu karena

dapat meningkatkan flexibilitas sendi yang lebih efektif.

Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut, maka peneliti

tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul pengaruh pemberian

rentang gerak (ROM) terhadap flexibilitas sendi pada pasien stroke di

RSUD Kota Makassar tahun 2018.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang tersebut diatas, maka

rumusan masalah yang didapatkan dalam tulisan ilmiah ini adalah

bagaimana pengaruh pemberian rentang gerak (ROM) terhadap

flexibilitas sendi pasien stroke di RSUD Kota Makassar tahun 2018.

4
C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui pengaruh pemberian ROM terhadap

flexibilitas sendi pasien stroke di RSUD Kota Makassar tahun 2018.

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengidentifikasi sebelum pemberian ROM.

b. Untuk mengetahui setelah pemberian ROM.

c. Untuk mengidentifikasi pengaruh pemberian ROM di RSUD

Kota Makassar.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Adapun manfaat teoritis dari penelitian ini adalah:

a. Penelitian ini diharapkan menjadi literatur ilmu keperawatan

dan pengembangan ilmu pengetahuan terutama dalam bidang

keperawatan medikal bedah keperawatan.

b. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dengan baik

sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya dan dapat

dimanfaatkan dengan baik pula untuk kepentingan bersama.

c. Hasil penelitian ini dapat menjadi sumber informasi bagi

perawat mengenai pengaruh pemberian rentang gerak (ROM)

terhadap flexibilitas pada pasien stroke.

5
2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan

bagi tenaga kesehatan terutama tenaga keperawatan yang

bertugas di RSUD Kota Makassar, sehingga dapat meningkatkan

pengetahuan dalam bidang keperawatan medikal bedah.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Stroke

1. Definisi

Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak

berupa kelumpuhan saraf (deficit neurologic) akibat terhambatnya

aliran darah ke otak. Secara sederhana stroke didefenisikan

sebagai penyakit otak akibat terhentinya suplai darah ke otak

karena sumbatan (stroke iskemic) atau pendarahan (Kemenkes RI,

2013).

Menurut World Health Organization (WHO) stroke didefinisikan

suatu gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak

dengan tanda dan gejala klinik baik lokal maupun global yang

berlangsung lebih dari 24 jam, atau dapat menimbulkan kematian,

disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak. Sebagian besar

kasus dijumpai pada orang-orang yang berusia di atas 40 tahun.

Makin tua umur, resiko terkena stroke semakin besar (WHO, 2015).

Definisi stroke menurut Soeharto (2012) adalah gangguan

peredaran darah darah diotak yang menyebabkan fungsih otak

terganggu yang dapat mengakibatkan sebagai gangguan pada

tubuh, tergantung bagian otak mana yang rusak. Bila terkena

stroke dapat mengalami gangguan seperti hilangnya kesadaran

7
kelumpuahn serta tidak berfungsinya panca indera/nafas berhenti

berakibat fatal yaitu pemnderita akan meninggal.

Selain itu menurut WHO (2015) yang menyebabkan sehingga

stroke terjadi adalah manifestasi klinis dari gangguan fungsi

serebral, baik fokal maupun menyeluruh (global) yang berlangsung

dengan cepat, berlangsung lebih dari 24 jam, atau berakir dengan

kematian, tanpa ditemukannya penyebab selain dari pada

gangguan vascular.

Menurut Yayasan Stroke Indonesia (2007) stroke adalah

kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai

darah kebagian otak. Menurut Mansjoer dalam Agustin (2015)

stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak,

progresif, cepat berupa defisit neurologis vokal atau global yang

berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan

kematian. Semata-mata disebabkan oleh peredaran darah otak non

traumatik.

Stroke adalah gangguaan fungsi saraf yang terjadi mendadak

akibat pasokan darah ke suatu bagian otak sehingga peredaran ke

otak terganggu. Kurangnya aliran darah dan oksigen dapat

merusakkan atau mematikan sel – sel saraf otak sehingga

menyebabkan kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara,

penurunan kesadaran (Soeharto, 2004).

8
Pada penelitian ROM yang pernah dilkukan oleh Astrid (2013)

peneliti melakukan sebanyak 2x pada pagi dan sore hari selama

tiga hari dalam seminggu, setelah dilakukan intervnesi ROM di

dapatkan hasil belum terjadi peningkatan pada skala kekuatan

sendi klien, hal ini dikarenakan keterbatasan waktu penulis dalam

memberikan intervensi yang hanya tiga hari. Dalam penelitian lain

yang pernah dilakukan oleh Astrid (2011) menyatakan latihan

ROM yang dilakukan selama lima hari dalam seminggu untuk

mendapatkan hasil yang signifikan dalam peningkatan kekuatan

sendi. Dan dalam penelitian yang sama dilakukan oleh Kushartanti

(2013), menyatakan bahwa latihan ROM dampak signifikan dalam

peningkatan kekuatan sendi setelah lima hari dilakukan latihan

secara rutin dalam seminggu.

Pendapat diatas di dukung oleh Ananda (2017) yang

menyatakan bahwa latihan ROM bermanfaat untuk memperbaiki

tonus otot serta sendi maupun refleks tendon yang mengalami

kelemahan. Jika latihan dilakukan secara terus menerus maka

akan menstimulasi dan merangsang otot-otot serta sendi

disekitarnya untuk berkontraksi dan apabila stimulus gerakan ini

dilakukan secara rutin maka akan terjadi peningkatan kekuatan

sendi dan otot pada pasien.

9
2. Jenis – jenis stroke

a. Storoke Hemoragik

Stroke hemoragik merupakan penyakit gangguan fungsional

otak akut fokal maupun global akibat terhambatnya aliran darah

ke otak yang disebabkan oleh perdarahan suatu arteri

serebralis. Darah yang keluar dari pembuluh darah dapat masuk

ke dalam jaringan otak, sehingga terjadi hematom (Suirako,

2012).

Sedangkan dikutip dalam jurnal Yastroki (2011) stroke

hemoragik Merupakan perdarahan intraserebri dan

subarachnoid yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah

otak pada jaringan tertentu. Stroke hemoragik adalah disfungsi

neurologi fokal akut dan disebabkan oleh perdarahan substansi

otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma

kepala melainkan pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler

(Ariyanti, 2013).

b. Stroke Non Hemoragik

Stroke non hemoragik adalah gumpalan atau sumbatan

lain pada arteri yang mengalir ke otak (Nasition, 2011). Stroke

hemoragik terjadi bila pembuluh darah di otak pecah atau

mengalami kebocoran, sehingga terjadi perdarahan ke dalam

otak. Bagian otak yang dipengaruhi oleh pendarahan dapat

menjadi rusak, dan darah dapat terakumulasi sehingga

10
memberikan tekanan pada otak (Smeltzer, 2008). Terdapat

beberapa faktor resiko terjadinya stroke non hemoragik antara

lain: usia lanjut, hipertensi, DM, penyakit jantung,

hiperkolesterolemia, merokok dan kelainan pembuluh darah

otak (Nasution, 2011).

c. Kejadian yang terjadi pada stroke

Stroke biasanya diakibatkan dari salah satu kejadian di bawah

ini diantaranya (Agustin, 2015) :

a. Trombus Serebral

Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang

mengalami oklusi sehinnga menyebabkan iskemi jaringan

otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti

disekitarnya.

b. Emboli

Emboli serebri merupakan penyumbatan pembuluh darah

otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Emboli

menyebabkan edema dan nekrosis diikuti thrombosis.

c. Iskemia

Penurunan aliran darah ke area otak

d. Hemoragi serebral

Hemoragi serebral adalah pecahnya pembuluh darah

serebral dengan pendarahan ke dalam jaringan otak atau

ruangan sekitar otak. Pendarahan intraserebral dan

11
intrakranial meliputi pendarahan didalam ruang subarakhnoid

atau didalam jaringan otak sendiri. Pendarahan ini dapat

terjadi karena arterosklerosis dan hipertensi. Pecahnya

pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah

kedalam parenkim otak.

“Kesehatan merupakan salah satu hak bagi tubuh manusia”

demikian sabda Nabi Muhammad SAW. Karena kesehatan

merupakan hak asasi manusia, sesuatu yang sesuai dengan fitrah

manusia, maka Islam menegaskan perlunya istiqomah

memantapkan dirinya dengan menegakkan agama islam. Satu-

satunya jalan dengan melaksanakan perintah-Nya dan

meninggalkan larangan-Nya.

Terjemahanya:

“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari

Tuhanmu dan penyembuh-penyembuh bagi penyakit-penyakit

(yang berada) dalam dada dan petunjuk dan rahmat bagi orang-

orang yang beriman” (QS: Yunus:57).

Makna dari isi kandungan pada Ayat QS: Yunus ayat 57 diatas

adalah bahwasanya Allah Swt telah memberikan setiap penyakit

kepada manusia serta memberikan pula obat pada penyakit

12
tersebut, maka dari itu manusia sekiarnya dapat berusaha serta

berdoa untuk kesembuhanya.

d. Penyebab stroke secara umum

Penyebab stroke yang diunkapkan oleh informan stroke

dikarenakan karena adanya hipertensi, tekanan darah tinggi, pikiran

dan kesambet makhluk halus. Informan mengatakan bahwa stroke

yang menyerang merupakan gangguan dari makhluk halus

diungkapkan oleh informan dengan tingkat Pendidikan taraf SD dan

tempat tinggal yang jauh dari pusat kota. Informan yang

mempunyai tingkat pendidikan di atas SMP dalam menerangkan

penyebab penyakit berdasarkan informasi dari dokter, buku dan

media massa (Corwin, 2010).

Tingginya penderita stroke dan mengalami stres dikarenakan

penurunan kualitas hidup akibat perburukan kondisi dan kecacatan

yang mereka alami. Penurunan produktivitas dan semakin

beratnya kecacatan yang dialami penderita diakibatkan oleh

perluasan lesi pada area otak sehingga terjadi eksaserbasi atau

penurunan secara progresif fungsi organ tubuh yang terkena,

apalagi jika stroke yang kedua ini mengenai sisi yang sama

dengan stroke pertama atau defisit neurologis yang terdahulu. Ada

hubungan antara faktor stres dengan terjadinya hipertensi

sebangai faktor paling berpengaruh terhadap terjadinya stroke

ataupun stroke berulang (Ginanjar, 2011).

13
e. Pengobatan

Pengobatan pada penyakit stroke yaitu dapat dilakukan

beberapa cara diantaranya yaitu dengan melakukan fisioterapi.

Fisioterapi berpengaruh terhadap kekuatan otot ekstremitas pada

penderita stroke (Irfan, 2010). Hasil ini sesuai dengan Rujito dalam

Mudrikhah (2012) yang melaporkan bahwa fisioterapi dapat

merangsang tonus otot serta pada sendi yang menuju ke arah

normal.

“Pengobatan merupakan salah satu hak bagi setiap manusia”

demikian Firman Allah SWT dalam potongan ayat ke 11 pada Al-

Qur’an Surah Ad-Rad. Karena pengobatan merupakan hak asasi

manusia, serta adanya kesadaran dalam diri manusia sehingga

dia harus senantiasa berusaha dalam menjalankan pengobatan,

maka Islam menegaskan perlunya istiqomah memantapkan dirinya

dengan menegakkan agama islam. Satu-satunya jalan dengan

melaksanakan perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya.

Allah SWT berfirman dalam QS:Ar-Rad:11 yang terjemahanya

sebagai berikut :

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum

sebelum mereka mengubah dirinya sendiri.” (QS: Ar-Rad:11).

Potongan ayat diatas menjelaskan tentang perintah Allah SWT.

yang kemudian menjelaskan bahwasanya selaku hamba

diperintahkan untuk mengubah dirinya terlebih dahulu, ada faktor

14
kemauan dalam hal pengobatan, karena tidak akan ada yang bisa

mengubah sebuah perubahan dalam dirinya kalau bukan dari faktor

dalam dirinya sendiri.

3. Manefestasi klinis pada stroke

Untuk stroke non hemoragik (Iskemik), gejala utamanya adalah

timbulnya defisit neurologis secara mendadak/subakut, didahului

gejala prodromal, terjadi pada waktu istirahat atau bangun pagi dan

kesadaran biasanya tidak menurun, kecuali bila emblus cukup

besar. Gejala neurologis yang timbul bergantung pada berat

ringanya gangguan pembuluh darah dan lokasinya. Manefestasi

klinis stroke non hemoragik berupa, gangguan penglihatan

(heminopia atau monokuler) atau diplopia, kelumpuhan wajah atau

anggota badan (biasanya hemiparesis) yang timbul mendadak,

vertogi (muntah – muntah atau nyeri pada bagian kepala),

gangguan semibiltas pada salah satu atau lebih anggota badan

(gangguan hemisensorik), disartria (bicara pello atau cadel)

(Widagdo, 2006).

4. Keterkaitan Antara Stroke dan Flexibiltas Sendi

Fleksibilitas sendi sangat dipengaruhi oleh jenis kelamin, usia,

dan kondisi-kondisi tertentu seperti stroke. Stroke sangat

mempengaruhi flexibiltas sendi pada seseorang yang terjadi

dikarenakan bentuk anatomi sendi, struktur tulang, jaringan sekitar

sendi, otot, tendon dan ligamen yang telah kaku. Faktor ini

15
merupakan faktor yang dapat mempengaruhi kinerja pergerakan,

sehingga ketika terjadi stroke pada seseorang maka akan

mengalami gangguan pada flexibiltas sendi. Sehingga seseorang

tidak dapat melakukan gerakan seperti gaya serta kontraksi otot

yang sempurna (Ardi, 2011).

B. Tinjauan Teori UmumTentang Rome Of Mation (ROM)

1. Pengertian

Dikutip dari Potter & Perry dalam (Ananda, 2017) ROM adalah

latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki

tingkat kesempurnaan kemampuan untuk menggerakan persendian

secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa otot dan

tonus otot serta persendian. ROM adalah kemampuan maksimal

seseorang dalam melakukan gerakan. Ruang gerak atau batas-

batas gerakan dari kontraksi otot dalam melakukan gerakan,

apakah otot serta sendi memendek secara penuh atau tidak, atau

memanjang secara penuh atau tidak (Agustin, 2015).

2. Tujuan dan Manfaat Pemberian Range of motion (ROM)

Range of mation (ROM) bertujuan untuk memperbaiki fungsi

pernafasan, sirkulasi peredaran darah, mencegah komplikasi dan

memaksimalkan aktivitas perawatan diri. Kekuatan otot pada

penderita stroke dapat segera dilakukan melalui latihan ROM

setelah serangan stroke berlalu. Dampak latihan ROM yang tidak

segera dilakukan pada pasien stroke sedini mungkin adalah

16
terjadinya atropi sel otot, kekakuan sendi, penurunan kontraksi otot,

nyeri saat pergerakan dan secara keseluruhan akan berakibat pada

ketidakmampuan untuk bergerak atau beraktifitas (Claudia, 2013).

Tujuan lain dari pemberian ROM untuk mempertahankan atau

meningkatkan kekuatan otot, memelihara mobilitas persendian,

merangsang sirkulasi darah dan mencegah kelainan bentuk.

Jaringan otot yang memendek akan memanjang secara perlahan

apabila melakukan suatu hal. Dukungan ini juga berarti pemberian

motivasi sehingga penderita akan lebih giat berlatih dan keinginan

untuk sembuh akan muncul. Maka dari itu, diharapkan bagi

keluarga untuk terus memberikan dukungan berupa motivasi bagi

penderita stroke karena dapat memberikan dampak yang positif

bagi penderita untuk mau terus melakukan latihan range of motion

yang berguna untuk memulihkan keadaannya (Chaidir R, 2014).

Dikutip dari Ananda (2017) tujuan lain dari pemberian ROM

adalah sebagai berikut :

a. Mempertahankan atau memelihara kekuatan otot

b. Memelihara mobilitas persendian

c. Mencegah kelainan bentuk

Manfaat pemberian dari ROM untuk mempertahankan atau

memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan pergerakan sendi

secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa otot dan

tonus otot serta sendi. Dukungan keluarga mempengaruhi motivasi

17
penderita stroke dalam melakukan latihan juga berpengaruh besar

dalam peningkatan kekuatan otot. Dalam hal ini, anggota keluarga

atau pasien sendiri dapat melakukan latihan ROM mandiri diluar

pemberian latihan dari fisioterapi. Fungsi keluarga sendiri dalam

perawatan kesehatan anggota keluarga yang sakit dapat

menyediakan kebutuhan fisik (Indhah, 2014).

Dikutip dari Ananda (2017) menyatakan bahwa manfaat ROM

adalah:

a. Menentukan nilai kemampuan sendi tulang dan otot dalam

melakukan

b. Mengkaji tulang, sendi dan otot

c. Mencegah terjadinya kekakuan sendi

d. Memperlancar sirkulasi darah

e. Memperbaiki tonus otot

f. Meningkatkan mobilisasi sendi

g. Memperbaiki toleransi otot untuk latihan.

3. Klasifikasi ROM

Dalam kutipan Ananda (2017), menyatakan bahwa ada beberapa

klasifikasi latihan ROM, yaitu:

a. Latihan ROM pasif, yaitu latihan ROM yang dilakukan pasien

dengan bantuan dari orang lain, perawat, ataupun alat bantu

setiap kali melakukan gerakan. Indikasi : pasien usia lanjut

18
dengan mobilitas terbatas, pasien tirah baring total, kekuatan

otot 50%.

b. Latihan ROM aktif, yaitu latihan ROM yang dilakukan mandiri

oleh pasien tanpa bantuan perawat pada setiap melakukan

gerakan. Indikai mampu melakukan ROM sendiri dan kooperatif,

kekuatan otot 75%.

4. Frekuensi dan Lama Pemberian ROM, Ananda (2017) yaitu:

a. ROM harus diulang sekitar 3 kali dalam seminggu dan dikerjakan

minimal 2 kali dalam sehari yakni pagi dan sore hari serta

frekuensi waktu kurang lebih dari 15 menit sampai 20 menit

dalam pemberian.

b. ROM dilakukan perlahan dan hati-hati sehingga tidak melelahkan

pasien.

c. Bagian-bagian tubuh yang dapat dilakukan latihan ROM adalah

sendi panggul, sendi lutut, dan pergelangan kaki.

d. ROM dapat dilakukan pada semua persendian atau hanya pada

bagian- bagian yang dicurigai mengalami proses penyakit.

e. Melakukan ROM harus sesuai waktunya, misalnya setelah mandi

atau perawatan rutin telah dilakukan.

5. Penelitian Terkait Pemberian ROM

ROM aktif dilakukan dengan cara klien menggunakan lengan

atau tungkai yang berlawanan dan lebih kuat untuk menggerakkan

setiap sendi pada ekstremitas yang tidak mampu melakukan

19
gerakan aktif (Rahayu 2015). Sejalan dengan penelitian Uliya

(2007), di Panti Wreda Wening Wardoyo Ungaran, dengan

penelitian eksperimental memberikan perlakuan melatih rentang

gerak ROM terhadap pasien stroke dan melakukan pengukuran

kekuatan otot serta sendi pada pasien stroke dengan hemiparese

kanan maupun hemiparese kiri. Kekuatan otot dan sendi sesudah

terapi latihan gerak selama 5 hari jauh lebih tinggi daripada

sebelum terapi, dalam arti terjadi kenaikan, baik pada hemiparesis

kanan maupun kiri. Secara statistik dengan menggunakan terdapat

perbedaan yang bermakna antara nilai kekuatan otot antara

sebelum dan setelah diberi perlakuan pada pasien stroke

hemiparesis kanan maupun kiri (p= 0,0001).

Dalam penelitian lain yang dilakakan oleh Kun Ika Nur Rahayu

(2015), merupakan eksperiment dengan pre post test design.

Subyek sebanyak 8 yang dilakukan latihan ROM sebanyak 3 kali

dalam seminggu selama 1 minggu. Fleksibilitas sendi diukur pada

sebelum, setelah 1 minggu dan setelah 2 latihan ROM. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa ada peningkatan yang signifikan

antara pengukuran pertama-kedua pada fleksi sendi lutut kiri.

Simpulan pada penelitian ini adalah latihan ROM selama dapat

meningkatkan fleksibilitas sendi lutut kiri sebesar 350 atau 43,75%.

20
C. Tinjauan umum Tentang Flexibilitas Sendi

kelentukan (Flexibilitas) disebut juga kelenturan atau

perengganggan. Kelenturan mengacu pada ruang gerak sendi atau

persendian serta elastisitas dari otot-otot, tendo dan ligamen (Kuntono,

2011). Definisi lain mengatakan Kelentukan adalah kemampuan untuk

melakukan gerakan dalam ruang gerak sendi. Kecuali gerak sendi,

kelenturan juga ditentukan oleh elastisitas tidaknya otot-otot, tendo dan

ligamen. Dengan demikian orang yang mempunyai otot-otot yang

elastis adalah mempunyai kelentukan yang baik (Herdin, 2010). Selain

dari pendapat lain tentang kelentukan atau flexibiltas sendi, Smeltzer

(2008) menge-mukakan definisi kelentukan sebagai berikut : “Flexibility

is the range of motion in a joit or series of joints”. Secara bebas

diterjemahkan bahwa kelentukan adalah luas gerak dalam suatu

rangkaian persendian.

Fleksibilitas dibagi menjadi fleksibilitas statik dan fleksibilitas

dinamik. Fleksibilitas statik (yang lebih umum dikenal sebagai

‘fleksibilitas’) adalah daerah pergerakan sendi sedangkan fleksibilitas

dinamik adalah tahanan sendi untuk bergerak. Fleksibilitas juga dapat

diartikan sebagai kemampuan melakukan gerakan pada sendi tertentu

atau sekelompok sendi dalam kombinasi fungsional. Tiap individu

memiliki fleksibilitas yang berbeda, tergantung pada usia, jenis

kelamin, kondisi psikis, olahraga, konstitusi tubuh, dan keadaan tulang,

otot, jaringan ikat, dan sistem sarafnya (Riyanto, 2011).

21
Berikut ini tata cara dalam pemberian ROM terhadap flexibiltas

sendi (Riyanto, 2011) yaitu :

a. Fleksi dan ekstensi pergelangan tangan

Cara melakukan pada bagian ini adalah dengan cara atur posisi

lengan pasien dengan menjauhi sisi tubuh dan siku menekuk

dengan lengan kemudian pegang tangan pasien dengan satu

tangan dan tangan. yang lain memegang pergelangan tangan

pasien setelah itu tekuk tangan pasien kedepan sejauh mungkin

kemudian lakukan pencatatan perubahan yang terjadi.

b. Fleksi dan ekstensi siku

Pada bagian ini tata caraya adalah pertama – tama atur posisi

lengan pasien dengan menjauhi sisi tubuh dengan telapak

mengarah ketubuhnya kemudian letakkan tangan di atas siku

pasien dan pegang tangan mendekat bahu dan lakukan dan

kembalikan ke posisi sebelumnya.

c. Pronasi dan supinasi lengan bawah

Tata cara selanjutnya pada bagian ini adalah atur posisi lengan

bawah menjauhi tubuh pasien dengan siku menekuk. Kemudian

Letakan satu tangan perawat pada pergelangan pasien dan pegang

tangan pasien dengan tangan lainnya. Setelah itu putar lengan

bawah pasien sehingga telapaknya menjauh. Selanjutnya

kembalikan ke posisi semula. Kemdian Putar lengan bawah pasien

22
sehingga telapak tangannya menghadap kearahnya. Dan

kembalikan keposisi semula.

d. Pronasi fleksi bahu

Pada fase ini pertama – tama yang dilakukan adalah atur posisi

tangan pasien disisi tubuhnya. Selanjutnya letakkanlah satu tangan

perawat diatas siku pasien dan pegang tangan pasien dengan

tangan lainnya dan angkat lengan pasien pada posisi semula.

e. Abduksi dan adduksi bahu

Di fase ini cara melakukannya yaitu perlahan – lahan atur posisi

lengan pasien di samping badannya. Letakan satu tangan perawat

diatas siku pasien dan pegang tangan pasien dengan tangan

lainnya. Kemudian gerakkan lengan pasien menjauh dari tubuhnya

keasar perawat (Abduksi). Dan setelah itu gerakkan lengan pasien

mendekati tubuhnya (Adduksi).

f. Rotasi bahu

Selanjutnya bagian ini dilakukan dengan cara atur posisi lengan

pasien menjauhi tubuh dengan siku menekuk lalu letakkan satu

tangan perawat dilengan atas pasien dekat siku dan pegang tangan

pasien dengan tangan yang lainnya. Gerakkan lengan bawah

kebawah sampai menyentuh tempat tidur, telapak tangan

menghadap kebawah. Setekah selesai kembalikkan posisi lengan

keposisi semula lalu gerakan lengan bawah kebelakang sampai

23
menyentuh tempat tidur, telapak tangan menghadap keatas dan

kembalikan lengan keposisi semula.

g. Fleksi dan ekstensi jari-jari

Pada bagian ini cara melakukanya sebagai berikut, :pertama - tama

pegang jari-jari kaki pasien dengan satu tangan, sementara tangan

lain memegang kaki. Bengkokkan (tekuk) jari-jari kebawah. Lalu

luruskan jari-jari kemudian dorong kebelakang dan kembalikkan

keposisi semula

h. Infers dan efersi kaki

Cara melakukan pada fase ini yaitu dengan cara pegang separuh

bagian kaki pasien dengan satu jari dan pegang pergelangan kaki

dengan tangan satunya. Putar kaki kedalam sehingga telapak kaki

menghadap kekaki lainnya. Kemdian kembalikan keposisi semula.

Putar kaki keluar sehingga bagian telapak kaki menjauhi kaki yang

lain dan Kembalikan ke posisi semula.

i. Fleksi dan ekstensi pergelangan kaki

Selanjutnya letakkan satu tangan perawat pada telapak kaki pasien

dan satu tangan yang lain di atas pergelangan kaki. Jaga kaki lurus

dan rileks. Tekuk pergelangan kaki, arahkan jari-jari kaki ke arah

dada pasien. Kembalikkan ke posisi semula. Tekuk pergelangan

kaki menjauhi dada pasien.

24
j. Fleksi dan ekstensi lutut

Cara melakukab pada bagian ini adalah letakkan satu tangan di

lutut pasien dan pegang tumit pasien dengan tangan yang lain

angkat kaki, tekuk pada lutut dan pangkal paha. Lanjutkan

menekuk lutut kearah dada sejauh mungkin. Selanjutnya

kebawahkan kaki dan luruskan lutut dengan mengangkat kaki

keatas. Kembali keposisi semula.

k. Rotasi pangkal paha

Cara melakukannya ialah letakkan satu tangan perawat dibahu lutut

pasien dan satu tangan di tumit. Kemudian jaga posisi kaki pasien

lurus, angkat kurang lebih 8cm dari tempat tidur, gerakkan kaki

menjauhi badan pasien. Gerakkan kaki mendekati badan pasien

Kembalikkan ke posisi semula.

Cara pengukuran flexibiltas sendi pada ROM, Norkin and White dalam

Ulliya (2007), yaitu dengan menggunakan goniometer merek PASS.

Pengukuran fleksibilitas sendi dilakukan,1 minggu atau 2 minggu latihan.

Latihan ROM dilakukan 3 kali dalam seminggu selama 1 atau 2 minggu.

Pada minggu pertama latihan dilakukan sebanyak 3 kali untuk setiap

gerakan dan selanjutnya pada minggu kedua dilakukan 4 kali setiap

gerakan. Latihan ROM dilakukan pada bidang sagital dengan posisi duduk

atau berdiri. Untuk melihat adanya perbedaan peningkatan yang

bermakna antara pengukuran pertama dan kedua ; kedua dan ketiga ;

pertama dan ketiga dilakukan uji analisis Wilcoxon Signed Rank Test.

25
Tata cara pengukuran lain diungkapkan oleh Alter (2008) yaitu,

Fleksibilitas diukur dengan menggunakan goniometer Latihan peregangan

pada sendi dilakukan 3 kali pada 1 minggu selama 2 minggu. Sebelum

melakukan latihan peregangan lansia diukur terlebih dahulu lingkup gerak

sendi dengan menggunakan Goniometer. Latihan ini berupa lima gerakan

latihan yaitu, fleksi lengan sinistra, fleksi lengan dextra, ekstensi lengan

sinistra, ekstensi lengan dextra, fleksi bahu sinistra, fleksi bahu dextra,

ekstensi bahu sinistra, ekstensi bahu dextra, abduksi bahu sinistra dan

abduksi bahu dextra, fleksi lutut sinistra, fleksi lutut dextra, ekstensi lutut

sinista dan ekstensi lutut dextra. Latihan peregangan di pakai 2 metode

yaitu, metode dinamis dan statis. Metode dinamis dilakukan dengan

menggerakan anggota tubuh secara berulangkali tapi teratur dan metode

statis dilakukan dengan meregangkan otot secara perlahan-lahan dengan

menahan 20-30 detik. 3 minggu kemudian, responden dikumpulkan untuk

dilakukan pengukuran fleksibilitas sebagai post test dengan metode yang

sama.

Sementara untuk penilaian flexibiltas sendi adalah berdasarkan teori

yang dikemukakan oleh Potter dan Perry (2005), rentang normal fleksi

sendi panggul adalah 90 - 120 derajat, serta Pada sendi lutut di dapatkan

rentang normal 120 - 130 derajat, selanjutnya, pergelangan kaki dengan

rentang normal 20-30 derajat. Lingkup gerak sendi adalah ruang lingkup

gerakan sendi yang mampu dicapai atau dilakukan oleh sendi.

26
Pengukuran LGS yang sering digunakan adalah goneometer (Yandri,

2011).

Pengukuran lingkup gerak sendi dilakukan pada tiga arah gerak yaitu

abduksi, eksorotasi dan endorotasi, yang dilakukan secara pasif

menggunakan alat ukur goniometer dengan prosedur (Ulliya. 2010) :

1. Gerakan abduksi adduksi

Posisi pasien berdiri tegak, goniometer tepat pada sendi bahu bagian

depan. Terapis menggerakan secara pasif lengan pasien ke abduksi,

kemudian kembali ke posisi netral dan diikuti gerakan ke adduksi,

selama gerakan kita ukur berapa derajat lingkup gerak sendi yang

dicapai

2. Gerakan eksorotasi dan endorotasi

Posisi pasien berdiri tegak lengan disamping tubuh siku flexi 90.

Goniometer diletakkan pada aksis siku. Fisioterapis menggerakan

secara pasif ke arah eksorotasi, kembali keposisi netral dan di ikuti

gerakan endorotasi. Selama gerakan kita ukur besar sudut sendi bahu

gerakan yang terjadi.

Sementara dalam pemeriksaan gerak menurut Astuti (2006) (terbagi

pula beberapa bagian yaitu :

1. Pemeriksaan Gerak Aktif

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui apakah pasien mampu

untuk melakukan gerakan sendiri tanpa bantuan, nyeri saat

digerakkan dan mengetahui keterbatasan lingkup gerak sendi pasien.

27
Gerakan yang dilakukan diantaranya: dorsi fleksi, plantar fleksi, eversi

ankle dan inversi ankle dekstra dan sinistra. Dari pemeriksaan gerak

aktif didapatkan hasil pasien mampu menggerakkan ankle dekstra

dan sinistra ke arah dorsi fleksi dekstra-sinistra, plantar fleksi dekstra-

sinistra, eversi desktra-sinistradan inversi desktra-sinistra adanya

keterbatasan gerak pada dorsi fleksi dan plantar fleksi dekstra-

sinistra, dengan adanya nyeri gerak aktif untuk gerakan dorsi fleksi

dan plantar fleksi dekstra-sinistra.

2. Pemeriksaan Gerak Pasif

Pemeriksaan gerak pasif ini dilakukan dengan batuan fisioterapis.

Tujuannya untuk mengetahui adanya nyeri gerak saat digerakkan,

bisa atau tidaknya full ROM saat digerakkan dan terdapat end feel.

Pada pemeriksaan gerak pasif ini didapatkan terapis dapat melakukan

gerakan pasif ke arah dorsi fleksi dekstra-sinistra, plantar fleksi

dekstra-sinistra, eversi dan inversi dekstra-sinistra full ROM, namun

untuk gerakan dorsi fleksidekstra-sinistra dan plantar fleksi desktra-

sinistra terdapat nyeri pada akhir gerakan.

3. Gerakan Isometrik Melawan Tahanan

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada provokasi

nyeri saat otot dikontraksikan. Dalam pemeriksaan ini hanya

dilakukan gerakan isometrik saja yaitu terdapat kontraksi otot namun

tidak merubah lingkup gerak sendinya. Hasil pemeriksaan isometrik

melawan tahanan didapatkan pasien mampu melakukan gerakan

28
dorsi fleksi dan plantar fleksi dekstra-sinistra adanya nyeri, pasien

dapat melawan tahanan minimal dari terapis.

29
BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pemikiran Variabel Yang diteliti

Sebagai salah satu kegiatan dalam bidang pendidikan

terkhususnya dalam bidang kesehatan, berikut ini akan dijelaskan

beberapa hal yang akan diteliti menyangkut hubungan pengaruh

pemberian ROM terhadap flexibiltas sendi pasien stroke di RSUD Kota

Makassar.

Ketika berbicara mengenai penyakit stroke maka tidak terlepas dari

yang namanya pengobatan jangka panjang, maka dari itu dengan

pengobatan jangka panjang yang dimaksud adalah dengan

menggunaka ROM. Dimana ketika menggunakan ROM pasien dapat

diketahui sudah sampai sejauh mana perkembangan yang dialami oleh

pasien tersbut. Dengan ROM pula dapat juga diukur akan flexibilitas

sendi pada penderita stroke tersebut.

ROM adalah suatu strategi yang cukup ampuh dalam hal

menindaki suatu penyakit, terkhususnya pada penyakit stroke. Dengan

menggunakan ROM pasien akan mudah untuk diketahui sudah sampai

mana akan perkembangan terkait penyakit yang diderita oleh pasien

tersebut. Sehingga dapat juga diketahui akan sejauh mana flexibilitas

sendi bekerja pada pasien stroke.

30
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti bermaksud melakukan

penelitian untuk mengetahui apakah ada pengaruh pemberian rentang

gerak (ROM) terhadap flexibiltas sendi pada pasien stroke di RSUD

Kota Makassar.

B. Bagan Kerangka Konsep

Variabel Independen Variable Dependen

Flexibiltas
Pemberian ROM Sendi
Pasien
Stroke
Gambar 3.1 Kerangka Konsep

Keterangan :

: Variable Independen

: Variabel Dependen

: Garis Penghubung Variabel

C. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

1. Pemberian ROM

Pemberian ROM kepada pasien dikategorikan berdasarkan

gerakan pada persendian yang menggunakan penilain dalam

beberapa bagian tubuh khususnya pada bagian ektremitas atas

dan bawah. Pada penelitian ini pengukuran yang dilakukan

berdasarkan intervensi langsung berupa pemberian standar

operasional prosedur (SOP) pada pasien stroke di RSUD Kota

Makassar.

31
2. Flexibiltas Sendi

Flexibiltas sendi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

kelenturan sendi dalam melakukan sejumlah gerakan secara bebas

yang terdiri dari fleksi, abduksi, aduksi dan ekstensi yang diukur

dengan menggunakan alat yang bernama goniometer pada pasien

stroke di RSUD Kota Makassar.

Kriteria Objektif :

Derajat Fungsi Rentang Gerak Sendi

1. Normal : Gerak penuh tanpa hambatan (100%)

2. Good : Gerak tidak penuh (75%)

3. Fair : Gerak tidak penuh ada hambatan (50%)

4. Poor : Gerak ada hambatan (25%)

5. Trace : Tidak ada gerak sama sekali (0%)

D. Hipotesis Penelitian

1. Hipotesis Alternatif ( H1)

a. Ada pengaruh pemberian ROM dengan flexibiltas sendi pada

pasien stroke

2. Hipotesis Nol (Ho)

a. Tidak ada pengaruh pemberian ROM dengan flexibiltas sendi

pada pasien stroke

32
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan

desain Quasy Eksperiment dengan pendekatan Control Group Post

test only design atau post tes kelompok kontrol. Pada kelompok

dimulainya pemberian ROM dilakukan selama 3 hari dengan durasi 10

menit, dengan 5 kali pengulangan setiap sendi dengan sesi 2 kali

sehari pagi dan sore hari selama 1 minggu. Rentang gerak diukur

tingkat fleksibilitas sendinya (posttest). Dalam penelitian ini dilakukan

tiga peniaian yaitu sebelum diberikan terapi ROM. Setelah diberikan

terapi ROM dan dilakukan perbandingan nilai flexibiltas sendi sebelum

dan sesudah terapi ROM (Gusty, 2014).

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Ruang Inap RSUD Kota Makassar.

C. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Februari 2019

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang akan

diteliti (Nursalam, 2008). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh

pasien stroke yang tercatat di ruang Rekam Medik RSUD Kota

33
Makassar selama bulan Januari 2018 sampai dengan Oktober 2018

dengan jumlah pasien 40 orang.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang diambil dari keseluruhan

objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi

(Notoatmodjo, 2015). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini

adalah klien dengan pemberian ROM terhadap flexibiltas sendi dan

memenuhi kriteria inklusi. Teknik sampling yang digunakan dalam

penelitian ini adalah Non Probability Sampling yaitu Purposive

Sampling. Purposive Sampling adalah teknik penetapan sampel

berdasarkan pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri

berdasarkan ciri-ciri atau sifat – sifat populasi yang sudah diketahui

sebelumnya (Notoatmodjo, 2012).

a. Kriteria Inklusi

1. Pasien rawat inap

2. Pasien sadar

3. Pasien yang bersedia untuk menjadi responden

4. Pasien yang bisa berkomunikasi

b. Kriteria eksklusi

1. Pasien yang mengalami komplikasi

2. Pasien pulang sebelum terapi selesai dilakukan.

34
E. Instrument Penelitian

Instrumen penelitian yang dipakai adalah Goniometer. Alat ini yang

digunakan dalam pengukuran sendi pasien yang mengalami stroke..

Goniometer adalah berupa alat yang terbuat dari logam atau plastik

dengan dua lengan seperti busur lipat. Angka dalam goniometer

menunjukkan besar sudut dalam derajat, seperti busur. Goniometer yang

digunakan dalam pengukuran sendi pasien yang mengalami gangguang

pada flexibiltas sendi. Penggunaan ROM dilakukan dengan durasi 10

menit, dengan 5 kali pengulangan setiap sendi dengan sesi 2 kali sehari

pagi dan sore hari selama 1 minggu.

F. Pengumpulan Data

1. Data Primer

Data primer merupakan sumber data penelitian yang diperoleh

langsung dari responden (tidak melalui media perantara). Dengan

menggunakan tabel penilaian sensitivitas respon pasien yang

mengacu pada tujuan penelitian yang berkaitan dengan rentang

gerak dan tonus otot pada pasien stroke.

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang dikumpulkan dari pihak

lain, badan/instansi yang secara rutin mengumpulkan, bukan oleh

periset itu sendiri untuk tujuan yang lain. Data sekunder dalam

penelitian ini diperoleh dari rumah sakit umum daerah kota

makassar.

35
G. Pengolahan dan Penyajian Data

Pengolahan data yang diperoleh diolah dengan menggunakan

komputer program SPSS. Data hasil penelitian disajikan dalam bentuk

naskah dan tabel distribusi frekuensi.

1. Editing

Proses editing dilakukan setelah data terkumpul dan dilakukan

dengan memeriksa kelengkapan data menurut karakteristik masing

– masing, kesinambungan data, dan keseragaman data.

2. Coding

Dilakukan untuk memudahkan pengelolaan data yaitu dengan

memberikan kode atau simbol – symbol tertentu untuk jawaban

(pengkodean).

3. Data entry

Mengisi kolom–kolom atau kotak lembar kode sesuai dengan

jawaban masing–masing.

4. Tabulating

Data di kelompokkan dalam bentuk tabel yang dimiliki,

kemudian data dianalisis secara statistik.

5. Cleaning

Yaitu kegiatan pengecekan kembali data-data yang sudah

dimasukan kedalam kotak lembar kode apakah ada kesalahan atau

tidak.

36
H. Analisis Data

Analisa data terdiri dari analisa univariat dan bivariat:

1. Analisa Univariat

Membuat tabel distribusi frekuensi dan presentase dari masing-

masing variabel.

2. Analisa Bivariat

Dilakukakn untuk mengetahui hubungan antara variabel

independen denngan variabel dependendengan menggunakan uji

statistik chi-square dengan tingkat kemaknaan 0,05.

I. Etika Penelitian

Sebelum penelitian ini dilakukan, peneliti mengajukan surat

permohonan izin kepada Direktur RSUD Kota Makassar untuk

mendapat izin meneliti, dengan menekankan pada masalah etika

yang mengikuti :

1. Informed consent (persetujuan)

Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang

akan akan diteliti yang memenuhi kriteria inklusi yang disertai

judul penelitian dan manfaat penelitian bila subjek menolak maka

peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati hak-hak

subjektif.

37
2. Anominity (tanpa nama)

Untuk menjaga kerahasiaan klien, maka peneliti tidak akan

mencantumkan identitas (nama klien) tapi cukup dengan memberi

kode pada masing-masing lembar tersebut.

3. Confidentiality (kerahasiaan)

Menjelaskan masalah responden yang akan dirahasiakan

dalam penelitian. Kerahasiaan oleh peneliti, hanya data tertentu

yang akan dilaporkan pada hasil riset.

38
J. Jadwal Penelitian

39
K. Organisasi Penelitian

1. Peneliti

Nama : Syahrullah La Hamente

Stambuk : 14220130040

2. Tim Pembimbing

Pembimbing I : Safruddin,S.Kep, Ns, M.Kep

Pembimbing II : Musfira Ahmad, S.Kep, Ns, M.Kep

3. Tim Penguji

Penguji I : Dr. Maryunis, S.Kep,Ns,M.Kes

Penguji II : Najihah, S.Kep,Ns,M.Kes

40

Anda mungkin juga menyukai