Anda di halaman 1dari 31

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING

AND LEARNING (CTL) TERHADAP SIKAP PEDULI LINGKUNGAN


DAN HASIL BELAJAR SUBTEMA KEBERAGAMAN BUDAYA
BANGSAKU SISWA KELAS 4 SDN MUKTIHARJO LOR

PROPOSAL PENELITIAN

Oleh
Diah Ayuk Tri Sutaji
34301600778

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Peduli merupakan sikap memperhatikan sesuatu, peristiwa, atau seseorang dan ada
ketertarikan untuk memahami. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) peduli
dapat diartikan sebagai mengindahkan; memperhatikan; menghiraukan. Sedangkan
kepedulian itu sendiri adalah sikap mengindahkan (memperhatikan) sesuatu yang ada di
lingkungan masyarakat. Seseorang yang memiliki sikap peduli memiliki kepekaan dan
yang tinggi, lebih mengutamakan orang lain, atau sesuatu diluar dirinya daripada
kepentingan dirinya sendiri.
Kepedulian terhadap lingkungan merupakan salah satu aspek penting dalam
pembelajaran. Lingkungan yang terjaga dan terawat dengan baik akan menjadikan proses
pembelajaran menjadi lebih nyaman. Selain itu, lingkungan mampu menjadi sumber
belajar bagi siswa, oleh karenanya siswa harus mampu memiliki sikap peduli lingkungan
yang tinggi agar mampu menjaga lingkungan di sekitarnya.
Menurut Sriawan (2010:26) dalam Rini Ayu Sih Nugraheni (2015) menyatakan
bahwa pentingnya lingkungan sehat adalah upaya untuk pembinaan serta menciptakan
lingkungan kehidupan sekolah yang sehat sangat penting karena lingkungan kehidupan
sekolah yang sehat sangat diperlukan untuk meningkatkan kesehatan murid, guru, dan
pegawai sekolah, serta peningkatan daya serap murid dalam proses belajar mengajar.
Di sekolah serngkali mengalami permasalahan terkait dengan lingkungan. Siswa
belum memiliki kesadaran yang tinggi tentang bagaimana merawat dan menjaga
lingkungan sekolah.
Dalam konteks pengajaran, sikap peduli lingkungan diperlukan sebagai salah satu
strategi dalam mencapai tujuan dalam pembelajaran. Melalui sikap peduli lingkungan yang
tinggi maka proses pembelajaran akan berjalan dengan lancar dan hasil belajar siswa
tercapai dengan baik. Namun hasil pemerolehan nilai beberapa mata pelajaran yang
terkemas dalam tema 1 subtema 1 dalam kenyataannya masih belum memenuhi standar.
Hasil belajar merupakan kemampuan yang dicapai siswa setelah mengalami proses
pembelajaran, baik itu kemampuan kognitif, afektif, maupun psikomotor.
Menurut Sanjaya (2010:229) dalam Sulihin B. Sjukur bahwa hasil belajar adalah suatu
proses aktivitas mental seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya sehingga
menghasilkan perubahan tingkah laku yang bersifat positif baik perubahan dalam aspek
pengetahuan, sikap, maupun psikomotor.
Hasil belajar didapatkan ketika siswa mengalami proses pembelajaran yaitu interaksi
antara guru dan siswa dan terjadi transfer ilmu pengetahuan. Melalui proses pembelajaran
siswa akan mengalami perubahan ke arah positif dengan penambahan berbagai ilmu
pengetahuan yang disinergikan dengan ilmu pengetahuan yang telah ada.
Kemampuan siswa dalam mencapai hasil belajar yang baik ditentukan oleh beberapa
faktor, termasuk di dalamnya adalah strategi guru dalam mengajar. Hasil belajar dapat
menurun atau meningkat bergantung pada bagaimana guru mengemas pembelajaran
sehingga siswa benar-benar memahami materi pembelajaran yang disampaikan.
Berdasarkan observasi di SD N Muktiharjo Lor, proses pembelajaran yang dilakukan
di kelas hanya berpusat pada guru (teacher centered) dan kegiatan yang dilakukan hanya
sebatas mendengar, menulis, dan berdiskusi. Hal tersebut menjadikan anak sulit menguasai
materi karena anak memahami secara abstrak dan akhirnya pembelajaran menjadi kurang
bermakna. Tidak adanya variasi dalam pembelajaran tentunya menjadikan siswa menjadi
jenuh dan memahami pembelajaran sekedar tahu dan ingat tanpa benar-benar mampu
menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta.
Selain itu, kondisi di dalam maupun di luar kelas yang peneliti perhatikan selama
melakukan praktek pengalaman lapangan, peneliti sering mendapati siswa yang
membuang sampah sembarangan, serta banyak sampah yang tersebar baik di luar maupun
di dalam ruangan. Ada juga beberapa taman yang tidak terawat dan terlihat kering.
Rendahnya pencapaian kompetensi tema 1 subtema 1 dan sikap peduli lingkungan
tentunya menjadi bahan refleksi atau pembenahan-pembenahan bagi SDN Muktiharjo Lor
untuk melakukan proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran yang
efekif.
Menurut Tri Darmawati, Darsono, Pargito (2015) dalam jurnal sosial yang berjudul
Model CTL dalam Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Berbasis Karakter Bangsa
mengatakan bahwa CTL merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan
antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan mereka sehari-hari. Terdapat tujuh komponen CTL, yaitu konstruktivisme,
bertanya, menemukan, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian sebenarnya.
Mengacu pada hal tersebut, proses pembelajaran siswa akan lebih bermakna jika
siswa benar-benar terlibat langsung dan mengalami sendiri dan bukan sekedar
mengetahuinya, maka model yang efektif dan relevan untuk diterapkan untuk sikap peduli
sosial dan pembelajaran tema 1 subtema 1 adalah model pembelajaran Contextual
Teaching and Learning (CTL).
Model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) mampu
mengembangkan sikap anak dan mengkontruksi pengetahuannya dengan cara
pembelajaran yang nyata dan mengaitkannya dengan kehidupan sehari-hari. Melalui
model pembelajarn ini pula diharapkan siswa tidak hanya menerima transfer of knowledge
dari guru ke siswa melainkan siswa benar-benar mengalami pembelajaran secara
bermakna. Jika siswa belajar secara langsung maka siswa akan merasa senang dan minat
belajar tinggi sehingga aktivitas di kelas siswa meningkat dan siswa mendapatkan hasil
belajar yang optimal.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis akan melakukan penelitian dengan judul
“Penerapan Model Pembelajaran Contextual Teaching And Learning (Ctl) terhadap Sikap
Peduli Lingkungan dan Hasil Belajar Subtema Keberagaman Budaya Bangsaku Siswa
Kelas 4 SDN Muktiharjo Lor”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan, maka dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut:
1. Adakah perbedaan sikap peduli lingkungan siswa dengan model pembelajaran CTL
dan model pembelajaran konvensional?
2. Adakah perbedaan hasil belajar subtema Keberagaman Budaya Bangsaku siswa kelas
4 SDN Muktiharjo Lor dengan model pembelajaran CTL dan model pembelajaran
konvensional?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan, penelitian ini bertujuan sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui perbedaan sikap peduli lingkungan siswa dengan model
pembelajaran CTL dan model pembelajaran konvensional
2. Untuk mengetahui perbedaan hasil belajar subtema Keberagaman Budaya Bangsaku
siswa kelas 4 SDN Muktiharjo Lor dengan model pembelajaran CTL dan model
pembelajaran konvensional
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian yang dapat diperoleh diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Manfaat teoritis
Penelitian ini bermanfaat untuk menambah khazanah kelilmuan dan menjadi sumber
informasi serta dapat digunakan sebagai bahan kajian dalam dunia pendidikan yang
berkaitan dengan model CTL.
2. Manfaat praktis
a. Bagi siswa
1) Sebagai acuan siswa dalam menerapkan nilai karakter bangsa yaitu sikap
peduli sosial dalam pembelajaran.
2) Sebagai acuan siswa dalam membantu siswa belajar secara bermakna dan
mengaitkannya dengan kehidupan sehari-hari.
b. Bagi guru
1) Sebagai acuan siswa dalam memperbaiki proses pembelajaran dari
pembelajaran yang beorientasi pada hasil menjadi pembelajaran bermakna
berdasarkan konteks yang ada.
2) Sebagai acuan guru dalam menerapkan pembelajaran yang lebih inovatif dan
tidak monoton melalui model pembelajaran berbasis konteksual.
c. Bagi sekolah
1) Dengan adanya penerapan nilai karakter bangsa mampu membudayakan
karakter yang baik sehingga siswa memiliki karakter yang unggul dan
berprestasi.
2) Sebagai bahan masukan dalam meningkatkan kualitas pembelajaran dan hasil
belajar siswa untuk peningkatan mutu pendidikan secara umum.
d. Bagi peneliti
1) Dengan adanya penelitian ini dapat menambah wawasan pengetahuan dan
keterampilan bagi peneliti tentang pendidikan karakter dan variasi proses
pembelajaran.
2) Dapat menambah wawasan peneliti sebagai bekal kelak menjadi guru dalam
menerapkan sikap mandiri dan pembelajaran model CTL terhadap hasil belajar
siswa.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1. Contextual Teaching and Learning (CTL)
a. Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL)
Ada beberapa pendapat terkait pengertian Contextual Teaching and Learning
(CTL) yang dikemukakan oleh para ahli. Rumusan pengertian tersebut
dikemukakan oleh penulis Depdiknas, Elaina B. Johnson, dan howey R, Keneth.
Penulis Depdiknas (M. Idrus Hasibuan, 2014:2) menyampaikan bahwa
pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan
antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong
siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen
utama pembelajaran efektif, yakni: konstruktivisme (contructivsm),
bertanya(questioning), menemukan (inquiriy), masyarakat belajar (learning
community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penelitian
sebenarnya (authentic assesment).
Dalam pengertian tersebut dijelaskan bahwa pembelajaran kontekstual
adalah proses pembelajaran dimana guru berusaha mengaitkan segala materi dalam
pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari siswa sehingga diharapkan
pembelajaran lebih bermakna dan siswa mampu memahami materi pembelajaran
secara menyeluruh dan tersimpan dan memori jangka panjang. Dalam teori tersebut
juga dijelaskan ada tujuh komponen utama dalam pembelajaran kontekstual yang
bisa diterapkan guru untuk dalam menggunakan model pembelajaran tersebut.
Elaina B. Johnson (M. Idrus Hasibuan, 2014:3) mengemukakan bahwa
pembelajaran kontekstual adalah sebuah sistem yang merangsang otak untuk
menyusun pola-pola yang mewujudkan makna. Lebih lanjut Elaina juga
mengemukakan bahwa pembelajaran kontekstual adalah suatu sistem
pembelajaran yang cocok dengan otak yang menghasilkan makna dengan
menghubungkan muatan akademis dan konteks dari kehidupan siswa.
Pendapat ahli yang lain yaitu Fathurrohman (2015:3) mengatakan bahwa
pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang dimulai dengan sajian tanya
jawab lisan (ramah, terbuka, negosiasi) yang terkait dengan dunia nyata kehidupan
siswa (daily life modeling), sehingga akan terasa manfaat dari materi yang akan
disajikan, motivasi belajar yang muncul, dunia pikiran siswa menjadi konkret, dan
suasana menjadi kondusif – nyaman dan menyenangkan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa CTL merupakan pembelajaran berbasis
konteks atau ruang dimana proses pembelajaran dikaitkan dengan dunia konkret
dan kehidupan sehari-hari siswa sehingga siswa dapat memahami pembelajaran
dengan mudah dan pengetahuan dapat terintegrasi dengan pengetahuan lama untuk
menjadikan pembelajaran lebih bermakna.

b. Komponen Model Pembelajaran CTL


Menurut Penulis Depdiknas (M. Idrus Hasibuan, 2014:2) terdapat tujuh
komponen utama dalam pembelajaran CTL, yakni: konstruktivisme
(contructivism), bertanya(questioning), menemukan (inquiriy), masyarakat belajar
(learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penelitian
sebenarnya (authentic assesment).
1. Konstruktivisme (contructivism)
Konstruktivisme adalah mengembangkan pemikiran siswa akan belajar
lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan
mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan kemampuan bertanya. Menurut
sardiman, teori atau aliran ini merupakan landasan berpikir bagi pendekatan
kontekstual (CTL).pengetahuan riil bagi para siswa adalah sesuatu yang
dibangun atau ditemukan oleh siswa itu sendiri. Jadi pengetahuan bukanlah
seprangkat faktam konsep atau kaidah yang diingat siswa, tetapi siswa harus
merenkonstruksi pengetahuan itu kemudian memberi makna melalui
pengalaman nyata. (Sardiman dalam M. Idrus Hasibuan, 2014:5)
2. Menemukan (inquiry)
Menemukan atau inkuiri adalah proses pembelajaran yang didasarkan
pada proses pencarian penemuan melalui proses berpikir secara sistematis,
yaitu proses pemindahan dari pengamatan menjadi pemahaman sehingga
siswa belajar menggunakan keterampilan berpikir kritis.
Menurut Lukmanul Hakiim dalam M. Idrus Hasibuan (2014:5), guru
harus merencanakan situasi sedemikian rupa, sehingga para siswa bekerja
menggunakan prosedur mengenali masalah, menjawab pertanyaan,
menggunakan prosedur penelitian/investigasi, dan menyiapkan kerangka
berpikir, hipotesis, dan penjelasan yang relevan dengan pengalaman pada
dunia nyata.
3. Bertanya (questioning)
Bertanya yaitu mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui dialog
interaktif melalui tanya jawab oleh keseluruhan unsur yang terlihat dalam
komunitas belajar. Dengan penerapan bertanya, pembelajaran akan lebih
hidup, akan mendorong proses dan hasil pembelajaran yang lebih luas dan
mendalam. Dengan mengajukan pertanyaan, mendorong siswa untuk selalu
bersikap tidak menerima suatu pendapat, ide atau teori secara mentah. Ini dapat
mendorong sikap selalu ingin mengetahui dan mendahului (curiosity) berbagai
teori, dan dapat mendorong untuk belajar lebih jauh.
4. Masyarakat belajar (learning community)
Konsep masyarakt belajar (learning community) ialah hasil
pembelajaran yang diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Guru dalam
pembelajaran kontekstual (CTL) selalu melaksanakan pembelajaran
kelompok-kelompok yang anggotanya heterogen. Siswa yang pandai
mengajari yang lemah, yang sudah tahu memberi tahu yang belum tahu, dan
seterusnya.
Dalam praktiknya, “masyarakat belajar” terwujud dalam pembentukan
kelompok kecil, kelompok besar, mendatangkan ahli ke kelas, bekerjasama
dengan kelas paralel, bekerja kelompok dengan kelas di atasnya, bekerja sama
dengan masyarkat. (Agus Suprijono dalam M. Idrus Hasibuan, 2014:6)
5. Pemodelan (modeling)
Dalam pembelajaran keterampilana atau pengetahuan tertentu, perlu ada
model yang bisa ditiru oleh siswa. Model dalam hal ini bisa berupa cara
mengoperasikan, cara melempar atau menendang bola dalam olahraga, cara
melafalkan dalam bahasa asing, atau guru memberi contoh cara mengerjakan
sesuatu.
Guru menjadi model dan memberikan contoh untuk dilihat dan ditiru.
Apapun yang dilakukan guru, maka guru akan bertindak sebagai model bagi
siswa. Ketika guru sanggup melakukan sesuatu, maka siswapun akan berpikir
sama bahwa dia bisa melakukannya juga.
6. Refleksi (reflection)
Refleksi merupakan upaya melihat, mengorganisir, menganalisis,
mengklarifikasi, dan mengevaluasi hal-hal yang telah dipelajari.
Realisasi praktik di kelas dirancang pada setiap akhir pembelajaran,
yaitu dengan cara guru menyisakan waktu untuk memberikan kesempatan bagi
para siswa melakukan refleksi berupa: pernyataan langsung siswa tentang apa-
apa yang telah diperoleh setelah melakukan pembelajaran, catatan atau jurnal
di buku siswa, kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran hari itu, diskusi
dan hasil karya.
7. Penilaian otentik (authentic assesment)
Pencapaian siswa tidak cukup hanya diukur dengan tes saja, hasil belajar
hendaknya diukur dengan ssesmen autentik yang bisa menyediakan informasi
yang benar dan akurat mengenai apa yang benar-benar diketahui dan dapat
dilakukan oleh siswa atau tentang kualitas program pendidikan. (Eveline
Siregar dan Hartini Nara dalam M. Idrus Hasibuan, 2014: 7)
Penilaian otentik merupakan proses pengumpulan berbagai data untuk
memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Data ini dapat berupa tes
tertulis, proyek (laporan kegiatan), karya siswa, perfomance (penampilan
presentasi) yang terangkum dalam portofolio siswa.

c. Perbedaan Model Pembelajaran CTL dengan Konvensional


Berikut ini adalah Perbedaan model pembelajaran CTL dengan
Konvensional yang dikemukakan oleh Akhmad Sudrajad dalam Nanik Hartini
(2010) :
Tabel 1 : perbedaan model pembelajaran CTL dengan model pembelajaran
konvensional
No. Model Pembelajaran CTL Model Pembelajaran Konvensional
Menyandarkan pada pemahaman Menyandarkan pada hafalan
1.
makna
Pemilihan informasi berdasarkan Pemilihan informasi lebih banyak
2.
kebutuhan siswa ditentukan oleh guru
Siswa terlibat secara aktif dalam Siswa secara pasif menerima
3.
proses pembelajaran informasi, khususnya dari guru
Pembelajaran dikaitkan dengan Pembelajaran sangat abstrak dan
4.
kehidupan nyata/masalah yang teoritis, tidak bersandar pada realitas
disimulasikan kehidupan
Selalu mengkaitkan informasi Memberikan tumpukan informasi
5.
dengan pengetahuan yang telah kepada siswa sampai saatnya
dimiliki siswa diperlukan
Cenderung mengintegrasikan Cenderung terfokus pada satu bidang
6.
beberapa bidang (disiplin) tetrtentu
Siswa menggunakan waktu Waktu belajar siswa sebagian besar
7.
balajarnya utuk menemukan, dipergunakan untuk mengerjakan
mengggali, berdiksusi, berpikir buku tugas, mendengar ceramah, dan
kritis, atau mengerjakan projek mengisi latihan (kerja individual)
dan menyelesaikan masalah
(melalui kerja kelompok)
Perilaku dibangun atas kesadaran Perilaku dibangun atas kebiasaan
8.
diri
Keterampilan dikembangkana atas
9. Keterampilan dikembangkan ataas
dasar latihan
dasar pemahaman
Hadiah dari perilaku baik adalah Siswa tidak melakukan sesuatu yang
10.
kepuasan diri yang bersifat buruk karena hukuman
subyektif
Siswa tidak melakukam hal yang Siswa tidak melakukan sesuatu yang
11.
buruk karena sadar hal tersebut buruk kareana takut hukuman
merugikan
Perilaku baik berdasarkan Perilaku baik berdasarkan motivasi
12.
motivasi intrinsik ekstrinsik
Pembelajaran terjadi di berbagai Pembelajaran terjadi hanya terjadi di
13.
tempat, konteks, setting dalam ruangan kelas
Hasil belajar diukur melalui Hasil belajar diukur melalui kegiatan
14.
penerapan penilaian autentik akadaemik dalam bentuk
tes/ujian/ulangan.
Udin Syaefudin Sa’ud dalam Nanik Hartini (2010) mengemukakan perbedaan
pendekatan CTL dan pendekatan Konvensional sebagai berikut:

Tabel 2 : perbedaan pendekatan CTL dengan pendekatan tradisional


No. Konteks Pembelajaran Kontekstual Pembelajaran Konvensional
Pembelajaran
Hakikat belajar Konten pembelajaran selalu Isi pelajaran terdiri dari
1.
dikaitkan dengan kehidupan konsep dan teori yang abstrak
nyata yang diperoleh sehari- tanpa pertimbangan manfaat
hari pada lingkungannya. bagi siswa.
Model pembelajaran Siswa belajar melalui Siswa melakukan kegiatan
kegiatan kelompok seperti pembelajaran bersifat
kerja kelompok, berdiskusi, individual dan komunikasi
praktikum kelompok, saling satu arah, kegiatan dominan
bertukar pikiran, memberi mencatat, menghafal,
dan menerima informasi. menerima instruksi guru.
Kegiatan Siswa ditempatkan sebagai Siswa ditempatkan sebai
pembelajaran subjek pembelajaran dan objek pembelajaran yang
berusaha menggali dan lebih berperan sebagai
menemukan sendiri materi penerima informasi yang pasif
pelajaran dan kaku.
Kebermaknaan Mengutamakan kemampuan Kemampuan yang didapat
belajar yang didasarkan pada siswa berdasarkan latihan-
pengalaman yang diperoleh latihan dan driil yang terus
siswa dari kehidupan nyata. menerus
Tindakan dan Membutuhkan kesadaran Tindakan dari perilaku
perilaku siswa diri pada anak didik karena individu didasarkan oleh
menyadari perilaku itu faktor luar dirinya, tidak
merugikan dan tidak melakukan sesuatu karena
memberikan manfaat bagi takut sangsi, kalaupun
dirinya dan masyarakat. melakukan sekedar
memperoleh nilai/ganjaran.
Tujuan hasil belajar Pengetahuan yang dimiliki Pengetahuan yang diperoleh
bersifat tentatif karena dari hasil pembelajaran
tujuan akhir belajar bersifat final dan absolut
kepuasan diri. karena bertujuan untuk nilai

Berdasarkan pendapat para ahli yang telah dikemukakan, perbedaan antara


model pembelajaran CTL dengan model pembelajaran konvensional adalah peran
guru sebagai fasilitator sedangkan pada model pembelajaran konvensional peran
guru adalah sebagai sumber informasi.

d. Langkah-Langkah Model Pembelajaran CTL


Menurut Teguh Sihono (2004:74) memaparkan langkah-langkah model
pembelajaran CTL sebagai berikut:
1. Kembangkan pemikiran :anak akan belajar lebih bermakna dengan cara
bekerja sendiri, menemukan sendiri, mengkonstruksi sendiri pengetahuan
dan ketrampilan barunya
2. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik
3. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya
4. Ciptakan masyarakat belajar atau belajar dalam kelompok-kelompok
5. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran
6. Lakukan refleksi di akhir pertemuan
7. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.

2. Peduli Lingkungan
a. Pengertian Sikap Peduli Lingkungan
1) Sikap
Pengertian sikap dapat ditinjau dari pendapat beberapa ahli. Menurut
Secord dan Backman dalam Saifuddin Azwar dalam Rini Ayu Sih Nugraheni
(2015:34), “sikap adalah keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi),
pemikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi) seseroang terhadap
sutatu aspek di lingkungan sekitarnya”.
Sikap menurut Triandis (Hadiwinarto, 2009:113), adalah ide yang
berkaitan dengan emosi tertentu dalam suatu situasi sosial. Menurut Saifuddin
Azwar dalam Rini Ayu Sih Nugraheni (2015:32) struktur sikap terdiri dari tiga
komponen yang saling menunjang yaitu :
1. Komponen Kognitif
Kompoen kognitif berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang
berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap.
2. Komponen Afektif
Komponen Afektif menyangkut masalah emosiona subjektif seseorang
terhadap suatu objek sikap.
3. Komponen Perilaku/Konatif
Komponen prilaku atau konatif dlam struktur sikap menunjukkan
bagaimana prilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri
seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya.
Menurut W.A. Gerungan dalam Rini Ayu Sih Nugraheni (2015:33),
mengemukakan bahwa untuk dapat membedakan antara attitude, motif
kebiasaan dan lain-lain, faktor psychis yang turut menyusun pribadi orang,
maka telah dirumuskan lima buah sifat khas dari pada attitude. Adapun ciri-
ciri sikap itu adalah:
a. Attitude ini bukan dibawa orang sejak ia lahir melainkan dibentuk atau
dipelajari sepanjang perkembangan orang itu dalam hubungan dengan
objeknya.
b. Attitude itu dapat berubah-ubah.
c. Attitude itu tidak berdiri sendiri melainkan senantiasa mengandung
relasi tertenu terhadap objek.
d. Objek attitude kumpulan dari hal-hal tertentu.
e. Attitude tidak mempunyai segi-segi motivasi dan segi perasaan, sifat
inilah yang membedakan attitude dari pada kecakapan-kecakapan atau
pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki orang.
Menurut Walgito (2010:111) terdapat 4 fungsi sikap, antara lain:
1. Sikap berfungsi sebagai alat untuk menyesuaikan diri. Bahwa sikap
adalah sesuatu yang bersifat communicable, artinya sesuatu yang
mudah menjalar, sehingga mudah pula menjadi milik bersama.
2. Sikap berfungsi sebagai pengatur tingkah laku.
3. Sikap berfungsi sebagai alat pengukur pengalaman-pengalaman.
4. Sikap berfungsi sebagai pernyataan kepribadian.
Berdasarkan pendapat di atas, fungsi sikap merupakan alat yang digunakan
untuk meyesuaikan diri terhadap lingkngan, dan sikap merupakan hasil
dari cerminan sikap seseorang, baik itu baik ataupun buruk, serta
merupakan alat pengatur tingkah laku dan perekam pengalaman-
pengalaman yang terjadi di dalam diri pribadi seseorang.
2) Lingkungan
Menurut pendapat Avianto Muhtadai dkk dalam Rini Ayu Sih
Nugraheni (2015:34) lingkungan merupakan sesuatu yang mengelilingi
kita, tempat kita berada dan melangsungkan kehidupan serta memenuhi
segala keperluan hidup. Lingkungan yang mengelilingi atau melingkupi
suatu organisme atau sekelompok organisme dan kondisi sosial dan kultural
yang berpengaruh terhadap individu atau komunitas.
Lingkungan menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia,
Poerwadarminta (Neolaka, 2008:25) adalah berasal dari kata lingkung yaitu
sekeliling, sekitar. Lingkungan adalah bulatan yang melingkupi atau
melingkari, sekalian yang terlingkung disuatu daerah sekitranya.
Pengertian lingkungan ditegaskan pemerintah melalui yuridis
Undang-undang Nomor 32 tahun 2009. Berdasarkan yuridis Undang-
undang Nomor 32 tahun 2009 yang menyebutkan bahwa lingkungan hidup
adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk
hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu
sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta
makhluk hidup lain. Berdasarkan kajian tersebut dapat disimpulkan bahwa
lingkungan adalah segala sesuatu yang berada di sekitar kita, baik berupa
benda hidup maupun benda mati.
b. Indikator Sikap Peduli Lingkungan
Menurut Nenggala (2007:173), bahwa indikator sikap peduli lingkungan adalah :
a. Selalu menjaga kelestarian lingkungan sekitar
b. Tidak mengambil, menebang atau mencabut tumbuh-tumbuhan yang terdapat
disepanjang perjalanan
c. Tidak mencoret-coret, menorehkan tulisan pada pohon, batu-batu, jalan atau
dinding
d. Selalu membuang sampah pada tempatnya
e. Tidak membakar sampah di sekitar perumahan
f. Melaksanakan kegiatan membersihkan lingkungan
g. Menimbun barang-barang bekas
h. Membersihkan sampah-sampah yang menyumbat saluran air.
Menurut Kemendiknas (dalam Agus Wibowo, 2012: 98 - 99), ada dua jenis
indikator yang dikembangkan dalam pendidikan karakter di sekolah:

a. Indikator untuk sekolah dan kelas


Indikator sekolah dan kelas adalah penanda yang digunakan oleh kepala
sekolah, guru, dan personalia sekolah dalam merencanakan, melaksanakan,
dan mengevaluasi sekolah sebagai lembaga pelaksana pendidikan karakter.
Indikator ini juga berkenaan dengan kegiatan sekolah yang diprogramkan
maupun kegiatan sehari-hari atau rutinitas sekolah.
b. Indikator mata pelajaran
Indikator ini menggambarkan perilaku afektif seorang peserta didik berkenaan
dengan mata pelajaran tertentu. Indikator ini dirumuskan dalam bentuk
perilaku peserta didik di kelas dan sekolah, yang dapat diamati melalui
pengamatan guru ketika seorang peserta didik melakukan suatu tindakan di
sekolah, tanya jawab dengan peserta didik, jawaban yang diberikan peserta
didik terhadap tugas atau pertanyaan guru, dan tulisan peserta didik dalam
laporan atau pekerjaan rumah.

Untuk mengetahui bahwa suatu sekolah itu telah melaksanakan pembelajaran


yang mengembangkan nilai peduli lingkungan, maka ditetapkan indikator
sekolah dan kelas seperti berikut ini:

1) Indikator Sekolah
a. Tersedianya tempat pembungan sampah dan tempat cuci tangan
b. Menyediakan kamar mandi dan air bersih
c. Membuat saluran pembuangan air limbah dengan baik
d. Melakukan pembiasaan memisahkan jenis sampah organik dan
anorganik
2) Indikator Kelas
a. Memelihara lingkungan kelas
b. Tersedia tempat pembuangan sampah di dalam kelas
c. Pembiasaan hemat energi.

Berdasarkan kajian teori, peneliti lebih menggunakan indikator sikap peduli


lingkungan menurut Nenggala antara lain : selalu menjaga kelestarian
lingkungan sekitar, tidak mengambil, menebang atau mencabut tumbuh-
tumbuhan yang terdapat disepanjang perjalanan, tidak mencoret-coret,
menorehkan tulisan pada pohon, batu-batu, jalan atau dinding, selalu
membuang sampah pada tempatnya, tidak membakar sampah di sekitar
perumahan, melaksanakan kegiatan membersihkan lingkungan, menimbun
barang-barang bekas, membersihkan sampah-sampah yang menyumbat
saluran air.

c. Langkah-Langkah Membangun Sikap Peduli Lingkungan


Menurut Ngainun Naim (2012:204), ada beberapa langkah praktis yang dapat
dilakukan untuk membangun sikap peduli lingkungan yaitu :
a. Langkah pertama adalah dimulai dari kehidupan individu. Orang yang peduli
kepada lingkungan idealnya juga telah menerapkan kepedulian tersebut dalam
kehidupannya secara pribadi. Tubuhnya selalu bersih, lingkungannya rapi,
rumahnya bersih, dan lingkungan tempat tinggalnya juga bersih.
b. Langkah kedua yaitu character building dalam peduli lingkungan seyogianya
dimulai dari keluarga. Peduli lingkungan akan lebih membekas dan
berkembang menjadi kesadaran jika dibangun dalam keluarga sejak dini.
Kesadaran ini akan semakin kukuh kalau sudah menjadi tradisi dalam keluarga.
Pilihan untuk memulai dari keluarga karena dalam keluarga seorang anak
menghabiskan sebagian besar waktunya. Selain itu, relasi emosional seperti
dalam keluarga tidak ditemukan di tempat yang lainnya, termasuk di sekolah.
c. Langkah ketiga yaitu peduli lingkungan juga harus ditumbuhkembangkan
dalam sistem pendidikan. Sekolah menjadi media yang paling efektif dalam
membangun kesadaran dan kepedulian lingkungan. Sekolah seharusnya
menyusun metode yang efektif karena peduli lingkungan merupakan salah satu
karakter penting yang seyogianya dimiliki secara luas oleh setiap orang,
khususnya para siswa yang menempuh jenjang pendidikan. Jika kesadaran ini
terbangun luas, besar kemungkinan berbagai persoalan lingkungan akan
semakin berkurang.

d. Penanaman Sikap Peduli Lingkungan di Sekolah


Penanaman nilai di lingkungan sekolah bertujuan untuk meningkatkan mutu
penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian
pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan
seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan. Kepedulian peserta didik pada
lingkungan dapat dibentuk melalui budaya sekolah yang kondusif. Menurut
Syamsul Kurniawan (2013:156), budaya sekolah yang kondusif adalah
keseluruhan latar fisik lingkungan, suasana, rasa, sifat, dan iklim sekolah yang
secara produktif mampu memberikan pengalaman baik bagi tumbuh kembangnya
karakter peserta didik seperti yang diharapkan misalnya dengan :
a. Pembiasaan memelihara kebersihan dan kelestarian lingkungan sekolah;
b. Tersedia tempat pembuangan sampah dan tempat cuci tangan;
c. Menyediakan kamar mandi dan air bersih;
d. Pembiasaan hemat energi;
e. Membuat biopori di area sekolah;
f. Membangun saluran pembuangan air limbah dengan baik;
g. Melakukan pembiasaan memisahkan jenis sampah organik dan anorganik;
h. Penugasan pembuatan kompos dari sampah organik;
i. Menyediakan peralatan kebersihan;
j. Memprogramkan cinta bersih lingkungan.

B. Penelitian yang Relevan


Peneliti mengacu pada beberapa penelitian yang relevan untuk mendukung dan
menguatkan asumsi peneliti dari penelitian yang akan dilakukan. Adapun judul penelitian
yang relevan adalah:p
1. Penelitian yang dilakukan oleh Rini Ayu Sih Nugraheni (2015) dengan judul
“Pengaruh Contextual and Learning (CTL) terhadap Sikap Peduli Lingkungan Siswa
Kelas IV di SD Selang Kecamatan Wonosari Kabupaten Gunungkidul”
menyimpulkan bahwa dari hasil penelitian yang telah diketahui adanya pengaruh
peranan pembelajaran CTL terhadap sikap peduli lingkungan pada siswa kelas IV di
SD Selang.
Terdapat perbedaan sikap peduli lingkungan antara siswa yang mengikuti
pembelajaran CTL dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. Siswa
yang mengalami proses pembelajaran dengan model CTL memiliki sikap peduli
lingkungan lebih baik dibanding siswa yang mengalami proses pembelajaran dengan
model konvensional.
Hal tersebut dapat ditunjukkan dengan perolehan nilai rata-rata akhir kelas
eksperimen yang menggunakan Contextual Teaching and Learning mencapai 140,52
dan nilai rata-rata kelas kontrol yang menggunakan metode ceramah mencapai
135,04. Nilai rata-rata kelas eksperimen mempunyai selisih sebesar 6,95 dari nilai
rata-rata pre angket-nya dan nilai rata-rata kelas kontrol mempunyai selisih sebesar
1,04 dari nilai rata-rata pre angket-nya. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan
hipotesis dalam penelitian ini. Perbedaan sikap peduli lingkungan antara kelas
eksperimen dengan kelas kontrol terlihat pada indikator yaitu 1) Membersihkan
sampah-sampah yang menyumbat saluran air 2) Tidak membakar sampah di sekitar
perumahan.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Achmad Setyawan dan Leonard (2017) dengan judul
“Pengaruh Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) terhadap
Hasil Belajar Matematika Siswa. Hasil penelitian menunjukkan Hasil belajar peserta
didik yang diajarkan menggunakan model pembelajaran Contextual Teaching and
Learning (CTL) bahwa skor rata-rata () = 16; dengan median (Me) = 16,06; modus
(Mo) = 16,06; dan simpangan baku (S) = 1,82. Dapat disimpulkan bahwa hasil belajar
matematika peserta didik menunjukkan hasil yang baik.
Hasil belajar peserta didik yang diajarkan menggunakan model pembelajaran
konvensional bahwa skor rata-rata () = 13,8; dengan median (Me) = 13,16; modus
(Mo) = 15,25; dan simpangan baku (S) = 2,27. Dapat disimpulkan bahwa hasil belajar
matematika peserta didik menunjukkan hasil yang kurang baik.
Berdasarkan penelitia di atas, dalam penelitian tersebut memiliki kesamaan variabel
yaitu sikap peduli lingkungan dan hasil belajar. Yang membedakan adalah pada penelitian
tersebut hasil belajar pada matematika siswa, sedangkan pada penelitian ini adalah hasil
belajar pada subtema Keberagaman Budaya Bangsaku.

C. Kerangka Berpikir
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, kondisi awal pembelajaran
subtema Keberagaman Budaya Bangsaku di SDN Mukiharjo lor menunjukkan bahwa guru
masih menggunakan pembelajaran konvensional yaitu ceramah dan siswa tidak terlibat
secara aktif dalam pembelajaran sehingga pembelajaran hanya terpusat pada guru.
Disamping itu, sikap peduli siswa juga belum terbentuk dan membudaya dalam diri
siswa. Dengan masih mengutamakan rasa ego masing-masing dan tidak mau mengalah.
Adapun model pembelajaran yang dapat diterapkan adalah model pembelajaran
Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan diterapkannya model pembelajaran
CTL diharapkan siswa meningkat hasil belajarnya pada subtema Keberagaman Budaya
Bnangsaku dan mampu membentuk sikap peduli pada diri siswa sehingga menjadi karakter
yang membudaya. Terdapat perbedaan penerapan hasil belajar dan sikap peduli sosial
dengan model pembelajaran CTL dan konvensional. Penjelasan dari uraian tersebut
peneliti gambarkan melalui skema kerangka berpikir sebagai berikut:

Kondisi awal
1. Pembelajaran masih secara konvensional dan dominan dengan metode ceramah
2. Sikap peduli sosial siswa dalam dalam proses belum tebentuk

Mengakibatkan

3. Kemampuan pencapaian hasil kompetensi masih rendah

Pembelajaran Model Pembelajaran


Konvensional CTL
Terhadap

Pencapaian Sikap peduli sosial


kompetensi

Terdapat perbedaan Terdapat perbedaan


kemampuan pencapaian sikap peduli sosial
kompetensi kelompok kelompok pembelajaran
pembelajaran tidak tidak melakukan inovasi
melakukan inovasi dan dan kelompok
kelompok pembelajaran pembelajaran melakukan
melakukan inovasi inovasi
D. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana
rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Adapun
hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Ada perbedaan sikap peduli lingkungan siswa dengan model pembelajaran CTL dan
model pembelajaran konvensional
2. Ada perbedaan hasil belajar subtema Keberagaman Budaya Bangsaku siswa kelas 4
SDN Muktiharjo Lor dengan model pembelajaran CTL dan model pembelajaran
konvensional
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Metode dan Desain Penelitian


Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimen. Menurut Sugiyono
(2017:107) mengemukakan bahwa metode penelitian eksperimen dapat diartikan sebagai
metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap
yang lain dalam kondisi yang terkendalikan.
Metode penelitian eksperimen merupakan metode penelitian yang paling produktif
karena jika penelitian dilakukan dengan baik dapat menjawab hipotesis yang utamanya
berkaitan dengan hubungan sebab akibat.(Sukardi dalam Rini Ayu Sih Nugraheni,
2015:51)
Penelitian ini menggunakan desain penelitian eksperimen Pre-Experimental yaitu
Intect-Group Comparison. Sugiyono (2017:111) mengungkapkan bahwa pada desain ini
terdapat satu kelompok yang digunakan untuk peneliti, tetapi dibagi dua, yaitu setengah
kelompok untuk eksperimen (yang diberi perlakuan) dan setengah untuk kelompok kontrol
(yang tidak diberi perlakuan). Paradigma penelitiannya dapat digambarkan sebagai
berikut:

X O1
O2

Gambar 3.1 Intect-Group Comparison Design


Keterangan:
O1 = hasil pengukuran setengah kelompok yang diberi perlakuan
O2 = hasil pengukuran setengah kelompok yang tidak diberi perlakuan

B. Tempat dan Waktu Penelitian


1. Tempat penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SDN Muktiharjo Lor, Kaligawe, Gayamsari, Kota
Semarang
2. Waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus semester I tahun ajaran 2017/2018
C. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. (Sugiyono, 2015:117).
Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa SDN Muktiharjo Lor tahun
pelajaran 2017/2018 dengan jumlah 400 siswa yang terdiri dari 13 kelas.
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada
pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga, dan waktu, maka peneliti
dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. (Sugiyono, 2015:118)
Sampel penelitian ini adalah siswa kelas IV yang terdiri atas 2 kelas yaitu kelas
IVA dan kelas IVB. Jumlah siswa dari masing-masing kelas tersebut sama yaitu 34
siswa.

D. Teknik Pengambilan Sampel


Teknik sampling yang dilakukan dalam penelitian ini adalah Probability sampling
teknik simple random sampling. simple random sampling adalah teknik pengambilan
sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk
dipilih menjadi anggota sampel.

E. Teknik Pengumpulan Data


Untuk memperoleh data yang objektif dan dapat dipertanggungjawabkan secara
ilmiah maka diperlukan data yang jelas sesuai pokok permasalahannya. Dalam penelitian
ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yaitu angket/kuesioner dan observasi.
Metode angket/kuesioner digunakan untuk memperoleh data sikap peduli lingkungan,
sedangkan metode observasi digunakan untuk mencocokkan proses pembelajaran dengan
rancangan yang dibuat oleh peneliti.
1. Angket/kuesioner
Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi
seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk
dijawabnya.(Sugiyono, 2017:199).
Menurut Nanik Hartini (2010) ada beberapa bentuk angket :
a. Angket terstruktur, yaitu angket yang menyediakan beberapa kemungkinan
jawaban. Bentuk angket terstruktur di antaranya:
1) Bentuk jawaban tertutup, yaitu angket yang pada setiap pertanyaannya sudah
tersedia berbagai alternatif jawaban.
2) Bentuk jawaban tertutup tetapi pada alternatif jawaban terakhir diberikan
secara terbuka. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada
responden untuk menjawab secara bebas.
3) Bentuk jawaban bergambar, yaitu angket yang memberikan jawaban dalam
bentuk gambar.
b. Angket tak terstruktur, ialah angket yang memberikan jawaban secara terbuka
yang respondennya secara bebas menjawab pertanyaan tersebut.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan angket terstruktur bentuk jawaban
tertutup dimana siswa tinggal mengisi atau memberi tanda centang pada pertanyaan
atau pernyataan yang telah tersedia. Angket ini berisi pernyataan positif tentang sikap
peduli lingkungan pada siswa SDN Muktiharjo Lor.
2. Obervasi
Sutrisno Hadi dalam Sugiyono (2017:203) menjelaskan bahwa observasi
merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai
proses biologis dan psikologis. Dua diantara yang terpenting adalah proses
pengamatan dan ingatan.
Teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan bila penelitian
berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan bila
responden yang diamati tidak terlalu besar.(Sugiyono, 2017:203)
Macam-macam observasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Observasi berperan serta (participant observation)
Dalam observasi ini peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang
sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian.
2. Observasi Nonpartisipan
Dalam observasi nonpartisipan peneliti tidak terlibat langsung dengan aktivitas
orang-orang yang sedang diamati, maka dalam observasi nonpartisipan peneliti
tidak terlibat dan hanya sebagai pengamat independen.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode observasi berperan serta
agar peneliti dapat berperan aktif dalam pembelajaran sehingga peneliti bisa lebih
menghayati, merasakan, dan mengalami sendiri semua kegiatan pembelajaran.
Dengan begitu, maka data yang didapat lebih lengkap, tajam, dan sampai mengetahui
pada tingkat makna dari setiap perilaku yang nampak.

F. Instrumen Penelitian
Suharsimi Arikunto dalam Rini Ayu Sih Nugraheni (2015:55) menyatakan bahwa
instrumen adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya
mengumpulkan agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan dipermudah olehnya. Jadi
dalam hal ini, instrumen penelitian merupakan alat bantu yang digunakan pada waktu
meneliti. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Lembar Angket
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar angket. Pada
setiap butir soal instrumen menggunakan skala likert dengan alternatif pilihan jawaban
yaitu selalu, sering, jarang, dan tidak pernah. Rentang skor dari pilihan jawaban adalah
1-4. Alternatif jawaban itu merupakan data kualitatif dan harus diubah menjadi data
kuantitatif dengan penskoran. Adapun pengubahannya sebagai berikut.
 Jawaban selalu diberi skor 4
 Jawaban sering diberi skor 3
 Jawaban jarang diberi skor 2
 Jawaban tidak pernah diberi skor 1
Adapun kisi-kisi dalam penilaian sikap peduli lingkungan berupa indikator yang akan
diisi oleh siswa. Kisi-kisi ini dikembangkan berdasarkan pendapat Nenggala dalam
Rini Ayu Sih Nugraheni (2015:57).
Tabel 3.1 Kisi-kisi angket Sikap Peduli Lingkungan
Variabel Nilai Pancasila Indikator Jumlah No. Butir
Butir
Sikap Nilai Ketuhana a. Selalu menjaga kelestarian 7 1,2,3,4,5,
peduli Yang Maha Esa lingkungan sekitar. 25,45
lingkungan b. Tidak mencoret-coret, 5 9,10,11,1
menorehkan tulisan pada 2,13
pohon, batu-batu, jalan
atau dinding.
Nilai c. Tidak mengambil, atau 5 6,7,8,42,
44
Kemanusiaan menebang atau mencabut
yang Adil dan tumbuh-tumbuhan di
Beradab sepanjang perjalanan.
d. Selalu membuang sampah 6 14,15,16,
17,18,20
pada tempatnya.
Nilai Persatuan 11 19,22,23,
24,26,27,
Indonesia
28,29,30,
e. Melaksanakan kegiatan 31,33
Nilai Keadilan membersihkan 4 21,32,37,
43
Sosial bagi lingkungan.
Seluruh Rakyat
Indonesia
Nilai Kerakyatan f. Membersihkan sampah- 3 5,36,41
yang Dipimpin sampah yang menyumbat
oleh Hikmat saluran air.
Kebijaksanaan
dalam
g. Tidak membakar sampah 2 34,40
Permusyawaratan
di sekitar perumahan.
Perwakilan
h. Menimbun barang-barang 2 38,39
bekas.
Jumlah 45

b. Lembar Observasi
Penelitian ini menggunakan lembar observasi. Lembar observasi digunakan
untuk mengetahui proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru ketika mengajar
di kelas tanpa dan menggunakan Contextual Teaching and Learning (CTL). Observasi
ini dilakukan sebelum uji coba dan setelah uji coba, dengan tujuan agar mengetahui
perbedaan penerapan Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan pembelajaran
konvensional.
Kisi – kisi ini dikembangkan berdasarkan pendapat dari Wina Sanjaya dalam
Rini Ayu Sih Nugraheni (2015:59).
Tabel 3.2 Kisi-kisi Lembar Observasi Pembelajaran CTL
No. Kegiatan Aspek yang diamati Jumlah Butir No.
Butir
I. Kegiatan Membuka pelajaran dan berdoa 1 1
Pendahuluan Menjelaskan kontrak 1 2
pembelajaran
Mengkondisikan kelas dan 1 3
siswa
Mengadakan apersepsi 1 4
II. Kegiatan Inti Menjelaskan prosedur 1 5
pembelajaran
Memerintahkan siswa untuk 1 6
melakukan observasi dan
mencatat hasilnya
Mengamati siswa saat 1 7
melakukan observasi dan saat
mencatat hasilnya
Melakukan tanya jawab kepada 1 8
siswa mengenai tugas yang
harus dikerjakan
Memerintahkan siswa 1 9
mendiskusikan hasil temuan
masing-masing kelompok
Memerintahkan siswa untuk 1 10
melaporkan hasil diskusinya
dan saling menanggapi antar
kelompok
Memantau aktivitas setiap 1 11
kelompok saat melaporkan
hasil diskusi
Memberi peragaan 1 12
Merefleksi 1 13
III. Kegiatan Memberikan penguatan 1 14
Penutup Membantu siswa untuk 1 15
menyimpulkan hasil observasi
Menugaskan siswa untuk 1 16
membuat karangan tentang
pengalaman belajar
Menutup pembelajaran 1 17
Jumlah 17

G. Analisis Data
1. Analisis Uji Coba Instrumen
Uji coba instrumen perlu dilakukan sebelum melakukan penelitian. Hal ini
selaras dengan pernyataan Suharsimi Arikunto (2006: 211) bahwa uji coba bertujuan
untuk keandalan instrumen. Selain itu uji coba instrumen tersebut adalah untuk
menghindari pertanyaan-pertanyaan yang kurang jelas maksudnya, menghilangkan
kata-kata yang sulit dipahami, mempertimbangkan pertambahan atau pengurangan
item. Adapun uji coba instrumen penelitian dilakukan peneliti di luar populasi
penelitian yaitu pada siswa kelas IV di SDN Muktiharjo Lor. Penganalisaan uji coba
yang digunakan sebagai berikut:
a. Validitas
Menurut Suharsimi Arikunto (2006: 168–169), validitas adalah adalah suatu
ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu
instrumen, yang valid atau sahih mempunyai kevalidan yang tinggi. Sebaliknya
instrumen yang kurang valid berarti memiliki validitas yang rendah. Instrumen
yang valid adalah instrumen yang dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti
secara tepat. Dalam penelitian ini, untuk uji validitas angket akan menggunakan
menggunakan korelasi product moment Karl Pearson. Adapun rumusnya adalah
sebagai berikut :

Gambar 2. Rumus Korelasi Product Moment (Arikunto, 2006: 170)

Keterangan:
rxy = Koefisien korelasi setiap item dengan total
X = Nilai atau skor setiap item
Y = Nilai atau skor total
N = Jumlah responden
b. Reliabilitas
Reliabilitas menunjukkan pada suatu pengertian bahwa suatu instrumen
cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena
instrumen tersebut sudah baik (Suharsimi Arikunto, 2006: 178). Reliabilitas
berkenaan dengan tingkat keajegan atau ketetapan hasil pengukuran. Instrumen
yang sudah dapat dipercaya dan reliabel akan menghasilkan data yang dapat
dipercaya juga. Apabila datanya memang benar sesuai dengan kenyataan di
lapangan, maka berapa kalipun diambil datanya akan tetap sama. Penghitungan
reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan rumus Cronbach’s Alpha. Rumus
tersebut digunakan untuk mencari reliabilitas instrumen yang skornya berbentuk
skala. Rumus reliabilitas menggunakan Cronbach’s Alpha adalah sebagai berikut :

Gambar 3. Rumus Alpha (Suharsimi Arikunto, 2006:196)


Keterangan:
r11 : koefisien reliabilitas alpha
k : banyaknya butir soal
: varians total
: jumlah varians butir
Langkah selanjutnya adalah menafsirkan perolehan angka koefisien
reliabilitas dengan berpedoman pada penggolongan yang disampaikan oleh
Suharsimi Arikunto (2006: 276) dengan menggunakan interpretasi terhadap
koefisien korelasi yang diperoleh atau nilai r.
Interpretasi tersebut adalah sebagai berikut:
Tabel 5. Interpretasi Nilai
Besarnya nilai r Interpretasi
Antara 0,800–1,000 Sangat tinggi
Antara 0,600–0,800 Tinggi
Antara 0,400–0,600 Cukup
Antara 0,200–0,400 Rendah
Antara 0,000–0,200 Sangat rendah
Sumber : Suharsimi Arikunto (2006:276)
Data yang telah terkumpul diolah menggunakan statistik tertentu. Teknik
analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu statistik deskriptif. Statistik
deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara
mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana
adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau
generalisasi. Penelitian yang dilakukan pada populasi jelas akan menggunakan
statistik deskriptif dalam analisisnya (Sugiyono, 2010 :208). Hal itu dikarenakan
peneliti menggunakan seluruh siswa kelas IV sebagai subjek penelitiannya. Jadi,
penelitian ini dilakukan pada populasi tanpa diambil sampelnya. Penelitian populasi
tidak memerlukan uji signifikansi karena tidak bermaksud membuat generalisasi
(Riduwan, 2006:3). Termasuk dalam statistik deskriptif antara lain adalah penyajian
data melalui tabel, grafik, diagram lingkaran, pictogram, perhitungan tendensi sentral
(mean, modus,median), perhitungan desil dan persentil.
Dalam penelitian ini, rumus statistik yang digunakan untuk menganalisis data
adalah rumus mean atau rata – rata. Mean didapat dengan menjumlahkan data seluruh
individu pada kelompok kemudian dibagi dengan jumlah individu yang ada pada
kelompok tersebut (Sugiyono, 2012: 49).
Adapun rumus mean yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut.

Gambar 4. Rumus mean (Sugiyono, 2012: 49)


Keterangan:
Me : mean (rata-rata)
Σ : sigma (baca jumlah)
xi : nilai x ke i sampai ke n
N : jumlah individu
Berdasarkan penjelasan di atas, analisis data dalam penelitian adalah melihat
rata – rata skor sikap peduli lingkungan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol
yang dihitung menggunakan uji statistik. Hasil perbandingan nilai rata – rata tersebut
digunakan untuk menentukan hipotesis diterima atau ditolak. Apabila rata-rata skor
angket sikap peduli lingkungan pada kelompok eksperimen lebih tinggi daripada rata-
rata skor angket sikap peduli lingkungan pada kelompok kontrol, maka hipotesis
penelitian diterima. Namun apabila hasilnya sebaliknya, maka hipotesis penelitian
yang diajukan ditolak.
DAFTAR PUSTAKA

Fathurrohman. (2015). Model-Model Pembelajaran. [Online]. Yogyakarta: Fakultas Ilmu


Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta. Tersedia: https://staffnew.uny.ac.id. [diakses 16
Oktober 2018].

Ginting, K. (2013). Penerapan Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning untuk
Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas V SD Negeri 060885 Medan
[Tesis]. [Online]. Medan: Universitas Negeri Medan. Tersedia: https://
http://digilib.unimed.ac.id. [diakses 16 Oktober 2018].

Hadiyanta, N. (2013). Penerapan Model Pembelajaran Contextual Teaching And Learning


(CTL) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Pkn. [Online]. Klaten: MAN Popongan Kabupaten
Klaten. Vol 43 (1). 7 halaman. Tersedia: https://journal.uny.ac.id. [diakses 16 Oktober 2018].

Hartini, N. (2010). Penerapan Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (Ctl)
untuk Meningkatkan Motivasi Belajar IPA Siswa Kelas II SDN O2 Gambirmanis Pracimantoro
Wonogiri Tahun Ajaran 2009/2010 [Skripsi]. [Online]. Surakarta: FKIP UNS. Tersedia:
https://eprints.uns.ac.id/7974/. [diakses 15 Oktober 2018].

Hasibuan, I. (2014). Model Pembelajaran CTL (Contextual teaching and Learning). [Online].
Padangsidimpuan: Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Padangsidimpuan. Vol II. 12
halaman. Tersedia: http://jurnal.iain-padangsidimpuan.ac.id. [diakses 15 Oktober 2018].

Leonard, dan Setyawan, A. (2017). Pengaruh Model Pembelajaran Contextual Teaching and
Learning (CTL) terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa. [Online]. Jakarta: FTMIPA,
Universitas Indraprasta PGRI Jakarta. Tersedia: https://www.researchgate.net. [diakses 15
Oktober 2018].

Nugraheni, R.A.S. (2015). Pengaruh Contextual Teaching And Learning (Ctl) terhadap Sikap
Peduli Lingkungan Siswa Kelas IV di SD Negeri Selang Kecamatan Wonosari Kabupaten
Gunungkidul [Skripsi]. [Online]. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri
Yogyakarta. Tersedia: http://journal.student.uny.ac.id. [diakses 15 Oktober 2018].
Risydiani, N. (2016). Penerapan Model Pembelajaran Contextual Teaching And Learning
(CTL) untuk Meningkatkan Rasa Peduli Lingkungan dan Hasil Belajar pada Materi
Kerjasama di Lingkungan Rumah [Skripsi]. [Online]. Bandung: FKIP Universitas Pasundan.
Tersedia: http://repository.unpas.ac.id. [diakses 16 Oktober 2018].

Sihono, T. (2004). Contextual Teaching and Learning (CTL) sebagai Model Pembelajaran
Ekonomi dalam KBK. [Online]. Yogyakarta: fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri
Yogyakarta. Vol 1 (1). 21 halaman. Tersedia: https://journal.uny.ac.id. [diakses 15 Oktober
2018].

Anda mungkin juga menyukai