Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

SKIZOFRENIA
1. Pengertian
Skizofrenia bentuk psikosis berat dengan gejala utamanya adalah adanya
keretakan kepridian, yang ditandai fungsi jiwa yang tidak harmonis (Sunaryo, 2014;
262). Skizoprenia jenis psikosis yang paling umum terjadi, dapat mengakibatkan
debilitas and mencegah individu tersebut melakukan fungsinya dalam masyarakat
dengan karakteristik yaiyu halusinasi, paranoid, delusi, berbicara yang tidak normal
dan masalah afektif. (Amy Karch M. 2011; 324-325).
Disebutkan pula skizoprenia merupakan suatu sindrom dengan variasi
penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalan penyakit(ta selalu bersifat kronis
atau “Deteriorating” yang luas) serta sejumlah akibat yang tergantung pada
pertimbangan pengaruh genetik, fisik dan sosial budaya. Umumnya ditandai oleh
penyimpangan fundamental dan karakteristik dan pikiran dan persepsi serta oleh afek
yang tidak wajar (innapropriate) atau tumpul (blanted). Kesadaran yang jernih (clear
consciousness) dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun
kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang (Rusdi M. 1998; 46).

2. Etiologi
1. Faktor predisposisi
1) Teori Biologis
a) Faktor – faktor genetik mungkin terlihat dalam perkembangan suatu kelainan
fsikosis. Individu yang beresiko tinggi adalah mereka yang memiliki anggota
keluarga yang sama.
b) Pada penelitian baru dinyatakan skizofrenia mungkin merupakan suatu
kecacatan sejak lahir, terjadi pda bagian hipotalamus otak. Pengamatan
memperihatkan suatu “kekacauan” dari sel-sel pyramidal di dalam otak dari
orang-orang yang menderita skizofrenia. (scheibel, 1991).
c) Teori biokimia menyatakan arena adanya peningatan dari dopamine
neurotransmitter, yang diperkirankan menghasilkan gejala-gejala aktifitas
yang berlebihan dan pemecahan asosiasi-asosiasi.
2) Teori Psikososial
a) Teori system keluarga
Digambarkan perkembangan skizofrenia sebagai suatu perkembangan
disfungsi keluarga. Konflik antara suami-istri mempengaruhi anak yang akan
selalu berfokus pada ansietas, anak masuk dalam fase dewasa dan
meninggalkan ketergantungan totalnya dengan orang tua dan dewasa ini ank
justru tidak memenuhi tugas perkembangan masa dewasanya.
b) Teori interpersonal
Orang yang mengalami psikosis akan menghasilkan suatu hubungan orang
tua-anak yang penuh ansietas tiggi. Anak menerima pesan-pesan yang
membingungkan dan penuh konflik dan tidak mampu membentuk rasa

1
percaya kepada orang lain. Bila ansietas tinggi dipertahankan maka konsep
diri anak akan mengalami ambivalen.
c) Teori psikedinamik
Psikosis adalah hasil dari ego yang lemah, perkembangan yang dihambat oelh
suatu hubungan yang saling mempengaruhi antara orang tua-anak, sehingga
mekanisme adaktif dan perilakunya seringkali merupakan penampilan dari
segmen “id” dalam kepribadiannya.
2. Faktor Prespitasi
a. Stressor sosiokultural : stress yang menumpuk merupakan awitan skizofrenia
(stuart 2002)
b. Stresor psikologis : intensitas kecemasan yang tinggi. Perasaan bersalah dan
dosa harapan yang tidak tercapai merupakan stressor tersendiri baginya.

3. Proses terjadinya
Pada skizofrenia inti gangguan memang terdapat pada proses berfikir, yang
mengalami gangguan terutama adalah asosiasi, asosiasi longgar berarti ada hubungan
anta ride kalimat dimna kalimatnya tidak saling berhubungan, kadang-kadang ide
pertama belum selesai diutarakan sudah menemukan ide lain atau dapati dikatakan
pemindahan maksud, Misalnya “tani” tapi dikatakan “sawah”. Sedangkan bentuk
yang lebih parah adalah inkotieren.

4. Klasifikasi
Berdasarkan buku Diagnosa Gangguan Jiwa(Rusdi Maslim, 2001), skizofrenia
dapat diklasifikasikan yaitu :
1) Skizofrenia Paranoid
 Memenuhi kriteria umum diagnose skizofrenia
 Sebagai tambahan :
- Halusinasi dan atau wabah harus menonjol :
a. Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi
perintah atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa
bunyi pluit(whisting), menengung (humming) atau bunyi tawa
(laughing).
b. Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat
seksual atau lain-lain perasaan tubuh; halusinasi visual
mungkin ada tetapi jarang menonjol.
c. Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham
dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion of
influence) atau “passwity” (delusion of passirity) dan
keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam yang paling
khas.
- Gangguan afektif, dorongan kehendan dan pembicaraan, serta
gejala ketatonik secara relative tidak nyata / menonjol.

2
2) Skrizofenik Hibefenik
 Memenuhi kriteria umum diagnosa skizofrenia
 Diagnosa hibefenik untuk pertama kalinya ditegakkan pada usia remaja
atau dewasa muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun).
 Kepribadian premorbid menunjukan ciri kas : pemalu dan senang
menyendiri (solibary), namun tidak harus demikian untuk menentukan
diagnosis.
 Untuk diagnosis hebrenik yang meyakinkan umumnya diperlukan
pengamatan kontinu selama 2-3 bulan lamanya untuk memastikan
bahwa gambaran yag kas berikut ini memang bertahan :
 Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan idak dapat
diramalkan, serta mannerism, ada kecendrungan untuk selalu
menyendiri (soliatary) dan perilaku menunjukan hampa tujuan
dan hampa perasaan.
 Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (innapropriate),
sering disertai oleh cekikan (giggling) atau perasaan puas diri
(self satisfied), senyum sendiri nyeringai (grimaces),
mannerism, mengibuli secara sendagurau(pranks), keluhan
hipokondrial dan ungkapan kata yang diulang-ulang(rerated
pheases).
 Proses piker mengalami disorganisme dan pembicaran tak tentu
(rambling) serta inkoheren.
 Gangguan afektif dan dorongan kehendak serta gangguan proses pikir
umumnya menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi
biasanya tidak menonjol(fleetring and fragmentary delusion and
hallucination). Dorong kehendak(drive) dan yang bertujuan
(determination) hilang serta sasaran ditinggalkan, sehingga perilaku
memperlihatkan cirri kas, yaitu perilaku tnpa tujuan (aimless) dan
tanpa maksud (emty of purpose). Adanya suatu preokupasi yang
dangkal dan bersifat dibuat-buat terhadap agama, filsafat dan tema
abstrak lainnya makin mempersukar orang memahami jalan pikiran
pasien.
3) Skizofrenia Katanonik
 Memenuhi criteria umum untuk diagnosis skizofrenia
 Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran
klinisnya.
a. Strupor
b. Gaduh-gelisah
c. Menapilkan posisi tubuh tertentu
d. Negativisme
e. Rigiditas
f. Flekubilitas cerea / “waxy flexibility”
g. Gejala-gejala lain seperti “cmmund automatism”

3
 Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari
gangguan katatonik, diagnosis skizoprenia mungkin harus sampai
diperoleh bukti yang memadai tetang adanya gejala-gejala lain.
4) Skizoprenia Tak Terinci (Undifferentiated)
 Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia
 Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid,
hibefrenik, atau katatonik
 Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca-
skizofrenia.
5) Skizofrenia Pasca-skizofrenia
 Diagnosa harus ditegakkan hanya kalau:
a. Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria
umum skizoprenia) selama 12 bulan terakhir ini.
b. Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak ada
lagi mendominas gambaran klinisnya); dan
c. Gejala-gejala depresif menonjol dan mengganggu, memenuhi
paling sedikit kriteria untuk episode depresif dan telah ada
dalam kurun waktu paling sedikit 2 minggu.
 Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia, diagnosis
menjadi Episode Depresif. Bila gejala skizofrenia masih jelas dan
menonjol, diagnosis harus tetap salah satu dari subtipe skizofrenia yang
sesuai.
6) Skizofrenia Residual
 Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus
dipenuhi semua:
a. Gejala “negatif” dari skizofrenia yang menonjol, misal perlambatan
psikomotorik aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan
ketidakadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi
pembicaraan, komunikasi non-verbal yang buruk seperti dalam
ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan posisi tubuh
perawatan diri kinerja sosial yang buruk ;
b. Setidaknya ada riwayat satu episode yang jelas di masa lampau yang
memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia;
c. Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana
intensitas dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan
halusinasi telah sangat berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom
“negatif” dari skizofrenia;
d. Tidak terdapat dementia atau penyakit atau gangguan otak organik
lain, depresi kronik atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan
disabilitas negatif tersebut

4
7) Skizofrenia Simpleks
 Diagnosisi skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena
tergantung pada pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dan
progresif dari :
a. Gejala “negatif” yang khas dari episode skizofrenia residual tanpa
didahului riwayat halusinasi, waham atau manifestasi lain dari
episode psikotik dan;
b. Disertai dengan perubahan-perubahan perilaku pribadi yang
bermakna, bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang
mencolok, tidak berbuat sesuatu tanpa tujuan hidup dan penarikan
diri secara sosial.
 Gagguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan subtipe
skizofrenia lainnya.

5. Manifestasi Klinis
 Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua
gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang jelas):
a. - “ thought echo” : isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema
dalam kepalanya (tidak keras) dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama,
namun kualitasnya berbeda; atau
- “thought insertion or withdrawal” : isi pikiran yang asing dari luar masuk
ke dalam pkirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya
(withdrawal); dan
- “Thought broadcasting” : isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain
atau umum mengetahuinya.
b. - “ Delusion of Control” : waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar; atau
- “Delusion of Influence”: waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar; atau
- “ Delusion of Passivity”: waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah
terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang “dirinya” secara jelas merujuk
ke pergerakan tubuh/ anggota gerak atau ke pikiran, tindakan atau
pengindraan khusus);
- “ Delusion Perception”: pengalaman inderawi yang tidak wajar, yang
bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat.
c. Halusinasi auditorik :
- Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku
pasien atau
- Mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara berbagai
suara yang berbicara) atau
- Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh

5
d. Waham-waham menetap jenis lainya, yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan
agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan diatas manusia
biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca atau berkomunikasi dengan
maklhul asing dari dunia lain).
 Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas:
a. Halusinasi yang menetap dari panca indra apa saja , apabila disertai baik oleh
waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa
kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-
valuedideas) yang menetap atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-
minggu tau berbulan-bulan terus menerus;
b. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation) yang berakibat inkoherensi atau pembicran yang tidak relevan
atau neologisme;
c. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelsah (excitement), posisi ubuh
tertentu (posturing) atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor;
d. Gejala-gejala “negatif” seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang dan
respon emosional yang menumpuk atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja
sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh
defresi atau medikasi neuroleptika:
 Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama turun waktu
satu bulan atau lebih;
 Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan ( overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal
behavior). Bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak
berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self- absorbed attitude) dn
penarikan diri secara sosial.

6. Penatalaksanaan
1. Pendekatan perindividu (BHSP)
2. Farmakoterapi harus ditunjang oleh psikoterapi
Obat- obatan antipsikotk konservasional terbukti mengurangi gejala positif
skizoprenia dan secara signifikan menurunkan resiko relaps. Kelompok obat-
obatan anti psikotik antipikal terbaru telah menunjukkan aktivitas yang dapat
dibandingkan atau lebih baik untuk mengatasi gejala atau gangguan neurologis
yang merugikan obat-obat ini terutama efek dalam mengatasi gejala negatif
skizofrenia.

6
3. Satu pendekatan terapi tidak cukup
Tujuan utama perawatan di Rumah Sakit adalah ikatan efektif antara pasien dan
sistem pendukung masyarakat.
Indikasi rawat jalan :
- Keperluan diagnostik dan terapi
- Keamanan pasien karena ide-ide diri hemosideren
- Disorganisasi yang jelas dan prilaku innaprepriate termasuk ke dalam fungsi
pribadi.

7
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
A. PENGKAJIAN
A) Gejala primer (Ade Herman, 2011; hal. 96-97)
1. Gangguan proses pikir (bentuk, langkah, dan isi pikir) yang paling menonjol
adalah asosiasi dan terjadi inkoherensi.
2. Gangguan afek emosi
3. Paramimi dan paratimi (incongruity of affect/ inadequate)
4. Emosi dan afek serta ekspresinya tidak mempunyai suatu kesatuan
5. Emosi berlebih
6. Hilangnya kemampuan untuk mengadakan hubungan emosi yang baik.
7. Gangguan kemauan :
- Terjadi kelemahan kemauan
- Perilaku negativisme atau permintaan
- Otomatisme : merasa pikiran/perbuatannya dipengaruhi oleh orang lain.
8. Gejala psikomotor
- Stupor atau hiperkinesia, logorea, dan neogolisme
- Stereotip
- Katalepsi, mempertahankan posisi tubuh dalam waktu yang lama
- Echolalia atau echopraxia
- Autisme
B) Gejala Sekunder (Ade Herman, 2011; hal 96-97):
1. Waham
2. Halusinasi

B. DIAGNOSA (Ade Herman, 2011; hal 97-99)


1. Resiko tinggi terhadap kekerasan : diarahkan pada diri sendiri atau orang lain
2. Koping individu inefektif
3. Perubahan persepsi – sensori
4. Perubahan proses pikir.

C. RENCANA KEPERAWATAN (Ade Herman, 2011; hal 97-99)


1. Diagnosa 1
a. Tujuan : klien tidak membahayakan dirinya maupun orang lain
b. Intervensi:
Intervensi Rasional
1. Pertahankan lingkungan 1. Kecemasan klien meningkat
dalam tingkat stimulus yang dalam lingkungan penuh
rendah stimulus
2. Observasi secara ketat prilaku 2. Memastikan klie dalam
klien keadaan aman
3. Singkirkan semua benda 3. Dalam keadaan gelisah,
berbahaya bingung dapat menggunakan
benda tajam untuk melukai
4. Salurkan perilaku merusak 4. Menghilangka ketegangan

8
pada kegiatan fisik yang terpendam
5. Lakukan fiksasi bila 5. Keamanan klien merupakan
diperlukan prioritas keperawatan
6. Berikan obat tranguilizer 6. Menurunkan kecemasan /
ketegangan

2. Diagnosa 2
a. Tujuan : klien tidak menggunakan lebih banyak ketrampilan penggunaan
koping adaktif
b. Intervensi
Inervensi Rasional
1. Usahakan petugas kesehatan 1. Meningkatkan hubungan saling
tetap percaya
2. Hindari kontak fisik 2. Mungkin dianggap bentuk
penganiayaa fisik
3. Hindari tertawa, berbisik di 3. Mengurangi rasa curiga
dekat pasien
4. Jujur dan selalu menepati 4. Meningkatkan hubungan saling
janji percaya
5. Jangan berikan kegiatan 5. Merupakan ancaman pada
kompetitif pasien curiga
6. Motivasi untuk 6. Mengungkapkan perasaan
mengungkapkan perasaan secara verbal, dalam
yang sebenarnya. lingkungan yang tidak
mengancam mungkin akan
menolong pasien untuk sampai
pada keadaan tertentu dimana
klien mencurahkan perasaan
setelah sekian lama terpendam
7. Sikap asertif 7. Pasien curiga tidak memiliki
kemampuan untuk
berhubungan dengan sikap
yang tidak bersahabat atau ceria
sekali.
8. Periksa mulut klien setelah 8. Klien sering manifulatif dalam
minum obat minum obat.

3. Diagnosa 3
a. Tujuan : klien tidak menggunaka lebih banyak ketrampilan penggunaan
koping adaktif
b. Intervensi :
Intervensi Rasional
1. Observasi halusinasi 1. Intervensi awal untuk
mencegah respon agresif yang
diperintahkan halusinasi.
2. Hindari menyentuh pasien 2. Pasien dapat mengartikan
secara tiba-tiba, yakinkan sentuhan sebagai ancaman
bahwa ia aman disentuh

9
3. Sikap menerimaan dan 3. Mencegah kemungkinan
mendorong pasien cidera pasien atau orang lain
menceritakan halusinasi karena ada perintah dari
halusinasi
4. Jangan mendukung halusinasi 4. Perawat harus jujur pada
pasien sehingga pasien
menyadari suara itu tidak ada
5. Alihkan perhatian pasien dari 5. Perawat harus jujur pada
halusinasi pasien sehingga pasien
menyadari suara itu tidak ada.

4. Diagnosa 4
a. Tujuan : klien menyatakan berkurangnya pikiran-pikiran
b. Intervensi
Intervensi Rasional
1. Tunjukkan sikap menerima 1. Penting untuk dikomunikasikan
kenyataan pasien tanpa sikap pada pasien bahwa perawat
mendukung tidak menerima delusi sebagai
realita
2. Tidak membantah atau 2. Membantah pasien tidak
menyangkal keyakinan menimbulkan manfaat dan
pasien merusak hubunga.

3. Bantu pasien untuk 3. Jika pasien dapat belajar


menghubungkan keyakinan menghetikan kecemasan, pkiran
yang salah dengan waham mungkin dapat dicegah.
peningkatan kecemasan
4. Fokus dan kuatkan realitas 4. Mengurangi pikiran-pikiran
waham
5. Bantu dan dukung pasien 5. Ungkapkan secara verbal dalam
dalam mengungkapkan lingkungan yang tidak
secara verbal perasaan mengancam akan menolong
ansietas, takut dan tak aman. pasien untuk mengungkapkan
perasaan yang mungkin
terpendam.

10
DAFTAR PUSTAKA
1. Herman S. D., A (2011). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika
2. Karch, A (2011). Buku Ajar Farmakologi Keperawatan. Edisi 2. Jakarta : EGC
3. Sunaryo (2004). Psikologi untuk Keperawatan . Jakarta : EGC
4. Rusdi, M. (1998). Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa rujukan rigks dari PPDGJ-III.
Jakarta, Unika Atma Jaya.
5. Townsend, M. (1998). Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan Psikiatri: pembuata
untuk pembuatan rencana perawatan. Ed. 3. Jakarta : EGC

11

Anda mungkin juga menyukai